Anda di halaman 1dari 11

TUGAS KELOMPOK 1

ANALISIS TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH BUMN

Di buat oleh :

1. Muhammad Firza Firmansyah 20210610103

2. Ahmad Aditya Wardana 20210610100

3. Indra Wijaya 20210610055

4. Mohamad Adam Putra Hidayat 20210610013

5. Abdullah Nurrahma Setiawan 20210610097

6. Huaidil Akhyar 20210610099

7. M. Aditia Setiawan 20210610106

PENDAHULUAN

Tindak pidana korupsi merupakan salah satu bentuk kejahatan yang merugikan negara,
masyarakat, dan perekonomian suatu bangsa. Korupsi dapat terjadi di berbagai sektor,
termasuk di dalam Badan Usaha Milik Negara (BUMN). BUMN merupakan perusahaan yang
dimiliki dan dioperasikan oleh negara, dengan tujuan utama untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan meningkatkan kesejahteraan.

Namun, ironisnya, beberapa kasus korupsi melibatkan BUMN telah terungkap, mengguncang
kepercayaan publik dan mempengaruhi kestabilan perekonomian suatu negara. Tindak pidana
korupsi oleh BUMN mencakup berbagai bentuk penyelewengan kekuasaan dan
penyalahgunaan wewenang, yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi atau
kelompok dengan merugikan negara dan masyarakat.

Salah satu bentuk korupsi yang sering terjadi dalam lingkungan BUMN adalah kolusi antara
pejabat BUMN dengan pihak swasta. Kolusi ini dapat terjadi dalam proses pengadaan barang
atau jasa, di mana pejabat BUMN menerima suap atau hadiah dari pihak swasta untuk
memenangkan tender. Dalam kasus-kasus ini, proyek-proyek yang seharusnya bermanfaat
bagi masyarakat dapat dikorupsi, mengakibatkan kerugian finansial yang signifikan.

Selain kolusi, nepotisme juga menjadi masalah serius dalam BUMN. Nepotisme adalah
praktik memberikan preferensi atau keuntungan kepada anggota keluarga atau kenalan dekat
tanpa mempertimbangkan kualifikasi atau kompetensi yang sebenarnya. Hal ini dapat
mengakibatkan pengelolaan BUMN yang tidak efisien dan tidak profesional, serta
menghambat kemajuan perusahaan.

Tindak pidana korupsi oleh BUMN juga dapat melibatkan penggelapan dan penyalahgunaan
aset negara. Dalam beberapa kasus, pejabat BUMN menggunakan dana atau aset negara
untuk kepentingan pribadi, seperti perjalanan mewah, pembelian properti, atau investasi
pribadi, tanpa mempertimbangkan kepentingan perusahaan dan masyarakat.

Dampak dari tindak pidana korupsi oleh BUMN sangat merugikan bagi negara dan
masyarakat. Korupsi menghambat pembangunan ekonomi, mengurangi kepercayaan investor,
dan menyebabkan ketidakadilan sosial. Dana yang seharusnya digunakan untuk memperbaiki
infrastruktur, layanan publik, atau program sosial, malah disalahgunakan untuk memperkaya
individu atau kelompok tertentu.

Untuk mengatasi tindak pidana korupsi oleh BUMN, pemerintah dan lembaga terkait harus
mengambil langkah-langkah yang tegas. Perlu adanya penegakan hukum yang kuat dan
independen, pemberlakuan mekanisme pengawasan yang efektif, serta peningkatan
transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan BUMN. Selain itu, perlu juga pembentukan
budaya integritas dan kesadaran anti-korupsi di kalangan pegawai BUMN.

Dengan langkah-langkah yang konsisten dan terus menerus, diharapkan tindak pidana
korupsi oleh BUMN dapat ditekan, sehingga BUMN dapat berfungsi sebagaimana mestinya
sebagai motor penggerak perekonomian yang adil, transparan, dan berdaya saing, serta
mampu memberikan manfaat yang nyata bagi negara dan masyarakat.

Latar Belakang

Tindak pidana korupsi oleh BUMN memiliki latar belakang yang kompleks dan melibatkan
berbagai faktor. Beberapa faktor yang dapat menjadi penyebab tindak pidana korupsi oleh
BUMN antara lain: Pengaruh politik: Adanya pengaruh politik dalam pengangkatan pejabat
BUMN dapat memicu terjadinya korupsi. Dalam beberapa kasus, pejabat BUMN yang
mendapatkan posisi berdasarkan kedekatan dengan pihak politik atau partai politik tertentu,
cenderung melakukan korupsi untuk memperoleh keuntungan pribadi atau memenuhi
kepentingan politik mereka. Rendahnya tata kelola perusahaan: BUMN sering kali
menghadapi tantangan dalam tata kelola perusahaan yang baik dan transparan. Kurangnya
mekanisme pengawasan yang efektif dan lemahnya akuntabilitas memungkinkan terjadinya
tindak pidana korupsi. Hal ini terkait dengan kelemahan dalam sistem pengawasan internal,
kurangnya transparansi dalam proses pengadaan barang atau jasa, serta ketidakmampuan
dalam mengidentifikasi dan menindaklanjuti indikasi korupsi. Ketidakseimbangan
kekuasaan: Kekuasaan yang besar yang dimiliki oleh pejabat BUMN dapat memicu
penyalahgunaan wewenang dan tindak pidana korupsi. Kekuasaan tersebut mencakup
keputusan pengadaan, kontrak proyek, pengelolaan dana, serta kebijakan perusahaan.
Kurangnya kontrol yang memadai dan kurangnya mekanisme pencegahan korupsi dapat
memperbesar risiko terjadinya tindak pidana korupsi.

Budaya korupsi dan norma sosial yang lemah: Budaya korupsi dan norma sosial yang
merendahkan nilai integritas sering kali menjadi faktor pendukung terjadinya tindak pidana
korupsi oleh BUMN. Ketika korupsi dianggap sebagai hal yang biasa atau diterima secara
sosial, maka akan sulit untuk memberantasnya. Selain itu, kurangnya kesadaran dan
pendidikan mengenai etika dan integritas juga dapat mempengaruhi tindakan korupsi oleh
individu di dalam BUMN. Kehadiran kesempatan dan godaan: Lingkungan bisnis yang
kompleks dan terdapatnya kesempatan serta godaan yang tinggi dalam sektor BUMN dapat
mendorong terjadinya tindak pidana korupsi. Keinginan untuk memperoleh keuntungan
finansial atau kekuasaan sering kali mengalahkan prinsip-prinsip integritas dan tanggung
jawab sosial, terutama ketika mekanisme pengawasan dan penegakan hukum tidak efektif.
Kombinasi dari faktor-faktor ini menciptakan kondisi yang rentan terhadap tindak pidana
korupsi oleh BUMN. Oleh karena itu, perlu adanya perhatian serius dari pemerintah, lembaga
terkait, dan masyarakat dalam mengatasi masalah ini, melalui penguatan tata

Rumusan masalah

1. Apakah pengaruh politik dalam pengangkatan pejabat BUMN mempengaruhi tingkat


korupsi?
2. Apakah Dampak Tindak Pidana Korupsi oleh BUMN terhadap Ketidakadilan Sosial
di Masyarakat?
3. Bagaimana Pengaruh Budaya Korupsi dan Norma Sosial yang Lemah terhadap
Tingkat Korupsi di Lingkungan BUMN?

Tinjau Pustaka

1. Tresnawati, R. (2017). Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Korupsi di


Indonesia. Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora, 6(2), 111-118.
Studi ini mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat korupsi di
Indonesia, termasuk pengaruh politik dalam pengangkatan pejabat BUMN. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pengaruh politik yang kuat dalam pengangkatan
pejabat BUMN meningkatkan kemungkinan terjadinya tindak pidana korupsi.
Koneksi politik dan nepotisme dalam proses pengangkatan pejabat BUMN
memberikan insentif bagi pejabat untuk menyalahgunakan kekuasaan dan sumber
daya yang ada.

2. Adnan, A., & Siregar, Y. M. (2018). The Impact of Political Connection and Nepotism
on Corruption in State-Owned Enterprises (SOEs) in Indonesia. Journal of Advanced
Research in Dynamical and Control Systems, 10(8), 1632-1638.
Penelitian ini menganalisis dampak koneksi politik dan nepotisme terhadap
korupsi di BUMN di Indonesia. Temuan penelitian menunjukkan bahwa pengaruh
politik dalam pengangkatan pejabat BUMN, terutama melalui koneksi politik dan
nepotisme, secara signifikan mempengaruhi tingkat korupsi. Keputusan pengangkatan
yang didasarkan pada hubungan politik dan kepentingan pribadi cenderung
menghasilkan penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi.

PEMBAHASAN

pengaruh politik dalam pengangkatan pejabat BUMN mempengaruhi tingkat korupsi

Pengaruh politik dalam pengangkatan pejabat BUMN menjadi faktor yang signifikan dalam
memahami tingkat korupsi yang terjadi di lingkungan BUMN. Berikut adalah beberapa poin
yang dapat menjelaskan pengaruh politik terhadap tingkat korupsi dalam pengangkatan
pejabat BUMN:

Nepotisme dan Koneksi Politik: Dalam beberapa kasus, pengangkatan pejabat BUMN
dipengaruhi oleh nepotisme atau hubungan politik yang erat. Keputusan pengangkatan
berdasarkan hubungan kekerabatan atau kedekatan dengan pihak politik tertentu dapat
menyebabkan penyalahgunaan wewenang dan korupsi. Pejabat yang terpilih berdasarkan
hubungan politik daripada kualifikasi dan kapabilitas yang sesuai dapat mengorbankan
integritas dan mengarah pada praktik korupsi.

Interferensi Politik dalam Proses Keputusan: Pengaruh politik dapat mempengaruhi proses
pengambilan keputusan di BUMN, termasuk keputusan pengadaan barang atau jasa, kontrak
proyek, atau pengelolaan dana. Keputusan yang seharusnya didasarkan pada kriteria yang
objektif dan transparan dapat terpengaruh oleh campur tangan politik, memungkinkan
kemungkinan adanya korupsi. Tekanan politik yang tidak sesuai dengan kepentingan publik
dapat memicu penyalahgunaan wewenang dan manipulasi keputusan demi keuntungan
pribadi atau kelompok politik.

Rendahnya Akuntabilitas: Pengaruh politik dalam pengangkatan pejabat BUMN juga dapat
mempengaruhi akuntabilitas mereka terhadap tindakan korupsi. Ketika pejabat BUMN
memiliki koneksi politik yang kuat, mereka mungkin memiliki perlindungan atau kekebalan
dari pertanggungjawaban hukum atau tindakan disiplin. Hal ini dapat menciptakan iklim di
mana pejabat merasa bebas untuk melakukan tindak pidana korupsi karena mereka merasa
terlindungi oleh kekuasaan politik yang mendukung mereka.

Prioritas Politik yang Berubah-ubah: Perubahan prioritas politik yang sering terjadi dalam
pergantian pemerintahan atau kebijakan politik dapat mempengaruhi integritas dan stabilitas
BUMN. Ketika pejabat BUMN terpengaruh oleh perubahan politik yang cepat, mereka
mungkin cenderung mengambil keputusan yang tidak efisien atau tidak menguntungkan
jangka panjang demi memenuhi kepentingan politik saat ini. Hal ini dapat menciptakan celah
yang memungkinkan terjadinya korupsi.

Untuk mengatasi pengaruh politik dalam pengangkatan pejabat BUMN yang dapat
mempengaruhi tingkat korupsi, diperlukan langkah-langkah berikut:

 Mekanisme Pengangkatan yang Transparan: Penting untuk memiliki prosedur


pengangkatan pejabat BUMN yang objektif, berbasis pada kualifikasi, kompetensi,
dan integritas. Pengangkatan harus dilakukan melalui proses yang terbuka dan
transparan, dengan melibatkan lembaga independen dalam menilai calon pejabat
BUMN.
 Penguatan Sistem Pengawasan Independen: Dibutuhkan sistem pengawasan yang
independen dan efektif untuk memastikan akuntabilitas pejabat BUMN. Lembaga
pengawas yang kuat, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau lembaga
anti-korupsi lainnya, harus memiliki kebebasan dan wewenang yang cukup untuk
menyelidiki tindak pidana korupsi yang melibatkan BUMN.
 Peningkatan Kesadaran dan Pendidikan Etika: Penting untuk membangun budaya
integritas dan kesadaran anti-korupsi di kalangan pejabat BUMN melalui pelatihan
dan pendidikan yang tepat. Mereka harus diberikan pemahaman yang kuat tentang
etika dan nilai-nilai integritas, serta konsekuensi dari praktik korupsi.
 Penegakan Hukum yang Tegas: Penegakan hukum yang kuat terhadap tindak pidana
korupsi oleh pejabat BUMN yang terlibat dalam politik harus menjadi prioritas.
Pelaku korupsi harus dikenai sanksi yang tegas, termasuk tindakan hukum yang
memadai dan pemulihan kerugian yang telah ditimbulkan.
 Dengan langkah-langkah ini, diharapkan pengaruh politik dalam pengangkatan
pejabat BUMN dapat dikurangi, sehingga tingkat korupsi dalam lingkungan BUMN
dapat ditekan dan integritas serta kinerja perusahaan dapat ditingkatkan.

Dampak Tindak Pidana Korupsi oleh BUMN terhadap Ketidakadilan Sosial di


Masyarakat

Tindak pidana korupsi oleh BUMN memiliki dampak yang merugikan masyarakat secara luas
dan dapat menyebabkan ketidakadilan sosial. Berikut adalah beberapa poin yang menjelaskan
bagaimana tindak pidana korupsi oleh BUMN dapat menyebabkan ketidakadilan sosial:
Pengabaian Kepentingan Publik: Tindak pidana korupsi oleh BUMN sering kali melibatkan
penyalahgunaan kekuasaan dan sumber daya yang seharusnya digunakan untuk kepentingan
publik. Dana yang seharusnya dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur, layanan
publik, atau program sosial, sering kali disalahgunakan untuk keuntungan pribadi pejabat
atau kelompok tertentu. Akibatnya, masyarakat yang membutuhkan jasa dan dukungan dari
BUMN tersebut mengalami ketidakadilan dalam akses terhadap fasilitas dan pelayanan yang
seharusnya mereka terima. Merugikan Pertumbuhan Ekonomi: Tindak pidana korupsi oleh
BUMN dapat merugikan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Dana yang seharusnya
digunakan untuk investasi dalam sektor ekonomi nyata atau peningkatan kualitas
infrastruktur dapat disalahgunakan atau dijarah oleh pejabat BUMN yang korup. Hal ini
berdampak negatif pada pembangunan ekonomi, menciptakan ketidakadilan sosial antara
mereka yang terlibat dalam tindak pidana korupsi dan mereka yang tidak mendapatkan
manfaat dari pembangunan ekonomi yang seharusnya terjadi.

Peningkatan Kesenjangan Sosial: Tindak pidana korupsi oleh BUMN dapat memperburuk
kesenjangan sosial di masyarakat. Dana yang dikorupsi cenderung mengalir ke kelompok elit
yang sudah memiliki kekayaan dan kekuasaan yang lebih besar, meningkatkan kesenjangan
antara kaya dan miskin. Hal ini menciptakan ketidakadilan sosial, di mana sebagian kecil
masyarakat yang terlibat dalam korupsi memperoleh keuntungan yang tidak adil, sementara
sebagian besar masyarakat mengalami ketidakadilan dan kemiskinan. Gangguan pada
Pelayanan Publik: Tindak pidana korupsi oleh BUMN dapat mengganggu pelayanan publik
yang seharusnya diberikan oleh perusahaan tersebut. Korupsi dapat mempengaruhi kualitas
dan aksesibilitas layanan publik seperti pendidikan, kesehatan, transportasi, dan utilitas dasar.
Masyarakat yang membutuhkan layanan tersebut, terutama mereka yang berada di daerah
terpencil atau masyarakat miskin, mengalami ketidakadilan dalam mendapatkan akses yang
layak terhadap layanan tersebut. Hilangnya Kepercayaan Publik: Tindak pidana korupsi oleh
BUMN merusak kepercayaan publik terhadap institusi dan pemerintah. Ketika masyarakat
kehilangan kepercayaan terhadap BUMN sebagai lembaga yang seharusnya bertindak untuk
kepentingan publik, mereka cenderung merasa tidak diwakili dan tidak adil dalam sistem
sosial dan ekonomi. Kepercayaan yang rusak dapat memicu ketidakstabilan sosial dan politik,
serta menghambat upaya untuk mencapai kemajuan sosial yang adil.

Untuk mengatasi dampak tindak pidana korupsi oleh BUMN terhadap ketidakadilan sosial,
diperlukan langkah-langkah berikut, Penguatan Sistem Hukum dan Penegakan Hukum:
Pemerintah harus memperkuat sistem hukum dan penegakan hukum untuk menjamin
keadilan bagi pelaku korupsi. Proses peradilan yang cepat, adil, dan transparan harus
diterapkan, serta sanksi yang tegas bagi pelaku korupsi harus ditegakkan untuk mengirimkan
sinyal yang jelas bahwa tindakan korupsi tidak akan ditoleransi. Peningkatan Transparansi
dan Akuntabilitas: BUMN harus meningkatkan transparansi dalam pengelolaan keuangan dan
pengambilan keputusan. Publik harus memiliki akses yang lebih baik terhadap informasi
tentang penggunaan dana publik dan kebijakan BUMN. Akuntabilitas harus diperkuat melalui
mekanisme pengawasan independen dan partisipasi masyarakat dalam pengawasan BUMN.

Pendidikan dan Kesadaran Masyarakat: Pendidikan dan kesadaran masyarakat tentang


pentingnya integritas, etika, dan anti-korupsi harus ditingkatkan. Melalui pendidikan yang
efektif, masyarakat dapat memahami dampak negatif dari korupsi dan mendorong terciptanya
budaya yang menentang korupsi serta mendukung tindakan untuk melawan korupsi.
Partisipasi Masyarakat: Partisipasi aktif masyarakat dalam pengambilan keputusan dan
pengawasan BUMN harus didorong. Masyarakat harus diberi ruang untuk berperan serta
dalam proses pengambilan keputusan yang melibatkan BUMN, sehingga mereka dapat
memastikan keadilan sosial dan pemenuhan kebutuhan publik yang lebih baik. Melalui
langkah-langkah ini, diharapkan dampak tindak pidana korupsi oleh BUMN terhadap
ketidakadilan sosial dapat dikurangi, dan masyarakat dapat mengalami lingkungan yang lebih
adil dan berkeadilan dalam aspek sosial dan ekonomi.
Pengaruh Budaya Korupsi dan Norma Sosial yang Lemah terhadap Tingkat Korupsi di
Lingkungan BUMN

Budaya korupsi dan norma sosial yang lemah memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat
korupsi di lingkungan BUMN. Berikut adalah pembahasan mengenai dampak budaya korupsi
dan norma sosial yang lemah terhadap tingkat korupsi di lingkungan BUMN:

Normalisasi Korupsi: Budaya korupsi dan norma sosial yang lemah dapat memperkuat
normalisasi korupsi di lingkungan BUMN. Jika korupsi dianggap sebagai tindakan yang biasa
dan diterima secara sosial, maka individu dalam BUMN cenderung mengikuti praktik korupsi
tanpa rasa bersalah. Ketika budaya korupsi dianggap sebagai norma yang wajar, akan sulit
untuk menciptakan lingkungan yang bebas dari tindak pidana korupsi. Kurangnya Penegasan
Nilai Integritas: Budaya korupsi dan norma sosial yang lemah mengakibatkan kurangnya
penegasan nilai integritas dalam lingkungan BUMN. Jika integritas bukanlah nilai yang
dihargai dan diperjuangkan, maka individu cenderung memprioritaskan keuntungan pribadi
daripada mengutamakan kepentingan publik. Norma sosial yang lemah tidak memberikan
dorongan yang cukup untuk menjunjung tinggi integritas dan etika dalam melaksanakan
tugas di BUMN.

Rendahnya Rasa Tanggung Jawab: Budaya korupsi dan norma sosial yang lemah dapat
mengakibatkan rendahnya rasa tanggung jawab individu terhadap BUMN dan masyarakat.
Individu mungkin lebih condong untuk mencari keuntungan pribadi daripada bertanggung
jawab atas pengelolaan yang baik dan transparan terhadap sumber daya publik. Kurangnya
kesadaran akan dampak negatif korupsi pada masyarakat menyebabkan rendahnya motivasi
untuk melawan tindak pidana korupsi, Ketidakamanan dan Ketakutan: Budaya korupsi dan
norma sosial yang lemah dapat menciptakan lingkungan yang tidak aman dan penuh
ketakutan di lingkungan BUMN. Individu yang memiliki niat baik untuk melawan korupsi
mungkin merasa terintimidasi dan takut menghadapi akibat dari tindakan mereka. Norma
sosial yang mendukung atau membenarkan korupsi menciptakan hambatan dalam melawan
praktik korupsi, sehingga menyuburkan lingkungan yang memicu korupsi lebih lanjut.

Kurangnya Pengawasan dan Penegakan Hukum yang Efektif: Budaya korupsi dan norma
sosial yang lemah dapat menyebabkan kurangnya pengawasan dan penegakan hukum yang
efektif terhadap korupsi di lingkungan BUMN. Jika korupsi dianggap sebagai hal yang wajar,
maka lembaga pengawas dan penegak hukum mungkin tidak memiliki keberanian dan daya
upaya yang cukup untuk memerangi korupsi secara tegas. Kurangnya penegakan hukum yang
efektif memberikan ruang bagi korupsi untuk berkembang dan meluas di lingkungan BUMN.

Untuk mengatasi pengaruh budaya korupsi dan norma sosial yang lemah terhadap tingkat
korupsi di lingkungan BUMN, langkah-langkah berikut dapat diambil:

 Penguatan Pendidikan dan Kesadaran: Pendidikan tentang integritas, etika, dan


pentingnya anti-korupsi perlu ditingkatkan. Kesadaran akan dampak negatif korupsi
pada masyarakat harus dihidupkan dan ditanamkan dalam budaya organisasi BUMN.
 Penguatan Sistem Pengawasan dan Penegakan Hukum: Penguatan lembaga pengawas
dan penegak hukum yang independen dan efektif perlu dilakukan untuk memastikan
adanya pengawasan yang ketat terhadap tindak pidana korupsi di lingkungan BUMN.
 Pembentukan Kultur Integritas: Pemerintah dan BUMN perlu mendorong
pembentukan kultur integritas yang kuat melalui kebijakan yang transparan,
pemberian penghargaan bagi yang berintegritas, dan sanksi yang tegas bagi pelaku
korupsi.
 Peningkatan Partisipasi Masyarakat: Masyarakat perlu diberi peran aktif dalam
pengawasan BUMN melalui mekanisme partisipasi, seperti mekanisme pengaduan
publik dan kelompok pemantau.

Dengan mengambil langkah-langkah tersebut, diharapkan budaya korupsi dan norma sosial
yang lemah dapat dikurangi, sehingga tingkat korupsi di lingkungan BUMN dapat ditekan
dan tercapai tata kelola yang lebih baik dan adil dalam pengelolaan sumber daya publik.

KESIMPULAN

Tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memiliki
dampak yang merugikan baik secara ekonomi maupun sosial. Dalam konteks ini, terdapat
beberapa poin penting yang dapat diambil sebagai kesimpulan:

a. Dampak Ekonomi: Tindak pidana korupsi oleh BUMN menyebabkan kerugian yang
signifikan bagi keuangan negara dan sumber daya publik. Korupsi menghambat
pertumbuhan ekonomi, merusak iklim investasi, dan mengurangi efisiensi
pengelolaan BUMN. Dalam jangka panjang, hal ini berpotensi menghambat
pembangunan dan memperburuk kesenjangan sosial-ekonomi di masyarakat.

b. Dampak Sosial: Tindak pidana korupsi oleh BUMN juga memiliki dampak sosial
yang merugikan. Praktik korupsi menciptakan ketidakadilan sosial, di mana sumber
daya publik yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan masyarakat malah
disalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok kecil. Akibatnya,
kesenjangan sosial semakin membesar, akses terhadap pelayanan publik terhambat,
dan masyarakat miskin dan rentan semakin terpinggirkan.

c. Gangguan pada Tata Kelola Perusahaan: Tindak pidana korupsi mengganggu tata
kelola perusahaan yang baik di BUMN. Praktik korupsi merusak integritas, etika, dan
akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya publik. Hal ini berdampak negatif pada
citra dan kepercayaan terhadap BUMN, baik di mata masyarakat maupun investor,
yang pada akhirnya dapat merugikan keberlanjutan dan pertumbuhan perusahaan.

d. Perlunya Penanganan yang Tegas: Tindak pidana korupsi oleh BUMN merupakan
masalah serius yang memerlukan penanganan yang tegas dan komprehensif. Penting
untuk memperkuat mekanisme pengawasan, penegakan hukum, dan transparansi
dalam pengelolaan BUMN guna mencegah dan memberantas korupsi. Selain itu,
perlu dibangun budaya integritas dan norma sosial yang kuat di lingkungan BUMN
serta meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dalam mengawasi dan melaporkan
praktik korupsi.

e. Peran Stakeholder: Semua pihak terkait, termasuk pemerintah, manajemen BUMN,


lembaga pengawas, penegak hukum, dan masyarakat, harus berperan aktif dalam
memerangi tindak pidana korupsi oleh BUMN. Kolaborasi dan sinergi antara
stakeholder penting untuk menciptakan tata kelola yang baik dan integritas yang kuat
dalam pengelolaan sumber daya publik.

Dalam rangka membangun BUMN yang profesional, transparan, dan bertanggung jawab,
perlu ada komitmen yang kuat dari semua pihak untuk memberantas tindak pidana korupsi

DAFTAR PUSTAKA

Adnan, A., & Siregar, Y. M. (2018). The Impact of Political Connection and Nepotism
on Corruption in State-Owned Enterprises (SOEs) in Indonesia. Journal of Advanced
Research in Dynamical and Control Systems, 10(8), 1632-1638.

Haryono, T. (2018). Korupsi di Sektor BUMN: Tinjauan Terhadap Penyebab dan


Dampaknya. Jurnal Ilmiah Manajemen & Bisnis, 8(1), 1-9.
Gatra, R., & Puspitasari, R. (2017). The Impact of Corporate Governance on
Fraudulent Financial Reporting in Indonesian State-Owned Enterprises (BUMN).
International Journal of Economic Research, 14(13), 291-299.

Mardiyanto. (2016). Kajian Hukum tentang Penegakan Hukum terhadap Korupsi di


Lingkungan BUMN. Jurnal Legislasi Indonesia, 13(2), 207-224.

Prasetiyo, I. (2016). Pengaruh Kinerja Korporasi dan Good Corporate Governance


terhadap Praktik Korupsi di BUMN. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, 18(2), 89-98.

Pratiwi, R., & Mawardi, W. (2020). Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi


Tindak Pidana Korupsi di BUMN. Jurnal Dinamika Hukum, 20(2), 282-294.

Tresnawati, R. (2017). Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Korupsi di


Indonesia. Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora, 6(2), 111-118.

Wahyuningrum, S. (2015). Korupsi dan Kegagalan Tata Kelola Perusahaan BUMN.


Jurnal Akuntansi & Auditing Indonesia, 19(1), 37-47.

Widyawati, D., & Widodo, S. (2019). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tindak


Korupsi di Indonesia. Jurnal Kajian Informasi & Perpustakaan, 7(1), 9-19.

Anda mungkin juga menyukai