Disusun oleh : At Taqwir Cahya Fachrurrezha 049478838
FAKULTAS HUKUM, ILMU SOSIAL, DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS TERBUKA PONTIANAK 2023 1. Faktor yang menyebabkan penegak hukum mengalami kesulitan dalam menerapkan pidana mati terhadap pelaku tindak pidana korupsi
Menurut Muh Luthfie Hakim, faktor utama yang menghambat “penerapan
hukuman mati bagi pelaku korupsi” adalah sikap umum legislator dan beberapa ahli hukum untuk menghindari hukuman mati karena upaya negara yang sangat besar. mereka yang mengklaim bahwa militer (HAM) akan kehilangan hukuman mati di muka bumi. Hambatan lain untuk mengoptimalkan hukuman mati bagi koruptor adalah kurangnya keberanian jaksa untuk menghadirkan hukuman mati bagi para penuduh korupsi. Hal-hal yang diatur oleh kejaksaan merupakan cara-cara yang harus digunakan untuk menjaga ketertiban umum masyarakat, berusaha melindungi hak asasi manusia setiap orang, baik korban maupun pelaku kejahatan. Pengungkapan materi yang memberatkan tidak lengkap dan lengkap kecuali sampai pada proses praperadilan, baik dapat didakwa atau tidak karena perlu dilakukan penyelidikan atau penyidikan lebih lanjut. hal-hal Hukuman yang paling berat, hukuman mati bagi koruptor, sangat jelas diatur dalam Pasal 31 UU No 31 Tahun 1999 jo UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi No 20 Tahun 2001, namun ancaman kejahatan yang paling berat belum pernah terjadi. telah ada diimplementasikan dalam praktek. Akhirnya, tujuan hukum dalam hal kejelasan dan kemanfaatan hukum justru tidak tercapai. Dalam pelaksanaan tuntutan keadilan sebagai bagian dari kebijakan hukum, produk negara tidak dilaksanakan secara maksimal. Orang korup harus berhenti mencuri uang rakyat sebagai kejahatan luar biasa. Korupsi harus dilawan dengan cara baru. Salah satu opsinya adalah membentuk lembaga pemerintah yang disebut Komisi Pemberantasan Korupsi (KAK) berdasarkan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi No. 30 Tahun 2002. Juga menjatuhkan hukuman mati bagi mereka yang terbukti melakukan korupsi berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 dan Undang-Undang Penghapusan Tindak Pidana Korupsi No. 20 Tahun 2001. Hal ini merupakan salah satu cara optimalisasi hukuman mati bagi koruptor untuk memberikan efek jera bagi para koruptor. Hakim mengancam hukumannya dengan hukuman terberat. Dengan demikian, tidak tepat bagi pengadilan untuk memutuskan apakah akan mengikuti hukum atau tidak dalam proses pidana. Ini juga berlaku untuk membasmi korupsi. Hakim berperan penting dalam menghukum para koruptor dan menjalani hukuman yang mencerminkan nilai-nilai keadilan sosial. Hakim adalah tulang punggung peradilan Masyarakat. Hakim, di sisi lain, memiliki tanggung jawab profesional, yang berarti bahwa mereka tidak dapat melakukan tugasnya seperti yang mereka inginkan. Hakim memiliki tanggung jawab moral, hukum dan teknis di kantor mereka. Hakim memegang peranan penting dalam bidang penegakan hukum. Hakim memiliki kekuasaan untuk memutuskan siapa yang benar dan siapa yang benar dalam suatu perkara. Berbeda dengan jaksa yang harus mewakili kepentingan negara dan berusaha membuktikan kesalahannya, hakim tidak bisa (karena alasan hukum) memihak. Hakim harus menghormati pekerjaan mulia dan kejujuran serta mengikuti aturan etika dan perilaku peradilan yang telah ditetapkan. Meski banyak godaan, hakim harus tetap lurus dan sempit, karena hakim merupakan salah satu pilar penegakan hukum. Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, masalah korupsi sangat kompleks dan disebabkan oleh beberapa faktor multidimensional. Oleh karena itu, penanganan masalah korupsi, termasuk penindakan terhadap tersangka tindak pidana korupsi, harus benar-benar ditujukan tidak hanya untuk memelihara keadilan hukum, tetapi juga ekonomi, termasuk keadilan ekonomi. perekonomian negara. Memerangi korupsi sebagai kejahatan yang merusak secara sosial membutuhkan perubahan budaya; namun, perubahan budaya adalah tugas besar dan sulit yang memerlukan penelitian dan penulisan yang cermat.