Anda di halaman 1dari 12

ETIKA SEKSUALITAS

Di susun oleh :

Kelompok 6

1. Kevin Berkat Mendrofa (PTB)


2. Winda junte mendrofa(PPKn)
3. Penataran lase(PPKn)
4. Haris josua hia(PPKn)
5. April seven zai(PPKn)

PRODI : PPKn dan PTB


SEMESTER : 1(satu)
MATA KULIAH : PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN (PAK)
DOSEN PENGAMPU : Pdt.EKLESIA PHILADELPIA DAELI M.Th

A. Pengertian Etika Seksualitas


1. Pengertian Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani ethos (kata tunggal) yang berarti: tempat
tinggal, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, watak, sikap, cara berpikir.
Sehingga di simpulkan Etika Berupa kebiasaan peraturan tingkah laku yang
sering disebut sebagai moralitas atau suatu moral.
2. Pengertian Seksualitas
Seksualitas adalah suatu aspek inti manusia sepanjang hidupnya dan meliputi
seks, identitas dan peran gender, orientasi seksual, erotisisme, kenikmatan,
kemesraan dan reproduksi. Seksualitas dialami dan diungkapkan dalam pikiran,
khayalan, gairah, kepercayaan, sikap, nilai, perilaku, perbuatan, peran dan
hubungan. Sementara seksualitas dapat meliputi semua dimensi ini. Tidak
semuanya selalu dialami atau diungkapkan. Seksualitas dipengaruhi oleh
interaksi faktor biologis, psikologis, sosial, ekonomi,politik, budaya, etika,
hukum, sejarah, religi dan spiritual.Seksualitas dapat berubah Aktifitas seks
yang juga melibatkan organ tubuh lain baik fisik maupun non fisik. Seksualitas:
Aspek–aspek terhadap kehidupan manusia terkait faktor biologis, sosial, politik
dan budaya, terkait dengan seks dan aktifitas seksual yang mempengaruhi
individu dalam masyarakat.Jika di kaitkan dari kata dasarnya seksualitas ini
berasal dari kata dasar seks yang merupakan salah satu segi pribadi manusia
dari sisi psikologi,emosional,spiritual,tanggungjawab,budaya dan emosi yang
sering di sebut cinta.1
B. Latar Belakang
masalah seksualitas manusia itu berkaitan erat dengan penciptaan Adam dan Hawa.
Diciptakannya perbedaan dua jenis kelamin berbeda ini, yaitu laki-laki dan
perempuan merupakan anugerah Allah yang diberikan kepada manusia sesuai
dengan tugasnya dalam menjalankan misi hidup manusia di dunia ini. Hakekat
seksual manusia tidak bisa dipisahkan daripada maksud Tuhan agar terjadi
persatuan hati dan persatuan hubungan kasih antara suami dan isteri. Tuhan juga
bermaksud agar seksualitas itu berfungsi "menyatukan" dan "menjadi satu daging"
(Kejadian 2:24; Matius 19:5).
Jadi bukan saja seksualitas diciptakan untuk kesatuan hati, tetapi juga
untuk kesatuan badan (hubungan seksual). Bila maksud dan tujuan Allah
menciptakan manusia untuk saling mengasihi satu sama lain adalah mulia.
Mengapa manusia masih harus membutuhkan etika seksual. Etika seksual ada
karena manusia telah jatuh ke dalam dosa, sehingga diperlukan suatu norma-norma
untuk mengatur tatanan kehidupan manusia, dan norma yang mengatur kita
haruslah sesuai dengan etika alkitabiah atau etika Kristen.
White menjelaskan perbedaan antara etika moral dan etika Kristen,
menurutnya etika merupakan suatu pemikiran kritis yang mendasar tentang ajaran-
ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika manusia, berdasarkan pada landasan
filosofis, sosiologis atau psikologis, atau respons intuitif terhadap "situasi" yang
terisolasi, hanya mencapai konsensus nasihat yang baik yang dapat diterima oleh
orang-orang yang sudah berbudi luhur. Nasihat moral semacam itu tidak memiliki
ketetapan, otoritas, dan kekuatan motif. Etika alkitabiah, yang berasal dari
pengetahuan dan pengalaman tentang Tuhan tetapi selalu ditempa dalam situasi
kehidupan nyata sejarah, masalah dan kebutuhan, mengungkapkan kemutlakan

1
R.E.O White. Biblical Ethics.(Atlanta: John Knox Press, 1979) hal 11.
yang tidak berubah, otoritas yang tidak dapat dibantah, motivasi yang efektif, dan
kekuatan penebusan. Perjanjian Lama menekankan bahwa persyaratan Allah
mengabadikan rahasia total kesejahteraan manusia; Perjanjian Baru menunjuk pada
manusia Yesus Kristus dan kisahnya yang sangat manusiawi sebagai perwujudan
dari cita-cita tertinggi. Dengan demikian etika alkitabiah terbukti lebih benar-benar
manusiawi pada akhirnya, mengabadikan niat Pencipta untuk makhluk-makhluk
tertingginya.
C. Etika seksual menurut pandangan Allah
1. Hubungan seksual melalui ikatan pernikahan
Hubungan seksual yang bermakna menyenangkan diri dalam konteks
pernikahan yang bahagia ketika suami isteri sama-samamerasa dihargai dan
dihormati. Inilah inti rancangan Allah untuk seksualitas manusia.Pernikahan
merupakan institusi pertama yangdiciptakan Allah bagi manusia (Kej. 2:24-25).
Munroe menegaskan bahwa:“Pernikahan adalah fondasi, karena di atas
hubungan inilah Allahmulai membangun masyarakat.Pernikahan pertama di
dunia ini terjadisetelah Tuhan menciptakan seorang pria, Adam dan
Tuhanmengevaluasi keadaan Adam belum baik karena ia masih hidupseorang
diri. Tuhan memutuskan seharusnya manusia tidak hidupsendirian dalam dunia
ini, tetapi memerlukan hubungan dengan oranglain. Maka Tuhan menciptakan
seorang perempuan yaitu Hawa. hawadiciptakanAllah untuk menjadi penolong
Adam, bukanuntuk menyaingi, menekannya, mengalahkan, atau menindasnya.
Pernikahan adalah sebuah persekutuan hidup yang utuh, yang tak terpisahkan
antara dua pribadi, laki-laki dan perempuan, yang dipersatukan menjadi suami-
istri. Persatuan antara laki-laki dan perempuan dalam perkawinan, Tuhan
adakan dan ditetapkan Allah sejak awal penciptaan. Tuhan Allah berfirman:
“..tidak baik kalau seorang diri, aku akan menjadikan penolong baginya, yang
sepadan dengan dia” (Kej. 2:!8). Ayat ini menunjukkan bahwa Allah yang
menghendaki adanya perkawinan antara laki-laki dan perempuan. Itulah
sebabnya seorang laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu
dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging (Kej. 2:24). Lagi
dikatakan, mereka keduanya telanjang (Kej. 2:25). lni berarti salah satu aspek
yang penting dalam pernikahan Kristen adalah hubungan seksual antara suami
istri. Dengan demikian hubungan seksual antara suami istri, baik adanya dan
dikehendaki Allah, dan bukanlahdosa.
Dalam 1 Korintus 731-9 Paulus menjelaskan kewajiban suami istri yaitu
kewajiban terhadap hubungan seksual dalam suami istri dan karunia selibat.
Alasan Paulus membahas tentang ini, tidak terlihat dalam pasal 7. Bagian ini
merupakan fokus pembahasan penulis. Karena itu, untuk memahami apa yang
dimaksud Paulus dalam pasal 7, penulis akan membahas dalam bab
pendahuluan ini: latar belakang masalah penelitian, mmusan masalah
penelitian, Tujuan penelitian, Ruang lingkup penelitian, Manfaat penclitian,
Hipotesis, Metodologi Penelitian, Sistimatika Penelitian.Di dalam Perjanjian
Lama dijelaskan bahwa lembaga sosial pertama yang dibentuk
Allahbagimanusiaialahkeluargayangterbentukmelaluisebuahpernikahan(Kej.2:1
8-25). Lembaga ini Allah dirikan bagi manusia sebelum jatuh ke dalam dosa.
Dengan demikian pernikahan adalah sesuatu yang baik di mata Allah. Menikah
dan membangun sebuahkeluarga bukanlah dosa. Bahkan dapat dikatakan
bahwa perkawinan adalah ketetapanAllah yang kudus yang tidak bisa
diceraikan oleh manusia (Mat. 19:6; Douma, 2007:50). Pemikahan itu sendiri
merupakan persekutuan kasih yang paling istimewa di antara manusia.2
2. Seks Adalah Kudus
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa seks pada dasarnya
adalah mulia dansuci karena itu seks bukanlah suatu kejahatan yang dipandang
sebagai suatu yang kotor danharam dengan menganggap segala perbincangan
tentang seks adalah dosa. Dalam Kejadian1:1-2a, menekankan hakekat
seksualitas bahwa seks itu baik. Seks itu baik karena seks itumerupakan bagian
integral dari seluruh ciptaan yang dinyatakan sungguh amat baik(Kejadian
1:31) segala ciptaan amat baik, tak terkecuali seksualitas.manusia diciptakan
sebagai makhluk seksual. Manusia diciptakansebagai laki-laki dan perempuan
dan dalam perbedaan seks itu mereka mencerminkan Allah.3
D. Etika Seksualitas menurut Pandangan Alkitab
1. Dasar-dasar pandangan Etika seksualitas dalam Perjanjian Lama
a. Etika seksualitas yang berkenan dalam Perjanjian lama
Dalam penciptaan Allah menekan kepada hakekat seksualitas bahwa seks
itu baik, karena merupakan bagian dari kehidupan manusia, yang sesuai

2
Marulak Pasaribu,Pernikahan dan Keluarga Krisen, 40.vii
3
Eufimisme adalah istilah yang halus yangdigunakanuntukungkapanhubunganseksual.
istilahhubunganseksual,Alkilabtidakmenggunakanataumenjclaskan(Garland,254)
dengan pesan Firman Tuhan “Beranakcuculah dan bertambah banyak… “
(Kejadian 1:27-28). Tentu seks sebagai terjalinnya komunikasi secara
khusus dalam hubungan personal seorang laki-laki dengan seorang
perempuan, dan telah menjadi kesatuan daging dan tulang (Kejadian 2:22-
24). Dalam bahasa Ibrani “hubungan seks” memiliki arti “yada” , yang
dapat dilihat dalam Kejadian 4:1 “Kemudian manusia itu bersetubuh (‫ָיַ֖ד ע‬
yada’) dengan Hawa…”. Dari kata ( ‫ ָיַ֖ד ע‬yada’ ), memberikan makna
bahwa persetubuhan dilakukan dengan komitmen cinta dan kesetian di
antara dua orang yang bersedia dengan sepenuh jiwa raga menyerahkan
diri, saling melindungi, dan mengenal secara mendalam. Komitmen
tersebut dapat dilihat dalam Kejadian 2:24 “Sebab itu seorang laki-laki akan
meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga
keduanya menjadi satu daging”. Dalam hal ini juga memberikan kesucian
seksual melalui pernikahan dengan adanya restu dari orang tua, dan
meninggalkan ayah dan ibunya untuk bersatu dengan isterinya
b. Etika seksualitas yang tidak berkenan dalam Perjanjian lama
Sebaliknya, seks yang tidak berkenan ialah yang belum adanya restu dari
orang tua atau belum masuk dalam pernikahan yang kudus dan sah, bila hal
tersebut dilanggar maka itu akan dianggap sebagai perbuatan zinah atau
berzinah (Imamat 18:1-30; 20:10-21). Dalam Perjanjian Lama perzinahan
merupakan ketidaksetiaan, hal tersebut juga dipakai secara metafora atas
ketidaksetiaan Israel dengan Allah seperti dalam kitab Yeremia, Yehezkiel,
dan Hosea. Maka seorang yang melakukan perzinahan adalah jahat di mata
Allah karena merupakan ketidaksetiaan dan ketidaktaatan kepada Allah.
Seks yang tidak berkenan ialah pemerkosaan, untuk laki-laki yang
telah melakukan pemaksa wanita yang bertunangan untuk melakukan
hubungan persetubuhan harus dihukum mati (Ulangan 22:25), sedangkan
laki-laki yang telah melakukan pemaksaan kepada wanita yang tidak
bertunangan maka mendapatkan denda yang harus dibayarkan kepada
ayahnya dan wajib mengawininya (Ulangan 22:28).
2. Dasar-dasar pandangan Etika seksualitas dalam Perjanjian Baru
a. Etika seksualitas yang berkenan dalam Perjanjian Baru
Dalam Perjanjian Baru, Tuhan Yesus Kristus mengatakan “apa yang telah
dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan manusia (Matius 19:6), perkataan
Tuhan Yesus Kristus adalah tentang ikatan perjanjian, karena Yesus Kristus
melihat pengajaran etika dalam Perjanjian Lama, untuk memberikan
pengertian kembali kepada orang Yahudi pada saat itu. Dalam hal tersebut
memberikan pengertian bahwa Tuhan Yesus Kristus setuju, mengenai seks
yang berkenan dilakukan dalam ikatan pernikahan yang telah dipersatukan
Allah.
Perkataan Rasul Paulus, dalam 1 Korintus 7:2 “tetapi mengingat
bahaya percabulan, baiklah setiap laki-laki mempunyai isterinya sendiri dan
setiap perempuan mempunyai suaminya sendiri. Dan juga di dalam Efesus
5:22-23 dituliskan, “Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada
Tuhan karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala
jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh.” Paulus memberikan pesan
bahwa seks harus dilakukan dalam ikatan pernikahan maka diluar dari itu
adalah percabulan. Paulus juga memberikan surat kepada jemaat di Efesus
mengenai kekudusan seks dalam pernikahan mengandaikan hubungan intim
antara Kristus dan jemaat.
b. Etika seksualitas yang tidak berkenan dalam Perjanjian lama
Dalam Perjanjian Baru terdapat larangan-larangan mengenai seks yang
mengakibatkan dosa, seperti percabulan. Kata “percabulan” dalam bahasa
Yunani terdapat beberapa arti yaitu porneia, porneue,eksporneue, dan
pornos. Dalam Perjanjian Baru kata “Percabulan” mempunyai empat arti
yang berbeda dalam Perjanjian Baru, sebagai berikut :
Percabulan menunjuk kepada semua pelanggaran seksuil secara umum (Kis.
15:20,29; 21:25, 1 Kor 5:1; 6:13,18; 2 Kor 12:21; Ef 5:3). Percabulan
tersebut memberikan pengertian, seorang yang belum menikah (single)
berhubungan seks dengan seorang yang telah Dalam Perjanjian Baru
terdapat larangan-larangan mengenai seks yang mengakibatkan dosa,
seperti percabulan. Kata “percabulan” dalam bahasa Yunani terdapat
beberapa arti yaitu porneia, porneue,eksporneue, dan pornos. Dalam
Perjanjian Baru kata “Percabulan” mempunyai empat arti yang berbeda
dalam Perjanjian Baru, sebagai berikut :
Percabulan menunjuk kepada semua pelanggaran seksuil secara umum (Kis.
15:20,29; 21:25, 1 Kor 5:1; 6:13,18; 2 Kor 12:21; Ef 5:3). Percabulan
tersebut memberikan pengertian, seorang yang belum menikah (single)
berhubungan seks dengan seorang yang telah menikah atau seorang yang
belum menikah (single) berhubungan seks dengan yang belum menikah
juga (single)Dalam kasus ini, kata “Perzinahan” digunakan sebagai sinonim
dari kata percabulan (Mat. 5:32; 19:9).Sedang dalam ayat lain, bahwa kata
“perzinahan dan “percabulan” digunakan secara bersama untuk
memberikan pengertian yang berbeda, karena kata “perzinahan” menunjuk
tingkah-laku seks orang yang sudah menikah dan “percabulan” menunjuk
kepadnjua tingkah-laku seks diantara orang yang belum menikah, hal
tersebut menuk kepada hubungan seks sebelum menikah (Mat 15:19, Mrk
7:21, 22; 1 Kor 6:9).Dalam 1 Kor 7:2, 1 Tes 4:3-5, kata “percabulan”
menunjuk kepada hubungan seks tanpa terpaksa antara dua orang yang
belum menikah atau orang yang belum menikah dengan seorang yang
sudah menikah.nikah atau seorang yang belum menikah (single)
berhubungan seks dengan yang belum menikah juga (single)Dalam kasus
ini, kata “Perzinahan” digunakan sebagai sinonim dari kata percabulan
(Mat. 5:32; 19:9).Sedang dalam ayat lain, bahwa kata “perzinahan dan
“percabulan” digunakan secara bersama untuk memberikan pengertian yang
berbeda, karena kata “perzinahan” menunjuk tingkah-laku seks orang yang
sudah menikah dan “percabulan” menunjuk kepada tingkah-laku seks
diantara orang yang belum menikah, hal tersebut menunjuk kepada
hubungan seks sebelum menikah (Mat 15:19, Mrk 7:21, 22; 1 Kor 6:9).
Dalam 1 Kor 7:2, 1 Tes 4:3-5, kata “percabulan” menunjuk kepada
hubungan seks tanpa terpaksa antara dua orang yang belum menikah atau
orang yang belum menikah dengan seorang yang sudah menikah.4
E. Jenis-jenis Pengenalan Seksual
 Heteroseksual
Heteroseksual adalah orientasi seksual yang dianggap paling umum. Tadinya,
ini adalah istilah yang hanya mengacu pada ketertarikan seksual atau emosional
kepada lawan jenis. Sebagai contoh, seorang pria tertarik pada seorang wanita
dan sebaliknya.Namun, kini istilah heteroseksual juga dipakai untuk
menggambarkan jika seseorang tertarik kepada transgender. Jadi, istilah
orientasi seksual ini juga berlaku pada:Pria yang tertarik pada transgender
wanita (transpuan)Wanita yang bisa tertarik pada transgender pria (transpria)
4
Tedy domuli( Etika seksual menurut iman Kristen)hal 3
Istilah transgender sendiri mengacu pada individu yang identitas gendernya
berbeda dari jenis kelamin biologisnya, baik yang sudah melakukan operasi
kelamin atau perubahan bentuk tubuh maupun yang belum.
 Biseksual
Biseksual atau yang sering disebut dengan “bi” adalah orientasi seksual yang
menggambarkan ketertarikan seseorang terhadap 2 jenis kelamin atau lebih.
Misalnya, seorang wanita tertarik secara seksual atau emosional kepada pria
sekaligus juga wanita.Seseorang yang biseksual juga bisa mengalami
ketertarikan terhadap orang dengan gender di luar wanita dan pria. Ini
menyebabkan biseksual disamakan dengan panseksual. Padahal sebenarnya,
ada perbedaan mendasar pada biseksual dengan panseksual.
 Homoseksual
Homoseksual adalah istilah yang mengacu pada individu yang memiliki
ketertarikan seksual atau emosional kepada individu lain yang memiliki jenis
kelamin sama. Misalnya, seorang pria tertarik kepada pria (gay), atau seorang
wanita tertarik wanita (lesbian).Selain itu, istilah homoseksual juga digunakan
untuk:
 Transpuan yang hanya tertarik kepada wanita
 Transpria yang hanya tertarik kepada pria
 Panseksual
Panseksual adalah istilah yang menggambarkan individu yang tertarik secara
seksual atau emosional kepada siapa saja, tanpa memandang jenis kelamin atau
orientasi seksual mereka.Seorang panseksual bisa tertarik pada wanita, pria,
transgender, atau interseks (orang yang jenis kelaminnya tidak teridentifikasi
sebagai pria atau wanita).ndividu panseksual umumnya tertarik kepada orang
lain berdasarkan kepribadian atau karakter orang tersebut, bukan berdasarkan
gendernya.
 Aseksual
Istilah ini mengacu kepada individu yang tidak memiliki ketertarikan seksual
kepada orang lain dari jenis kelamin apa pun. Walau tidak memiliki
ketertarikan seksual, kaum aseksual masih memiliki ketertarikan untuk
menjalin hubungan romantis.Orang yang tidak memiliki ketertarikan dalam
hubungan romantis disebut aromantik. Seseorang bisa saja menjadi aseksual
tanpa menjadi aromantik, tetapi bisa juga menjadi keduanya.Selain berbagai
jenis orientasi seks di atas, ada lagi jenis orientasi seks lain yang disebut
demiseksual. Orang yang memiliki orientasi seks ini hanya bisa merasa tertarik
secara seksual terhadap orang yang memiliki hubungan emosional erat
dengannya.Sementara itu, ada juga orientasi seksual lainnya yang disebut
sapioseksual, yakni ketertarikan terhadap individu yang cerdas atau memiliki
IQ tinggi.5
F. Peranan Gereja dalam mengajarkan etika seksualitaseksualitas
Gereja pada masa-masa modern ini dituntut untuk lebih peka melihat kemajuan
teknologi pada zaman ini. Peralatan elektronika dan komunikasi yang sudah
canggih membuat setiap orang dengan mudah menerima berita maupun menonton
tayangan yang mengandung nilai-nilai positif maupun negatif. Dalam hal ini,
khususnya berkenaan dengan berita atau tayangan yang berhubungan dengan
norma-norma etika seksual yang secara usia tidak layak untuk didengarkan, dibaca
atau ditonton untuk anak-anak maupun remaja.
Berkenaan dengan tantangan zaman tersebut, diperlukan peranan gereja
dalam mengajarkan etika seksual kepada keluarga-keluarga Kristen sehingga
mencegah penyimpangan seksual yang akan terjadi. Penyimpangan-penyimpangan
seksual yang terjadi seperti hamil di luar nikah, hidup bersama tanpa pernikahan,
aborsi, prostitusi dan LGBT terjadi karena kurangnya pendidikan rohani di dalam
keluarga untuk membentengi anak- anak dari pengaruh yang buruk dari seks yang
menyimpang. James Dobson mengatakan bahwa orang tua amat bertanggung
jawab dalam membesarkan dan mendidik anak-anak mereka dimana bagi para
orang tua yang sanggup menanggani proses pengajaran dengan benar, tanggung
jawab mengajarkan pemahaman tentang hakekat seksual dan etika seksual
seharusnya tetap ada di rumah. Tidak ada seorang pun yang dapat menggantikan
kedudukan orang tua dalam hal ini, namun para rohaniawan dapat bekerjasama
dengan orang tua dalam pelaksanaan pengajaran etika seksual ini.6
Sehingga dapat dikatakan bahwa peranan gereja sangat diperlukan untuk
membimbing keluarga-keluarga Kristen dalam menjaga kekudusan kehidupan
pernikahan anak-anak mereka kelak. Ada beberapa peranan yang dapat dilakukan
oleh gereja yakni:

5
https://www.alodokter.com/mengenal-jenis-jenis-orientasi-seksual
6
James Dobson, 2004. Panduan Lengkap Pernikahan dan Keluarga. (Batam: Penerbit Gospel Press,2004)
hal 33
1) Gereja berperan untuk memberikan bantuan dan dukungan kepada individu
yang terjerumus dalam penyimpangan seksual dan tidak menjauhi dan menolak
mereka
2) Gereja berperan untuk menyuarakan kebenaran kepada masyarakat dengan
terlibat dalam penyimpangan seksual adalah dosa.7
3) Gereja berperan untuk mendorong keluarga Kristen melakukan Pendalaman
Alkitab di dalam keluarga tentang Pendidikan Seksual pada Anak dan Remaja

G. Kesimpulan

7
Lewis B. Smedes. Seks Untuk Orang Kristen (Jakarta: Nafiri Gabriel, 2000), hal 87
Etika seksual adalah suatu pokok pembahasan yang penting pada gereja saat ini.
Alkitab sendiri menyatakan bahwa seksual itu adalah suci dan merupakan
rancangan Allah yang indah. Hakekat seksual manuasia adalah salah satu wujud
dari kesucian dan keindahan Allah yang direncanakan untuk mahkluk ciptaan-Nya.
Ini merupakan salah satu cara dimana ikrar diantara seorang suami dan seorang
isteri dimeteraikan dan dinyatakan. Orang Kristen seharusnya mengerti bahwa di
dalam pernikahan, hakekat seksual manusia bisa dan seharusnya disucikan oleh
Allah. Seksualitas manusia hanya bisa tercapai secara penuh, sebagai tanda dari
kasih dan kesetiaan yang mutlak dan menyeluruh. Suami dan isteri Kristen
seharusnya memandang seksualitasnya sebagai bagian dari keseluruhan komitmen
mereka satu sama lain dan kepada Kristus karena dari-Nya arti hidup diperoleh.

DAFTAR PUSTAKA
R.E.O White. Biblical Ethics.(Atlanta: John Knox Press, 1979) hal
https://www.alodokter.com/mengenal-jenis-jenis-orientasi-seksualJames Dobson, 2004.
Panduan Lengkap Pernikahan dan Keluarga. (Batam: Penerbit Gospel Press,2004) hal
33Tedy domuli( Etika seksual menurut iman Kristen)hal 3

Lewis B. Smedes. Seks Untuk Orang Kristen (Jakarta: Nafiri Gabriel, 2000), hal 87

Marulak Pasaribu,Pernikahan dan Keluarga Krisen, 40.vii

Eufimisme adalah istilah yang halus yangdigunakanuntukungkapanhubunganseksual.


istilahhubunganseksual,Alkilabtidakmenggunakanataumenjclaskan(Garland,254)

Anda mungkin juga menyukai