Moral adalah:
Pedoman atau ajaran tentang baik-buruk, halal-haram, wajib-dosa yang
mengatur sikap batin dan perilaku kita. Atau
Pedoman bagaimana kita harus mengatur hidup kita supaya menjadi baik,
sesuai dengan maksud Tuhan Pencipta Yang Mahabaik dan dengan
demikian juga akan bahagia.
Ada norma yang hanya menunjukkan mana yang biasa atau normal, mana
yang tidak dapat diterima oleh lingkungan kita. Ada juga yang mewajibkan
kita melakukan atau tidak melakukan sesuatu, disertai sanksi kalau tidak
ditaati.
Sumber Moral
Sumber moral Kristiani ada dua yang saling melengkapi:
1. Kitab Suci dan Ajaran Gereja yaitu pedoman atau prinsip umum yang
diberikan kepada kita dari atas.
2. Penalaran akal budi manusia yang dilengkapi dengan Pengalaman dan
Ilmu Pengetahuan yang dari bawah (dari diri sendiri).
Pedoman dasar moral menurut Kitab Suci dan ajaran agama adalah Hukum
Kasih. Untuk mewujudkan hukum dasar tersebut kita diberi sejumlah besar
pedoman, baik berupa perintah, nasihat maupun larangan.
Tetapi,penerapannya pada situasi konkret masih tetap memerlukan pemikiran
dan tanggung jawab sendiri. Selain itu, untuk berbagai masalah konkret
sehari-hari, tidak ada pedoman yang mutlak dari agama harus begini, tak
boleh begitu, sehingga mungkin timbul keraguan. Dalam hal itu, kita harus
berpikir sendiri, berdoa mohon petunjuk dari Tuhan dan mempertimbangkan
masak-masak apa atau bagaimana perbuatan kita, apa akibat-akibatnya,
motivasinya, situasi dan kondisi yang ikut mempengaruhi, dsb., dan juga mau
belajar dari pengalaman, baik pengalaman sendiri dan pengalaman orang lain
dan juga perkembangan ilmu.
Orang bertindak dengan baik kalau bertindak sesuai dengan hati nurani yang
jujur dan benar berarti sesuai norma moral dan dapat
mempertanggungjawabkan tingkah laku dan perbuatannya di hadapan Tuhan
dan sesama.
11. Tanggung jawab suami terhadap istri menurut ajaran Kitab Suci
dapat diringkas dalam dua kata memimpin dan mengasihi.
Memimpin menurut Kitab Suci berarti melayani (Mat 20:20-28, Yoh
13:1-15), memperhatikan kepentingan, keperluan dan keselamatan
orang yang menjadi tanggungannya. Pria disebut kepala istrinya dan
kepala keluarga, sama seperti Kristus adalah kepala umat-Nya (Ef
5:23). Kristus datang tidak untuk dilayani melainkan untuk melayani
dan rela mengurbankan hidup-Nya sendiri. Ia mendampingi,
menjaga, menghibur, mengajar, mendoakan, menjadi teladan dan
panutan bagi murid-murid-Nya. Ia memberi kepercayaan tanggung
jawab kepada mereka serta melibatkan mereka dalam karya
keselamatan-Nya.
Mengasihi istri haruslah seperti dirinya sendiri, bahkan sama seperti
Kristus mengasihi umat-Nya. Tentang kasih Kristus kita tahu dari
Kitab Suci: tanpa syarat, rela berkurban, setia sampai mati. Suami
membuktikan cintanya kepada istri dengan menyediakan segala
keperluannya, tidak hanya kebutuhan jasmani atau uang tetapi juga
kebutuhan emosional, intelektual, sosial, seksual, hiburan, rohani:
dengan melindungi, mendampingi, dan membantu dalam tugas-tugas
dan kewajibannya dengan mengikutsertakan dia dalam suka maupun
dukanya; dengan menunjukkan melalui sikap dan kata-katanya
bahwa ia sungguh menjadi buah hatinya; dan memperlakukan dia
dengan lemah-lembut, sopan, ksatria; dengan sering memberikan
kata-kata pujian dan penghargaan, dsb.
12. Tanggung jawab istri terhadap suaminya menurut Kitab Suci (Kej
2:18-25, Ams 31:10-31, Ef 5:22-33, Tit 2:4-5, 1 Ptr 3:1-6) disebutkan
tunduk kepada suaminya dan menolong dia. Patuh pada suami
tidaklah berarti bahwa istri seorang pembantu yang tak boleh buka
mulut, harus diam dan tunduk, melainkan sama seperti umat
kepada Kristus. Kepatuhan istri berarti bahwa ia sebagai pendamping
suami yang sepadan dengan dia menghormati dan melengkapi
suaminya, dan rela memakai segala bakat dan kemampuannya demi
kebaikan suami dan anak-anaknya dalam kerja sama dan di bawah
pimpinan suami sebagaimana seharusnya dalam Tuhan.
13. Setiap orang pasti juga mengalami percobaan dan godaan. Godaan
terkuat rupa-rupannya adalah godaan akan kekayaan, kekuasaan,
kedudukan, dan kenikmatan seks. Godaan dibidang seksual memang
ada daya tariknya yang sangat kuat. Tetapi Tuhan tidak akan
mencobaimu melebihi kekuatanmu; bersama dengan percobaan Ia juga
memberikan kekuatan untuk mengatasinya. Perhatikan bahwa digoda
tidak sama dengan dosa.
Dosa dalam hubungan suami-istri tidak hanya terjadi dengan
berbuat serong yang adalah melanggar janji setia, tetapi juga
menolak tanggungjawab atas akibat perbuatannya sendiri; egois,
bertindak secara kasar, memaksakan kehendaknya sendiri, tertutup,
menolak berkomunikasi, mencari kepuasannya sendiri di luar relasi
dan sebagainya.
Sebagai pedoman yang mudah untuk menilai perbuatannya sendiri,
bertanyalah dalam hati: apakah dia boleh tahu atau melihat apa yang
kulakukan ? Seandainya dia tahu, akan bagaimanakah reaksinya ?
Menyetujui ? Atau justru marah, kecewa, curiga, cemburu ?
Ada tanda-tanda tertentu bila suami/istri menyeleweng.
Tugas suami-istri adalah menjadi satu, karena telah dipersatukan oleh Allah:
1. Segala apa yang mendukung, menunjang, mewujudkan, memperkuat,
memesrakan, dan mengembangkan KESATUAN dan CINTA suami-istri
adalah BAIK (termasuk hubungan seks dengan segala seninya).
Dasarnya adalah kasih yang diwujudkan dan dijabarkan dalam situasi
konkret.
2. Segala apa yang merusak, melanggar, mengancam, merongrong atau
meretakkan kesatuan itu, adalah TIDAK BAIK.