Anda di halaman 1dari 9

Faktor penyebab korupsi terdapat dua penyebab:

1. Faktor internal: merupakan penyebab korupsi yang datang dari diri sendiri atau pribadi
2. Faktor eksternal: penyebab terjadinya korupsi karena sebab-sebab dari luar

Pendapat yang mengarah pada faktor eksternal:

1. Kurang keteladanan dan kepemimpinan elite bangsa,


2. Rendahnya gaji Pegawai Negeri Sipil,
3. Lemahnya komitmen dan konsistensi penegakan hukum dan peraturan perundangan
undangan
4. Rendahnya integritas dan profesionalisme,
5. Mekanisme pengawasan internal di semua lembaga perbankan, keuangan, dan birokrasi
belum mapan,
6. Kondisi lingkungan kerja, tugas jabatan, dan lingkungan masyarakat, dan
7. Lemahnya keimanan, kejujuran, rasa malu, moral dan etika
8. Faktor politik: Perilaku korupsi seperti penyuapan, politik uang merupakan fenomena
yang sering terjadi.
9. Faktor Hukum: Faktor hukum ini bisa lihat dari dua sisi, di satu sisi dari aspek
perundang-undangan dan sisi lain adalah lemahnya penegakan hukum, tidak baiknya
substansi hukum, diskriminatif dan ketidakadilan
10. Faktor ekonomi dan birokrasi: Hal itu dapat dijelaskan dari pendapatan atau gaji yang
tidak mencukupi kebutuhan sehingga memanfaatkan peluang.
11. Faktor organisasi: Kurang adanya sikap keteladanan pimpinan, Tidak adanya kultur
organisasi yang benar, Kurang memadainya sistem akuntabilitas yang benar, Kelemahan
sistim pengendalian manajemen, Lemahnya pengawasan
12. Aspek politis: instabilitas politik, mementingkan dan mempertahankan kekuasaan sendiri

Pendapat yang mengarah pada faktor internal:

1. Sifat tamak manusia atau rakus


2. Moral yang kurang kuat menghadapi godaan,
3. Gaya hidup konsumtif,
4. Tidak mau (malas) bekerja keras
5. Aspek sosial: bahwa lingkungan keluargalah yang secara kuat memberikan dorongan
bagi orang untuk korupsi dan mengalahkan sifat baik seseorang yang sudah menjadi
traits pribadinya.

Akibat masif korupsi:

1. Dampak ekonomi:
 lesunya pertumbuhan ekonomi dan investasi, seperti mempersulit pembangunan
ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidakefisienan yang tinggi. Dalam sektor
privat, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran
ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan resiko
pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan.
 Penurunan produktifitas, Hal ini terjadi seiring dengan terhambatnya sektor
industri dan produksi untuk bisa berkembang lebih baik atau melakukan
pengembangan kapasitas. Program peningkatan produksi dengan berbagai upaya
seperti pendirian pabrik-pabrik dan usaha produktif baru atau usaha untuk
memperbesar kapasitas produksi untuk usaha yang sudah ada menjadi terkendala
dengan tidak adanya investasi.
 Rendahnya kualitas barang dan jasa untuk publik, Rusaknya jalan-jalan,
ambruknya jembatan, tergulingnya kereta api, beras murah yang tidak layak
makan, tabung gas yang meledak, bahan bakar yang merusak kendaraan
masyarakat, tidak layak dan tidak nyamannya angkutan umum, ambruknya
bangunan sekolah, merupakan serangkaian kenyataan rendahnya kualitas barang
dan jasa sebagai akibat korupsi.
 Menurunnya pendapatan dari sektor pajak, Kondisi penurunan pendapatan dari
sektor pajak diperparah dengan kenyataan bahwa banyak sekali pegawai dan
pejabat pajak yang bermain untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan
memperkaya diri sendiri.
 Meningkatnya hutang negara, Dari data yang diambil dari Direktorat Jenderal
Pengelolaan Hutang, Kementerian Keuangan RI, disebutkan bahwa total hutang
pemerintah per 31 Mei 2011 mencapai US$201,07 miliar atau setara dengan Rp.
1.716,56 trilliun.
2. Dampak sosial dan kemiskinan:
 Mahalnya harga jasa dan pelayanan publik, Kondisi ekonomi biaya tinggi ini
berimbas pada mahalnya harga jasa dan pelayanan publik, karena harga yang
ditetapkan harus dapat menutupi kerugian pelaku ekonomi akibat besarnya modal
yang dilakukan karena penyelewengan yang mengarah ke tindak korupsi.
 Pengetasan kemiskinan berjalan lambat, karena berbagai sebab seperti lemahnya
koordinasi dan pendataan, pendanaan dan lembaga.
 Terbatasnya akses bagi masyarakat miskin, Rakyat miskin tidak bisa mengakses
jasa dengan mudah seperti: pendidikan, kesehatan, rumah layak huni, informasi,
hukum dsb. Rakyat miskin lebih mendahulukan mendapatkan bahan pokok untuk
hidup daripada untuk sekolah yang semakin menyudutkan karena mengalami
kebodohan.
 Meningkatnya angka kriminalitas, terdapat pertalian erat antara korupsi dan
kualitas serta kuantitas kejahatan. Rasionya, ketika korupsi meningkat, angka
kejahatan yang terjadi juga meningkat.
 Solidaritas sosial semakin langka, Kepastian masa depan yang tidak jelas serta
himpitan hidup yang semakin kuat membuat sifat kebersamaan dan kegotong-
royongan yang selama ini dilakukan hanya menjadi retorika saja.
 Demoralisasi, Masyarakat semakin lama menjadi semakin individualis yang
hanya mementingkan dirinya sendiri dan keluarganya saja. Karena, sudah tidak
ada lagi kepercayaan kepada pemerintah, sistem hukum bahkan antar masyarakat
sendiri.
3. Dampak birokrasi pemerintah:
 Runtuhnya otoritas pemerintahan, Melindungi seorang koruptor yang sudah
sangat jelas bersalah dengan kekuatan politik adalah salah satu indikasi besar
runtuhnya etika sosial dan politik
 Matinya etika sosial politik, Aparat hukum yang semestinya menyelesaikan
masalah dengan adil dan tanpa adanya unsur pemihakan, seringkali harus
mengalahkan integritasnya dengan menerima suap, iming-iming, gratifikasi
bahkan sampai mengancam nyawa atau apapun untuk memberikan kemenangan.
 Birokrasi tidak efisien (layanan publik), indonesia menempati posisi nomor 2
terburuk di asia setelah india.
4. Dampak politik dan demokrasi:
 Munculnya kepemimpinan korupsi, Konstituen di dapatkan dan berjalan karena
adanya suap yang diberikan oleh calon-calon pemimpin partai, bukan karena
simpati atau percaya terhadap kemampuan dan kepemimpinannya.
 Hilangnya kepercayaan rakyat terhadap demokrasi, Hal ini dikarenakan terjadinya
tindak korupsi besar-besaran yang dilakukan oleh petinggi pemerintah, legislatif
atau petinggi partai politik.
 Menguatnya plutokrasi: menguatnya plutokrasi (sistem politik yang dikuasai
pemilik modal/kapitalis) karena sebagian orang atau perusahaan besar melakukan
‘transaksi’ dengan pemerintah, sehingga pada suatu saat merekalah yang
mengendalikan dan menjadi penguasa di negeri ini.
 Hancurnya kedaulatan rakyat: yang terjadi sekarang ini adalah kedaulatan ada di
tangan partai politik, karena anggapan bahwa partailah bentuk representasi rakyat.
Partai adalah dari rakyat dan mewakili rakyat, sehingga banyak orang yang
menganggap bahwa wajar apabila sesuatu yang didapat dari negara dinikmati oleh
partai (rakyat?).
5. Dampak terhadap penegakkan hukum:
 Fungsi pemerintahan mandul, bahwa lembaga politik telah dikorupsi untuk
kepentingan yang sempit (vested interest).
 Hilangnya kepercayaan rakyat terhadap Lembaga negara
6. Dampak terhadap hankam (pertahanan dan keamanan):
 Lemahnya alutsista dan SDM
 Lemahnya garis batas wilayah negara
 Menguatnya sisi kekerasan dalam masyarakat
7. Dampak kerusakan lingkungan:
 Menurunnya kualitas lingkungan, seperti efek rumah kaca, global warming,
rusaknya lapisan ozon
 Menurunnya kualitas hidup
Nilai anti korupsi: kejujuran, kepedulian, kemandirian, kedisiplinan, tanggung jawab, kerja
keras, kesederhanaan, keberanian, keadilan

Prinsip anti korupsi: akuntabilitas, transparansi, kewajaran, kebijakan, control kebijakan

Kasus kasus korupsi besar di Indonesia (tanggapan):

Kasus besar korupsi di Indonesia merupakan masalah serius yang memiliki dampak yang
merugikan bagi negara dan masyarakat. Pendapat umum mengenai kasus-kasus korupsi ini
bervariasi, tetapi umumnya mencerminkan kekecewaan, kemarahan, dan tuntutan untuk adanya
penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku korupsi.

Berikut adalah beberapa pendapat yang sering diungkapkan terkait kasus besar korupsi di
Indonesia:

1. Penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran terhadap kepercayaan publik: Kasus korupsi


melibatkan pejabat pemerintah atau elit politik yang memiliki kekuasaan dan wewenang.
Pendapat umum sering menekankan bahwa tindakan korupsi merupakan penyalahgunaan
kepercayaan publik dan melanggar etika dan integritas yang seharusnya dimiliki oleh
pemimpin dan pengambil keputusan.
2. Merugikan pembangunan dan kemajuan negara: Korupsi berdampak negatif pada
pembangunan dan kemajuan negara. Dana publik yang seharusnya digunakan untuk
pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan pelayanan publik lainnya sering
kali disalahgunakan atau dikorupsi oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Hal ini
menghambat kemajuan sosial dan ekonomi serta merugikan kesejahteraan masyarakat.
3. Menyengsarakan rakyat: Kasus korupsi tidak hanya merugikan negara, tetapi juga
merugikan rakyat yang menjadi penerima manfaat dari program-program pemerintah.
Ketika dana publik yang seharusnya digunakan untuk memperbaiki kualitas hidup
masyarakat justru disalahgunakan, dampaknya dirasakan oleh rakyat, terutama yang
berada dalam kondisi ekonomi yang sulit.
4. Memerlukan penegakan hukum yang tegas: Pendapat umum sering menekankan perlunya
penegakan hukum yang tegas dan adil terhadap pelaku korupsi. Masyarakat berharap agar
penegak hukum dapat bekerja secara independen, transparan, dan tanpa adanya intervensi
politik atau kepentingan pribadi. Hukuman yang setimpal bagi pelaku korupsi dianggap
sebagai bentuk keadilan dan sebagai upaya untuk mencegah tindakan korupsi di masa
depan.
5. Pentingnya pencegahan korupsi: Selain penegakan hukum yang tegas, pendapat umum
juga sering menekankan pentingnya pencegahan korupsi melalui langkah-langkah seperti
penguatan tata kelola pemerintahan yang baik, peningkatan transparansi dan
akuntabilitas, serta partisipasi aktif masyarakat dalam pengawasan terhadap penggunaan
dana publik.

Pendapat-pendapat tersebut mencerminkan keinginan untuk melawan korupsi dan membangun


tatanan yang bersih dan adil di Indonesia. Upaya pencegahan dan penegakan hukum yang kuat
serta peran aktif dari masyarakat sangat penting dalam memerangi korupsi dan memastikan
keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Uu no 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto 20/2001 pada pasal ini
dirumuskan tindak pidana menjadi 30 bentuk, namun dapat di kelompokkan sebagai berikut:

 Kerugian keuangan negara


 Suap menyuap
 Penggelapan dalam jabatan
 Pemerasan
 Perbuatan curang
 Benturan kepentingan dalam pengadaan
 gratifikasi

Ada berapa tindak pidana korupsi: ada 1351 tindak pidana korupsi yang ditangani KPK
sepanjang 2004 hingga 2022

Gratifikasi pasal 12 huruf b:

Gratifikasi merupakan jenis korupsi berupa pemberian hadiah. Bisa uang, barang, bahkan
sampai. layanan sex seperti yang aku bahas sebelumnya. Gratifikasi ini mirip-mirip dengan suap.
Dalam Pasal 12 huruf b UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dijelaskan bahwa setiap
gratifikasi (pemberian hadiah) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap
sebagai pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan
kewajiban dan tugasnya dengan ketentuan:

a. Kalo nilainya Rp10 juta atau lebih, maka penerima gratifikasi harus membuktikan
bahwa gratifikasi/hadiah tersebut bukan suap.

b. Kalo nilainya kurang dari Rp10 juta, maka pembuktian bahwa gratifikasi tersebut
adalah suap dilakukan oleh penuntut umum.
Nah, ketentuan ini gak berlaku jika penerima melaporkan hadiah/gratifikasi yang diterimanya
kepada KPK, paling lambat 30 hari sejak tanggal diterimanya hadiah/gratifikasi tersebut.

jika dana apbn tidak dikorupsi 40% bisa digunakan untuk apa:

Jika dana APBN tidak dikorupsi sebesar 40%, maka dana tersebut dapat digunakan untuk
berbagai keperluan yang dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat. Beberapa di antaranya adalah
sebagai berikut:

Peningkatan kualitas pendidikan: Dana yang tidak dikorupsi sebesar 40% dapat digunakan untuk
meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Pemerintah dapat membangun sekolah-sekolah
baru, meningkatkan kualitas guru dan fasilitas pendidikan, serta memberikan bantuan pendidikan
kepada siswa dari keluarga kurang mampu.

Peningkatan kesehatan: Dana tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan akses masyarakat
terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas. Pemerintah dapat membangun puskesmas dan
rumah sakit, meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, serta memberikan bantuan kesehatan
kepada masyarakat yang membutuhkan.

Pembangunan infrastruktur: Dana tersebut dapat digunakan untuk membangun infrastruktur yang
dibutuhkan masyarakat, seperti jalan raya, jembatan, dan sarana transportasi. Hal ini akan
mempermudah mobilitas masyarakat dan meningkatkan konektivitas antarwilayah.
Pemberdayaan ekonomi: Dana tersebut dapat digunakan untuk memperkuat sektor ekonomi,
khususnya bagi masyarakat yang berada di daerah terpencil atau miskin. Pemerintah dapat
memberikan bantuan modal dan pelatihan kepada para pengusaha kecil dan menengah, serta
membangun sarana dan prasarana yang mendukung pertumbuhan usaha.

Pengembangan teknologi: Dana tersebut dapat digunakan untuk mengembangkan teknologi yang
berdaya saing tinggi, seperti teknologi informasi dan teknologi energi terbarukan. Hal ini akan
meningkatkan daya saing Indonesia di dunia internasional dan membuka peluang kerja baru bagi
masyarakat.

Berapa besar dana yang kita butuhkan untuk mengembalikan semua kerusakan lingkungan akibat
korupsi? Apakah sepadan dengan korupsi yang dilakukan?

"Kita bisa melihat tahun 2020, itu sangat jomplang sekali angkanya. Kerugian negara mencapai
Rp 56 triliun, tapi ternyata uang pengganti ini hanya Rp 19,6 triliun," kata peneliti ICW, Kurnia
Ramadhana, dalam diskusi virtual, Senin (28/3/2022). "Tentu pertanyaan lanjutannya, kemana
tiga puluhan triliun lagi, ini belum bisa kita katakan pemulihan kerugian keuangan negara," ucap
dia.

ICW menilai, pengembalian pemulihan keuangan negara melalui uang pengganti dalam kasus
korupsi belum dilakukan lembaga penegak hukum secara maksimal. Berdasarkan catatan ICW,
ujar Kurnia, kerugian negara tahun 2017 mencapai Rp 24,4 triliun. Namun, pengembalian
kerugian negara melalui uang pengganti hanya sebesar Rp 1,4 triliun. Kerugian negara akibat
tindakan korupsi pada 2018 tercatat Rp 9,2 triliun. Namun, hanya ada Rp 838 miliar uang
pengganti yang berhasil dilakukan. ICW juga mencatat, kerugian keuangan negara dari tindakan
korupsi pada 2019 mencapai Rp 12 triliun. Namun, lembaga penegak hukum hanya berhasil
mengembalikan kerugian negara sebesar Rp 748 miliar melalui uang pengganti. ICW mendesak
penegak hukum di Indonesia untuk meningkatkan upaya pengembalian kerugian negara dari
tindak pidana korupsi. Kurnia menilai, upaya pengembalian kerugian keuangan negara yang
dilakukan lembaga penegak hukum masih minim.

Sependek pengetahuan saya, sepanjang 2020 itu hanya ada 20 terdakwa yang didakwa dengan
orang," urai Kurnia. "Penganan perkara tindak pidana korupsi tidak semata-mata ditujukan untuk
memenjarakan pelaku namun harus berorientasi juga pada pemulihan keuangan negara," ujar dia.

Dalam beberapa kasus korupsi terkait lingkungan, kerugian dapat mencakup kerusakan hutan,
pencemaran air dan udara, degradasi lahan, hilangnya keanekaragaman hayati, serta dampak
negatif terhadap ekosistem dan manusia. Memperkirakan besarnya dana yang diperlukan untuk
mengembalikan kerusakan lingkungan tersebut melibatkan evaluasi mendalam yang mencakup
penilaian kerusakan yang sudah terjadi, pemulihan ekosistem, rehabilitasi lahan, dan kompensasi
kepada pihak yang terkena dampak. penting untuk diingat bahwa kerusakan lingkungan yang
disebabkan oleh korupsi merupakan tindakan ilegal dan tidak etis yang memberikan dampak
jangka panjang dan merugikan masyarakat secara keseluruhan.

Lebih penting lagi, mengembalikan kerusakan lingkungan tidak hanya masalah dana, tetapi juga
memerlukan upaya kolaboratif yang melibatkan pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta
untuk melakukan pemulihan dan pencegahan lebih lanjut terhadap kerusakan tersebut.

Ketika mengevaluasi apakah korupsi sepadan dengan kerusakan lingkungan yang


ditimbulkannya, penting untuk mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang dan dampaknya
terhadap keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan manusia. Korupsi bukan hanya masalah
ekonomi, tetapi juga menyangkut integritas, moralitas, dan keadilan. Oleh karena itu, upaya
pencegahan korupsi dan penegakan hukum yang tegas harus menjadi prioritas untuk mencegah
kerusakan lingkungan yang dapat mengancam masa depan kita.

Anda mungkin juga menyukai