Anda di halaman 1dari 13

KINETIKA ENZIM

A. TUJUAN
1. Mengukur dan menghitung aktivitas suatu enzim
2. Menentukan parameter kinetika suatu enzim
3. Menjelaskan pentingnya parameter kinetika enzim

B. DASAR TEORI
Kinetika enzim merupakan aktivitas enzim berdasarkan konsentrasi substrat.
Jika konsentrasi substrat rendah, maka kecepatan reaksinya akan rendah, namun
kecepatan ini dapat meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi substrat.
Enzim sendiri adalah molekul protein yang dapat mengikat molekul lain berupa substrat
enzim. Substrat tersebut akan mengikat bagian sisi aktif enzim dan diubah menjadi
produk melalui serangkaian langkah yang dikenal sebagai mekanisme enzimatik.
Mekanisme ini dapat dibagi ke dalam mekanisme tunggal substrat dan multiple
substrat. Reaksi dalam mekanisme enzim adalah sebagai berikut .

Pada praktikum ini parameter kinetika keadaan tunak dari 3-ketosteroid ∆¹-
dehidrogenase Tcu-D1a ditentukan dengan mengukur aktivitas dehidrogenase enzim
pada substrat testosteron menggunakan DCPIP atau diklorofenol indofenol sebagai
akseptor elektron buatan.

C. Alat & Bahan


Alat :
• Synergy HTX spectrophotometer
• Microplate (96-well)
• Waterbath
• Micropipettes and tips
• Microtubes

Bahan :
 HEPES 50 mM pH 7.0
 Testosteron in DMSO (Tes; various concentrations)
 DMSO - DCPIP 1 mM in HEPES 50 mM pH 7.0
 Tcu-D1a enzyme diluted 100,000 times (Enzyme 100K) in HEPES 50 mM pH
7.0
D. Skema Kerja
 Kurva Standar DCPIP
1. Dalam lempeng mikro, menyiapkan larutan DCPIP dengan konsentrasi
DCPIP yang diketahui sebagai berikut
[Solv] 4%; [DCPIP] 0-160 μM; [Tes] 0 μM 0 20 40 60 80 100 120 140 160
HEPES pH 7.0 (μL) 100 100 100 100 100 100 100 100 100
[Tes] (in DMSO; x mM) 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Tes x mM (in DMSO; μL) 0 0 0 0 0 0 0 0 0
DMSO (μL) 10 10 10 10 10 10 10 10 10
DCPIP 1 mM (in HEPES pH 7.0; μL) 0 5 10 15 20 25 30 35 40
HEPES pH 7.0 (μL) 40 35 30 25 20 15 10 5 0
Subtotal 150 150 150 150 150 150 150 150 150
Additive (in HEPES pH 7.0; μL) 0 0 0 0 0 0 0 0 0
HEPES pH 7.0 (μL) 50 50 50 50 50 50 50 50 50
Enzyme 100K (in HEPES pH 7.0 ; μL) 50 50 50 50 50 50 50 50 50
HEPES pH 7.0 (μL) 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Total (μL) 250 250 250 250 250 250 250 250 250

2. Pada spektrofotometer Synergy HTX, dilakukan shake orbital cepat selama


30 detik dan larutan uji disetimbangkan pada suhu 50 ℃ selama 5 menit.
3. Membuat kurva kalibrasi DCPIP dengan memplot konsentrasi DCPIP
(sumbu x) terhadap absorbansinya (sumbu y)
4. Menentukan persamaan linier yang menggambarkan hubungan antara
absorbansi dan konsentrasi DCPIP

 Eksperimen Steady-state kinetic


1. Dalam lempeng mikro, menyiapkan larutan uji dengan konsentrasi DCPIP 120
μM menggunakan berbagai konsentrasi testosteron (Tes) sebagai berikut :
2. Melakukan eksperimen kinetik pada suhu 50 ℃ selama 20 menit. Ikuti
penurunan DCPIP dengan mengukur penurunan absorbansinya pada 600 nm
setiap menit menggunakan spektrofotometer Synergy HTX.

 Perhitungan Parameter Kinetik


1. Untuk setiap konsentrasi substrat, pilih dua data absorbansi DCPIP dalam
periode di mana pengurangan DCPIP bersifat linier. Misalnya dari menit ke 4
(konsentrasi DCPIP awal) sampai menit ke 10 (konsentrasi DCPIP akhir).
Periode waktu yang dipilih harus sama untuk semua konsentrasi media
2. Dengan menggunakan kurva standar DCPIP, hitung konsentrasi DCPIP awal
dan akhir (Ci dan Cf). Perbedaan Ci- Cf adalah konsentrasi DCPIP yang
dikonversi oleh Tcu-D1a selama tf – ti
3. Membuat tabel sebagai berikut :

4. Berdasarkan data tersebut, dapat dibuat kurva Michaelis-Menten ([substrat] vs


laju awal) dan Plot Lineweaver-Burk (1/[substrat] vs. 1/laju awal)
5. Dengan menggunakan plot Lineweaver-Burk, menentukan laju maksimum
(Vmax; μM/men) yang ditunjukkan oleh Tcu-D1a dan konstanta Michaelis-
Menten (KM; μM) untuk enzim
6. Dengan mempertimbangkan konsentrasi protein yang digunakan dalam
pengujian, hitung konstanta katalitik (angka pergantian; kcat; 1/s) dari Tcu-D1a
dan konstanta spesifisitas (kcat/KM; 1/(μM.s)) dari Tcu D1a menuju testosteron

E. Data Pengamatan
 Kurva Standart DCPIP
DCPIP 0 20 40 60 80 100 120 140 160
ABS 0,04 0,223 0,405 0,596 0,798 0,983 1,212 1,392 1,579
Tabel 5.1 Data absorbansi larutan standart DCPIP pada 600 nm 50℃
Gambar 5.2 Kurva Standart DCPIP

 Eksperimen Steady-state kinetic


A 600 nm at 50℃ 40 80 120 200 300 500 800 1200 1800
0 mins 1,194 1,159 1,166 1,170 1,175 1,149 1,165 1,170 1,203
1 mins 1,183 1,156 1,163 1,164 1,167 1,139 1,155 1,166 1,185
2 mins 1,175 1,154 1,161 1,153 1,161 1,128 1,142 1,163 1,161
3 mins 1,169 1,151 1,159 1,147 1,153 1,116 1,129 1,157 1,146
4 mins 1,162 1,148 1,155 1,141 1,145 1,103 1,114 1,140 1,139
5 mins 1,155 1,145 1,150 1,134 1,136 1,088 1,097 1,129 1,133
6 mins 1,146 1,142 1,146 1,127 1,126 1,073 1,078 1,117 1,107
7 mins 1,136 1,138 1,142 1,119 1,117 1,058 1,060 1,108 1,089
8 mins 1,134 1,135 1,138 1,111 1,107 1,040 1,041 1,089 1,071
9 mins 1,130 1,130 1,132 1,103 1,097 1,023 1,021 1,078 1,059
10 mins 1,129 1,127 1,128 1,094 1,086 1,008 0,999 1,064 1,037
11 mins 1,119 1,125 1,123 1,086 1,076 0,990 0,979 1,049 1,030
12 mins 1,107 1,121 1,118 1,077 1,065 0,972 0,959 1,035 1,012
13 mins 1,121 1,117 1,114 1,068 1,054 0,954 0,936 1,019 0,992
14 mins 1,122 1,113 1,110 1,059 1,044 0,937 0,914 1,004 0,977
15 mins 1,132 1,109 1,105 1,051 1,032 0,919 0,892 0,990 0,961
16 mins 1,147 1,105 1,100 1,043 1,022 0,901 0,870 0,980 0,948
17 mins 1,149 1,101 1,095 1,034 1,012 0,883 0,850 0,964 0,926
18 mins 1,146 1,097 1,090 1,024 1,000 0,868 0,827 0,954 0,917
19 mins 1,136 1,094 1,086 1,015 0,989 0,849 0,806 0,936 0,900
20 mins 1,129 1,090 1,081 1,006 0,979 0,829 0,786 0,925 0,883
 Tabel 5.3 Data percobaan eksperimen Steady-state kinetic dengan absorbansi pada
600 nm 50℃ per menit
40 80 120 200 300 500 800 1200 1800
Vmax 9,15 -3,95 -4,94 -9,05 -10,9 -17,9 -22,4 -15,1 -18,4
R-
Squared 0,937 1 0,998 1 1 0,999 1 1 0,982
Tmax 00:14:00 00:16:00 00:10:00 00:18:00 00:18:00 00:18:00 00:14:00 00:12:00 00:07:00
Lagtime 00:02:29 00:02:12 00:01:55 00:01:58 00:02:15 00:02:48 00:03:01 00:00:57
F. Analisis Perhitungan
 Kurva Standar DCPIP
Y = 0,0097x + 0,0255
A = 0,0097 [DCPIP] + 0,0255
(𝐴−0,0255)
[DCPIP] = 0,0097

 Eksperimen Kinetika
Daerah liner yang terdapat pada seluruh grafik adalah menit ke 10 – 12, dengan
ti (t initial) adalah menit ke 10 dan tf (t final) adalah menit ke 12. Selanjutnya dalam
menentukan nilai konsentrasi pada daerah linier menggunakan persamaan [DCPIP]
(𝐴−0,0255)
= . Didapat hasil nilai konsentrasi pada menit ke 10 dan ke 12 masing-
0,0097
masing adalah sebagai berikut :
40 80 120 200 300 500 800 1200 1800
10 113,762 113,556 113,659 110,154 109,329 101,288 100,3608 107,061 104,278
mins
12 111,494 112,938 112,628 108,402 107,164 97,577 96,237 104,072 101,701
mins
Tabel 6.1 Data konsentrasi menit ke 10 dan menit ke 12
Berdasarkan nilai konsentrasi yang telah didapat tersebut maka dapat
|𝐶𝑖−𝐶𝑓|
menentukan nilai initial rate menggunakan persamaan . Didapat nilai initial
𝑡𝑓−𝑡𝑖
rate pada masing-masing substrat adalah sebagai berikut.

[Tes] ti tf Ai Af Ci (μM) Cf (μM) Initial rate


(μM) (men) (men) (AU) (AU) (μM/men)
40 10 12 1,129 1,107 113,762 111,494 1,134
80 10 12 1,127 1,121 113,556 112,938 0,309
120 10 12 1,128 1,118 113,659 112,628 0,5155
200 10 12 1,094 1,077 110,154 108,402 0,876
300 10 12 1,086 1,065 109,329 107,164 1,0825
500 10 12 1,008 0,972 101,288 97,577 1,8555
800 10 12 0,999 0,959 100,3608 96,237 2,0619
1200 10 12 1,064 1,035 107,061 104,072 1,4945
1800 10 12 1,037 1,012 104,278 101,701 1,2885
Tabel 6.2 Data perhitungan parameter Kinetik
Setelah mengetahui nilai initial rate, langkah selanjutnya dapat membuat kurva
Michaelis-Menten dengan [S] adalah sumbu X dan Vo atau initial rate adalah sumbu
Y.
[S] (μM) Vo (μM/men)
40 1,134
80 0,309
120 0,5155
200 0,876
300 1,0825
500 1,8555
800 2,0619
1200 1,4945
1800 1,2885
Gambar 6.3 Kurva Michaelis-Menten
Berdasarkan hasil perhitungan dari kurva Michaelis-Menten tersebut,
selanjutnya membuat Plot Lineweaver-Burk dengan sumbu X adalah 1/[S] (1/μM)
dan sumbu Y adalah 1/Vo (men/μM).
1/[S] (1/μM) 1/Vo (men/μM)
0,025 0,881834
0,0125 3,236246
0,0083 1,939864
0,005 1,141553
0,0033 0,923788
0,002 0,538938
0,00125 0,48499
0,00083 0,66912
0,00056 0,776096

Gambar 6.4 Kurva Lineweaver-Burk

Berdasarkan kurva plot linewaver-burk didapat persamaan regresi y = mx +


c yaitu y = 41,037x + 0,9091. Dimana saat x = 0, maka y = c yaitu y = 0,9091.
Sehingga melalui persamaan tersebut dapat ditentukan nilai Vmax, Km, dan Kcat
dengan analisis sebagai berikut :

 Vmax
1
Y = 𝑉𝑚𝑎𝑥
1
Vmax = 𝑌
1
Vmax = 0,9091
Vmax = 1,09998 μM/menit
 Km
𝐾𝑚
Slope = 𝑉𝑚𝑎𝑥
Slope = m
Km = Slope x Vmax
= 41,037 x 1,09998
= 45,13987 μM

 Kcat
Diketahui nilai Et = 0, 00206797853
𝑉𝑚𝑎𝑥
Kcat = 𝐸𝑡
1,09998
= 0,00206797853
= 531,91 μM −1 detik −1

G. Pembahasan

Pada praktikum kali ini mempelajari terkait kinetika enzim yang bertujuan untuk
mengukur dan menghitung aktivitas suatu enzim, menentukan parameter kinetika
suatu enzim, serta menjelaskan pentingnya parameter kinetika enzim. Enzim termasuk
suatu biokatalisator, yaitu suatu bahan yang dapat mempercepat reaksi kimia dalam
tubuh makhluk hidup, namun enzim tersebut tidak akan ikut bereaksi karena pada akhir
reaksi akan terbentuk kembali. Jika suatu reaksi kimia berlangsung dengan bantuan
enzim maka ia memerlukan energi yang lebih rendah. Oleh karenanya, enzim dapat pula
berfungsi untuk menurunkan energi aktivasi. Reaksi-reaksi enzimatik dibutuhkan agar
bakteri dapat memperoleh energi kimia yang digunakan untuk biosintesis, memperoleh
nutrient dalam keadaan terlarut yang dapat diserap ke dalam sel, pergerakan,
perkembangbiakan, dll. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi enzim
diantaranya adalah suhu, pH, konsentrasi enzim, konsentrasi substrat, aktivator dan
inhibitor. Enzim dapat bekerja dengan efektif pada suhu tertentu dan aktifitasnya akan
berkurang jika tidak berada pada kondisi tersebut. Kadar enzim yang tinggi akan
mempengaruhi kecepatan reaksi secara linier (kecepatan bertambah konstan). Dapat
dikatakan bahwa hubungan antara kecepatan reaksi enzimatis dengan konsentrasi enzim
berbanding lurus. Kecepatan reaksi suatu enzim satu dengan yang lain berbeda-beda
walaupun memiliki konsentrasi enzim yang sama. Kecepatan reaksi dipengaruhi oleh
konsentrasi enzim yang sangat tinggi dalam suatu sistem yang kompleks. Pada
konsentrasi substrat rendah, kenaikan substrat akan meningkatkan kecepatan reaksi
enzimatis hampir secara linier. Jika konsentrasi substrat tinggi, maka peningkatan
kecepatan reaksi enzimatis akan semakin menurun seiring dengan peningkatan jumlah
substratnya. Kecepatan maksimum (V maks) dari reaksi enzimatis ditunjukan dengan
garis mendatar yang menggambarkan peningkatan kecepatan yang lambat seiring
dengan penambahan konsentrasi substrat.
Kinetika enzim adalah enzim protein yang dapat mengubah konformasi enzim
sehingga dapat mempengaruhi kegiatan. Pada kinetika enzim dikenal dengan kurva
saturasi yang menunjukkan hubungan antara laju (v) dan konsentrasi substrat (S). Enzim
dapat mengkatalis reaksi hingga terjadi jutaan reaksi per detik. Dalam kinetika enzim
dikenal dengan adanya konstanta Michaelis-Menten (Km) yaitu konsentrasi substrat yang
diperlukan untuk enzim hingga mencapai setengah kecepatan maksimum (Vmax). V max
atau laju maksimum adalah laju reaksi yang dikatalisis oleh enzim dimana seluruh enzim
berada dalam keadaan kompleks. Setiap enzim memiliki karakteristik Km tertentu untuk
substrat tertentu pula. Km menunjukkan seberapa ketat pengikatan substrat untuk
enzim. Selain itu terdapat pula konstanta lain berupa Kcat yang memberikan nilai dari
jumlah molekul substrat yang ditangani oleh satu molekul aktif per detik. Sedangkan
efisiensi dari enzim dinyatakan oleh Kcat/Km (Marzuki, 2014). Persamaan Michaelis-
Menten merupakan dasar bagi semua aspek dalam kinetika kerja enzim. Jika konstanta
Km dan Vmaks telah diketahui, maka selanjutnya dapat menghitung kecepatan reaksi
suatu enzim pada setiap konsentrasi substrat. Dalam hampir semua reaksi enzimatik,
dapat dianalisa secara kuantitatif dengan teori Michaelis-Menten. Pembentukan enzim-
substrat seringkali dapat dideteksi secara langsung dengan metoda fisika-kimia, yaitu
melalui perubahan spektrum absorbsi enzim yang bersifat khas saat substratnya
ditambahkan.
Enzim yang digunakan pada percobaan ini adalah A 3-ketosteroid ∆¹-
dehydrogenase (∆¹-KSTD; 4-ene-3-oxosteroid:(acceptor)-1-ene-oxireductase; EC
1.3.99.4), dimana enzim tersebut akan mengkatalisis pengenalan ikatan rangkap ke
posisi C1 - C2 dari 3-ketosteroid A-ring, i.e., yaitu dengan melepas atom hidrogen
(dehidrogenasi) dari C1 dan C2 menggunakan flavin adenine dinucleotide (FAD)
sebagai gugus prostetik. Contohnya adalah ∆¹-KSTDs dehydrogenate tesosterone
(hormon pria) menjadi 1-dehydrotestosterone yaitu hormon pria yang lebih aktif.

Enzim ∆¹ -KSTD berasal dari bakteri termofilik Thermomonospora curvata (Tcu-D1a;


berat molekul 55,9 kDa) digunakan untuk mempelajari sifat kinetiknya menggunakan
substrat testosteron. Selama proses dehidrogenasi testosteron oleh Tcu-D1a, gugus
prostetik FAD akan direduksi menjadi FADH-. Serta dalam menyelesaikan siklus
katalitik, FADH- harus dioksidasi ulang dengan mentransfer elektronnya (beserta
hidrogen) ke akseptor elektron (oksidator). Dalam hal ini, oksidator berupa
diklorofenol indofenol (DCPIP), digunakan sebagai akseptor elektron untuk
mengoksidasi FADH- kembali menjadi FAD. DCPIP teroksidasi berwarna biru pada
pH 7 dan menyerap radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang maksimum
(lmax) 600 nm, sedangkan DCPIP tereduksi tidak berwarna. Oleh karenanya, aktivitas
dehidrogenase Tcu-D1a dapat dicari dengan mengukur reduksi DCPIP teroksidasi,
yaitu absorbansinya (A) pada 600 nm menurun.
Pada praktikum ini terdapat 2 percobaan yaitu kurva standart DCPIP dan
Eksperimen kinetika enzim. Percobaan kurva standart DCPIP dilakukan dengan
menyiapkan larutan DCPIP 1 mM (in HEPES pH 7.0) ke dalam lempeng mikro. Kemudian
menambahkan buffer HEPES pH 7.0 (µL) dan Enzim 100K (in HEPES pH 7.0) ke dalam
lempeng mikro yang sama dengan ketentuan masing-masing volume sesuai pada tabel.
Lempeng mikro tersebut lalu diletakkan pada spektrofotometer Synergy HTX untuk
dilakukan pengocokan cepat selama 30 detik untuk menghomogenkan larutan. Larutan
kemudian disetimbangkan dengan cara diinkubasi pada suhu 50°C selama 5 menit. Jika
sudah, menghitung absorbansi masing-masing larutan DCPIP pada panjang gelombang
600 nm. Percobaan kedua adalah eksperimen kinetika enzim yang dilakukan dengan cara
menyiapkan Testosteron x mM (in DMSO) ke dalam lempeng mikro masing-masing
sebanyak 10 µL. Kemudian ditambahkan DCPIP 1 mM (in HEPES pH 7.0) masing-masing
sebanyak 10 µL dan buffer HEPES 160 µL. Terakhir ditambahkan Enzim 100K (in HEPES pH
7.0) ke dalam lempeng mikro masing-masing sebanyak 50 µL. Selanjutnya diinkubasi pada
suhu 50°C selama 20 menit dan mengukur penurunan absorbansinya pada 600 nm
setiap menit menggunakan spektrofotometer Synergy HTX. Dari percobaan yang telah
dilakukan, substrat testosteron akan melepas hidrogen dari C1 dan C2 sehingga disebut
sebagai reaksi dehidrogenase. Hidrogen tersebut akan diterima oleh FAD menjadi FADH-
. FAD tersebut mengalami reduksi karna menerima hidrogen. Gugus FADH- yang
terbentuk tidak dapat bereaksi lagi karena terdapat atom hidrogen, oleh karenanya perlu
direaksikan dengan DCPIP agar hidrogen pada FADH- dapat terputus dari FAD dengan
berikatan dengan DCPIP, sehingga FADH- akan kembali menjadi FAD dan bereaksi
kembali dengan testosteron dan reaksi akan terulang kembali terus menerus. DCPIP
teroksidasi akan berwarna biru, namun jika tereduksi maka akan menjadi tidak berwarna.
Jika warna biru pada larutan masih pekat, maka reaksinya berlangsung lambat. Begitupun
sebaliknya, jika larutan tidak berwarna maka reaksi berlangsung cepat. Gugus protestik
FAD pada percobaan ini bertujuan untuk membantu kerja enzim, sedangkan buffer
HEPES berfungsi untuk mempertahankan PH larutan.
Setelah melakukan percobaan, didapat data absorbansi pada percobaan kurva
standart DCPIP pada tabel 5.1 dan data eksperimen kinetika enzim pada tabel 5.3. Melalui
data yang didapat tersebut selanjutnya dapat dilakukan analisis perhitungan untuk
mencari nilai Km, Vmax, dan Kcat. Hasil data percobaan kurva standart DCPIP selanjutnya
di buat kurva menggunakan excel dan dicari regresinya. Dimana melalui regresi tersebut
didapat persamaan y = 0,0097x + 0,0255. Dimana jika nilai y adalah nilai absorbansi dan
(𝐴−0,0255)
x adalah konsentrasi DCPIP, maka didapat persamaan baru [DCPIP] = .
0,0097
Berikutnya pada percobaan eksperimen kinetika enzim didapat 9 kurva dengan bentuk
yang berbeda-beda. Dari 9 grafik tersebut dicari daerah linear dimana pada percobaan
ini daerah linear tersebut terdapat pada menit ke 10 hingga menit ke 12. Menit ke 10
tersebut adalah t initial dan menit ke 12 adalah t final. Selanjutnya menentukan nilai
konsentrasi daerah linear pada ti dan tf menggunakan persamaan sebelumnya yaitu
(𝐴−0,0255)
[DCPIP] = . Hasil perhitungan konsentrasi masing-masing larutan terdapat pada
0,0097
tabel 6.1. Berdasarkan nilai konsentrasi yang telah didapat tersebut maka dapat
menentukan nilai initial rate pada masing-masing substrat menggunakan persamaan
|𝐶𝑖−𝐶𝑓|
, dimana hasil perhitungan yang didapat terdapat pada tabel 6.2.
𝑡𝑓−𝑡𝑖
Setelah mengetahui nilai initial rate, langkah berikutnya membuat kurva
Michaelis-Menten dengan sumbu X adalah konsentrasi substrat dan sumbu Y adalah nilai
initial rate. Kurva yang diperoleh terlihat seperti pada gambar 6.3 dimana kurva tersebut
berbentuk parabola. Dari kurva tersebut dapat diketahui nilai Vmax yaitu terdapat pada
nilai initial rate sebesar 1,2885 (μM/men). Setelah membuat kurva Michaelis-Menten,
selanjutnya membuat plot Lineweaver-Burk dengan sumbu x adalah 1/[S] (1/μM) dan
sumbu Y adalah 1/Vo (men/μM). Kurva yang terbentuk tampak seperti pada gambar 6.4.
Pada plot Lineweaver-Burk ini, kurva seharusnya berbentuk linear namun pada
percobaan ini kurva berbentuk parabola. Hal tersebut dapat disebabkan oleh berbagai
faktor kesalahan selama praktikum, seperti praktikan yang kurang teliti, kesalahan dalam
perhitungan, volume larutan tidak sesuai ketentuan, dll sehingga mempengaruhi hasil.
Berdasarkan regresi plot Lineweaver-Burk tersebut didapat persamaan regresi y = mx + c
yaitu y = 41,037x + 0,9091. Dimana saat x = 0, maka y = c yaitu y = 0,9091. Sehingga
melalui persamaan tersebut dapat ditentukan nilai Vmax, Km, dan Kcat. Berdasarkan
perhitungan dapat diketahui bahwa nilai Vmax = 1,09998 μM/menit, nilai Km = 45,13987
μM, dan nilai Kcat = 531,91 μM −1 detik −1

H. Kesimpulan
1. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa nilai Vmax =
1,09998 μM/menit dan Km = 45,13987 μM
2. Berdasarkan analisis perhitungan didapat nilai Kcat = 531,91 μM −1 detik −1
3. Dengan menganalisis parameter kinetka enzim maka dapat mengetahui optimalisasi
penggunaan enzim sebagai biokatalisator dalam reaksi pemecahan substrat menjadi
produk.

I. Daftar Pustaka
Marzuki, I. 2014. Enzim : Struktur, Nomenklatur dan Mekanisme Kerja.
Noviendri, D., Fawzya, Y. N., & Chasanah, E. (2008). Karakteristik dan sifat kinetika
enzim kitinase dari isolat bakteri T5a1 asal terasi. Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi
Kelautan dan Perikana.
Sutrisno, A. (2017). Teknologi enzim. Universitas Brawijaya Press.
Cornish-Bowden, A. (2015). One hundred years of Michaelis–Menten kinetics.
Perspectives in Science, 4, 3-9.
J. Lampiran

Anda mungkin juga menyukai