FINAL FIX Print KP
FINAL FIX Print KP
Oleh :
Dinda Annisa Nurdiani, S.T, M.T Dr. Qomarudin Helmy, S.Si., M.T
NIP. 199304162020122002 NIP.197711152008121002
i
ABSTRAK
PT Semen Padang merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang produksi semen dan
menjadi produsen semen terbesar di Asia Tenggara dengan lokasi plant berada di Kota Padang,
Sumatera Barat. Sebagai produsen semen, PT Semen Padang tidak luput dari timbulan sampah
non B3 seperti sampah sejenis rumah tangga yang berasal dari area perumahan dinas serta
perkantoran. Sampah tersebut dibedakan menjadi tiga kategori yaitu organik, plastik dan kertas
serta sampah lainnya dengan sampah yang dominan adalah plastik dan kertas yakni mencapai 51%
dari keseluruhan sampah pada tahun 2021. Perusahaan secara berkala melakukan pendataan terkait
jumlah timbulan serta komposisi sampah, namun komposisi sampah tidak terlalu diperinci. Selain
itu, perusahaan belum melakukan uji karakteristik sampah. Fasilitas pengelolaan sudah cukup baik
dan mampu menampung sampah hingga 20 tahun kedepan. Akan tetapi, masih terdapat beberapa
hal yang perlu ditingkatkan seperti upaya reduksi, metoda pengangkutan serta pengolahan sampah
agar lebih efektif dalam mengakomodasi sampah yang dihasilkan PT Semen Padang.
Kata Kunci : PT Semen Padang, limbah padat non B3, pengelolaan sampah, evaluasi
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia–Nya,
penulis dapat menyelesaikan laporan kerja praktik yang berjudul “Evaluasi Pengelolaan Limbah
Padat Non Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di PT Semen Padang” dengan lancar dan tepat
waktu. Laporan Kerja Praktik ini merupakan hasil pembelajaran dan capaian bagi penulis dalam
memahami sistem pengelolaan limbah padat non B3 secara mendalam serta implementasinya di
Tujuan dari penulisan laporan Kerja Praktik adalah untuk pemenuhan syarat kelulusan mata kuliah
Kerja Praktik (TL-4908) dan menambah wawasan khususnya terkait sistem pengelolaan limbah
padat non Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) bagi para pembaca dan juga penulis.
Dalam menyusun laporan kerja praktik ini, penulis menyadari bahwa penulis tidak bisa
menyelesaikannya tanpa bantuan dari pihak lain. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima
2. Orang tua serta keluarga yang selalu memberikan dukungan secara moril maupun material
3. Ibu Dr. Mont. Kania Dewi, S.T., M.T. selaku Ketua Program Studi Teknik Lingkungan
ITB yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan kerja praktik.
4. Bapak Dr. Qomarudin Helmy, S.Si., M.T. selaku Koordinator Mata Kuliah Kerja Praktik
Program Studi Teknik Lingkungan ITB yang telah memberikan ilmu dan pengarahan
iii
5. Ibu Dinda Anisa, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan penjelasan
dan masukan sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kerja praktik dengan baik.
Demikian laporan kerja praktik ini dibuat oleh penulis agar dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Terlepas dari itu, penulis menyadari bahwa penyusunan laporan kerja praktik ini masih terdapat
banyak kekurangan. Penulis mengharapkan adanya masukan berupa kritik atau saran yang bersifat
membangun sebagai bahan perbaikan yang dapat membantu penulis kedepannya. Penulis juga
berharap, semoga laporan kerja praktik ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...................................................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL .......................................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1
BAB II PROFIL PERUSAHAAN .................................................................................................. 6
II.1 Gambaran Umum Perusahaan .............................................................................................. 6
II.2. Identitas Perusahaan ............................................................................................................ 6
II.3. Wilayah Operasi .................................................................................................................. 7
II.4. Visi, Misi dan Tata Nilai Perusahaan .................................................................................. 7
II.5. Struktur Organisasi .............................................................................................................. 9
II.6. Produk dan Jasa ................................................................................................................... 9
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................. 12
III.1 Pengertian dan Penggolongan Sampah Domestik ............................................................ 12
LAMPIRAN .................................................................................................................................. 82
DAFTAR TABEL
PENDAHULUAN
Permasalahan sampah masih menjadi isu yang belum terselesaikan hingga saat ini. Menurut
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), jumlah timbulan sampah nasional pada
tahun 2021 mencapai 30,8 juta ton dengan persentase sampah yang tidak terkelola sebesar 35%
atau sebanyak 10 juta ton/tahun. Sementara itu, sumber penghasil sampah yang paling tinggi
adalah rumah tangga dan perkantoran dengan total 48% dari keseluruhan sampah. Tingginya
persentase timbulan pada kedua sumber tersebut tidak terlepas dari peran industri yang
menyumbang sampah sejenis rumah tangga setiap tahun. Sampah tersebut dapat bersumber dari
gedung perkantoran dan area perumahan dinas.
Salah satu industri yang dimaksud adalah PT Semen Padang. Perusahaan ini bergerak di bidang
produksi semen yang dalam beberapa proses serta aktivitasnya menghasilkan sampah. Dengan
jumlah pegawai yang mencapai 2900 orang, PT Semen Padang menghasilkan sampah dalam
jumlah yang tidak sedikit. Sampah yang tidak dikelola akan diangkut ke TPA Aie Dingin Kota
Padang.
TPA Aie Dingin merupakan fasilitas pemrosesan akhir di Kota Padang yang sudah berdiri sejak
tahun 1986. TPA ini diprakirakan sudah mulai penuh dan akan mengalami overcapacity pada
tahun 2026 dengan timbulan sampah yang mencapai 600 ton sehari. Dengan situasi tersebut
diperlukan pengelolaan sampah yang baik dari berbagai sumber. Begitu juga dengan sampah PT
Semen Padang, dibutuhkan pengembangan sistem pengelolaan yang efektif mereduksi sampah.
Pengelolaan tersebut mencakup proses pemilahan dari sumber, pewadahan, pengangkutan,
pengolahan, dan pemrosesan akhir. Keseluruhan sistem pengelolaan sampah seyogyanya efektif
untuk mereduksi sampah sehingga jumlah sampah yang diangkut ke TPA pun dapat dipangkas.
Oleh karena itu, penulis ingin mempelajari serta menganalisis lebih jauh mengenai pengelolaan
sampah yang diterapkan PT Semen Padang.
1
1.2. Tujuan
Secara umum, tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kerja praktik di PT Semen Padang
adalah untuk mendapatkan gambaran dan wawasan terkait penerapan pengelolaan lingkungan
terutama dalam pengelolaan limbah padat non B3. Adapun tujuan khusus dari kerja praktik ini
yaitu sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi sumber, timbulan, dan jenis dari limbah padat non B3 yang dihasilkan PT
Semen Padang
2. Mendapatkan wawasan terkait kondisi eksisting pengelolaan limbah padat non B3 di PT
Semen Padang
3. Mengevaluasi implementasi pengelolaan limbah padat non B3 serta memberikan saran terkait
limbah padat domestik di PT Semen Padang
Studi ini membahas terkait sampah domestik di lingkungan PT. Semen Padang. Sampah tersebut
berasal dari perumahan dinas dan perkantoran. Sampah yang akan ditinjau berupa sampah sejenis
sampah rumah tangga yang termaktub di PP No 22 Tahun 2021.
Penulisan laporan kerja praktik ini akan disusun dengan mengikuti sistematik sebagai berikut :
1. BAB 1 Pendahuluan
Bab pendahuluan berisi informasi dasar dan profil singkat terkait lokasi kerja praktik. Bab ini
mencakup latar belakang, tujuan, ruang lingkup, metodologi serta sistematika penulisan
2
2. BAB II Profil Perusahaan
Bab profil perusahaan memberikan gambaran umum terkait perusahaan Semen Padang
mencakup identitas, lokasi, produksi, penghargaan serta visi & misi perusahaan, makna logo
perusahaan dan pengelolaan di bidang lingkungan yang sudah dilaksanakan oleh perusahaan.
Bab ini berisi studi literatur mengenai definisi, timbulan, komposisi, karakteristik, serta
penanganan sampah. Penanganan sampah dimulai dari tahap pemilahan hingga pengolahan.
Pada bab ini juga dibahas regulasi yang berlaku terkait limbah padat non B3. Studi literatur
penting dilakukan untuk dapat melakukan komparasi kondisi eksisting dengan kondisi ideal
sehingga dapat diberikan evaluasi serta saran.
Bab ini menjelaskan terkait kondisi aktual pengelolaan limbah padat non B3 di PT Semen
Padang yang dimulasi dari sumber hingga penanganan lebih lanjut. Penjelasan kondisi
eksisting ini penting karena menggambarkan implementasi sistem pengelolaan limbah padat
non B3 di suatu perusahaan.
Bab ini memuat analisis serta pembahasan mengenai permasalahan yang ada setelah dilakukan
peninjauan kondisi eksisting pengelolaan limbah padat non B3 di PT Semen Padang. Dengan
analisis, penulis dapat mengidentifikasi akar masalah sehingga dapat direkomendasikan saran
untuk meningkatkan kualitas pengelolaan limbah padat non B3.
6. BAB VI Penutup
Bab penutup merupakan bagian akhir dari sistematika laporan. Bab ini mencakup kesimpulan
dari seluruh kegiatan kerja praktik, evalusi serta saran terhadap upaya pengelolaan limbah
padat non B3 di PT Semen Padang.
3
1.6. Metodologi
Langkah-langkah pelaksanaan kerja praktik yang akan dilakukan adalah sebagai berikut.
1. Tahap Persiapan
Tahap persiapan dilakukan dengan mempersiapkan teori yang mendasari topic kerja praktik serta
menentukan ruang lingkup kerja praktik. Pada tahap ini dilakukan diskusi dengan dosen
pembimbing dan pembimbing lapangan
2. Studi Literatur
Studi literatur mencakup teknik mengumpulkan data dari arsip, catatan, literature lainnya untuk
menunjuang kelengkapan data primer. Studi literatur juga dapat berupa studi dokumentasi
perusahaan untuk mengindentifikasi pelaksaan kerja praktik serta penjelasan pembimbing
lapangan mengenai pengelolaan lingkungan perusahaan
3. Pelaksanaan
a. Inisiasi
Tahap inisiasi merupakan tahap pengenalan dan adaptasi terhadap kondisi perusahaan secara
umum, termasuk orientasi masalah yang diusulkan oleh perusahaan.
b. Observasi
c. Identifikasi Masalah
Pendefinisian umum terhadap permasalahan yang akan dikaji dalam pelaksanaan Kerja Praktik
untuk kemudian dilakukan evaluasi dan saran sesuai dengan tema/topik yang disepakati
4
d. Evaluasi
Tahap ini dilakukan dengan studi kelayakan terhadap pengelolaan limbah padat non B3 di PT
Semen Padang
Evaluasi digunakan untuk menganalisis kelayakan sistem pengelolaan limbah padat non B3
sehingga didapatkan saran serta rekomendasi untuk meningkatkan pengelolaan limbah padat non
B3 di PT Semen Padang.
5. Penyusunan Laporan
Penyusunan laporan secara tertulis dilakukan sebagai bentuk bukti fisik dari hasil pemahaman dan
analisis yang telah dilakukan selama pelaksanaan kerja praktik.
5
BAB II
PROFIL PERUSAHAAN
PT Semen Padang kini memiliki 6 pabrik yang berada di satu kompleks pabrik di area perusahaan.
Pabrik Indarung I sebagai pabrik tertua yang menggunakan wet process sekarang tidak lagi
beroperasi sedangkan 5 pabrik lainnya masih beroperasi hingga saat ini.
Kepemilikan PT Semen Padang saat ini dipegang oleh PT Semen Indonesia dengan saham sebesar
99% dan Koperasi Keluarga Besar Semen Padang dengan saham 0.01%. PT Semen Indonesia ini
51% sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Republik Indonesia sehingga Semen Padang termasuk
BUMN.
6
II.3. Wilayah Operasi
PT Semen Padang berada di Jl Raya Indarung, Kecamatan Lubuk Kilangan, Kota Padang.
Perusahaan semen ini memiliki 6 pabrik yang diberi nama indarung I, indarung II, indarung III,
indarung IV, indarung V, dan indarung VI. Akan tetapi, pabrik indarung I sudah lama tidak
beroperasi sejak tahun 1999. Sementara pabrik terbaru ialah indarung V dan VI dengan kapasitas
produksi mencapai 1.500.000 dan 3.000.000 per tahun. Berikut gambar II.1 menunjukkan wilayah
PT Semen Padang.
7
1. Memproduksi dan memperdagangkan semen dan produk terkait lainnya yang berorientasi
kepada kepuasan pelanggan
2. Mengembangkan SDM yang kompeten, professional dan berintegritas tinggi
3. Meningkatkan kemampuan rekayasa dan untuk mengembangkan industri semen nasional
4. Memberdayakan, mengembangkan dan mensinergikan sumber daya perusahaan yang
berwawasan dan lingkungan
5. Meningkatkan nilai perusahaan secara berkelanjutan dan memberikan yang terbaik kepada
stakeholder
Nilai perusahaan yang menjadi budaya untuk mewujudkan visi dan misi tersebut disingkat dengan
AKHLAK yaitu :
1. Amanah
Amanah bermakna berpegang teguh pada kepercayaan yang diberikan yakni bertanggung
jawab atas tugas atau kewajiban yang diemban, memenuhi janji dan komitmen serta
bersandar kepada norma sosial dan etika yang berlaku di masyarakat
2. Kompeten
Kompeten memiliki korelasi dengan pengetahuan, keahlian, dan pengalaman. Kompeten
berarti terus belajar dan mengembangkan kapabilitas diri untuk dapat menjawab tantangan
di masa mendatang
3. Harmonis
Harmonis bemakna saling menghargai perbedaan dan peduli terhadap satu sama lain,
prilaku senang menolong sehingga terbentuk lingkungan kerja yang kondusif
4. Loyal
Loyal dapat diartikan berdedikasi dan mengutamakan kepentingan bangsa dan negara
sembari menjaga nama baik sesama karyawan, pimpinan, serta perusahaan. Loyal juga
bermakna patuh kepada pimpinan selama tidak melanggar kode etik yang ada.
5. Adapatif
Adaptif berarti terus menyesuaikan diri terhadap perubahan dengan selalu berinovasi dan
antusias dalam menyikapi permasalahan yang muncul. Dengan sikap adaptif, perusahaan
secara berkala melakukan evaluasi dan perbaikan terkait perkembangan industry
8
6. Kolaboratif
Kolaboratif artinya mampu menciptakan lingkungan kerja yang sinergis sehingga setiap
pihak berkontribusi untuk kemajuan bersama serta terbuka untuk saling bekerja sama
dalam pemanfaatan sumber daya.
Unit SHE Semen Padang terdiri dari dua bagian yaitu K3 dan LH (Lingkungan Hidup). Bagian K3
membawahi bagian urusan BPK, pengelolaan kesehatan kerja, dan monitoring serta evaluasi.
Sedangkan, bagian LH (Lingkungan Hidup) membawahi beberapa divisi yaitu pengawasan
perizinan lingkungan, pemantauan dan pelaporan dampak lingkungan, serta pengawasan dan
monitoring emisi.
9
beton yang tidak mudah retak, lebih tahan terhadap asam, kedap air serta permukaan yang
lebih halus
2. OPC Ezpro
Produk ini cocok untuk konstruksi beton umum, tanggul serta stabilisasi tanah. Kelebihan
OPC Ezpro mudah dikerjakan, berdaya rekat tinggi dan hasil beton kuat serta permukaan
lebih halus.
3. OPC Dupro+
Produk semen jenis ini menghasilkan beton dengan panas rendah dan tahan terhadap sulfat
dan klorida. OCP Dupro+ cocok digunakan untuk konstruksi beton bervolume besar atau
terpapar kondisi ekstrim.
4. OPC Ultrapro
Produk semen jenis ini cocok untuk konstruksi kokoh yang membutuhkan kuat tekan awal
dan akhir yang tinggi. Semen tipe ini cocok untuk aplikasi pekerjaan beton dengan kuat
tekan di atas 35 Mpa serta industri drymix struktural
10
Pengujian dapat dilakukan untuk sampel agregat. Perseroan berwenang mengeluarkan
5. Workshop Perseroan
Workshop perseroan memiliki fasilitas bengkel fabrikasi, bengkel mesin, dan bengkel
listrik dan instrumentasi yang memiliki kemampuan untuk membuat peralatan pabrik
meliputi peralatan transport material, proses, penangkap debu, dan lain sebagainya.
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Berdasarkan UU No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, sampah yang diatur adalah
sebagai berikut :
12
Di Indonesia umumnya sampah dikelompokkan menjadi sampah organik dan anorganik. Sampah
organik adalah sampah yang terdiri atas sisa makanan, dedaunan, kayu, kertas, dan sampah sejenis
itu. Sedangkan sampah anorganik adalah sampah berupa kaleng, plastik, besi, logam, gelas, dan
mika (Damanhuri dan Padmi, 2010).
Menurut Tchnobanoglous dan Kreith (2002), secara umum sumber sampah berkaitan dengan
penggunan lahan dan zonasi. Meskipun begitu, sampah dapat diklasifikasikan menjadi kategori
permukiman, perdagangan, perkantoran, konstruksi dan bongkaran, pelayanan kota, instalasi
pengolahan, kawasan industri dan agrikultur.
13
c. Sampah dari perkantoran / institusi
Sampah pada kelompok ini bersumber dari perkantoran, sekolah, rumah sakit, lembaga
masyarakat, dan lainnya. Dari sumber ini dihasilkan sampah yang relatif sama dengan
daerah komersial non pasar.
d. Sampah dari jalan / taman serta tempat umum
Sumber sampah ini berasal dari penyapuan jalan kota, taman, tempat parkir, daerah
rekreasi, dan lain sebagainya. Secara umum, sampah yang dihasilkan berupa dedaunan,
ranting pohon, pasir, lumpur, dan sampah umum seperti plastik serta kertas
e. Sampah dari industri dan rumah sakit yang sejenis sampah kota
Aktivitas di industri dan rumah sakit juga menghasilkan sampah sejenis sampah domestik
seperti kertas, sisa makanan, plastik, dan lain-lain
Berdasarkan SNI 19-3964-1994 tentang Spesifikasi Timbulan Sampah untuk Kota Kecil dan
Sedang di Indonesia, klasifikasi sumber timbulan sampah yang digunakan terbagi menjadi
perumahan dan non perumahan. Sumber perumahan berupa rumah permanen, semi permanen dan
non permanen sedangkan non perumahan terdiri atas kantor, toko / ruko, pasar, sekolah, tempat
ibadah, jalan, restoran industri dan fasilitas umum lainnya
14
d. Kondisi Ekonomi
e. Perlakuan terhadap sampah
Komponen sumber
No Satuan Volume (L) Berat (kg)
sampah
1 Rumah permanen /orang/hari 2,25 – 2,50 0,350 – 0,400
2 Rumah Semi Permanen /orang/hari 2,00 – 2,25 0,300 – 0,350
3 Rumah Non Permanen /orang/hari 1,75 – 2,00 0,250 – 0,300
4 Kantor /pegawai/hari 0,50 – 0,75 0,025 – 0,100
5 Toko/Ruko /petugas/hari 2,50 – 3,00 0,150 – 0,350
6 Sekolah /murid/hari 0,10 – 0,15 0,010 – 0,020
7 Jalan arteri sekunder /m/hari 0,10 – 0,15 0,020 – 0,100
8 Jalan kolektor sekunder /m/hari 0,10 – 0,15 0,010 – 0,050
9 Jalan local /m/hari 0,05 – 0,10 0,005 – 0,025
10 Pasar /m2/hari 0,02 – 0,60 0,100 - 0,300
(Sumber : Damanhuri dan Padmi,2010)
Timbulan sampah dapat diproyeksikan baik untuk masa sekarang maupun masa mendatang
sebagai dasar dari untuk perencanaan sistem pengelolaan sampah. Satuan yang digunakan untuk
timbulan sampah adalah skala kuantitas per orang atau per unit bangunan dan sejenisnya yang
besarnya dapat diperoleh dengan melakukan sampling berdasarkan standar satuan berat dan/atau
satuan volume. Satuan berat dapat dinyatakan dengan kg/orang/hari, kg/m2/hari, kg/bed/hari
sedangkan satuan volume dinyatakan dengan L/orang/hari, L/m2/hari, L/bed/hari dan lainnya.
15
Akan tetapi, satuan untuk timbulan sampah yang umum digunakan di Indonesia adalah satuan
volume dengan densitas sampah sebagai faktor koreksi. Pada kondisi yang tidak memungkinkan
pengamatan lapangan untuk mengukur besar timbulan, maka sesuai dengan SNI 19-3964-1995
tentang Spesifikasi Timbulan Sampah Kota Sedang dan Kota Kecil, nilai timbulan sampah dapat
diasumsikan sebagai berikut :
1. Satuan timbulan sampah kota besar, antara 2 – 2,5 L/orang/hari atau 0,4 – 0,5 kg/orang/hari
2. Satuan timbulan sampah kota sedang/kecil, berkisar antara 1,5 – 2 L/orang/hari atau 0,3 –
0,4 kg/orang/hari
16
Menurut Hagerty (1976), pengukuran timbulan sampah dari suatu kota yang tergolong dalam
negara maju umumnya menggunakan ketiga metode berikut :
1. Load-Count Analysis
Metode pengukuran timbulan dengan mengukur berat atau volume sampah yang masuk ke
TPS. Sebagai contoh sampah diangkut dengan motor gerobak selama 8 hari berturut-turut
yang kemudian dilakukan perhitungan jumlah serta jenis penghasil sampah yang dilayani
sehingga akan didapatkan besar timbulan sampah per-ekivalensi penduduk
2. Weight-Volume Analysis
Metode pengukuran timbulan sampah berupa satuan volume yang dilakukan dengan
mencatat berat dan volume sampah yang masuk ke TPS yang kemudian ditentukan besar
timbulan sampah kota selama periode waktu tertentu. Jumlah sampah harian digabung
dengan prakiraan area pelayanan yang data penduduk dan sarana umum terlayani dapat
dicari maka akan diperoleh satuan timbulan sampah per-ekuivalensi penduduk.
3. Material Balance Analysis
Metode ini didasarkan pada analisa secara cermat aliran bahan masuk, hilang dalam sistem
dan bahan yang menjadi limbah/sampah dari sebuah sistem yang telah terlebih dahulu
ditentukan batasannya (system boundary).
Metode tersebut tidak begitu efektif diterapkan negara berkembang karena pembuangan sampah
yang umumnya masih open dumping (Ibiebele, 1986). Di negara berkembang, timbulan dihitung
dengan pengukuran langsung timbulan sampah dari sejumlah sampel baik rumah tangga maupun
non rumah tangga yang ditentukan secara acak proporsional di sumber selama beberapa waktu.
Sampling sebaiknya dilakukan selama 8 hari beruntun sesuai dengan SNI 193964-1995. Selang
waktu tersebut digunakan untuk menggambarkan fluktuasi timbulan sampah harian. Implementasi
metode ini umumnya sudah disederhanakan di Indonesia sehingga hanya dilakukan satu hari saja,
dilakukan dalam seminggu setiap 2 atau 3 hari dan/atau dilakukan pengukuran selama 8 hari
berturut-turut.
Komposisi sampah berupa jumlah komponen-komponen yang terdapat dalam sampah dan
dinyatakan dalam % berat. Menurut BSN (1994), komponen komposisi sampah adalah komponen
fisik sampah seperti sisa–sisa makanan, kertas–karton, kayu, kain–tekstil, karet–kulit, plastik,
17
logam besi atau non–besi, kaca, dan lain−lain (misalnya tanah, pasir, batu, keramik). Data
komposisi sampah diperlukan untuk menentukan fasilitas pengolahan yang sesuai sehingga efektif
dan efisien dalam proses pengolahannya.
Komposisi biasanya juga menjadi salah satu dasar pengelompokkan sampah yang dinyatakan
sebagai % berat atau volume basah. Komposisi ini menunjukkan variasi dari kegiatan sumbernya
serta taraf hidup. Semakin rendah taraf hidup masyarakat, maka komposisi organik pada timbulan
sampahnya cenderung lebih tinggi.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi komposisi sampah diantaranya (Adeleke dkk,
2021):
18
Komposisi sampah digolongkan oleh Tchnobanoglous (1993) menjadi dua komponen utama :
Komposisi sampah perkantoran dan perumahan dinas umumnya relatif sama untuk perusahaan
dengan jenis usaha yang tidak jauh berbeda. Salah satu perusahaan yang mirip dengan PT Semen
Padang adalah PT Petrokimia Gresik. Komposisi sampah pada perusahaan tersebut mencakup
sampah organik berupa daun, ranting, rumput, sisa makanan dan sampah anorganik berupa plastic
kardus, kaleng serta kemasan bekas. Selain itu, sampah kertas dibedakan menjadi satu jenis
sampah yang dikelola secara terpisah. Pada tahun 2020, sampah organik PT Petrokimia Gresik
menjadi yang paling dominan sedangkan sampah kertas menjadi yang paling sedikit.
1. Karakteristik Fisika
a. Densitas
Densitas merupakan rasio antara berat dengan volume basah sampah yang
dinyatakan dengan berat per unit volume seperti kg/m3. Berdasarkan pengamatan
lapangan yang dilakukan Damhuri (2015), nilai densitas sampah dipengaruhi oleh
sarana pengumpul dan pengangkut yang digunakan, umumnya angka densitas yang
digunakan untuk kebutuhan desain ialah sebagai berikut:
• Sampah di wadah perumahan : 0,01 – 0,20 ton/m3
• Sampah di gerobak : 0,2 – 0,25 ton/m3
• Sampah di truk terbuka : 0,30 – 0,40 ton/m3
• Sampah di TPA dengan pemadatan konvensional : 0,50 – 0,60 ton/m3
19
Densitas dapat dipengaruhi oleh teknik sampling dan proses pengangkutan. Proses
sampling yang tidak tepat dapat menyebabkan densitas sampah menjadi jauh dari
nilai real-nya.
b. Kadar Air
Kadar air sampah menunjukkan jumlah kandungan air yang terdapat pada sampah.
Data kadar air ini berguna untuk menentukan frekuensi pengumpulan dan
pengangkutan serta untuk merencanakan pengolahan yang sesuai. Misalnya,
sampah dengan kadar air tinggi tidak efektif diolah dengan teknik pembakaran
karena membutuhkan kalor yang tinggi. Kandungan air ini juga berperan dalam
penentuan keefektifan pengolahan sampah dengan composting. Kadar optimum air
dalam sampah berkisar antara 50-60% untuk proses aerobic. Pengukuran kadar air
sampah dapat dilakukan dengan pemanasan sampel sampah menggunakan oven
pada suhu 105oC (Raharjo, 2015).
c. Kadar Volatil
Senyawa volatil merupakan senyawa organik yang akan menguap ketika
dipanaskan pada temperature 650o C. Kadar volatil sampah menunjukkan jumlah
materi organik yang akan menguap melalui pemanasan dengan temperature tinggi.
Pengukuran kadar volatil tersebut bertujuan untuk menentukan efektivitas
pengolahan sampah dengan metode insinerasi yang memanfaatkan suhu tinggi.
d. Kadar Abu
Kadar abu adalah sisa proses pembakaran sampah pada suhu tinggi. Pengukuran
kadar abu berguna untuk menguji efektivitas reduksi sampah secara termal. Nilai
kadar abu yang tinggi akan menunjukkan terjadinya pembakaran tidak sempurna
pada insinerator yang berdampak pada berkurangnya kapasitas pembakaran,
peningkatan biaya maintenance, mengurangi efisiensi boiler.
e. Nilai Kalor
Nilai kalor menunjukkan jumlah energi panas yang dilepaskan ketika satu satuan
massa bahan dibakar secara sempurna (Tjokrowisastro dan Widodo, 1990).
Semakin tinggi nilai kalor, sampah membutuhkan waktu yang lama dibakar. Hal
ini dapat mengurangi efektivitas pembakaran
20
2. Karakteristik Kimia, menggambarkan susunan kimia sampah seperti keberadaan unsur C,
N, O, P, H, S, dan lainnya. Sebagai contoh, rasio C/N menjadi salah satu parameter penting
dalam keberhasilan proses pengolahan sampah dengan composting (Tarigan, 2012)
1. Pengurangan sampah, mencakup konsep 3R (reduce, reuse, recycle) pada berbagai sumber
sampah
2. Penanganan sampah berupa
a. Pemilahan dan pemisahan sampah sesuai jenis, jumlah dan/atau sifat sampah
b. Pengumpulan berupa pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber ke tempat
penampungan sampah
c. Pengangkutan dari TPS ke TPA
d. Pengolahan berupa upaya mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah
hingga pemrosesan akhir sampah sebelum dibuang ke lingkungan dalam kondisi aman
e. Pemrosesan Akhir
Dalam Undang-Undang No 18 Tahun 2008, setiap orang berkewajiban untuk turut serta
mengurangi dan menangani sampah rumah tangga dan sejenis sampah rumah tangga dengan
berwawasan lingkungan. Upaya pengurangan sampah dilakukan agar timbulan sampah yang
dihasilkan tidak begitu besar sehingga pengelolaannya pun lebih mudah dan murah.
Menurut Undang-Undang No 18 Tahun 2008 Pasal 20, pengurangan sampah mencakup metode
3R :
1. Pembatasan timbulan sampah (Reduce), dilakukan upaya meminimalisir limbah yang
terbentuk
2. Pendauran ulang sampah (Recycle), limbah yang dihasilkan dapat diolah kembali sebagai
bahan baku ataupun sumber energi
21
3. Pemanfaatan kembali sampah (Reuse), limbah yang dihasilkan jika masih layak dapat
digunakan/dimanfaatkan kembali secara langsung.
Selain itu, pengendalian jumlah timbulan sebagai upaya mengurangi sampah dapat dilakukan
dengan dua pendekatan yaitu :
a) Pendekatan Proaktif
Pendekatan ini dikenal juga dengan teknologi bersih yang menekankan kepada upaya untuk
memaksimalkan proses produksi sehingga limbah yang dihasilkan sangat minim.
Teknologi ataupun proses produksi yang dilakukan sangat ramah lingkungan serta bersih
sehingga dapat mencegah terbentuknya limbah
b) Pendekatan Reaktif
Pendekatan ini berfokus pada pengendalian limbah setelah terbentuk atau end of pipe.
Konsep ini mengupayakan pengolahan limbah sehingga aman dilepaskan ke lingkungan.
Secara sederhana, sampah dapat dipilah menjadi 3 kelompok di sumber yaitu sampah organik,
anorganik, dan sampah B3. Dalam PERMEN PU No 3 Tahun 2013 Pasal 16, pemilahan sampah
dilakukan dengan mengelompokkan sampah menjadi paling sedikit 5 jenis sampah sebagai berikut
22
1. Sampah yang mengandung bahan dan/atau limbah berbahaya dan beracun (B3) seperti
kemasan oli, kemasan obat serangga, e-waste, obat kedaluwarsa, dan lainnya
2. Sampah yang mudah terdekomposisi seperti sampah yang berasal dari tumbuhan, hewan,
dan/atau bagian makhluk hidup lain yang relative mudah terurai, serta sisa makanan
3. Sampah yang dapat dimanfaatkan kembali / reuse berupa sampah yang bisa digunakan
kembali tanpa diolah seperti kertas, kardus, kaleng, dan sebagainya
4. Sampah yang dapat didaur ulang meliputi sampah yang harus diolah untuk dapat
dimanfaatkan kembali seperti kain, plastik, kertas ,dan kaca
5. Sampah residu berupa sampah sisa yang tidak termasuk ke kelompok lain
III.3.2.2 Pewadahan
Dalam SNI 19-2454-2002 tentang Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan,
pewadahan adalah aktivitas menampung sampah sementara dalam suatu wadah individual atau
komunal di lokasi sumber sampah. Terdapat 2 pola pewadahan yaitu :
1. Pewadahan Individual
Pewadahan individual merupakan aktivitas penanganan penampungan sampah sementara
dalam suatu wadah khusus untuk satu sumber sampah. Pola pewadahan ini diperuntukkan
untuk daerah permukiman menengah keatas serta daerah komersil. Berikut kriteria lokasi
penempatan wadah individual :
a) Ditempatkan di halaman muka
b) Ditempatkan di halaman belakang untuk sumber sampah berupa hotel dan/atau
restoran
2. Pewadahan Komunal
Pewadahan komunal adalah aktivitas penanganan penampungan sampah sementara dalam
suatu wadah bersama dari berbagai sumber sampah. Pola pewadahan ini diperuntukkan
untuk permukiman sedang/kumuh serta fasilitas umum seperti taman dan jalan kota. Lokasi
penempatan wadah komunal berada di tempat terbuka dan mudah dijangkau dengan
kriteria sebagai berikut :
a) Dekat dengan sumber sampah
b) Tidak mengganggu sarana umum
c) Di luar jalur lalu lintas, pada lokasi yang mudah dilakukan pengoperasiannya
23
d) Di ujung gang kecil
e) Di sekitar taman dan pusat keramaian (untuk wadah sampah pejalan kaki). Untuk
pejalan kaki, minimal terdapat wadah sampah tiap 100 m
f) Jarak antar wadah sampah
Berdasarkan letak dan kebutuhan dalam sistem penanganan sampah maka pewadahan sampah
dapat dibagi menjadi beberapa tingkat diantaranya :
1. Tingkat pertama
Wadah yang menampung sampah langsung dari sumber. Wadah level-1 ini diletakkan di
lokasi yang mudah terlihat dan terjangkau oleh penghasil sampah dengan wadah yang
relative mudah diangkat dan dipindahkan ke wadah level-2
2. Tingkat Kedua
Wadah ini berfungsi sebagai pengumpul sementera yang menampung sampah baik dari
wadah level-1 maupun sumber. Umumnya, wadah level-2 terleteak di luar bangunan, tepi
jalan atau dalam ruangan tertentu
3. Tingkat Ketiga
Wadah level ini merupakan wadah sentral dengan volume besar yang mampu menampung
sampah dari wadah level-2. Wadah level-3 hendaknya terbuat dari suatu konstruksi khusu
dan ditempatkan sesuai dengan sistem pengangkutan yang telah dirancang
Pola pewadahan sampah juga dapat dilakukan sesuai dengan jenis sampah yang ingin dipilah
sehingga mendorong penghasil sampah langsung memilah sampahnya. Secara sederhana dapat
dilakukan sebagai berikut :
a. Sampah organik berupa sisa makanan, dedaunan, sayuran dapat ditampung di wadah
berwarna hijau
b. Sampah anorganik berupa plastik, kertas, kaca, dan lainnya dapat diwadahi dengan wadah
bewarna biru
c. Sampah bahan berbahaya dan beracun rumah tangga dapat diwadahi dengan wadah yang
bewarna merah serta memiliki lambang khusus
Wadah sampah yang baik memiliki beberapa kriteria diantaranya memiliki kapasitas yang sesuai
dengan sampah area pelayanan, kedap air, tidak mudah rusak, mudah dikosongkan serta ekonomis.
24
Untuk pewadahan komunal dan individual juga terdapat beberapa persyaratan material wadahnya
sesuai dengan SNI 19-2454-2002 tentang Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah
Perkotaan terdapat pada Tabel III.2 berikut
Pola Pewadahan
No Karakteristik
Individual Komunal
Pemilihan wadah penampung sampah dapat mempertimbangkan beberapa hal seperti volume
sampah, jenis sampah, lokasi penempatan, jadwal dan frekuensi pengumpulan serta moda
transportasi untuk pengumpulan serta pengangkutan. Beberapa contoh wadah pengumpulan
sampah beserta penggunaannya menurut BSN (2002) ditunjukkan pada tabel III.3 berikut
25
Tabel III. 3. Contoh wadah dan penggunaannya
Sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (Permen PUPR) No 3 Tahun 2013, pewadahan
yang baik dan memenuhi kriteria bertujuan untuk :
1. Memudahkan pengangkutan
2. Memudahkan untuk penanganan lanjutan
3. Memisahkan sampah sesuai jenisnya
4. Mengatasi bau yang dihasilkan pembusukan sampah
5. Pengendalian kadar air sampah
6. Reduksi kontaminasi pada sampah
III.3.2.3 Pengumpulan
Menurut UU No 18 Tahun 2008, pengumpulan sampah berupa bentuk pengambilan dan
pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat
pengolahan sampah terpadu. Selain itu, pengumpulan sampah merupakan aktivitas penanganan
yang mencakup mengumpulkan sampah dari wadah dan mengangkutnya ke tempat terminal
tertentu baik secara langusng maupun tidak langsung.
26
Pengumpulan sampah juga termasuk pengangkutan sampah dapat dilakukan secara langsung atau
door to door ataupun secara tidak langsung dengan menggunakan transfer container. Berikut
penjabaran kedua metode tersebut :
1. Secara langsung
Pada metode ini proses pengumpulan dan pengangkutan sampah dilakukan secara
bersamaan. Sampah dari setiap sumber akan dikumpulkan dan diangkut ke tempat
pemrosesan
27
Menurut BSN (2002), pengumpulan sampah memiliki beberapa pola berikut :
1. Pola Individual
Pola ini berfokus pada pengumpulan sampah door to door untuk diangkut ke penampungan
sementara. Alat angkut yang digunakan dapat berupa transportasi jarak pendek seperti
gerobak atau juga bisa menggunakan truk sampah. Pola individual ini terbagi menjadi 2
kelompok yaitu :
a. Pola individual langsung, sampah diangkut dengan truk sampah menuju ke tempat
pemrosesan akhir dengan persyaratan sebagai berikut
1) Ketika kondisi topografi bergelombang ( > 15 – 40%), hanya alat pengumpul
mesin yang dapat beroperasi
2) Kondisi jalan cukup lebar sehigga operasi tidak mengganggu pemakai jalan
3) Kondisi dan jumlah alat memadai
4) Jumlah timbulan sampah > 0,3 m3/hari
5) Bagi penghuni yang berlokasi di jalan protokol
b. Pola individual tidak langsung dengan menggunakan alat pengumpul sejenis gerobak
sampah dengan persyaratan sebagai berikut :
1) Bagi daerah dengan masyarakat yang relatif pasif
2) Ketersedian lahan untuk lokasi pemindahan
3) Bagi kondisi topografi yang relative datar ( rata-rata < 5 %) dapat menggunakan
alat pengumpul konvensional seperti gerobak dan becak
4) Alat pengumpul mampu menjangkau secara langsung
5) Kondisi lebar jalan atau gang dapat dilalui alat pengumpul tanpa mengganggu
pemakai jalan
6) Terdapat organisasi pengelola pengumpulan sampah
2. Pola Komunal
Pola pengumpulan komunal sampah dilakukan dengan mengumpulkan sampah dari
beberapa sumber ke satu titik pengumpulan yang dilakukan langsung oleh penghasil
sampah untuk selanjutnya diangkut ke TPA. Pola komunal terbagi menjadi pola langsung
dan tidak langsung.
a) Pola komunal langsung dengan truk pengangkut dilakukan dengan kriteria berikut :
1) Keterbatasan alat angkut
28
2) Kemampuan pengendalian personil dan peralatan relative rendah
3) Alat pengumpul sulit menjangkau sumber-sumber sampah individual ( kondisi
daerah berbukit, gang / jalan sempit )
4) Paritisipasi masyakarat cukup tinggi
5) Wadah komunal ditempatkan sesuai dengan kebutuhan dan lokasi yang
terjangkau oleh alat pengangkut (truk)
6) Pemukiman tidak teratur
b) Pola komunal tidak langsung dilakukan dengan persyaratan sebagai berikut:
1) Peran serta masyarakat tinggi
2) Wadah komunal ditempatkan sesuai dengan kebutuhan dan lokasi yang
terjangkau
3) Ketersedian lahan untuk lokasi pemindahan
4) Bagi kondisi topografi yang relative datar (rata-rata < 5%) dapat digunakan alat
pengumpul non mesin dan untuk topografi >5% dapat digunakan cara lain
seperti pikulan, container kecil beroda, dan karung
5) Lebar jalan / gang dapat dilalui alat pengumpul tanpa mengganggu pengguna
jalan
6) Terdapat organisasi pengelola pengumpulan sampah yang terintegrasi
Berikut gambar III.3 menunjukkan diagram pola pengumpulan baik yang individual maupun
komunal
29
Keterangan :
Dalam penerapannya terdapat beberapa faktor yang memengaruhi pola pengumpulan sampah
(Damanhuri dan Padmi, 2010), diantaranya :
1. Jumlah sampah terangkut.
2. Jumlah penduduk
3. Luas daerah operasi
4. Kepadatan penduduk dan tingkat penyebaran rumah
5. Panjang dan lebar jalan
6. Kondisi sarana penghubung (jalan, gang)
7. Jarak titik pengumpulan dengan lokasi
III.3.2.4 Pengangkutan
Menurut Undang-Undang No.18 Tahun 2008, pengangkutan sampah adalah bentuk membawa
sampah dari sumber dan/atau dari tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat
pengolahan sampah terpadu menuju TPA.
Pola pengangkutan sampah dapat dilakukan berdasarkan sistem pengumpulan sampah. Jika
pengumpulan dan pengangkutan sampah menggunakan sistem pemindahan (TPS/TPS 3R) atau
sistem tidak langsung, proses pengangkutannya dapat menggunakan sistem kontainer angkat
(Hauled Container System = HCS) ataupun sistem kontainer tetap (Stationary Container System
= SCS). Sistem kontainer tetap dapat dilakukan secara mekanis maupun manual. Sistem mekanis
menggunakan compactor truck dan kontainer yang kompetibel dengan jenis truknya. Sedangkan
sistem manual menggunakan tenaga kerja dan kontainer dapat berupa bak sampah atau jenis
penampungan lainnya.
30
Apabila mengacu pada sistem pengangkutan di negara maju, maka pengangkutan sampah dapat
dilakukan dengan 2 metode (Tchobanoglous, dkk., 1993), yaitu :
1. Hauled Container System (HCS) atau Sistem Kontainer Angkat
Untuk pengumpulan sampah dengan sistem kontainer angkat, pola pengangkutan yang
digunakan dengan sistem pengosongan kontainer dapat dilihat pada gambar III.4 berikut ini:
2. Stationary Container System (SCS) atau Sistem Pengangkutan dengan Kontainer Tetap
Sistem pengumpulan sampah ini memiliki wadah pengumpulan yang tetap / tidak berpindah.
Wadah pengumpulan ini dapat berupa wadah yang dapat diangkat atau yang tidak dapat diangkat.
SCS merupakan sistem wadah tinggal yang ditujukan untuk melayani daerah pemukiman. Pola
pengangkutan container tetap ditunjukkan gambar III.5 berikut
31
Gambar III. 5 Pola pengangkatan Kontainer Tetap
(Sumber : Kementrian PUPR, 2013)
Pengakutan dengan SCS mekanis yaitu :
a. Kendaraan dari pool menuju kontainer pertama, sampah dituangkan kedalam truk kompaktor
dan meletakkan kembali kontainer yang kosong.
b. Kendaraan menuju container berikutnya sampai truk penuh untuk kemudian diangkut ke
TPA
c. Demikian seterusnya sampai rit terakhir
Sistem pengangkutan sampah dapat dilakukan secara langsung (door−to−door) maupun secara
tidak langsung dengan menggunakan transfer depo. Untuk sistem door−to−door, atau
pengumpulan sekaligus pengangkutan sampah, maka sistem pengangkutan sampah dapat
menggunakan pola sebagai berikut :
1. Kendaraan keluar dari pool dan langsung menuju ke jalur pengumpulan sampah.
2. Truk sampah berhenti di pinggir jalan di setiap rumah yang akan dilayani, dan pekerja
mengambil sampah serta mengisi bak truk sampah sampai penuh.
3. Setelah terisi penuh, truk langsung menuju ke tempat pemrosesan atau ke TPA
4. Dari lokasi pemrosesan tersebut, kendaraan kembali ke jalur pelayanan berikutnya sampai
shift terakhir, kemudian kembali ke pool.
32
Berikut gambar III.6 merupakan skema pengangkutan sampah secara langsung door to door
33
Pengangkutan merupakan sub-sistem yang tujuannya untuk membawa sampah dari lokasi
pemindahan atau dari sumber sampah secara langsung menuju tempat pemrosesan akhir atau TPA.
Perlunya optimasi waktu angkut, khususnya bila:
1. Terdapat sarana pemindahan sampah dalam skala cukup besar yang harus menangani
sampah
3. Sarana pemindahan merupakan titik pertemuan masuknya sampah dari berbagai area
Agar mendapatkan sistem pengangkutan yang efektif dan efisien, maka operasional pengangkutan
sampah sebaiknya mengikuti prosedur sebagai berikut (Damanhuri dan Padmi, 2010) :
1. Menggunakan rute pengangkutan yang sependek mungkin dan dengan hambatan yang
sekecil mungkin
III.3.2.5 Pengolahan
Menurut Undang–Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, pengolahan sampah
merupakan bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah. Hal ini dimaksudkan
agar sampah dapat diproses lebih lanjut, dimanfaatkan, atau dikembalikan ke media lingkungan
secara aman bagi manusia dan lingkungan. Pengolahan sampah juga dilakukan untuk mengurangi
volume dan berat limbah yang perlu dibuang dan untuk memulihkan produk dan energi
(Tchobanoglous, dkk., 1993).
34
Teknologi pengolahan sampah sangat beragam dan tergantung jenis serta karakteristik sampah
yang akan diolah. Sampah anorganik dapat diolah dengan pengolahan secara fisik ataupun kimia
untuk pemulihan energi dan/atau mengurangi volume sampah. Sedangkan sampah organik dapat
diolah secara biologi. Pengolahan tersebut berupa pengomposan aerobik dengan produk berupa
kompos dan aerobic digestion yang mampu menghasilkan biogas sebagai renewable energy
dengan melibatkan mikroorganisme (Davis dkk, 2014).
1) Composting
Pengomposan adalah proses dekomposisi yang dilakukan oleh mikroorganisme terhadap bahan
organik yang biodegradable menjadi bahan yang lebih stabil dengan karakteristik mirip humus
(Rynk, 1992). Waktu pengomposan umumnya berkisar antara 8 – 10 minggu namun dapat
dipercepat dengan mengoptimasi faktor–faktor yang memengaruhinya proses pengomposan.
Komposter digunakan untuk mengkomposkan jenis sampah organik seperti daun, sisa makanan,
kotoran hewan, sampah kota, dan limbah organik lainnya. Hal yang perlu diperhatikan dalam
proses pengomposan diantaranya (Wakchaure dkk, 2013) :
1. Bahan yang dibuat menjadi kompos mudah terurai atau tidak. Misalnya makin banyak
kandungan kayu maka akan makin sulit terurai.
2. Mikroorganisme, seperti bakteri, ragi, jamur yang sesuai dengan bahan yang akan
diuraikan akan dapat menguraikan bahan organik.
3. Particle Size, bila ukuran sampah makin kecil maka proses pembusukan akan semakin
cepat, namun bila diameter terlalu kecil, kondisi bisa menjadi anaerob karena ruang untuk
udara mengecil. Diameter yang baik antara 25–75 mm.
4. Kadar air, harus berada pada rentang 50-55%. Nilai kadar air yang kurang dari rentang
tersebut dapat menyebabkan kematian mikroba. Sedangkan, nilai kadar air yang terlalu
tinggi ( basah ) akan menyebabkan terjadinya proses anerob sehingga aktivitas metabolism
mikroba dan biomass tidak efektif selama proses pengomposan (Tiquia dkk, 1996). Proses
anerob tersebut juga mengemisikan gas rumah kaca yang menimbulkan bau pada kompos.
5. Ketercukupan aerasi
Ketersediaan oksigen sangat penting untuk mendukung optimasi mikroorganisme yang
hidup pada kondisi aerobik. Aerasi dapat dilakukan dengan membalik tumpukan kompos
35
secara berkala. Menurut Ghao (2010) dan Pace (1995), kadar oksigen yang tinggi
diperlukan saat awal pengomposan untuk menginisiasi proses yang terjadi adalah aerobic
composting. Selain itu, ketersediaan oksigen akan dipengaruhi oleh tinggi tumpukan pada
proses pengomposan tradisional. Tinggi yang ideal sebaiknya berada pada rentang 1,25 -
2m
6. Kandungan karbon dan nitrogen
Rasio CN harus dipertahankan dibawah 50 untuk speedy composting. Jika rasio tersebut
terlalu tinggi dapat menyebabkan proses dekomposisi yang lambat. Pada kondisi ini, bahan
Nitrogen seperti kotoran hewan mungkin dapat ditambahkan untuk menurunkan rasio.
Pada akhir proses composting, rasio CN harus turun dibawah 15. Menurut Kavitha dan
Sabramarian (2007), rasio optimum C:N pada awal composting adalah 30 : 1 sedangkan
saat akhir proses harus berkurang menjadi 20 : 1.
7. Kondisi asam basa (pH)
a. Pada awal proses pengomposan, pH akan mengalami penurunan kemudian pH dan
stabil pada pH 7 – 8 sampai kompos matang
b. Apabila pH rendah perlu ditambahkan kapur namun pH tidak boleh melebihi 8,5
8. Temperatur
a. Suhu yang ideal adalah 50°–55℃. Suhu rendah akan menyebabkan proses
pengomposan berjalan lama. Sedangkan suhu tinggi akan menyebabkan pecahnya telur
insek dan matinya bakteri–bakteri patogen.
b. Pada pengomposan tradisional, bila tumpukan terlalu tinggi akan terjadi pemadatan
bahan–bahan dan akan terjadi efek selimut. Hal ini menaikkan temperatur menjadi
sangat tinggi dan oksigen berkurang.
Kelebihan dari komposting adalah biaya operasional yang murah (Airan dan Bell, 1980),
mengurangi pencemaran air, mudah diaplikasikan serta menghasilkan produk yang bermanfaat
yakni kompos (Poincelot, 1974).
2) Anaerobic Digestion
Anaerobic digestion merupakan proses degradasi bahan organik yang mudah terurai dengan
kondisi terkontrol dan melibatkan berbagai jenis mikroorganisme dalam keadaan tanpa oksigen /
anaerobic (Ricci & Confalonieri, 2016). Proses ini umumnya dapat terjadi secara alami di
36
lingkungan namun dengan rekayasa teknologi, anaerobic digestion dapat berlangsung dalam
ruang kedap udara / digester yang menghasilkan produk berupa biogas. Selain biogas, digestate
juga dihasilkan dari proses dekomposisi tersebut. Digestate merupakan sisa materi berupa cairan
ataupun padatan yang kaya nutrien sehingga dapat dimanfaatkan sebagai zat aditif bagi tanah /
pupuk (Jingura dan Metangaifa, 2009). Berikut gambar III.8 menunjukkan sketsa fixed-dome
digester.
Akan tetapi, pengolahan jenis ini juga memiliki beberapa kendala sebagai berikut
• Pada skala kecil, aplikasi anaerobic digester memerlukan tambahan air sehingga akan sulit
terpenuhi di daerah-daerah tertentu yang mengalam musim kemarau
37
• Fasilitas penampungan biogas harus tersedia untuk memastikan semua gas yang dihasilkan
dapat dikelola
• Proses pengolahan secara anaerobik membutuhkan waktu lebih lama daripada proses
aerobik karena siklus reproduksi bakteri anearob yang lebih panjang
• Faktor lingkungan mempengaruhi kinerja proses sehingga pengoperasian anaerobic
digestion lebih kompleks
Efektivitas anaerobic digestion dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya :
a) Bakteri
Berdasarkan produk yang terbentuk bakteri diklasifikasikan menjadi acid formers dan methane
formers / methanogen. Bakteri pembentuk acid berkembang dengan cepat dan kurang sensitive
terhadap perubahan lingkungan. pH optimum untuk bakteri ini berada diantara 4,5 – 6,5.
Sedangkan bakteri pembentuk metan sensitive terhadap pH dan dapat hidup dengan baik pada
pH 6,5 – 7,6. Bakteri jenis ini tidak dapat bertumbuh dengan cepat karena produk akhir yang
dihasilkan adalah metana yang menyebabkan energy loss untuk bakteri.
b) Food
Bahan organik yang akan didegradasi merupakan makanan untuk bakteri. Pada proses
anaerobic digestion food berupa materi organic kompleks. Faktor yang perlu dikontrol adalah
konsentrasi solid dan frekuensi feeding
c) Contact
Kontak antara food dan mikroorganisme yang paling efektif adalah dengan pengadukan /
mixing. Pengadukan dapat dilakukan baik secara mekanis maupun alamiah. Pengadukan alami
terjadi dengan produksi gas dalam digester. Kombinasi pengadukan alamiah dan mekanis
dilakukan secara kontinu dapat meningkatkan efisiensi penyisihan COD dan produksi gas
d) Time
Waktu yang menjadi faktor penting adalah waktu retensi hidrolis dan solid. Hal ini berkaitan
dengan umur sludge yang ada pada digester. Rasio dari kedua waktu retensi tersebut
mengimplikasikan efisiensi pengolahan. Nilai rasio yang lebih tinggi menunjukkan efisiensi
yang semakin tinggi dan mengurangi biaya ekonomi. Sebab mampu mereduksi size reactor.
38
3) BSF (Black Soldier Fly)
Pengolahan sampah organik dengan biokonversi oleh larva lalat prajurit hitam (BSF) atau
Hermetia illucens L. menjadi prapupa serbaguna merupakan teknologi daur ulang yang cukup
menjanjikan. Hermetia illucens umum dijumpai di daerah beriklim tropis dan hangat yakni sekitar
45°LU dan 40°LS (Stüner dkk, 2003). Larva BSF mampu mengubah berbagai materi organik
menjadi biomassa dengan sisa produk berupa ammonia dalam jumlah relatif kecil (Van, 2013).
Residu dari konversi tersebut juga serupa dengan kompos yakni material yang mengandung
nutrient. Larva tersebut memakan materi organik sampah sehingga dicapai pengurangan volume
massa kering sampah ~55% (Newton dkk, 1995). Keuntungan pemanfaatan BSF sebagai
biokonventor adalah sebagai berikut :
a. Mengurangi bau tidak sedap
b. Tidak mentransmisikan penyakit
c. Efektif mereduksi sampah organik
d. Dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak
Dalam kondisi ideal dengan sumber makanan yang melimpah, larva dapat matang dalam dua
minggu. Akan tetapi, kekurangan makanan dan temperatur rendah dapat memperpanjang periode
larva hingga empat bulan (Furman et al., 1959).
4) Bank Sampah
Selain komposting, terdapat pula metode pengolahan limbah padat lainnya melalui bank sampah.
Menurut Rozak (2014), bank sampah adalah suatu tempat yang digunakan untuk mengumpulkan
sampah yang sudah terpilah. Hasil dari pengumpulan sampah yang sudah terpilah disetorkan ke
tempat pembuatan kerajinan dari sampah atau ke tempat pengepul sampah. Bank sampah dikelola
dengan sistem perbankan dimana penyetor adalah warga yang tinggal di sekitar lokasi bank
sampah akan mendapat buku tabungan seperti menabung di bank.
Cara kerja bank sampah pada umumnya hampir sama dengan bank lainnya dimana ada nasabah,
pencatataan pembukuan dan manajemen pengelolaannya. Sistem kerja bank sampah pengelolaan
sampahnya berbasis rumah tangga, dengan memberikan penghargaan kepada yang berhasil
memilah dan menyetorkan sejumlah sampah. Selain sebagai saeana untuk melakukan gerakan
penghijauan, pengelolaan sampah juga bisa menjadi sarana pendidikan gemar menabung untuk
39
masyarakat dan anak-anak. Metode bank sampah juga berfungsi untuk memberdayakan
masyarakat agar peduli terhadap kebersihan (Novianty, 2012).
Menurut PERMEN LH No 14 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Sampah pada Bank Sampah, bank
sampah harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu :
1. Pengelolaan Sampah
Pengelolaan sampah yang dimaksud adalah pengurangan serta penanganan sampah.
Pengurangan sampah dilakukan melalui kegaiatan pemanfaatan kembali sampah.
Sedangkan penanganan sampah yang dimaksud berupa pemilahan, pengumpulan serta
pengolahan sampah.
a) Pemilahan
Sampah dapat dipilah pada sumber dan/ atau Bank Sampah. Sampah yang tidak terpilah
dari sumber akan dipilah oleh pihak Bank Sampah
b) Pengumpulan
Pengumpulan sampah dilakukan dengan mengangkut sampah dari sumber ke fasilitas
Bank Sampah dan memanfaatkan alat angkut sehingga mengurangi risiko sampah
terjatuh.
c) Pengolahan Sampah
Pengolahan sampah dapat dilakukan dengan pengomposan, daur ulang materi dan/atau
daur ulang energi
2. Fasilitas Bank Sampah
Fasilitas Bank Sampah dibedakan berdasarkan jenis Bank Sampah yang meliputi :
a) BSI
BSI atau Bank Sampah Induk merupakan Bank Sampah dengan area pelayanan yang
mencakup Kabupaten/Kota. Berikut beberapa persyaratan BSI yaitu
i. memiliki sarana untuk pengelompokkan sesuai jenis sampah yang dilengkapi
label
ii. Lokasi mudah diakses dengan luas kapasitas pengelolaan sampah sesuai
kebutuhan
iii. Tidak mencemari lingkungan
iv. Memiliki sarana pengolahan sampah serta transportasi pengumpulan sampah.
40
b) BSU
BSU atau Bank Sampah Unit merupakan Bank Sampah dengan area pelayanan yang
mencakup wilayah administrative setingkat rukun tetangga, rukun warga, kelurahan
atau desa. BSU memiliki persyaratan yang hampir sama dengan BSI. Akan tetapi, BSU
tidak disyaratkan untuk memiliki sarana pengolahan dan alat transportasi pengumpulan
sampah
3. Tata Kelola Bank Sampah
Tata kelola Bank Sampah dibedakan berdasarkan jenisnya yaitu :
a) BSI
i. memiliki struktur kelembagaan sesuai kebutuhan
ii. berbentuk badan usaha dengan cakupan pelayanan di tingkat kota/kabupaten
iii. memiliki nasabah dari BSU, pengelola kawasan permukiman, kawasan
komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial,
dan fasilitas lainnya; dan/atau rumah tangga
iv. memiliki prosedur operasional standar penyelenggaraan Bank Sampah paling
sedikit berupa jam operasional BSU, jadwal dan mekanisme pengumpulan
sampah dan pencatatan jenis dan volume Sampah yang dilakukan pemilahan,
pengumpulan, dan/atau pemanfaatan kembali sampah.
b) BSU
i. memiliki struktur kelembagaan sesuai kebutuhan dan dibentuk oleh kepala
kelurahan, kepala desa atau sebutan lainnya
ii. pelayanan mencakup wilayah rukun tetangga, rukun warga, kelurahan, dan/atau
desa atau sebutan lainnya
iii. memiliki nasabah dari rumah tangga dan/atau usaha mikro kecil dan menengah
yang berada dalam satu wilayah rukun tetangga, rukun warga, kelurahan,
dan/atau desa atau sebutan lainnya
iv. memiliki prosedur operasional standar penyelenggaraan Bank Sampah, paling
sedikit berupa jam operasional BSU, jadwal dan mekanisme pengumpulan
sampah dan pencatatan jenis dan volume Sampah yang dilakukan pemilahan,
pengumpulan, dan/atau pemanfaatan kembali sampah.
41
Menurut lampiran II poin G Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia No.
13 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Reduce, Reuse, dan Recycle Melalui Bank Sampah,
jenis-jenis sampah yang dapat ditabungkan di bank sampah adalah:
Menurut UU No.18 Tahun 2008, pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah
dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman. Pemrosesan akhir
yang umum dilakukan adalah dengan pembuangan limbah ke dalam tanah (land disposal) di TPA.
TPA/ tempat pemrosesan akhir merupakan tempat untuk memroses dan mengembalikan limbah
ke lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan.
Tujuan dari pemrosesan akhir diantaranya adalah untuk menangani limbah yang masih tersisa
setelah dilakukan upaya pembatasan limbah di sumber, daur ulang, atau minimasi limbah,
menangani residu yang dihasilkan pada proses pengolahan limbah, menangani limbah yang sulit
untuk diuraikan secara biologis , kimiawi maupun secara termal, menangani limbah industri
sludge, limbah B3, fly ash-bottom ash, dsb, serta agar timbulan limbah tidak dapat direduksi
sampai tidak ada sama sekali zero waste.
Berdasarkan SNI 03-3241-1994, terdapat 2 jenis TPA, yaitu TPA dengan sistem pengurugan
berlapis terkendali/lahan urug terkendali (LUT) / controlled landfill dan TPA dengan sistem
pengurugan berlapis bersih/lahan urug saniter (LUS) / sanitary landfill. Menurut Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum Nomor 3 Tahun 2013, metode lahan urug terkendali adalah metode
pengurugan di areal pengurugan sampah dengan cara dipadatkan dan ditutup dengan tanah penutup
sekurang kurangnya setiap tujuh hari. Metode ini merupakan metode yang bersifat antara, sebelum
42
mampu menerapkan metode lahan urug saniter. Sedangkan metode lahan urug saniter adalah
metode pengurugan di areal pengurugan sampah yang disiapkan dan dioperasikan secara
sistematis, dengan penyebaran dan pemadatan sampah pada area pengurugan serta penutupan
sampah setiap hari.
Cara penyingkiran limbah pada TPA ke dalam tanah dengan metode pengurugan atau penimbunan
dikenal sebagai metode landfilling. Landfilling dibutuhkan karena:
1. Pengurangan limbah di sumber, daur–ulang, atau minimasi limbah, tidak dapat
menyingkirkan limbah semuanya.
2. Pengolahan limbah biasanya menghasilkan residu yang harus ditangani lebih lanjut
3. Kadangkala sebuah limbah sulit untuk diuraikan secara biologis, atau sulit untuk dibakar,
atau sulit untuk diolah secara kimia.
Cara penyingkiran limbah ke dalam tanah ini sampai sekarang menjadi metode yang paling banyak
digunakan karena biaya yang relatif murah, pengoperasiannya mudah dan luwes dalam menerima
limbah (Jovanov dkk, 2018). Akan tetapi terdapat beberapa hal yang perlu dicatat mengenai
metode ini adalah :
1. Digunakan pula untuk menyingkirkan limbah industri, seperti sludge (lumpur) dari
pengolahan limbah cair, termasuk limbah berbahaya.
2. Bukan pemecahan masalah limbah yang baik. Dapat mendatangkan pencemaran
lingkungan, terutama dari lindi (leachate) yang mencemari air tanah.
3. Untuk mengurangi dampak negatif dibutuhkan pemilihan lokasi yang tepat, persiapan
prasarana yang baik dengan memanfaatkan teknologi yang sesuai, dan dengan
pengoperasian yang baik pula
43
BAB IV
KONDISI EKSISTING
1. Perumahan dinas
PT Semen Padang menyediakan berbagai fasilitas penunjang untuk meningkatkan kinerja
karyawan. Diantara fasilitas tersebut terdapat rumah dinas yang dapat ditempati karyawan
dan berada di bawah pengawasan departemen pelayanan umum
2. Perkantoran
Terdapat beberapa kantor yang berada di kawasan PT Semen Padang. Aktivitas
perkantoran dimulai dari jam 08.00 – 17.00 WIB. Gedung perkantoran tersebut mencakup
berbagai ruangan seperti meeting room, ruangan kerja pegawai, gudang serta toilet.
Dari kedua sumber sampah tersebut dihasilkan timbulan yang tidak sedikit. Data timbulan setiap
jenis sampah dicatat setiap bulan selama setahun yang tercantum dalam neraca limbah non B3 PT
Semen Padang. Pencatatan timbulan sampah dilakukan dengan sistem estimasi jumlah rit dump
truck yang beroperasi dan dilakukan Biro SHE Semen Padang. Berikut tabel IV.1 merupakan data
timbulan limbah padat yang dihasilkan oleh PT Semen Padang periode tahun 2018-2021
44
IV.2 Komposisi dan Karakteristik Sampah
Sampah PT Semen Padang didominasi oleh sampah berupa kertas dan plastik (material anorganik)
sedangkan sampah lainnya memiliki jumlah paling sedikit. Dari ketiga jenis sampah, komposisi
sampah yang paling banyak adalah sampah lain-lain yakni berupa botol, kaleng, kaca, logam, dan
karet. Berikut data komposisi sampah di Semen Padang :
Tabel IV. 2 Komposisi sampah di PT Semen Padang Tahun 2018-2021
Sampah
Tahun
Organik Kertas dan Plastik Lain-lain
2018 44% 54% 2%
2019 45% 54% 2%
2020 45% 54% 2%
2021 48% 51% 2%
Average 45% 53% 2%
(Sumber : SHE Semen Padang, 2022)
Secara umum, komposisi sampah Semen Padang terdiri dari :
a) Sampah Organik
Sampah organik berupa sampah sisa makanan dan sampah halaman
b) Sampah Anorganik
Sampah anorganik mencakup kertas dan plastik
c) Sampah Lain-lain
Sampah lain-lain memiliki komposisi berupa kaca, karet, logam, botol dan lainnya
Sementara itu, karakteristik sampah terdiri dari karakteristik fisika berupa densitas, kadar air, kadar
volatile, kadar abu dan nilai kalor maupun kimia berupa susunan unsur C, H, N, O, P, S belum
dapat diketahui sehingga perlu dilakukan uji laboratorium oleh perusahaan. Sejauh ini, pengujian
tersebut belum dilakukan perusahaan
45
kondisi tercampur saat diangkut. Sampah organik akan dipisahkan dan dilakukan pengomposan
baik skala sentral maupun skala perumahan. Sedangkan sampah anorganik akan dibawa ke Bank
Sampah atau dimanfaatkan sebagai Alternatve Fuel and Raw Material (AFR) di Kiln. Sementara
itu, sampah residu akan diangkut ke TPA tanpa proses pengolahan in-situ. Berikut mekanisme
pengelolaan sampah di PT Semen Padang
46
tempat yang mudah terjangkau seperti di ruangan pegawai, dapur, meeting room, dan
sebagainya. Pada gedung kantor HSE terdapat tempat sampah hampir di tiap ruangan
sehingga cukup menampung sampah per hari. Pada tempat sampah level 1, dilakukan
pemilahan berdasarkan 3 jenis sampah yaitu organik, anorganik, dan residu. Akan tetapi,
tempat sampah tersebut tidak dilengkapi dengan kantong plastik sehingga sampah yang
agak basah kemungkinan akan menimbulkan bau. Ukuran tempat sampah tingkat ini
berkisar antara 5 – 15 L.
Terdapat sekitar 600 tempat sampah level 2 yang tersebar di wilayah PT Semen Padang.
Tempat sampah tersebut memiliki 3 warna (sampah organik bewarna hijau, anorganik
bewarna merah, dan residu bewarna biru) dengan kapasitas penampungan sebesar 70 L.
Wadah sampah tersebut berbentuk silinder yang dilengkapi dengan trash bag hitam
didalamnya untuk memudahkan pengangkutan. Selain itu, tempat sampah level 2 relatif
mudah dipindahkan dan diangkat namun tidak semudah tempat sampah level 1. Secara
umum, tempat sampah ini masih layak dan berfungsi dengan baik.
47
Gambar IV. 3 Tempat sampah level 2 PT Semen Padang
IV.3.2 Pemilahan Sampah
Pemilahan sampah PT Semen Padang dilakukan dua kali yaitu pemilahan di sumber dan TPS.
Pemilahan di sumber dilakukan secara individu berdasarkan 3 jenis sampah yang ditentukan
sebagai berikut :
a) Sampah Organik berupa dedaunan, sisa makanan, sampah dapur, dan kulit buah dengan
wadah bewarna hijau
b) Sampah Anorganik berupa kemasan makanan, plastik dan kertas dengan wadah bewarna
merah
c) Dan lain lain berupa kaca, karet, kaleng, dan sebagainya dengan wadah biru
Sedangkan sampah di TPS dipilah hanya berdasarkan 2 jenis yaitu organik dan anorganik yang
dipisahkan dalam suatu Kontainer terbuka oleh petugas kebersihan. Dalam implementasinya,
pemilahan sampah belum efektif sehingga sampah yang diangkut masih dalam kondisi tercampur
48
memiliki 3 wadah berbeda untuk mengangkut sampah terpilah dari sumber. Moda pengangkutan
internal semen padang ditunjukkan pada gambar IV.4.
Sampah di TPS akan dipilah dan kemudian setiap sore sampah tersebut akan diangkut ke TPA Aie
Dingin oleh Dinas Lingkungan Hidup Kota Padang. TPA Aia Dingin berada 26 km dari PT Semen
Padang dan diprediksi akan melebihi kapasitas pada 2026.
49
1. Komposting
Sampah organik yang dihasilkan akan diolah dengan teknik windrow composting. Hasil dari proses
tersebut berupa pupuk kompos yang dihasilkan dalam waktu kurang lebih 6 minggu. Jumlah
timbulan sampah yang diolah dengan metode composting ditunjukkan tabel III.4 sebagai berikut
50
tempat penumpukan minggu ke-2 yang berjarak 50 cm dari tumpukan ke-1. Hal ini terus dilakukan
hingga usia tumpukan mencapai 8 minggu. Setiap harinya tumpukan disiram dengan air untuk
menjaga kelembaban ± 50% (berat) dengan temperature terjaga pada angka 45 – 65 o C. Setiap
minggunya tumpukan sampah ditempatkan pada petak yang berbeda sebagaimana ditunjukkan
gambar V.1.
51
Pengomposan juga dibantu dengan larutan EM4 sebagai dekomposer sehingga mempercepat
proses penguraian materi organik. Seluruh sampah organik PT Semen Padang diolah menjadi
kompos sehingga pada 2021, kompos yang dihasilkan mencapai 98,5 ton per tahun.
2. Bank Sampah
Sampah anorganik seperti botol plastik dimanfaatkan di Bank Sampah milik PT Semen Padang
yang dikelola oleh pegawai perusahaan. Akan tetapi, keberjalanannya tidak begitu efektif karena
sampah anorganik umumnya terlalu basah sehingga tidak bisa dimanfaatkan dan langsung
diangkut ke TPA Aie Dingin. Berikut gambar TPA Aie Dingin
52
Berikut data timbulan sampah yang diangkut ke TPA Aie Dingin ditunjukkan tabel III.5
Pengelolaan Sampah
Sampah yang Telah Dipilah (Kg)
Bulan (Kg)
53
BAB V
Timbulan sampah di PT Semen Padang berdasarkan tabel IV.1 menunjukkan tren yang fluktuatif
setiap tahunnya. Peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2021. Hal ini dikarenakan kebijakan
work from office yang mulai diterapkan pada tahun tersebut. Sementara, timbulan terendah
dihasilkan pada tahun 2020. Rendahnya nilai timbulan tersebut dikarenakan mulai merebaknya
pandemic sehingga pegawai harus bekerja dari rumah / work from home.
Evaluasi terhadap sampah domestik PT Semen Padang menggunakan data timbulan sampah dari
tahun 2018-2021. Data timbulan pada tahun 2022 diproyeksikan dengan persamaan geometrik
karena data timbulan tahun ini belum lengkap.
Berdasarkan data pada tabel IV.1, proyeksi timbulan sampah dilakukan 20 tahun kedepan yaitu
tahun 2022-2042 dengan me persamaan sebagai berikut
𝑃𝑛 = 𝑃𝑜 (1 + 𝑟)𝑥
Keterangan :
54
Adapun perhitungan yang perlu dilakukan untuk mendapatkan standar deviasi dan faktor korelasi
yaitu sebagai berikut :
[𝑃𝑖−𝑃(𝑖−1)]
1. Rasio 𝑃𝑖
Keterangan :
Pi : Jumlah timbulan sampah pada tahun ke-i
P(i-1) : Jumlah timbulan sampah tahun sebelum tahun i
Dengan menggunakan data pada tahun 2018 dengan asumsi data tahun 2017 diasumsikan
0, maka :
[𝑃𝑖 − 𝑃(𝑖 − 1)]
𝑃𝑖
[𝑃2018 − 𝑃2017 ]
=0
𝑃2018
Perhitungan untuk tahun berikutnya juga menggunakan cara perhitungan yang sama
2. Rasio total timbulan sampah ( r )
[𝑃𝑖 − 𝑃(𝑖 − 1)]
𝑟=
𝑛 × 𝑃𝑖
Keterangan
Pi : Jumlah timbulan sampah pada tahun ke-i
P(i-1) : Jumlah timbulan sampah tahun sebelum tahun i
n : Jumlah data
Perhitungan rasio menggunakan rumus tersebut mendapatkan hasil 0,0114. Berikut tabel
V.1 merupakan hasil perhitungan rasio dan tahun ke- (x) yang digunakan dalam
perhitungan timbulan sampah.
Tabel V. 1 Hasil perhitungan rasio timbulan sampah PT Semen Padang
55
3. Jumlah timbulan sampah setelah proyeksi
Besar proyeksi timbulan sampah dihitung dengan persamaan geometrik berikut
𝑃𝑛 = 𝑃𝑜 ( 1 + 𝑟)𝑥
Keterangan :
Pn : Jumlah timbulan sampah hasil proyeksi setelah x tahun
Po : Jumlah timbulan sampah data tahun terakhir
r : Rasio fh yhpertambahan timbulan sampah
x : Tahun ke-x
Dengan menggunakan data pada tahun 2021 diperoleh nilai timbulan pada tahun 2022
sebagai berikut. Nilai x pada tahun 2022 adalah 1 karena tahun tersebut berjarak satu tahun
setelah data terakhir yang tercatat yakni tahun 2021. Maka:
𝑃𝑛 = 𝑃𝑜 ( 1 + 𝑟)𝑥
𝑃2022 = 𝑃2021 ( 1 + 0.114) 𝑥
𝑃2022 = 207134 ( 1 + 0.114)1 = 209.494 𝑘𝑔
Perhitungan tahun berikutnya menggunakan cara yang sama. Berikut hasil proyeksi
timbulan sampah PT Semen Padang 2022-2042
Tabel V. 2 Proyeksi timbulan sampah PT Semen Padang
Tahun Timbulan (kg) Rasio ( r ) x
2016 195.726 -5
2017 197.956 -4
2018 200.212 -3
2019 202.493 -2
2020 204.800 -1
2021 207.134 0,0114 0
2022 209.494 1
2023 211.881 2
2024 214.296 3
2025 216.737 4
2026 219.207 5
56
Tahun Timbulan (kg) Rasio ( r ) x
2027 221.705 6
2028 224.231 7
2029 226.786 8
2030 229.370 9
2031 231.984 10
2032 234.627 11
2033 237.300 12
2034 240.004 13
2035 242.739 14
2036 245.505 0,0014 15
2037 248.302 16
2038 251.132 17
2039 253.993 18
2040 256.887 19
2041 259.814 20
2042 262.775 21
Setelah didapatkan data timbulan sampah hasil proyeksi untuk 20 tahun yakni 2042 yaitu sebesar
262,7 ton/tahun, selanjutnya dilakukan perhitungan timbulan rata-rata per hari dengan beberapa
asumsi, diantaranya:
57
262775 𝑘𝑔 1 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
𝑇𝑖𝑚𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 = ×
𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 365 ℎ𝑎𝑟𝑖
𝑇𝑖𝑚𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 = 719,93 kg/hari
Timbulan sampah per orang per hari untuk perumahan dan perkantoran adalah sebagai berikut
Berdasarkan perhitungan tersebut, nilai besar timbulan sampah yang dihasilkan dari aktivitas
perkantoran dan perumahan adalah sebesar 0,248 kg/orang/hari. Jumlah timbulan yang dihasilkan
dari aktivitas perkantoran, berdasarkan literatur memiliki kisaran antara 0,025–0.1
kg/pegawai/hari (Damanhuri dan Padmi, 2010). Nilai timbulan yang didapatkan sudah sesuai
dengan range dari literatur.
Dalam perbedaan yang mungkin terjadi antara hasil pengolahan data dengan literatur disebabkan
asumsi yang digunakan kemungkinan tidak sesuai dengan kondisi real di lapangan. Hal tersebut
terjadi karena hanya dilakukan estimasi timbulan sampah, tingkat konsumsi dan kebutuhan tiap
pegawai yang kemungkinan cukup banyak, sampah organik yang banyak dihasilkan per harinya,
juga usaha reduksi sampah yang belum maksimal.
V.2 Komposisi dan Karakteristik Sampah
Komposisi sampah domestik PT Semen Padang didapatkan dari data timbulan sampah pada tahun
2021. Hal ini dikarenakan belum lengkapnya data pada tahun 2022. Selain itu, data berat setiap
komposisi sampah yang dihasilkan belum dilakukan pencatatan secara terperinci dari setiap jenis
sampah. Idealnya komposisi setiap jenis sampah dihitung sehingga didapatkan gambaran yang
representatif terkait jumlah setiap jenis sampah PT Semen Padang. Penentuan komposisi sampah
dilakukan menggunakan data timbulan PT Semen Padang. Persentase berat komposisi masing-
masing sampah dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut.
98481
% 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 = × 100% = 48%
207134
58
Maka persentase berat untuk sampah organik adalah sebesar 48% dari total sampah domestik.
Perhitungan persentase berat / komposisi sampah anorganik dan sampah lainnya juga
menggunakan cara perhitungan yang sama. Berikut tabel V.3 menunjukkan komposisi sampah PT
Semen Padang
Berikut gambar V.2 menunjukkan grafik dari data komposisi sampah tersebut
Komposisi sampah domestik yang dihasilkan PT Semen Padang relatif sama setiap tahunnya.
Sampah yang mendominasi ialah sampah anorganik yang disusul dengan sampah organik. Hal ini
sesuai dengan pendapat Damanhuri (2010) dalam Diktat Pengelolaan Sampah bahwa sampah yang
dihasilkan dari suatu industri memiliki komposisi yang seragam dan tidak terlalu bervariasi.
Dalam penentuan karakteristik sampah, PT Semen Padang belum melakukan pengujian terhadap
sampah yang dihasilkan. Karakteristik sampah diperlukan untuk menentukan metode pengolahan
yang sesuai serta dampak yang dihasilkan akibat sampah tersebut. Penentuan karakteristik sampah
PT Semen Padang tidak dilakukan sampling dikarenakan kondisi yang tidak memungkinkan
terkait dengan luasnya wilayah PT Semen Padang.
Karakteristik sampah yang memungkinkan untuk dihitung ialah densitas. Penentuan densitas
dialakukan dengan pendekatan berat sampah serta volume dari tempat sampah level 2 dan mobil
pengangkutan PT Semen Padang. Tempat sampah level 2 di perusahaan ini memiliki volume
sebesar 80 L dengan satu mobil pengangkut sampah yang beroperasi setiap harinya. Pengangkutan
dilakukan sebanyak 3 kali pada hari senin sedangkan pada hari lainnya dilakukan 2 kali
pengangkutan. Hal ini dikarenakan sampah di hari senin sudah terakumulasi akibat pengangkutan
sampah libur di hari minggu.
Sampah yang diangkut oleh mobil pick up memiliki timbulan sebesar 207,13 ton pada tahun 2021
atau rata-rata 17,26 ton per bulan. Dalam sehari umumnya dilakukan pengangkutan sampah dari
wadah level 2 sebanyak 2 kali sehingga terdapat 60 kali pengangkutan selama sebulan dengan
kapasitas mobil pick up sebesar 0,75 m3. Maka
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ
𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ =
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑚𝑜𝑏𝑖𝑙 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛𝑔𝑘𝑢𝑡
60
Densitas sampah ialah sebesar 0,383 ton/m3. Nilai densitas sampah tergantung pada sarana
pengumpulan dan pengangkut yang digunakan. Pengangkutan serta pengumpulan dengan truk
terbuka umumnya memiliki densitas 0,25 – 0,4 ton/m3 (Damanhuri, 2008). Pengangkutan di PT
Semen Padang juga menggunakan truk terbuka serta mobil pick up. Nilai densitas sampah yang
dihasilkan sudah relatif sesuai dengan nilai densitas yang ada di literatur. Selain itu, karakteristik
sampah bervariasi tergantung komponen sampah yang dihasilkan (Damahuri, 2015).
Akan tetapi, upaya tersebut belum maksimal karena timbulan sampah masih cenderung naik 3
tahun terakhir. Hal ini menujukkan perlunya upaya lebih untuk mengurangi terbentuknya sampah
ataupun pengolahan sampah yang lebih baik. Berikut grafik timbulan sampah dari 2018-2021 PT
Semen Padang ditunjukkan gambar V.3.
0.0200
0.0190
0.0180
0.0170
2018 2019 2020 2021
Tahun
61
V.4 Pewadahan dan Pemilahan Sampah
PT Semen Padang memiliki wadah berupa tempat sampah level 1 yang ditempatkkan di seluruh
area gedung perkantoran dan perumahan serta tempat sampah level 2 yang diletakkan di titik
pengumpulan setiap unit. Pada tempat sampah level 1 dan 2 telah dilakukan pemilahan
berdasarkan 3 kategori yaitu sampah organik, anorganik, dan lainnya. Akan tetapi, masih sering
dijumpai sampah dalam kondisi tercampur. Tempat sampah level 1 area perkantoran ditempatkan
di setiap ruangan untuk memudahkan akses pegawai dan staff untuk membuang sampah.
Untuk mendapatkan kebutuhan tempat sampah level 1 digunakan data timbulan sampah harian
karena pola pengumpulan serta pengangkutan dilakukan setiap hari. Asumsi yang digunakan
adalah sebagai berikut :
Dengan asumsi tersebut, kapasitas tempat sampah level 1 area perkantoran dapat dihitung sebagai
berikut :
10 𝐿
𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑡𝑎𝑚𝑝𝑢𝑛𝑔 = = 40 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔/ℎ𝑎𝑟𝑖
𝐿
0,248 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔 /ℎ𝑎𝑟𝑖
Dari perhitungan sederhana tersebut diketahui bahwa 1 tempat sampah level 1 dengan ukuran 10
L dapat menampung sampah dari 40 orang dan memungkinkan terdapat sisa ruang pada sampah.
Penyedian tempat sampah pada tiap ruangan pegawai serta toilet dapat memastikan tercukupinya
kebutuhan pegawai akan tempat sampah. Sedangkan pengurangan tempat sampah tidak pelru
dilakukan karena penyediaan tempat sampah belum tentu dilakukan secara berkala. Dari
perhitungan tersebut, jumlah wadah level 1 masih memenuhi timbulan sampah untuk 20 tahun
kedepan.
62
Di luar gedung perkantoran terdapat tempat sampah level 2 yang digunakan sebagai sarana
pengumpul. Tempat sampah level 2 ini juga dipilah berdasarkan 3 jenis seperti tempat sampah
level 1. Sebagaimana tempat sampah pada umumnya, wadah sampah level 2 juga dilengkapi trash
bag untuk memudahkan pengumpulan dan pengangkutan sampah.
Dalam penentuan kebutuhan sampah level 2 digunakan perhitungan dengan data timbulan sampah
harian. Asumsi yang digunakan adalah sebagai berikut
Dengan asumsi tersebut, kapasitas tempat sampah level 1 area perkantoran dapat dihitung sebagai
berikut :
80 𝐿
𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑡𝑎𝑚𝑝𝑢𝑛𝑔 = = 322 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔/ℎ𝑎𝑟𝑖
𝐿
0,248 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔 /ℎ𝑎𝑟𝑖
Dari perhitungan sederhana tersebut diketahui bahwa 1 tempat sampah level 2 dengan ukuran 80
L dapat menampung sampah dari 322 orang dan memungkinkan terdapat sisa ruang pada sampah.
Penyedian tempat sampah pada tiap ruangan pegawai serta toilet dapat memastikan tercukupinya
kebutuhan pegawai akan tempat sampah. Sedangkan pengurangan tempat sampah tidak perlu
dilakukan karena penyediaan tempat sampah belum tentu dilakukan secara berkala. Tempat
sampah level 2 sudah cukup baik karena dapat dipindahkan serta tertutup sehingga memudahkan
mobilisasi dan mengurangi potensi sampah terkena air hujan. Dari perhitungan tersebut, fasilitas
penampungan sampah masih memadai untuk menampung timbulan sampah hingga 20 tahun
kedepan.
Dalam pengelolaan sampah, pemilahan menjadi salah satu hal yang krusial. Proses pemilahan
diatur dalam UU No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Idealnya pemilahan dilakukan
sedari sumber sehingga konsep 3R lebih mudah diterapkan. Tempat wadah level 1 dan 2 sudah
63
memiliki kode warna yakni merah untuk sampah anorganik, hijau untuk sampah organik dan biru
untuk sampah lain lain. Konsep yang diterapkan sudah sangat bagus, namun pada kenyataannya
masih sering didapati sampah yang tercampur sehingga pemilahan harus dilakukan kembali di TPS
agar pengolahan sampah dapat benar-benar sesuai dan efektif. Selain itu, kesadaran penghasil
sampah perlu ditingkatkan dengan memberikan edukasi ataupun penyuluhan sehingga PT Semen
Padang dapat menerapkan budaya pemilahan dari sumber secara menyeluruh.
Pemilahan yang baik dapat didukung juga oleh pewadahan yang bertujuan untuk :
1. Mengatasi timbulnya bau dari pembusukan sampah yang mengundang datangnya lalat
2. Mengurangi resiko sampah terkena air hujan yang dapat meningkatkan kadar air sampah
3. Menghindari terjadinya pencampuran sampah yang tidak sejenis
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan operasional pengumpulan :
Sistem pengumpulan yang dilakukan PT Semen Padang sudah cukup baik ditunjukkan dengan
pemenuhan kriteria di atas. Akan tetapi, teknis pengumpulan sampah masih kurang efektif karena
kapasitas alat pengumpul yang relatif kecil sehingga tidak dapat memuat sampah dalam jumlah
banyak terutama ketika sampah yang dihasilkan cukup besar sehingga jumlah ritasi pun semakin
64
banyak. Pengumpulan sampah juga dilakukan di TPS PT Semen Padang, sampah yang diangkut
dari sumber dibawa ke TPS untuk dipilah dan ditimbang. Penimbangan dilakukan untuk
mengetahui timbulan serta komposisi sampah yang dihasilkan. Berikut gambar V.4 menunjukkan
TPS PT Semen Padang
Proses pengangkutan menuju TPS dan tempat pengolahan menggunakan mobil pickup
berkapasitas 0,75 m3 sampah dengan 3 ritasi setiap senin dan 1 – 2 ritasi selain hari senin. Pada
hari minggu dan libur hari raya tidak dilakukan pengangkutan. Pengangkutan tersebut dilakukan
65
setiap pagi dimulai pukul 08.00 WIB dan berakhir sore hari. Lokasi tempat pengolahan dan TPS
relative dekat sehingga pengangkutan dengan sistem ini cukup efektif.
Sementara itu, pengangkutan sampah ke TPA menggunakan satu dump truck berkapasitas 6 m3
atau setara dengan 3 ton sampah dalam satu ritasi. Menurut Damanhuri (2015), ritasi pengangkutan
sampah per hari dapat mencapai 4 – 5 rit untuk jarak tempuh di bawah 20 km dan 2 - 4 ritasi untuk
jarak tempuh 20-30 km. Hal tersebut tegantung waktu per ritasi sesuai dengan kelancaran arus lalu
lintas, waktu pemuatan serta pembongkaran sampah. Berdasarkan proyeksi timbulan sampah
untuk 20 tahun kedepan dengan nilai timbulan sebesar 0,7 ton/hari maka fasilitas pengumpulan
dump truck dengan muatan maksimal sebesar 3 ton masih dapat memadai untuk mengangkut
sampah tersebut.
Pada implementasinya, PT Semen Padang melakukan ritasi sebanyak 1 kali untuk pengangkutan
ke TPA yang dikarenakan jumlah sampah yang diangkut tidak begitu banyak tiap harinya.
Sedangkan pengangkutan dari sumber ke tempat pengumpulan sementara dilakukan ritasi
sebanyak 2 kali ke TPS sesuai dengan pendapat Damanhuri. Dengan proyeksi timbulan sampah
pada tahun 2042 yakni sebesar 0,7 ton per hari, kapasitas alat pengangkutan/ dump truck 6 m3
masih memadai untuk mengakomodasi keseluruhan sampah yang akan dibawa baik ke TPS
maupun TPA.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 3 Tahun 2013 tetang Penyelenggaraan
Prasarana dan Sarana Persampahan Dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah
Sejenis Rumah Tangga pasal 23 ayat 1, rute pengangkutan hendaknya sependek mungkin dengan
hambatan sekecil mungkin. Rute pengangkutan di PT Semen Padang relatif pendek karena tempat
pengolahan dan TPS yang berdekatan. Akan tetapi, pengangkutan ke TPA relatif jauh yakni 22
km dari PT Semen Padang sehingga 1 kali ritasi cukup efektif.
Dalam proses pengangkutan, petugas kebersihan memindahkan sampah dari titik pengumpulan
secara langsung (bare hand) yakni memindahkan setiap trash bag ke mobil pengangkutan. Proses
ini dapat memicu terjadi kecelakaan kerja seperti luka akibat benda tajam, infeksi mikroba, dan
lain sebagainya. Berdasarkan wawancara, luka akibat benda tajam pernah dialami petugas
kebersihan PT Semen Padang. Petugas kebersihan dilengkapi safety helmet dan sepatu boots
namun belum menggunakan masker dan sarung tangan. Hal ini menjadi poin evaluasi dalam tahap
pengangkutan sampah karena penggunaan APD yang lengkap seperti boots, sarung tangan dan
66
masker sangat diperlukan terutama di saat pandemi dimana risiko penyebaran penyakit semakin
tinggi. Alat Pelindung Diri (APD) minimal yang digunakan adalah :
1. Sarung Tangan
Penggunaan sarung tangan dalam proses pemindahan sampah bertujuan untuk menghindari
penyebaran penyakit akibat pathogen yang mudah berpindah dari sampah ke tangan.
Sarung tangan juga penting untuk menghindari risiko tangan terluka akibat material tajam
di tumpukan sampah
2. Masker
Penggunaan masker bertujuan untuk menghindari terjadinya gangguan pernafasan akibat
debu ataupun partikel yang mungkin terhirup pekerja saat mobilisasi sampah. Pekerja
pengangkutan sampah disarankan menggunakan masker yang mampu memfilter debu,
partikulat, cemaran bahan kimia serta mikroorganisme
3. Sepatu Boots
Sepatu boots berguna untuk melindungi dari potensi kaki pekerja terkena benda tajam,
cemaran bahan kimia ataupun mikroorganisme
Selain itu, dalam pengangkutan sampah digunakan transportasi pengangkutan yang terbuka
sehingga memungkinkan sampah menjadi basah apabila terkena air hujan. Sampah sisa makanan
yang basah akan menimbulkan bau sedangkan sampah anorganik akan sulit diolah. Maka
disarankan penggunaan mobil pengangkut yang tertutup agar sampah tidak tercecer dan basah.
Untuk pengolahan sampah organik terdapat 3 alternatif teknologi yaitu composting, anaerobic
digestion, dan BSF. Dari ketiga alternatif tersebut diberikan penilaian dari rentang 1 – 5. Semakin
besar angka yang diberikan maka semakin baik untuk parameter yang ditentukan. Parameter yang
digunakan adalah aspek biaya, kebutuhan lahan, keahlian dan kebutuhan tenaga kerja, efisiensi
teknologi serta kesesuaiannya dengan karakteristik sampah organik yang akan diolah. Berikut
67
tabel V.4 menunjukkan penilaian dari alternatif teknologi untuk pengomposan sampah secara
biologi PT Semen Padang.
Setelah didapatkan kriteria penentuan alternatif teknologi pengolahan sampah yang paling baik
maka dilakukan pembobotan kriteria untuk setiap alternatif yang dipilih. Besaran bobot tergantung
dari fungsi kriteria tersebut. Berikut tabel V.5 adalah pembobotan kriteria untuk setiap teknologi
pengolahan sampah secara biologi.
68
Berdasarkan hasil pembobotan didapatkan alternatif teknologi terpilih untuk pengolahan sampah
secara biologi adalah windrow composting. Teknik tersebut dianggap paling baik karena memiliki
biaya penanganan dan konstruksi yang lebih kecil, kapasitas yang cukup besar, produk yang
dihasilkan bernilai ekonomis yakni kompos serta tidak dihasilkan byproduct seperti sludge (Lim
et al, 2017). Selain itu, untuk pengoperasian dan maintenance tidak diperlukan pekerja yang begitu
terlatih karena tahapannya relatif sederhana dan mudah dilakukan.
69
Untuk mengatasi genangan air tersebut, dapat dilakukan redesain area pengomposan dengan
mempertimbangkan slope/kemiringan sebagai drainase untuk aliran air. Berikut gambar V.
7 merupakan contoh desain area pengomposan dengan atap dan drainase yang baik
Selain pengolahan organik skala komunal, terdapat pengolahan skala perumahan yang sudah tidak
diterapkan. Hal ini dikarenakan kesadaran penghuni perumahan dinas yang masih rendah padahal
komposting skala kecil dapat mengurangi beban pengolahan sampah organik secara keseluruhan.
Salah satu alternatif pengomposan skala perumahan yang dapat dilakukan adalah dengan metode
Takakura. Metode Takakura memanfaatkan keranjang sebagai wadah utama untuk pengomposan.
Keranjang tersebut dapat berupa keranjang yang umumnya ada di rumah seperti keranjang baju
yang berlubang/berpori untuk memastikan sirkulasi oksigen pada kompos tetap terjaga sehingga
proses dapat berlangsung secara aerobik, tidak menimbulkan bau serta cepat terdekomposisi.
Dengan wadah berupa keranjang, metode pengomposan Takakura tidak memerlukan lahan yang
70
luas, sederhana serta praktis. Proses pengomposan pun dapat terjadi dalam waktu yang relatif cepat
yakni satu hingga dua minggu. Berikut konfigurasi bahan penyusun Takakura ditunjukkan gambar
V.8
Kualitas kompos dipengaruhi oleh bahan baku dari sampah yang diolah. Sampah sisa makanan
umumnya menghasilkan kualitas kompos yang cukup baik sehingga dalam skala pengomposan
individual sampah sisa makanan diprioritaskan untuk diolah karena mudah menimbulkan bau.
Sedangkan sampah organik berupa dedaunan tidak begitu diutamakan dan sebaiknya dipisah
dengan sisa makanan sebab ukurannya yang relatif besar yakni lebih besar dari 75 mm sehingga
diperlukan pencacahan untuk mempercepat penguraian. Semakin kecil ukuran sampah, maka luas
permukaan kontak akan meningkat sehingga mempercepat penguraian oleh mikroorganisme.
71
Sementara itu, pengolahan sampah non organik dilakukan dengan menerapkan konsep 3R di Bank
Sampah. Bank Sampah Raudhatul Jannah merupakan hasil kolaborasi PT Semen Padang dengan
Forum Komunikasi Karyawan Semen Padang (FKIKSP) yang menampung sampah anorganik
seperti botol plastik yang masih dapat dimanfaatkan. Akan tetapi, keberjalanan Bank Sampah
Raudhatul Jannah kurang efektif karena mayoritas sampah anorganik pada tahun 2021 justru
diangkut ke TPA. Hal ini disebabkan karena sampah anorganik tersebut sudah basah dan sulit
dimanfaatkan kembali. Padahal, keberadaan bank sampah dapat mendorong pegawai Semen
Padang untuk lebih sadar perihal memilah sampah dengan mengekuivalensikan sampah dengan
uang sehingga sampah dapat dilihat sebagai sesuatu yang bernilai ekonomis. Selain itu, Bank
Sampah tidak memiliki pegawai tetap yang mengordinir penerapan 3R dalam pengolahan sampah
non organik sehingga perlu dilakukan pemaksimalan SDM sehingga Bank Sampah tersebut dapat
berjalan lebih baik serta efektif. Selain itu, belum ada program rutin yang dilakukan untuk
menggalakan pengolahan sampah yang dapat dimanfaatkan Kembali. Maka diperlukan dilakukan
program rutin seperti menabung sampah untuk membiasakan pegawai PT Semen Padang
memaksimalkan keberadaan Bank Sampah.
Alternatif lain yang dapat dilakukan untuk mengolah sampah anorganik seperti plastik dan
kemasan makanan adalah dengan mengubahnya menjadi bahan bakar di Kiln. Pengolahan termal
tersebut dapat menjadi alternative fuel recycle (AFR) pada proses pembakaran di tahapan
pembuatan semen. Pengolahan sampah ini dapat digolongkan sebagai pengolahan secara termal
yang efektif mereduksi volume sampah. Akan tetapi, terdapat hal yang perlu diperhatikan seperti
kadar air sampah serta suhu pembakaran. Kadar air sampah yang terlalu tinggi akan menyebabkan
pembakaran sampah tidak optimal. Energi akan banyak terbuang untuk menguapkan air pada
sampah tersebut. Sedangkan, suhu pembakaran harus diatas 800oC agar tidak terbentuk abu (Fly
ash or Bottom Ash) yang dapat berbahaya bagi lingkungan sekitar. Temperatur yang terlalu rendah
juga akan mengurangi efektifitas reduksi sampah.
72
Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganganan Sampah Sejenis
Rumah Tangga, jarak antara lokasi TPA dengan TPS harus ≤ 25 km sehingga TPA Aie Dingin
memenuhi kriteria sebagai tempat pemrosesan akhir sampah dari PT Semen Padang.
Sampah organik
(dedaunan, sisa makanan, sampah dapur) Dikomposkan
47,54 % (98,5 ton) 98,5 ton
Pada kondisi di lapangan, PT Semen Padang telah memiliki aliran material sampah yang cukup
baik dengan adanya upaya 100% mengolah sampah organik menjadi kompos. Kendati demikian,
73
pengolahan sampah anorganik relatif masih sedikit sehingga perlu ditingkatkan lagi. Peran bank
sampah harus dimaksimalkan sehingga mampu mereduksi sampah anorganik yang jumlahnya
paling besar dari keseluruhan sampah domestik PT Semen Padang.
Sementara itu, sampah selain organik dapat dimanfaatkan lebih lanjut untuk menjadi AFR
(Alternative Fuel Recycle) di Kiln. AFR tersebut dapat mengurangi kebutuhan bahan bakar fosil
sehingga cenderung lebih ramah lingkungan dan dapat menjadi upaya untuk mengolah sampah
menjadi energi dalam proses produksi. Berikut gambar V.10 menunjukkan material flow analysis
yang direkomendasikan untuk PT Semen Padang
Dikomposkan
98,5 ton
Sampah Organik (47.54 %)
47.54 % (98,5 ton)
Diolah Bank
Sampah
Unit 8,5 ton (4.1 %)
Sampah plastik dan kertas Pengumpulan
50.74% (105,1 ton) 100%
AFR
207 ton 90 ton (43.5%)
Sampah lainnya
1.7% (3,5 ton) Diangkut ke TPA
3,5 ton (1.7%)
74
Tabel V. 6 Dasar pengelolaan sampah serta pemenuhan yang dilakukan PT Semen Padang
Status
No Regulasi Topik Pemenuhan
Peraturan
1 UU No 18 Tahun 2008 Pengelolaan Sampah Berlaku Patuh
Pengelolaan Sampah
Rumah Tangga dan
2 PP No 81 Tahun 2012 Berlaku Patuh
Sampah Rumah Sejenis
Tangga
Peraturan Daerah Kota
3 Sampah Berlaku Patuh
Padang No 21 Tahun 2012
Berdasarkan tabel diatas terdapat tiga regulasi yang digunakan sebagai landasan pengelolaan
sampah di PT Semen Padang. Regulasi tersebut telah dipatuhi Semen Padang ditunjukkan dengan
upaya pemanfaatan sampah organik untuk pembuatan kompos namun terdapat beberapa peraturan
yang belum dipatuhi secara penuh. Pada kondisi lapangan, pemilahan serta upaya reduksi sampah
pun masih minim sehingga pemahaman terkait regulasi yang berlaku perlu ditingkatkan dengan
mengadakan workshop atau seminar.
75
BAB VI
PENUTUP
VI.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapatkan dari kerja praktik di PT Semen Padang adalah sebagai berikut :
1. Sumber dari sampah domestik ialah wilayah perkantoran dan perumahan dinas dengan 3
macam sampah yaitu sampah organik, anorganik dan sampah lainnya. Timbulan sampah
yang dihasilkan ialah 0,248 kg/orang/hari dan didominasi oleh sampah anorganik
2. Pengelolaan sampah di PT Semen Padang ialah sebagai berikut
76
c. Sistem pewadahan sampah PT Semen Padang sudah cukup baik dengan keberadaan
tempat sampah level 1 dan level 2 yang sudah memiliki kode warna dan keterangan
sehingga memudahkan pegawai untuk memilah sampah. PT Semen Padang
menyediakan wadah pengumpulan level 3 (TPS) berupa kontainer terbuka yang
berukuran 6 m3
d. Pengangkutan sampah dari sumber ke TPS dilakukan sekali sehari dengan mobil pickup
sehingga sampah tidak menumpuk setiap harinya. Sedangkan, pengangkutan sampah
ke TPA dilakukan setiap sore dengan dump truck. Transportasi pengangkutan masih
bersifat terbuka sehingga memungkinkan sampah terkena air hujan. Mobil
pengangkutan disarankan memakai terpal ketika pengangkutan selama musim hujan
sehingga potensi sampah tercecer dan terkena air menjadi berkurang.
e. Pengolahan sampah secara organik skala perumahan sudah lama tidak berjalan
dikarenakan rendahnya kesadaran penghuni rumah dinas PT Semen Padang
f. PT Semen Padang telah melakukan pengolahan sampah organik komunal yang cukup
baik namun sampah anorganik masih minim pengolahan. Bank Sampah sebagai tempat
pengolahan sampah anorganik belum efektif dan perlu dimaksimalkan penerapan 3R-
nya.
g. Pemrosesan akhir sampah dilakukan dengan mengangkut sampah yang tidak dapat
diolah ke TPA Aie Dingin yang berada < 25 km sehingga memenuhi ketentuan sebagai
tempat pemrosesan akhir sesuai dengan literatur.
h. Fasilitas pengelolaan sampah masih memadai untuk mengolah sampah hingga 20 tahun
kedepan
i. Terkhusus unit SHE Semen Padang diperlukan upaya mingguan untuk mengedukasi
pegawai agar lebih terbiasa menerapkan konsep 3R. Konsep tersebut juga dapat berupa
program mingguan menabung sampah ke Bank Sampah sehingga setidaknya bank
sampah bisa aktif dan diramaikan oleh partisipasi pegawai HSE. Selain itu juga dapat
digalakkan budaya membawa bekal sehingga sampah kemasan makanan dapat
tereduksi.
77
VI.2 Saran
Berdasarkan observasi lapangan serta analisis dan evaluasi terhadap sistem pengelolaan sampah
sejenis rumah tangga PT Semen Padang, terdapat beberapa saran yang diajukan yaitu :
1. Memahami lebih lanjut mengenai aspek teknis dan non teknis pengelolaan sampah
sehingga sistem pengelolaan sampah dapat lebih ditingkatkan. Pegawai yang terlibat dalam
pengelolaan sampah dapat diberikan workshop secara berkala untuk memahami aspek yang
sekiranya dapat ditingkatkan dalam pengelolaan sampah PT Semen Padang
2. Melakukan pendataan terkait uji karakteristik sampah secara berkala sehingga pengolahan
yang tepat dapat ditentukan
3. Meningkatkan upaya pembatasan timbulan dengan menggalakan konsep 3R secara rutin
dan terintegrasi. Hal ini dapat dilakukan dengan mengadakan pembinaan intensif program
pengelolaan sampah berbasis 3R terhadap karyawan yang mencakup proses pemilahan,
pemanfaatan dan pengurangan sampah melalui langkah sederhana.
4. Moda transportasi pengangkutan dapat dilengkapi dengan terpal sehingga potensi sampah
tercecer dan basah menjadi berkurang. Selain itu, pegawai yang terlibat hendaknya
diedukasi untuk taat menggunakan APD
5. Meningkatkan keefektifan bank sampah sebagai tempat pengolahan sampah anorganik
dengan berkolaborasi bersama berbagai elemen internal ataupun eksternal sehingga
mayoritas sampah anorganik dapat dimanfaatkan menjadi barang bernilai guna/jual.
6. Pengolahan secara organik dapat dimaksimalkan dengan metode Takakura untuk
composting skala perumahan
78
DAFTAR PUSTAKA
Airan, D.S. dan J.H. Bell. (1980). Resource recovery through composting sleeping
giant.Proceeding of the National Conference on Waste Processing. New York. 121-129.
Badan Standar Nasional. (1994). SNI 19-3964-1994 : Metode Pengambilan dan Pengukuran
Contoh Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan
Badan Standar Nasional. (2002). SNI 19-2454-2002 : Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan
Sampah Perkotaan
Daffa. (2022). WALHI Sumbar Siapkan Rencana Aksi Pengelolaan Sampah di Kota Padang.
Diakses pada 20 Juli 2022. padang.harianhaluan.com
Damanhuri, Enri dan Tri Padmi. (2010). Diktat Kuliah Pengelolaan Sampah. Bandung : ITB Press
Damanhuri, Enri dan Tri Padmi. (2015). Pengelolaan Sampah Terpadu. Bandung : ITB Press
Davis, S.C., W. Hay, dan J. Pierce. (2014). Biomass in the energy industry: An introduction.
London (GB): BP p.l.c.
Chandra, Budiman. (2006). Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta : EGC
Gao, M., Liang, F., Yu, A., Li, B., and Yang, L. 2010. Evaluation of stability and maturity
during forced aeration composting of chicken manure and sawdust at different
C/N ratios. Chemosphere, 78 (5) : 614-619
Jingura, R.M., Metangaifa, R. (2009). Optimization of Biogas production by anaerobic digestion
fot sustainable energy development in Zimbabwe. Renewable and Sustainable Energy
Reviews. 13(5):1116-1120.
Jovanov, D., Vujić, B., Vujić, G. (2018). Optimization of the monitoring of landfill gas and
leachate in closed methanogenic landfills. J. Environ. Manag. 216. 32–40.
Hibino K, Takakura K, Febriansyah, Nugroho SB, Nakano R, Ismaria R, Hartati T, Zusman E,
Fujino J. (2020). Panduan Operasional Pengomposan Sampah Organik Skala Kecil dan
Menengah dengan Metoda Takakura. Institute for Global Environmental Strategies.
Lim, L. Y. (2017). Review on the Cureent Composting Practices and Potential of Improvement
using Two-Stage Composting. Chemical Engineering Transactions, 1051-1056.
79
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia. (2021). Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2021 tentang
Pengelolaan Sampah Pada Bank Sampah
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia. (2012). Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2012 tentang
Pedoman Pelaksanaan Reduce, Reuse, dan Recycle melalui Bank Sampah
Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia. (2013). Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Republik Indonesia No.3 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana
Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah
Tangga.
Newton GL, Sheppard DC, Watson DW, Burtle GJ, Dove CR. 2005. Using the Black Soldier Fly,
Hermetia illucens, as a value-added tool for the management of swine manure. Report of
the Animal and Poultry Waste Management Center, North Carolina State University.
Raleigh (US): North Carolina State University.
Kavitha, R., and Subramanian, P. 2007. Bioactive compost a value added compost with microbial
inoculants and organic additives. Journal of Applied Science. 7 (17): 2514-
2518.
Pemerintah Republik Indonesia. (2008). Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah
Poincelot, R.P. (1974). A scientific examination of the principels and practice of composting.
CompostSci. 15: 24-32
Ricci, M. & Confalonieri, A., (2016). Technical Guidance on the Operation of Organic Waste
Treatment Plants, s.l.: International Solid Waste Association.
Saraswati, Dianisti. (2020). Sistem Pengelolaan Limbah Padat. Bandung : PSLH ITB
Steubing, B., Ludwig, C., H. B., & Silva, U. (2010). Analysis of Generation of Computer Waste
using Material Flow Analysis. Waste Management, 473-482.
80
Tchobagnolous, George. (1993). Integrated Solid Waste Management. New York: McGraw-Hill.
Tiquia, S. M., and Tam, N. F. Y. (1996). Fate of nitrogen during composting of chicken
litter. Environmental Pollution.110 (3): 535-54
Tjokrowisastro dan Widodo. (1990). Teknik Pembakaran Dasar dan Bahan Bakar. ITS. Surabaya
Wakchaure, V. N., Zhou, J., Hoffmann, S., & List, B. (2010). Catalytic Asymmetric Reductive
Amination of α Branched Ktones. Angewandte Chemie,122. 4716-4718
Van Huis A. 2013. Potential of insects as food and feed in assuring food security. Annu Rev
Entomol. 58:563-583.
81
LAMPIRAN
82