I. LATAR BELAKANG
Sistem pemerintahan menjadi salah satu komponen yang sangat penting bagi
sebuah negara karena sistem tersebutlah yang akan menjadi faktor penentu
keberlangsungan terselenggaranya negara tersebut. Di dunia ini terdapat berbagai
macam bentuk pemerintahan, seperti sistem presidensial, sistem parlementer, sistem
campuran, dan referendum. Dari berbagai macam bentuk sistem pemerintahan yang ada
di dunia, apapun sistem yang akan diterapkan bagi sebuah negara, baiknya disesuaikan
dengan kondisi soaial politik negara yang bersangkutan agar kelak pemerintahan dapat
dijalankan dengan baik.
Inggris disebut-sebut sebagai pelopor dari sistem parlementer yang ada di dunia.
Sebutan tersebut tentu saja tidak didapatkan dengan begitu saja oleh Inggris. Hal ini
didapat karena Inggris mampu menjalankan sistem ini dengan baik dan mampu menjadi
contoh bagi negara-negara yang lainnya. Sistem monarki konstitusional diterapkan di
Inggris, namun Inggris tidak mengodifikasikan ke dalam satu naskah tertulis, melainkan
ke dalam berbagai peraturan, hukum, dan konvensi yang mana kekuasaan tidak
dipegang secara monarki, tetapi juga dipengang oleh organisasi lain, yaitu parlemen.
Parlemen di Inggris terbagi menjadi dua bagian, yaitu House of Common (Majelis
Rendah yang anggotanya dipilih oleh rakyat) dan House of Lord (Majelis Tinggi yang
mana berisi perwakilan para bangsawan dengan berdasarkan warisan). Kekuasaan
House of Lords lebih kuat dibandingkan dengan House of Common. Saat ini, raja atau
ratu memegang kekuasaan sebagai kepala negara sedangkan kepala pemerintahan
dipegang oleh perdana menteri. Di dalam monarki konstitusional, raja/ratu tidak
memiliki kekuasaan politik, sehingga pemilu harus tetap diselenggarakan guna memilih
para perdana menteri yang nantinya akan menjalankan roda pemerintahan di dalam
negara tersebut. Meskipun Inggris dikatakan sebagai ibu dari sistem parlementer, tetap
saja dalam penerapannya masih ada kekurangan. Bahkan Inggris pun telah menerapkan
sistem demokrasi sebagai sistem politiknya sudah sejak ratusan tahun lalu, tetapi masih
saja ditemukan keanehan-keanehan di dalamnya.
Hal aneh lainnya yaitu, suara orang yang sudah mati di Inggris, bisa terhitung
sebagai suara yang sah di dalam pemilu. Hal ini disebabkan oleh sistem pemilu yang
tidak mengharuskan sang pemilih datang langsung untuk melakukan pemungutan suara,
melainkan kertas suara dapat dikirim ke alamat pemilih melalui pos dan diposkan
kembali jauh sebelum hari pemilu dilaksanakan. Karena kertas suara yang sudah diisi
oleh para pemilih dikirim jauh dari sebelum hari pemilu dilaksanakan, bisa saja sang
pemilih meninggal ketika hari pemilu itu tiba. Hal inilah yang menyebabkan adanya
statement bahwa orang yang sudah mati pun dapat menentukan siapa yang akan menjadi
perdana menteri terpilih.
Keanehan-keanehan itu belum berhenti di situ saja, masih ada lagi lagi, di mana
banyak anggota yang duduk di kursi parlemen Inggris dipilih bukan melalui
pemungutan suara. Mengapa demikian? Hal tersebut dikarenakan oleh warga biasa yang
tidak bisa memilih para bangsawan yang ada di kursi House of Lord atau Majelis
Tinggi, sebab mereka-mereka yang duduk berada di kursi tersebut memiliki masa
berlaku seumur hidup karena berdasarkan garis keturunan atau ikatan darah dan melalui
penunjukan untuk bekerja pada partai politik. Di dalam kasus ini, tidak ada aturan yang
mengatur secara resmi tentang hal ini. Namun biasanya, partai yang sudah berkuasa
akan memiliki kewenangan untuk menunjuk lebih banyak mereka yang berasal dari
bangsawan atau parlemen House of Lord.
IV. KESIMPULAN