A. TUJUAN
1. Mengukur dan menghitung aktivitas suatu enzim
2. Menentukan parameter kinetika suatu enzim
3. Menjelaskan pentingnya parameter kinetika enzim
B. DASAR TEORI
Kinetika enzim merupakan aktivitas enzim berdasarkan konsentrasi substrat.
Jika konsentrasi substrat rendah, maka kecepatan reaksinya akan rendah, namun
kecepatan ini dapat meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi substrat.
Enzim sendiri adalah molekul protein yang dapat mengikat molekul lain berupa substrat
enzim. Substrat tersebut akan mengikat bagian sisi aktif enzim dan diubah menjadi
produk melalui serangkaian langkah yang dikenal sebagai mekanisme enzimatik.
Mekanisme ini dapat dibagi ke dalam mekanisme tunggal substrat dan multiple
substrat. Reaksi dalam mekanisme enzim adalah sebagai berikut .
Pada praktikum ini parameter kinetika keadaan tunak dari 3-ketosteroid ∆¹-
dehidrogenase Tcu-D1a ditentukan dengan mengukur aktivitas dehidrogenase enzim
pada substrat testosteron menggunakan DCPIP atau diklorofenol indofenol sebagai
akseptor elektron buatan.
Bahan :
HEPES 50 mM pH 7.0
Testosteron in DMSO (Tes; various concentrations)
DMSO - DCPIP 1 mM in HEPES 50 mM pH 7.0
Tcu-D1a enzyme diluted 100,000 times (Enzyme 100K) in HEPES 50 mM pH
7.0
D. Skema Kerja
Kurva Standar DCPIP
1. Dalam lempeng mikro, menyiapkan larutan DCPIP dengan konsentrasi
DCPIP yang diketahui sebagai berikut
[Solv] 4%; [DCPIP] 0-160 μM; [Tes] 0 μM 0 20 40 60 80 100 120 140 160
HEPES pH 7.0 (μL) 100 100 100 100 100 100 100 100 100
[Tes] (in DMSO; x mM) 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Tes x mM (in DMSO; μL) 0 0 0 0 0 0 0 0 0
DMSO (μL) 10 10 10 10 10 10 10 10 10
DCPIP 1 mM (in HEPES pH 7.0; μL) 0 5 10 15 20 25 30 35 40
HEPES pH 7.0 (μL) 40 35 30 25 20 15 10 5 0
Subtotal 150 150 150 150 150 150 150 150 150
Additive (in HEPES pH 7.0; μL) 0 0 0 0 0 0 0 0 0
HEPES pH 7.0 (μL) 50 50 50 50 50 50 50 50 50
Enzyme 100K (in HEPES pH 7.0 ; μL) 50 50 50 50 50 50 50 50 50
HEPES pH 7.0 (μL) 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Total (μL) 250 250 250 250 250 250 250 250 250
E. Data Pengamatan
Kurva Standart DCPIP
DCPIP 0 20 40 60 80 100 120 140 160
ABS 0,04 0,223 0,405 0,596 0,798 0,983 1,212 1,392 1,579
Tabel 5.1 Data absorbansi larutan standart DCPIP pada 600 nm 50℃
Gambar 5.2 Kurva Standart DCPIP
Eksperimen Kinetika
Daerah liner yang terdapat pada seluruh grafik adalah menit ke 10 – 12, dengan
ti (t initial) adalah menit ke 10 dan tf (t final) adalah menit ke 12. Selanjutnya dalam
menentukan nilai konsentrasi pada daerah linier menggunakan persamaan [DCPIP]
(𝐴−0,0255)
= . Didapat hasil nilai konsentrasi pada menit ke 10 dan ke 12 masing-
0,0097
masing adalah sebagai berikut :
40 80 120 200 300 500 800 1200 1800
10 113,762 113,556 113,659 110,154 109,329 101,288 100,3608 107,061 104,278
mins
12 111,494 112,938 112,628 108,402 107,164 97,577 96,237 104,072 101,701
mins
Tabel 6.1 Data konsentrasi menit ke 10 dan menit ke 12
Berdasarkan nilai konsentrasi yang telah didapat tersebut maka dapat
|𝐶𝑖−𝐶𝑓|
menentukan nilai initial rate menggunakan persamaan . Didapat nilai initial
𝑡𝑓−𝑡𝑖
rate pada masing-masing substrat adalah sebagai berikut.
Vmax
1
Y = 𝑉𝑚𝑎𝑥
1
Vmax = 𝑌
1
Vmax = 0,9091
Vmax = 1,09998 μM/menit
Km
𝐾𝑚
Slope = 𝑉𝑚𝑎𝑥
Slope = m
Km = Slope x Vmax
= 41,037 x 1,09998
= 45,13987 μM
Kcat
Diketahui nilai Et = 0, 00206797853
𝑉𝑚𝑎𝑥
Kcat = 𝐸𝑡
1,09998
= 0,00206797853
= 531,91 μM −1 detik −1
G. Pembahasan
Pada praktikum kali ini mempelajari terkait kinetika enzim yang bertujuan untuk
mengukur dan menghitung aktivitas suatu enzim, menentukan parameter kinetika
suatu enzim, serta menjelaskan pentingnya parameter kinetika enzim. Enzim termasuk
suatu biokatalisator, yaitu suatu bahan yang dapat mempercepat reaksi kimia dalam
tubuh makhluk hidup, namun enzim tersebut tidak akan ikut bereaksi karena pada akhir
reaksi akan terbentuk kembali. Jika suatu reaksi kimia berlangsung dengan bantuan
enzim maka ia memerlukan energi yang lebih rendah. Oleh karenanya, enzim dapat pula
berfungsi untuk menurunkan energi aktivasi. Reaksi-reaksi enzimatik dibutuhkan agar
bakteri dapat memperoleh energi kimia yang digunakan untuk biosintesis, memperoleh
nutrient dalam keadaan terlarut yang dapat diserap ke dalam sel, pergerakan,
perkembangbiakan, dll. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi enzim
diantaranya adalah suhu, pH, konsentrasi enzim, konsentrasi substrat, aktivator dan
inhibitor. Enzim dapat bekerja dengan efektif pada suhu tertentu dan aktifitasnya akan
berkurang jika tidak berada pada kondisi tersebut. Kadar enzim yang tinggi akan
mempengaruhi kecepatan reaksi secara linier (kecepatan bertambah konstan). Dapat
dikatakan bahwa hubungan antara kecepatan reaksi enzimatis dengan konsentrasi enzim
berbanding lurus. Kecepatan reaksi suatu enzim satu dengan yang lain berbeda-beda
walaupun memiliki konsentrasi enzim yang sama. Kecepatan reaksi dipengaruhi oleh
konsentrasi enzim yang sangat tinggi dalam suatu sistem yang kompleks. Pada
konsentrasi substrat rendah, kenaikan substrat akan meningkatkan kecepatan reaksi
enzimatis hampir secara linier. Jika konsentrasi substrat tinggi, maka peningkatan
kecepatan reaksi enzimatis akan semakin menurun seiring dengan peningkatan jumlah
substratnya. Kecepatan maksimum (V maks) dari reaksi enzimatis ditunjukan dengan
garis mendatar yang menggambarkan peningkatan kecepatan yang lambat seiring
dengan penambahan konsentrasi substrat.
Kinetika enzim adalah enzim protein yang dapat mengubah konformasi enzim
sehingga dapat mempengaruhi kegiatan. Pada kinetika enzim dikenal dengan kurva
saturasi yang menunjukkan hubungan antara laju (v) dan konsentrasi substrat (S). Enzim
dapat mengkatalis reaksi hingga terjadi jutaan reaksi per detik. Dalam kinetika enzim
dikenal dengan adanya konstanta Michaelis-Menten (Km) yaitu konsentrasi substrat yang
diperlukan untuk enzim hingga mencapai setengah kecepatan maksimum (Vmax). V max
atau laju maksimum adalah laju reaksi yang dikatalisis oleh enzim dimana seluruh enzim
berada dalam keadaan kompleks. Setiap enzim memiliki karakteristik Km tertentu untuk
substrat tertentu pula. Km menunjukkan seberapa ketat pengikatan substrat untuk
enzim. Selain itu terdapat pula konstanta lain berupa Kcat yang memberikan nilai dari
jumlah molekul substrat yang ditangani oleh satu molekul aktif per detik. Sedangkan
efisiensi dari enzim dinyatakan oleh Kcat/Km (Marzuki, 2014). Persamaan Michaelis-
Menten merupakan dasar bagi semua aspek dalam kinetika kerja enzim. Jika konstanta
Km dan Vmaks telah diketahui, maka selanjutnya dapat menghitung kecepatan reaksi
suatu enzim pada setiap konsentrasi substrat. Dalam hampir semua reaksi enzimatik,
dapat dianalisa secara kuantitatif dengan teori Michaelis-Menten. Pembentukan enzim-
substrat seringkali dapat dideteksi secara langsung dengan metoda fisika-kimia, yaitu
melalui perubahan spektrum absorbsi enzim yang bersifat khas saat substratnya
ditambahkan.
Enzim yang digunakan pada percobaan ini adalah A 3-ketosteroid ∆¹-
dehydrogenase (∆¹-KSTD; 4-ene-3-oxosteroid:(acceptor)-1-ene-oxireductase; EC
1.3.99.4), dimana enzim tersebut akan mengkatalisis pengenalan ikatan rangkap ke
posisi C1 - C2 dari 3-ketosteroid A-ring, i.e., yaitu dengan melepas atom hidrogen
(dehidrogenasi) dari C1 dan C2 menggunakan flavin adenine dinucleotide (FAD)
sebagai gugus prostetik. Contohnya adalah ∆¹-KSTDs dehydrogenate tesosterone
(hormon pria) menjadi 1-dehydrotestosterone yaitu hormon pria yang lebih aktif.
H. Kesimpulan
1. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa nilai Vmax =
1,09998 μM/menit dan Km = 45,13987 μM
2. Berdasarkan analisis perhitungan didapat nilai Kcat = 531,91 μM −1 detik −1
3. Dengan menganalisis parameter kinetka enzim maka dapat mengetahui optimalisasi
penggunaan enzim sebagai biokatalisator dalam reaksi pemecahan substrat menjadi
produk.
I. Daftar Pustaka
Marzuki, I. 2014. Enzim : Struktur, Nomenklatur dan Mekanisme Kerja.
Noviendri, D., Fawzya, Y. N., & Chasanah, E. (2008). Karakteristik dan sifat kinetika
enzim kitinase dari isolat bakteri T5a1 asal terasi. Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi
Kelautan dan Perikana.
Sutrisno, A. (2017). Teknologi enzim. Universitas Brawijaya Press.
Cornish-Bowden, A. (2015). One hundred years of Michaelis–Menten kinetics.
Perspectives in Science, 4, 3-9.
J. Lampiran