Anda di halaman 1dari 7

MORAL PERKAWINAN

1. NORMA MORAL KRISTIANI

Moral adalah:
Pedoman atau ajaran tentang baik-buruk, halal-haram, wajib-dosa yang
mengatur sikap batin dan perilaku kita. Atau
Pedoman bagaimana kita harus mengatur hidup kita supaya menjadi baik,
sesuai dengan maksud Tuhan Pencipta Yang Mahabaik dan dengan
demikian juga akan bahagia.

Ukuran untuk menilai tentang baik-buruknya sikap dan perbuatan kita


pada dasarnya ada dua:
1. Hati Nurani atau suara hati, berasal dari dalam.
2. Norma (perintah, larangan, atau pedoman) berasal dari luar yang secara
objektif memberi tahu mana yang baik yang harus dilakukan dan mana
yang tidak baik yang harus dihindari supaya kita dapat hidup dengan
tenang dalam masyarakat.

Salah berarti objektif tidak sesuai dengan norma.


Dosa berarti dengan sengaja (dengan tahu dan mau) melanggar norma
yang diketahui.

Hati nurani adalah pedoman atau guru dari dalam yang:


1. Memberitahu kepada kita mana yang harus kita lakukan
2. Menuntun kita untuk berbuat baik dan menjauhi yang buruk
3. Menilai perbuatan kita sebelum- sedang – sesudah berbuat.
Kalau kita berbuat baik, hati kita tenteram. Tetapi, kalau kita berbuat
yang tidak baik, hati nurani akan menegur. Oleh karena itu, sering
disebut sebagai guru dari dalam dan sebagai suara Tuhan dalam hati
manusia.

Tetapi hati nurani juga dapat keliru: apabila


- Menganggap baik yang sebenarnya buruk.
- Menganggap tidak apa-apa padahal sebenarnya apa-apa saja.
- Menganggap buruk apa yang sebenarnya tidak buruk.
Masalah timbul karena perkembangan zaman yang begitu cepat, dimana
banyak aturan/norma lama semakin sering ditinggalkan, tetapi yang baru
belum ditemukan. Dalam keadaan demikian, maka kita perlu belajar norma.

Norma tingkah laku kita terima dari luar:


- Dari pendidikan oleh orangtua.
- Dari lingkungan masyarakat sekitar.
- Dari adat kebiasaan.
- Dari hukum Negara.
- Dari ajaran agama.

Ada norma yang hanya menunjukkan mana yang biasa atau normal, mana
yang tidak dapat diterima oleh lingkungan kita. Ada juga yang mewajibkan
kita melakukan atau tidak melakukan sesuatu, disertai sanksi kalau tidak
ditaati.

Sumber Moral
Sumber moral Kristiani ada dua yang saling melengkapi:
1. Kitab Suci dan Ajaran Gereja yaitu pedoman atau prinsip umum yang
diberikan kepada kita dari atas.
2. Penalaran akal budi manusia yang dilengkapi dengan Pengalaman dan
Ilmu Pengetahuan yang dari bawah (dari diri sendiri).
Pedoman dasar moral menurut Kitab Suci dan ajaran agama adalah Hukum
Kasih. Untuk mewujudkan hukum dasar tersebut kita diberi sejumlah besar
pedoman, baik berupa perintah, nasihat maupun larangan.
Tetapi,penerapannya pada situasi konkret masih tetap memerlukan pemikiran
dan tanggung jawab sendiri. Selain itu, untuk berbagai masalah konkret
sehari-hari, tidak ada pedoman yang mutlak dari agama harus begini, tak
boleh begitu, sehingga mungkin timbul keraguan. Dalam hal itu, kita harus
berpikir sendiri, berdoa mohon petunjuk dari Tuhan dan mempertimbangkan
masak-masak apa atau bagaimana perbuatan kita, apa akibat-akibatnya,
motivasinya, situasi dan kondisi yang ikut mempengaruhi, dsb., dan juga mau
belajar dari pengalaman, baik pengalaman sendiri dan pengalaman orang lain
dan juga perkembangan ilmu.

Orang bertindak dengan baik kalau bertindak sesuai dengan hati nurani yang
jujur dan benar berarti sesuai norma moral dan dapat
mempertanggungjawabkan tingkah laku dan perbuatannya di hadapan Tuhan
dan sesama.

NB. Ada perkembangan dalam cara berpikir Gereja tentang moral:


1. Dulu lebih menekankan bahwa kita harus menolak segala dosa dan dan
menghindari apa yang jahat. Maka agak bernada negatif yang mana
banyak larangan dan pantangan meskipun maksudnya positif. Mungkin
terpengaruh oleh perumusan ke-10 Perintah Allah yang sebagian besar
dirumuskan sebagai larangan.
2. Sekarang norma-norma moral lebih dipandang sebagai pedoman positif,
bagaimana kita harus mengatur hidup kita agar sesuai dengan maksud
Tuhan yang menghendaki kebaikan dan kebahagiaan kita. Jadi perintah
dan larangan-larangan kita terima sebagai petunjuk bagaimana kita
sebagai orang beriman dapat menjawab Kasih Allah yang memanggil kita
dalam Kristus untuk menyelamatkan manusia seutuhnya.

Moral perkawinan bermaksud memberikan pedoman apa yang harus kita


lakukan supaya perkawinan kita betul-betul sesuai dengan maksud Tuhan
Pencipta tentu saja dengan menghindari dosa dan penyelewengan.

2.KITAB SUCI DAN AJARAN GEREJA

A. Beberapa Teks Penting dari Kitab Suci

1.Kejadian 1:27-28, 1:31, 2:23-24 (Penciptaan manusia).


2.Ulangan 5:1-22 (kesepuluh Firman/Perintah Allah).
3.Mateus 19:1-12 Markus 10:1-12 (Perceraian dan zinah).
4.Yohanes 2:1-11(Perkawinan di Kana tanda Yesus yang pertama) Yoh
8:1-11 (Wanita berzinah).
5.Yohanes 13:35 15:12 (Saling mencintai sama seperti Aku..)
6.Efesus 5:22-33 (Suami mencintai istri sama seperti dirinya sendiri
sama seperti Kristus.. suatu Sakramen yang agung).
7.1 Korintus 7:2-11 (Kewajiban suami-istri dalam bidang seksual)
6:12-20 (Hormat terhadap tubuh) 13:1-13 (Sifat cinta kasih).
8.1 Tesalonika 4:3-8 Kol 3:12-21 (Suasana dalam keluarga).
9.Galatia 5:18-24 (Buah-buah roh) 1 Petrus 3 1Yoh 4
10.Amsal 5:30 Kidung 2.6.7 (Bahasa cinta..)
11.Dan masih banyak lainnya lagi
B. Beberapa Pokok Ajaran Kitab Suci dan Ajaran Gereja Katolik

1. Kitab Suci dibuka dengan kisah penciptaan. Bab-bab pertama buku


Kejadian mau menunjukkan maksud Allah yang sebenarnya dengan
manusia dan dunia. Intinya ialah bahwa dunia seisinya dinyatakan
baik, berasal dari Allah Sang Pencipta dan mencerminkan sesuatu
dari keagungan Allah sendiri. Iman kita mengakui Kasih Allah
sebagai awal dan sumber kehidupan.

2. Allah menciptakan manusia menurut citraNya dan gambarNya sendiri


sebagai pria dan wanita. Lalu, Allah memberkati mereka dan
berfirman: beranak-cuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi
ini dan taklukkanlah (Kej. 1:27-28). Ini berarti bahwa adanya pria dan
wanita; adanya dua jenis kelamin dengan segala daya tarik antara
keduanya. Dengan kata lain, adanya seksualitas manusia, juga
adanya hubungan seks dan akibatnya yaitu mempunyai keturunnan
itu berasal dari Sang Pencipta; diberkati-Nya dan dimaksudkan
untuk kebahagiaan manusia. Maka dalam Kitab Suci dinyatakan
Sungguh amat baik. Berarti suatu pandangan yang amat positif
tentang seks dan seksualitas manusia.

3. Pria dan wanita diciptakan untuk saling melengkapi sebagai teman


hidup dan menempuh jalan hidup bersama. Tidaklah baik kalau
manusia itu sendirian saja. Maka, Aku akan memberikan kepadanya
seorang penolong yang sepadan dengan dia. Istilah penolong sama
seperti yang dikatakan tentang Allah sebagai penolong umatNya.
Allah menciptakan Hawa dan menghantarkannya kepada Adam.
Maka berserulah Adam: inilah dia, tulang dari tulangku dan daging
dari dagingku (Kej 2:4). Yang diungkapkan di sini adalah kesamaan
harkat, derajad, dan martabat pria dan wanita sebagaimana yang
dimaksudkan Allah. Kalau kenyataannya sekarang kedudukan
wanita kerap kali di bawah pria, itu bukan karena maksud dan
rencana Allah tetapi akibat ulah manusia sendiri (dosa). Tetapi, sejak
dari permulaan Allah telah menjanjikan seorang penyelamat yang
akan mengalahkan dosa dan membangun kembali segala-galanya itu,
termasuk kehidupan keluarga dan kedudukan wanita dalam
masyarakat.

4. Tuhan menciptakan manusia sebagai pria dan wanita dengan


maksud agar mereka bersatu dalam ikatan perkawinan dan
membentuk suatu keluarga. Keluarga dimaksudkan sebagai suatu
unit yang baru. Dari sebab itu, seorang pria akan meninggalkan ayah
dan ibunya dan mengikat diri pada istrinya (Kej 2:24; Mat 19:5; Mrk
10:7-8; Ef 5:31). Dengan demikian, keluarga menjadi sel masyarakat
dan sumber kehidupan baru.
Meninggalkan ayah dan ibu berarti bahwa hubungan dengan
orangtua harus berubah.; tidak lagi menggantungkan diri pada
orangtua melainkan secara batin juga sebaiknya secara nyata
berpisah dengan mereka dan menjadi mandiri. Tanggungjawab,
pokok perhatian dan ikatan batin yang utama bagi seorang suami
adalah istrinya dan anak-anaknya sendiri tentu saja dengan tetap
menghormati orangtua.

5. Maksud Tuhan dengan perkawinan adalah agar pria dan wanita


sebagai pasangan suami-istri menjadi satu dalam ikatan lahir batin
yang stabil dan tetap. Istilah Kitab Suci untuk itu adalah mereka
akan hidup bersatu padu jiwa-raganya atau menjadi satu daging.
Kesatuan itu didasarkan atas kasih setia sebagai ikatan pemersatu
dan diwujudkan secara konkret dalam persekutuan hidup bersama;
tinggal serumah, makan semeja, tidur seranjang, juga setubuh.
Suami istri saling mencintai dengan kasih sayang yang eksklusif
(satu dengan satu yaitu monogami), untuk seumur hidup (tak
terceraikan) dan dinamis. Dinamis juga dalam arti subur dan
berkembang, termasuk berkembang biak dalam keturunan.

6. Tujuan pokok perkawinan menurut Kitab Suci adalah kesatuan dan


kebahagiaan bersama suami-istri dalam cinta-mencintai. Maka itulah
yang harus diutamakan bukan keibu-bapaan melainkan kesuami-
istrian. Kesatuan suami-istri itu harus dibangun setiap hari kembali,
dengan saling memberi perhatian; dengan keterbukaan dan kerelaan
berkomunikasi; dengan saling menerima apa-adanya; dengan kasih
sayang, kelembutan dan kesabaran tanpa paksaan; dengan rela
berkurban, rela saling membantu, saling memaafkan (1 Kor 13);
dengan berdoa bersama dan saling menanggung bebannya.
Kemesraan dan tanda-tanda kasih sayang hendaknya menjadi
kebiasaan dalam keluarga Kristiani.
Untuk memupuk kesatuan dan kerukunan dalam keluarga, Kitab
Suci memberikan banyak petunjuk konkret lainnya, misalnya Bila
anda marah, jangan sampai matahari terbenam engkau masih
menyimpan amarahmu itu. Berarti malam hari mesti berdamai
kembali, dengan doa malam bersama dan saling memaafkan. Suami-
istri dapat paling saling meyakiti hati tetapi juga dapat paling saling
menyembuhkan; dapat saling membahagiakan tetapi juga saling
mencelakakan.

7. Kristus dengan tegas menolak zinah dan perceraian. Secara positif


hal ini berarti tuntutan mutlak untuk tetap SETIA satu sama lain,
apa pun yang terjadi. Apa yang telah dipersatukan Allah janganlah
diceraikan manusia. Ungkapan dipersatukan oleh Allah juga sebagai
gambaran, pertanda dan lambang dari Perjanjian Tuhan dengan
umat-Nya. Inti sari upacara perkawinan adalah JANJI SETIA: dalam
suka dan duka, dalam untung dan malang. Suami berjanji bahwa ia
akan tetap setia, sekalipun istrinya sudah tidak cantik lagi, tidak
serapi atau sepenurut seperti yang diharapkannya, sekalipun dia
tidak memuaskan keinginan seksnya sepenuhnya, sekalipun dia
membelanjakan uang dengan kurang bijaksana, atau tidak pandai
memasak. Istri berjanji bahwa ia akan tetap setia, sekalipun
suaminya menjadi botak, tidak kaya lagi, tidak sesehat atau segagah
seperti yang dikira, juga jika datang orang lain yang lebih ganteng.

8. Suami-istri telah saling memiliki, dan mempunyai kewajiban suci


untuk saling memenuhi kebutuhan seksual yang satu terhadap yang
lain (1 Kor 7). Hubungan seks dalam perkawinan adalah baik, halal,
dan suci. Seks bukanlah hal yang tabu, kotor, atau memalukan,
melainkan ikut disucikan oleh Sakramen Perkawinan sebagai sarana
pemersatu suami-istri. Perintah Allah jangan berzinah melarang
adanya hubungan intim (seperti suami-istri) dengan pihak ketiga
yang harus dinilai sudah tidak wajar lagi bagi yang bukan suami-
istri. Secara positif perintah itu berarti hendaklah setia satu sama
lain. Tetapi berarti juga bahwa penyaluran kebutuhan seksual
haruslah terjadi di dalam ikatan perkawinan, sehingga tidak ada
yang “terbakar” (kebutuhan seks tidak terpenuhi) atau menimbulkan
godaan untuk mencari kepuasan di tempat lain. Hubungan seks di
luar pernikahan betul-betul merusak rencana dan maksud Tuhan
terhadap perkawinan. Oleh karena itulah dilarang berzinah yang
adalah berdosa.
9. Seks dalam arti sempit adalah hubungan kelamin hanya merupakan
salah satu segi dari pribadi manusia, yang tidak boleh dipisahkan
dari segi-segi psikologis, emosional, spiritual, tanggung jawab,
budaya, dan ekspresi manusia yang kita sebut cinta. Kitab Suci
menunjukkan sikap yang amat positif terhadap tubuh disebut daging
sebagai anggota Kristus dan bait Roh Kudus yang akan dibangkitkan
bersama Kristus. Maka kepuasan dan kenikmatan seks diterima
sebagai pemberian Allah, dan tidak perlu dirusak oleh rasa bersalah,
takut, malu, dan tabu. Seks ikut diselamatkan oleh Kristus dan
diangkat menjadi sarana penyaluran rahmat Allah. Tentu saja
dengan mengindahkan prinsip dasar bahwa nafsu birahi seseorang
tidaklah untuk dirinya sendiri tetapi untuk pasangannya. Setiap
kegiatan seks yang hanya mencari kenikmatannya sendiri adalah
“salah arah”.
Seks dilindungi dengan rasa malu, tidak karena seks itu jorok dan
porno, melainkan karena menyangkut hal yang pribadi dan suci,
keintiman hubungan dua orang kekasih. Yang jorok dan salah adalah
penyalahgunaan, yaitu di luar pager ayu perkawinan. Maka
hendaklah disadari adanya perbedaan dalam menghayati perintah
Allah yang ke-6 dan ke-9 untuk orang yang belum menikah dan
untuk yang sudah menikah. Untuk suami-istri, hubungan seks
dengan segala variasi dan seninya adalah baik dan wajar.

10. Kesatuan pria dan wanita dalam perkawinan yang diragakan


dalam hubungan seks secara psikologis dimaksudkan untuk
mewujudkan atau meragakan kesatuan jiwa dan hati “disebut segi
unitif”. Secara biologis hubungan seks dimaksudkan untuk
mendapatkan keturunan disebut segi reproduksi atau pro-kreatif.
Dengan cara demikian suami-istri terpanggil untuk ikut ambil bagian
dalam karya penciptaan Tuhan sendiri. Hubungan seks bukan
sekedar melampiaskan nafsu birahi saja, tetapi dilakukan dengan
kesadaran dan tanggungjawab penuh bahwa itu merupakan
pelaksanaan dari sabda Tuhan. Oleh karena itu juga disertai
kesediaan untuk menerima hidup baru bila itu terjadi.

11. Tanggung jawab suami terhadap istri menurut ajaran Kitab Suci
dapat diringkas dalam dua kata memimpin dan mengasihi.
Memimpin menurut Kitab Suci berarti melayani (Mat 20:20-28, Yoh
13:1-15), memperhatikan kepentingan, keperluan dan keselamatan
orang yang menjadi tanggungannya. Pria disebut kepala istrinya dan
kepala keluarga, sama seperti Kristus adalah kepala umat-Nya (Ef
5:23). Kristus datang tidak untuk dilayani melainkan untuk melayani
dan rela mengurbankan hidup-Nya sendiri. Ia mendampingi,
menjaga, menghibur, mengajar, mendoakan, menjadi teladan dan
panutan bagi murid-murid-Nya. Ia memberi kepercayaan tanggung
jawab kepada mereka serta melibatkan mereka dalam karya
keselamatan-Nya.
Mengasihi istri haruslah seperti dirinya sendiri, bahkan sama seperti
Kristus mengasihi umat-Nya. Tentang kasih Kristus kita tahu dari
Kitab Suci: tanpa syarat, rela berkurban, setia sampai mati. Suami
membuktikan cintanya kepada istri dengan menyediakan segala
keperluannya, tidak hanya kebutuhan jasmani atau uang tetapi juga
kebutuhan emosional, intelektual, sosial, seksual, hiburan, rohani:
dengan melindungi, mendampingi, dan membantu dalam tugas-tugas
dan kewajibannya dengan mengikutsertakan dia dalam suka maupun
dukanya; dengan menunjukkan melalui sikap dan kata-katanya
bahwa ia sungguh menjadi buah hatinya; dan memperlakukan dia
dengan lemah-lembut, sopan, ksatria; dengan sering memberikan
kata-kata pujian dan penghargaan, dsb.
12. Tanggung jawab istri terhadap suaminya menurut Kitab Suci (Kej
2:18-25, Ams 31:10-31, Ef 5:22-33, Tit 2:4-5, 1 Ptr 3:1-6) disebutkan
tunduk kepada suaminya dan menolong dia. Patuh pada suami
tidaklah berarti bahwa istri seorang pembantu yang tak boleh buka
mulut, harus diam dan tunduk, melainkan sama seperti umat
kepada Kristus. Kepatuhan istri berarti bahwa ia sebagai pendamping
suami yang sepadan dengan dia menghormati dan melengkapi
suaminya, dan rela memakai segala bakat dan kemampuannya demi
kebaikan suami dan anak-anaknya dalam kerja sama dan di bawah
pimpinan suami sebagaimana seharusnya dalam Tuhan.
13. Setiap orang pasti juga mengalami percobaan dan godaan. Godaan
terkuat rupa-rupannya adalah godaan akan kekayaan, kekuasaan,
kedudukan, dan kenikmatan seks. Godaan dibidang seksual memang
ada daya tariknya yang sangat kuat. Tetapi Tuhan tidak akan
mencobaimu melebihi kekuatanmu; bersama dengan percobaan Ia juga
memberikan kekuatan untuk mengatasinya. Perhatikan bahwa digoda
tidak sama dengan dosa.
Dosa dalam hubungan suami-istri tidak hanya terjadi dengan
berbuat serong yang adalah melanggar janji setia, tetapi juga
menolak tanggungjawab atas akibat perbuatannya sendiri; egois,
bertindak secara kasar, memaksakan kehendaknya sendiri, tertutup,
menolak berkomunikasi, mencari kepuasannya sendiri di luar relasi
dan sebagainya.
Sebagai pedoman yang mudah untuk menilai perbuatannya sendiri,
bertanyalah dalam hati: apakah dia boleh tahu atau melihat apa yang
kulakukan ? Seandainya dia tahu, akan bagaimanakah reaksinya ?
Menyetujui ? Atau justru marah, kecewa, curiga, cemburu ?
Ada tanda-tanda tertentu bila suami/istri menyeleweng.

14. Abortus atau pengguguran yang disengaja dilarang keras tak


hanya oleh hukum agama tetapi juga oleh undang-undang negara
dan diancam dengan hukuman yang berat.
Pesan para Uskup dimuat antara lain dalam surat Sayangilah
kehidupan (1992).

15. Hidup bersama juga menyangkut komunikasi. Menurut maksud


Tuhan dua orang yang dipersatukan oleh Allah harus membagi
segala sesuatu: tubuh mereka, milik mereka, pengetahuan mereka,
pendapat mereka, kemampuan, dan persoalan mereka, cita-cita, dan
keberhasilan, tetapi juga kegagalan, dan penderitaan mereka. Karena
suami-istri Kristiani telah saling mengikat diri untuk seumur hidup
“sampai kematian memisahkan mereka berdua”, maka segala
masalah -yang pada orang lain mungkin menjadi alasan untuk minta
cerai- harus diselesaikan bersama. Oleh karena itu segala “titik
rawan” untuk relasi suami-istri mesti dibicarakan bersama dan
diputuskan bersama. Misalnya saja mengenai hubungan dengan
orangtua/mertua; family lainnya; teman-teman dan sahabat-sahabat
(lama maupun baru); hubungan dengan Tuhan, pelaksanaan
penghayatan agama dalam keluarga dan Gereja; urusan keuangan
dan ekonomi rumah tangga; hobi, rekreasi dan waktu terluang;
jumlah dan jarak kelahiran anak; sikap dalam pendidikan anak;
pembagian tugas dalam urusan rumah tangga; dan sejuta hal lain
yang menyangkut hidup bersama dalam keluarga.
DUA PRINSIP

Tugas suami-istri adalah menjadi satu, karena telah dipersatukan oleh Allah:
1. Segala apa yang mendukung, menunjang, mewujudkan, memperkuat,
memesrakan, dan mengembangkan KESATUAN dan CINTA suami-istri
adalah BAIK (termasuk hubungan seks dengan segala seninya).
Dasarnya adalah kasih yang diwujudkan dan dijabarkan dalam situasi
konkret.
2. Segala apa yang merusak, melanggar, mengancam, merongrong atau
meretakkan kesatuan itu, adalah TIDAK BAIK.

PERTANYAAN UNTUK DISKUSI

1. Bagaiman perkawinan yang “baik” menurut Anda ?


Sebutkan satu dua keluarga yang Anda kenal yang Anda sebut
sungguh-sungguh baik. Kira-kira apa rahasianya ?
2. Apa artinya suami-istri “menjadi satu daging” ? Kiranya apa yang akan
menjadi penghalang terbesar untuk sungguh-sungguh menjadi satu ?
3. Apa artinya seorang pria harus “meninggalkan ayah-ibunya” ?
4. Apa artinya istri harus “tunduk” kepada suaminya ?
5. Bandingkan dan rumuskan artinya: Kasih – cinta – asmara – sayang –
birahi – persahabatan.
6. 1 Kor 13 menyebutkan 9 sifat “kasih”. Perhatikan satu per satu dan
berikan penjelasan bagaimana Anda dapat menerapkan sifat kasih
tersebut dalam perkawinan dan keluarga Anda. Bandingkan dengan Ef
5:1 – 2
7. Apa pokok pesan Tuhan dalam Ef 5:22-33 ?
8. Perintah apa yang diberikan Tuhan Yesus tentang “mengasihi sesama
manusia” dalam Yoh 13:34-35. Mrk 12:28-34. Mat 7:12. 1Yoh 4:12.

Anda mungkin juga menyukai