DISUSUN OLEH
Prambudiana
NIM. 12201052
PEMBIMBING
DISUSUN OLEH
PRAMBUDIANA 12201052
TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI OLEH
ii
LEMBAR PENGESAHAN
DISUSUN OLEH
PRAMBUDIANA 12201052
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugerah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kerja praktik yang berjudul :
Laporan kerja praktik ini merupakan salah satu syarat yang harus ditempuh
untuk menyelesaikan Program Sarjana di Program Studi Teknik Industri, Jurusan
Teknologi Industri dan Proses, Institut Teknologi Kalimantan (ITK) Balikpapan.
Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Sigit Rahmat Rizalmi, S.T., M.Sc., CSCA selaku Dosen Pembimbing
Utama dan Bapak Fandi Afrizal, S.T., M.T. selaku Dosen Pembimbing
Pendamping yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam
penyusunan laporan kerja praktik ini.
2. Andi Idhil Ismail, S.T., M.Sc., Ph.D. selaku Ketua Jurusan Teknologi Industri
dan Proses Institut Teknologi Kalimantan.
4. Bapak Ignatius Suyato selaku HRD & GA Section Head PT. Balikpapan
Ready Mix Pile dan Bapak Graha Tubagus selaku Pembimbing Lapangan.
5. Para staf Departement Quality Control PT. Balikpapan Ready Mix Pile dan
semua bagian PT. Balikpapan Ready Mix Pile.
6. Bapak Sapanah S.Pd., dan Ibu Kasiyati sebagai orang tua yang selalu
memberikan doa, kepercayaan, dukungan material, dan dorongan semangat
sehingga laporan kerja praktik ini dapat terselesaikan tepat waktu.
8. Serta semua pihak yang terlibat dalam penyusunan laporan kerja praktik ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan baik dari materi
maupun teknik penyajian. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun. Semoga laporan kerja praktik ini dapat bermanfaat bagi pembaca
dan dapat menjadi reverensi untuk penelitian yang sama. Atas perhatiannya penulis
ucapkan terima kasih.
Penulis
v
`
INTISARI
Perusahaan pembuatan produk pile di dunia industri tiang beton pancang sangat
kurang, sedangkan perkembangan pembangunan infrastruktur di Indonesia
mendorong kebutuhan precast tiang beton pancang semakin besar. PT. Balikpapan
Ready Mix Pile (BRM Pile) tidak jarang dalam proses produksinya ditemukan
kecacatan atau ketidaksesuaian dengan spesifikasi yang sudah ditentukan. Defect
atau ketidaksesuaian yang terjadi pada proses produksi spun pile product, sehingga
dibutuhkan sebuah metode yang tepat untuk memperbaiki dan mencegah defect,
salah satu metode yang dapat diterapkan adalah metode Six Sigma dengan konsep
DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control). Metode Six Sigma dengan
konsep DMAIC berfungsi untuk mendefinisikan, mengukur, menganalisis,
meningkatkan, dan mengendalikan proses yang sudah ada untuk menuju target six
sigma. Berdasarkan hasil analisis dengan konsep DMAIC didapatkan jenis-jenis
defect yang terjadi pada fase define yaitu beton kering, endplate bengkok, PC Bar
putus, dan retak pada badan pile, hasil analisis dari fase measure didapatkan nilai
DPMO dan nilai sigma dari perusahaan adalah 31.944,44 dan 3,3530 σ, pada
tahapan analyze didapatkan akar penyebab terjadinya jenis defect yang dilihat dari
faktor metode, bahan material, mesin peralatan, dan manusia, pada tahapan improve
didapatkan rekomendasi perbaikan yang dapat dikelompokkan menjadi persediaan,
sarana prasarana, dan SOP, pada tahapan control diberikan rekomendasi
pengendalian untuk mengurangi terjadinya defect.
Kata kunci : Spun Pile, Defect, Six Sigma, DMAIC
vi
`
DAFTAR ISI
viii
`
DAFTAR GAMBAR
ix
`
DAFTAR TABEL
x
`
BAB I
PENDAHULUAN
1
`
1. Bagi Mahasiswa
a. Memenuhi salah satu syarat kelulusan dalam program sarjana di
program studi Teknik Industri Institut Teknologi Kalimantan
b. Mendapatkan ilmu pengetahuan dan pengalaman di lingkup pekerjaan
secara nyata
2
`
3. Bagi Perusahaan/Instansi
a. Terjalinnya kerjasama antara perguruan tinggi dengan perusahaan
b. Mendapatkan bantuan SDM sukarela yang dapat membantu pekerjaan
yang dibutuhkan oleh karyawan perusahaan
c. Ikut serta dalam menciptakan lulusan yang kompeten dan siap dalam
dunia pekerjaan
3
`
BAB II
GAMBARAN UMUM PT. BRM PILE
5
`
6
`
7
`
BAB III
DESKRIPSI UNIT
8
`
9
`
4. Fidding / Plant
Setelah pada tahap pembersihan cetakan dibawa dengan menggunakan
crane untuk ke bagian fidding / plant. Proses pada bagian ini merupakan
proses pengisian slump atau beton dari plant dan dimasukkan ke dalam
cetakan.
5. Stressing
Setelah cetakan di isi slump proses selanjutnya yaitu tahap stressing. Pada
tahap ini proses yang dilakukan yaitu pemasangan baut pada endplate dan
setting baut yang digunakan pada badan cetakan. Pada tahapan ini juga
biasanya produk terlalu lama menunggu karena setting dan pemasangan
baut yang banyak dan memakan waktu serta harus menunggu produk lain
pada proses spinning.
6. Spinning
Setelah cetakan di isi dengan slump dan cetakan sudah dipasang dan di
setting proses selanjutnya yaitu tahap spinning. Spinning merupakan proses
pemerataan slump atau beton dengan cara diputar dengan kecepatan tertentu
dan dengan pengecekan secara berkala untuk memastikan produk baik dan
sesuai. Pada proses ini waktu untuk melakukan spinning untuk satu produk
10
`
7. Steam
Setelah dilakukan proses spinning , proses selanjutnya yaitu steam. Steam
merupakan proses dimana produk dipanaskan dengan tujuan untuk
menghilangkan kadar air yang terdapat pada slump dan dapat memadatkan
produk. Pada proses ini memerlukan waktu 20-30 menit untuk satu produk.
8. Demoulding
Setelah produk di steam proses selanjutnya yaitu proses demoulding. Proses
ini merupakan proses pembukaan baut-baut cetakan produk dan dilakukan
proses pendinginan sebelum di pindahkan ke area stok atau loading.
11
`
9. Loading
Proses loading merupakan tahapan akhir yaitu menunggu produk untuk
dikirim ke pelanggan. Pada saat loading produk di cek secara berkala
dengan dilakukan uji ketahanan umur produk terhadap cuaca dan lama
waktu penyimpanan.
13
`
Gambar 3.10 Diagram alir proses pembongkaran bekisting, pembersihan casting bad
dan pemasangan bekisting
Sumber: PT BRM Pile
14
`
Gambar 3.12 Diagram alir proses pemasangan dan penyetelan komponen pembesian
Sumber: PT BRM Pile
15
`
16
`
Type of shoe
Pencil Shoe
17
`
18
`
Adapun tipe, spesifikasi dan gambar desain dari produk square pile ini
adalah sebagai berikut:
Tabel 3.3 Tipe produk square pile
19
`
Adapun tipe, spesifikasi dan gambar desain dari produk mini pile ini adalah
sebagai berikut:
20
`
PC Strand
ASTM Grade 270 Uncoated
21
`
Adapun tipe, spesifikasi dan gambar desain dari produk CCSP ini adalah
sebagai berikut:
Tabel 3.7 Tipe produk CCSP
22
`
untuk dinding penahan tanah. Flat Sheet Pile merupakan produk pracetak yang
digunakan sebagai salah satu solusi untuk dinding penahan tanah. Flat sheet Pile ini
berbentuk rata dengan dimensi (TebalxLebar) 220mmx500mm dan
320mmx500mm. Umumnya dipasang dibantaran sungai sebagai dinding penahan
tanah atau untuk basement.
Adapun tipe, spesifikasi dan gambar desain dari produk flat sheet pile ini
adalah sebagai berikut:
23
`
Adapun tipe, spesifikasi dan gambar desain dari produk box culvert dan u-
ditch ini adalah sebagai berikut:
24
`
25
`
26
`
27
`
BAB IV
TUGAS KHUSUS
4.1 Pendahuluan
4.1.1 Latar Belakang Permasalahan
Perusahaan pembuatan produk pile di dunia industri tiang beton pancang
sangat kurang, sedangkan perkembangan pembangunan infrastruktur di Indonesia
mendorong kebutuhan precast tiang beton pancang semakin besar. Maka untuk
mempertahankan dan memperbaiki kualitas produk yang dihasilkan harus terus
dilakukan pengendalian kualitas. Kualitas merupakan keseluruhan fitur dan
karakteristik produk atau jasa,yang mampu memuaskan atau memenuhi kebutuhan-
kebutuhan yang telah ditetapkan oleh suatu perusahaan atau instansi (American
society for quality control’s, dalam Kotler, 2009.) Ada banyak cara yang dapat
digunakan untuk meningkatkan kualitas produk, salah satunya dengan menekan
angka kecacatan produk selama proses produksi.
PT. BALIKPAPAN READY MIX (BRM) merupakan salah satu perusahaan
yang bergerak dalam bidang industri konstruksi bangunan dengan produksi utama
yaitu bahan baku beton bermutu tinggi. Sebagai perusahaan konstruksi bangunan
pertama di Kalimantan Timur dan sebagai pembuat utama bahan baku beton, PT.
BRM membuka divisi lain yaitu PT BALIKPAPAN READY MIX PILE yang
memproduksi tiang pancang beton, precast dan beton siap pakai dengan kualitas
tinggi untuk kebutuhan konstruksi beton. Kebutuhan Ready Mix dan tiang pancang
beton sangat dibutuhkan untuk pembangunan di Kalimantan Timur, terutama di
kota Balikpapan. Dengan adanya Ready Mix di Balikpapan, sangat membantu untuk
pekerjaan struktur beton bertulang, terutama untuk pembangunan rumah bertingkat,
gedung pencakar langit, jalan-jalan dan pabrik. Keunggulan menggunakan Ready
Mix dapat mempercepat pekerjaan, menghemat waktu dan menjaga kualitas beton.
PT. Balikpapan Ready Mix Pile (BRM Pile) dalam proses produksinya tentu
ingin menghasilkan produk-produk yang berkualitas tinggi, tetapi tidak jarang
dalam proses produksinya ditemukan kecacatan atau ketidaksesuaian dengan
spesifikasi yang sudah ditentukan. Setelah dilakukan pengamatan, inspeksi, dan
wawancara dengan pekerja pada workshop spun product, didapatkan beberapa
defect yang terjadi pada produk spun pile diantaranya adalah beton kering, endplate
28
`
bengkok, PC Bar putus dan retak pada badan pile, sehingga harus dilakukan
finishing yang lebih lama serta menambah waktu kerja, memperlama waktu
pengiriman, dan biaya pengerjaan. Defect atau ketidaksesuaian yang terjadi
dibutuhkan sebuah metode yang tepat untuk memperbaiki dan mencegah defect
atau hal serupa pada proses produksinya, salah satu metode yang tepat dan penulis
tawarkan adalah metode Six Sigma dengan konsep DMAIC. Metode DMAIC
merupakan pendekatan yang lengkap untuk melakukan pengendalian dan perbaikan
kualitas karena dimulai dengan mengidentifikasi masalah sampai melakukan
pengendalian serta memberikan usulan untuk melakukan perbaikan (Susetyo, 2011;
Caesaro et.al., 2015).
Penelitian ini dilakukan menggunakan metode Six Sigma dengan konsep
DMAIC yang berfungsi untuk mendefinisikan, mengukur, menganalisis,
meningkatkan, dan mengendalikan proses yang sudah ada untuk menuju target six
sigma (Tetteh & Uzochukwu, 2015). Hasil analisis kualitas yang didapatkan
menggunakan metode Six Sigma dengan konsep DMAIC diharapkan dapat
memberikan rekomendasi perbaikan, tindakan perbaikan dan preventif sehingga
dapat meminimalisir terjadinya defect yang ditemukan pada proses produksi tiang
beton pancang (spun pile)p ada workshop spun product di PT. Balikpapan Ready
Mix Pile.
29
`
4.1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pengerjaan tugas khusus yang dilakukan adalah sebagai
berikut:
1. Dapat mengetahui jenis-jenis defect dalam proses produksi spun pile
product di workshop spun PT. Balikpapan Ready Mix Pile
2. Dapat mengetahui nilai sigma dari proses pembuatan spun pile product PT.
Balikpapan Ready Mix Pile
3. Dapat mengetahui akar penyebab permasalahan yang terjadi pada proses
produksi spun pile product di workshop spun PT. Balikpapan Ready Mix
Pile
4. Dapat memberikan rekomendasi perbaikan pada proses produksi spun pile
product di workshop spun PT. Balikpapan Ready Mix Pile
5. Dapat merekomendasi cara pengendalian pada proses produksi spun pile
product di workshop spun PT. Balikpapan Ready Mix Pile
4.1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari pengerjaan tugas khusus yang dilakukan adalah
sebagai berikut:
1. Bagi perusahaan
Dapat menjadikan tugas khusus ini untuk sumber informasi serta bahan
penilaian untuk mengatasi risiko pengendalian kualitas yang dapat terjadi
pada alur proses produksi di workshop spun.
2. Bagi penulis
Dapat menambah pengetahuan dan pemahaman tentang penerapan metode
DMAIC dalam pengendalian kualitas pada alur proses produksi pembuatan
tiang beton pancang.
3. Bagi peneliti lain
Dapat digunakan sebagai sumber informasi, referensi, dan perbandingan
untuk melakukan penelitian dengan tema atau metode yang sejenis.
1. Pengambilan data hanya berfokus pada proses produksi spun pile product
pada workshop spun PT. Balikpapan Ready Mix Pile.
2. Data berupa banyaknya ketidaksesuaian produk defect dan jenis defect
proses produksi spun pile di workshop spun product PT. Balikpapan Ready
Mix Pile.
3. Pengambilan tata berupa banyaknya ketidaksesuaian produk defect dan
jenis defect proses produksi spun pile didapatkan dari hasil observasi dan
diskusi selama satu bulan.
31
`
itu diperlukan suatu control yang tepat yaitu quality control. Dengan diadakannya
quality control maka perusahaan akan dapat melakukan tindakan-tindakan yang
dapat mencegah penyimpangan-penyimpangan mutu produk standard yang
ditetapkan perusahaan. Seiring dengan semakin berkembangnya dunia industri
khususnya di bidang produksi serta semakin kritisnya konsumen terhadap kualitas
produk yang akan dibelinya, maka perusahaan mulai menyadari betapa pentingnya
quality control dalam rangka menunjang tujuan jangka pan.iang perusahaan yaitu
mempertahankan pasar atau bahkan memperluas pasar. Hal ini disebabkan karena
kualitas produk dapat mencerminkan keberhasilan perusahaan dan dapat
menanamkan image di benak konsumen (Heizer & Render 2013).
Pengendalian kualitas merupakan kegiatan yang terpadu dalam perusahaan
untuk menjaga dan mempertahankan kualitas produk yang dihasilkan agar dapat
berjalan baik dan sesuai standar yang ditetapkan. Adapun beberapa tujuan
pengendalian kualitas adalah sebagai berikut:
1. Peningkatan kepuasan pelanggan.
2. Penggunaan biaya yang serendah-rendahnya.
3. Selesai tepat pada waktunya.
Tujuan pokok pengendalian kualitas adalah, untuk mengetahui sampai sejauh mana
proses dan hasil produk atau jasa yang dibuat sesuai dengan standar yang ditetapkan
perusahaan. Adapun tujuan pengendalian kualitas secara umum adalah sebagai
berikut: (Heizer & Render 2013)
1. Produk akhir mempunyai spesifikasi sesuai dengan standar mutu atau
kualitas yang telah ditetapkan.
2. Agar biaya desain produk, biaya inspeksi, dan biaya proses produksi dapat
berjalan secara efisien.
3. Prinsip pengendalian kualitas merupakan upaya untuk mencapai dan
meningkatkan proses dilakukan secara terus-menerus untuk dianalisis agar
menghasilkan informasi yang dapat digunakan untuk mengendalikan dan
meningkatkan proses, sehingga proses tersebut memiliki kemampuan
(kapabilitas) untuk memenuhi spesifikasi produk yang diinginkan oleh
pelanggan.
32
`
Yield = persentase
Defect per Million Oppurtunuties Level Sigma
item tanpa cacat
30,9 690.000 1
69,2 308.000 2
93,3 66.800 3
99,4 6.120 4
99,98 320 5
99,9997 3,4 6
Sumber: Journal of construction engineering and management; “Implementing and Applying Six
Sigma in Construction” (Pheng dan Hui, 2004).
4.2.3 DMAIC
Menurut Pande (2003), dalam Six Sigma Way, menggunakan dan merujuk
pada siklus lima-fase yang makin umum dalam organisasi-organisasi Six Sigma
yaitu DMAIC singkata dari Define (tentukan), Measure (ukur), Analyze (analisa),
Improve (tingkatkan) dan Control (kendalikan). DMAIC diterapkan baik pada
perbaikan proses maupun pada perancangan ulang proses. Menurut Gaspersz
(2002), DMAIC dilakukan secara sistematik berdasarkan ilmu pengetahuan dan
fakta. Proses Closed-loop ini (DMAIC) menghilangkan langkah-langkah proses
yang tidak produktif, sering berfokus pada pengukuran-pengukuran baru dan
menerapkan teknologi untuk peningkatan kualitas menuju target Six Sigma.
Metodologi yang digunakan dalam upaya mendukung metode Six Sigma tersebut
adalah DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, dan Control). Proses DMAIC
sangat berguna apabila digunakan pada produk atau proses yang telah ada sehingga
bisa digunakan untuk memenuhi atau meningkatkan kebutuhan pelanggan
(Gaspers, 2018).
Tahapan awal DMAIC yaitu fase Define yang merupakan langkah awal
dalam peningkatan kualitas dimana masalah mulai diidentifikasi. Bertujuan untuk
mengidentifikasikan produk dan proses inti perusahaan yang akan diperbaiki dan
menentukan sumber daya yang dibutuhkan dalam perbaikan. Define merupakan
34
`
langkah operasional pertama dalam program peningkatan kualitas Six Sigma. Pada
tahapan ini kita perlu mengidentifikasi beberapa hal yang terkait dengan kriteria
pemilihan proyek Six Sigma, peran dan tanggung jawab dari orang-orang yang akan
terlibat dalam proyek Sig Sigma, kebutuhan pelatihan untuk orang-orang yang
terlibat dalam proyek Sig Sigma, proses-prose kunci dalam proyek Six Sigma
beserta pelanggannya, kebutuhan spesifik dari pelanggan dan pernyataan tujuan
proyek Six Sigma (Vincent Gaspersz, 2002). Proses trasnformasi pengetahuan dan
metodologi Six Sigma yang paling efektif adalah melalui menciptakan sistem Six
Sigma yang terstruktur dan sistematik yang diberikan kepada kelompok orang-
orang yang terlibat dalam program Six Sigma. Meskipun setiap manajemen
organisasi bebas menentukan kurikulum Six Sigma dalam pelatihan organisasi
tentang Six Sigma, namun panduan berfikir dapat membantu manajemen untuk
menyesuaikan dan memilih topik-topik Six Sigma yang relevan untuk diterapkan
dalam sistem pelatihan organisasi (Vincent Gaspersz, 2002). Tahapan setiap proyek
Six Sigma yang terpilih, harus didefinisikan prosesproses kunci, proses beserta
interaksinya, serta pelanggan yang terlibat dalam setiap proses itu. Pelanggan di
sini dapat menjadi pelanggan internal maupun eksternal (Vincent Gaspersz, 2002).
Tahap kedua yaitu fase Measure, pada fase ini aktifitas yang dilakukan yaitu
pengukuran proses sebelumnya (pengukuran dasar), pada tahap ini manajemen
harus memahami proses internal yang sangat potensial mempengaruhi mutu output
(Critical To Quality) kemudian mengukur besaran penyimpangan yang terjadi
dibandingkan dengan baku mutu yang telah ditetapkan pada CTQ dari produk atau
proses yang ingin diperbaiki, selanjutnya mengumpulkan beberapa informasi dasar
dari produk atau proses, terakhir menetapkan target perbaikan yang ingin dicapai.
Pada fase measure atau pengukuran diambil menggunakan data aktual. Pengukuran
akan menjadi asal mula untuk tim dapat mengukur perbaikan. Tim mengembangkan
pengukuran atau menggunakan pengukuran yang sudah ada seperti Statistical
Process Control (SPC) atau informasi basis data, dan dicocokan sesuai dengan
kriteria pelanggan yang penting. Diagram pareto dan diagram control dan juga
metode yang disebutkan di atas dalam tahap “define” adalah sumber data yang dapat
digunakan untuk garis dasar pengukuran (Tetteh & Uzochukwu, 2015). Measure
juga dapat dilakukan dengan mengukur kinerja sekarang (current performance)
untuk ditetapkan sebagai baseline kinerja pada awal proyek six sigma. Output
diukur dalam defect per million opportunities (DPMO) dan nilau sigma (σ).
35
`
Perhitungan untuk mencari DPMO dan nilai sigma adalah sebagai berikut (Robby,
2022) :
𝐷𝑒𝑓𝑒𝑐𝑡
DPMO = x 1 juta …………………………………………….(1)
𝑈𝑛𝑖𝑡 × 𝑂𝑝𝑝𝑜𝑟𝑡𝑢𝑛𝑖𝑡𝑦
Keterangan :
Defect : Jumlah cacat yang ditemukan
Unit : Jumlah unit yang diperiksa
Opprotunity : Kemungkinan kecacatan
Pengukuran sigma adalah sebagai berikut:
𝐷𝑃𝑀𝑂
Sigma = normsinv (1 − ) + 1,5 ………………………………………..(2)
1000000
Tahap ketiga yaitu fase Analyze yang merupakan tahap operasional ke tiga
dimana dilakukan identifikasi akar penyebab masalah dengan berdasarkan pada
analisa data. Hasil dari analisa tersebut dapat digunakan untuk membuat solusi
dalam melakukan pengembangan dan improvement terhadap proses yang sedang
dikerjakan. Langkah yang dilakukan yaitu mengidentifikasi beberapa kemungkinan
penyebab (X) variasi atau defect yang mempengaruhi keluaran (Y) dari proses.
Salah satu alat bantu yang sering digunakan dalam langkah analisis adalah fishbone
diagram. Sebuah tim six sigma mencari kemungkinan penyebab yang dapat berasal
dari manusia, mesin, peralatan, lingkungan, material, dan metode. Teknik efektik
yang lainnya untuk mencari tahu akar penyebab adalah menanyakan “why” ke
sebuah kemungkinan penyebab setidaknya lima kali (Eckes, 2001). Saran anggota
tim mungkin dibutuhkan untuk mengklarifikasi sebelum melanjutkan lebih jauh,
maka dari itu setiap anggota tim harus memahami dengan jelas masalah yang
disajikan. Penyebab dari divalidasi menggunakan data yang sudah ada atau data
baru dan alat statistik yang berlaku seperti scatter plots, ANOVA, regresi, atau
design of experiments (DOE). Pakar mengingatkan untuk tidak berasumsi
hubungan sebab akibat kecuali ada bukti yang jelas. Validasi akar penyebab dapat
membantu tim menghindari implementasi “perbaikan” yang tidak efektif dan
membuang sumber daya yang bernilai. Akar penyebab adalah keluaran nomor satu
yang keluar dari langkah perbaikan (Tetteh & Uzochukwu, 2015).
Tahap keempat yaitu fase Improve di sini tim akan brainstorm untuk
mendapatkan tindakan korektif yang mengarah kepada akar penyebab. Alat bantu
yang paling diminati untuk proses ini adalah affinity diagram yang mana adalah
sebuah teknik brainstorming di mana sebuah topik atau isu disajikan ke sebuah tim
36
`
kecil yang akan memikirkan daftar ide atau solusi dengan cepat. Perbaikan harus
dipilih berdasarkan kemungkinan berhasil, waktu perbaikan, dampak terhadap
sumber daya, dan biaya. Jika data baru yang dikumpulkan mengindikasikan
implementasi berskala kecil akan sukses, tim harus melanjutkan ke implementasi
berskala besar (Tetteh & Uzochukwu, 2015). Pada dasarnya rencana-rencana
tindakan (action plans) akan mendeskripsikan tentang alokasi sumber-sumber daya
serta proritas dan alternatif yang dilakukan dalam implementasi dari rencana itu.
Bentuk-bentuk pengawasan dan usaha-usaha untuk mempelajari melalui
pengumpulan data dan anlisis ketika implementasi dari suatu rencana, juga harus
direncanakan pada tahapan ini. Pengembangan rencana tindakan merupakan salah
satu aktivitas yang penting dalam program pentingnya kualitas Six Sigma, yang
berarti bahwa dalam tahapan ini tim peningkatak kualitas Six Sigma harus
memutuskan apa yang harus dicapai (berkaitan dengan target yang ditetapkan),
alasan kegunaan rencana tindakan itu harus dilakukan, di mana rencana tindakan
itu akan diterapakan atau dilakukan, bilamana rencana tindakan itu akan dilakukan,
bagaimana melaksanakan rencana tindakan itu, dan berapa besar biaya untuk
melaksanakan rencana tindakan itu serta manfaat positif yang diterima dari
implementasi rencana tindakan.
Langkah kelima atau langkah terakhir untuk six sigma adalah fase control.
Pada saat ini perangkat harus ditempatkan untuk memberikan tanda lebih awal
ketika sebuah proses di luar kendali. Tim dapat mengempangkan perangan yang
menggunakan suara ringan, programming logika, atau desain no-go membantu
mengontrol sebuah proses. Tujuan utama tahap ini adalah untuk mengurangi variasi
dengan mengontrol X dan mengawasi Y (Tetteh & Uzochukwu, 2015). Control
merupakan tahapan terakhir dalam proyek peningkatan kualitas Six Sigma. Tim Six
Sigma kepada pemilik atau penanggung jawab proses, yang berarti proyek Six
Sigma berakhir pada tahapan ini. Selanjutnya, proyek-proyek Six Sigma pada area
lain dalam proses atau organisasi bisnis ditetapkan sebagai proyek-proyek baru
yang harus mengikuti siklus DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve and
Control) (Vincent Gaspersz, 2002). Langkah terakhir ini bertujuan untuk
mengevaluasi solusi dan rencana, menjaga upaya-upaya yang telah dilakukan
dengan menstandarisasi proses dan melakukan kontrol dalam setiap kegiatan,
sehingga memperoleh hasil yang baik dan dapat mengurangi waktu, masalah, dan
biaya yang tidak dibutuhkan. Pada fase ini, karena proses dapat ditingkatkan atau
37
`
4.3 Metodologi
Berikut merupakan metodologi penelitian dalam kerja praktik ini yang
digambarkan dengan menggunakan diagram alir seperti berikut ini :
38
`
1. Observasi
Observasi atau pengamatan yaitu penulis mencari informasi dan
mengetahui adanya sebuah permasalahan di workshop spun .
2. Identifikasi Masalah
Mengidentifikasi masalah yaitu penulis dapat menentukan permasalahan
yang terdapat pada proses produksi di workshop spun. Didapatkan adanya
defect pada saat produksi spun pile product di workshop spun. Hal ini yang
menjadi dasar penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana
kualitas produk spun pile di PT. Balikpapan Ready Mix Pile.
3. Studi Literatur
Melakukan riset penelitian tahap awal dengan melakukan tinjauan pustaka
yang sesuai dengan penelitian sebagai acuan dengan mengumpulkan
berbagai literatur terkait sebagai tambahan referensi dalam melakukan
penelitian ini. Literatur yang digunakan didapatkan dari berbagai sumber
seperti jurnal nasional maupun internasional, e-book dan buku yang
berhubungan dengan Six Sigma.
4. Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang diperoleh merupakan data data jenis produk
defect, data tersebut penulis dapatkan sebagai data sekunder karena
diberikan langsung oleh pihak perusahaan. Tidak hanya data sekunder,
tetapi dalam pengumpulan data penulis juga melakukan pengambilan data
primer jug yang didapatkan dari hasil observasi, wawancara, dan
dokumentasi. Pihak pemberi informasi pada data primer ini adalah QC
Inspector, para pekerja yang bekerja pada workshop spun pile product PT.
BRM dan diskusi selama satu bulan di workshop spun PT. Balikpapan
Ready Mix Pile.
5. Pengolahan Data
Data yang telah diperoleh yaitu jenis produk defect kemudian diolah
menjadi informasi pada tahap measure dengan mencari nilai sigma
sehingga diketahui kondisi kualitas produksi spun pile product di
workshop spun PT. BRM Pile saat ini.
6. Hasil dan Pembahasan
39
`
Hasil data dan pembahasan dilakukan pada tahap define, analyze, improve,
dan control untuk menganalisis defect sehingga didapatkan penyebab-
penyebab terjadinya defect yang selanjutnya akan diberikan tindakan
perbaikan untuk masing-masing penyebab dan tindakan control atau
pengendalian untuk mencegah atau meminimalisir terjadinya defect.
7. Kesimpulan dan Saran
Tahapan ini merupakan tahapan akhir dari penelitian, dimana menjelaskan
kesimpulan dan saran dari penelitian ini. Kesimpulan dari penelitian ini
menjawab tujuan dari penelitian dan saran merupakan masukan perbaikan
untuk PT. Balikpapan Ready Mix Pile.
40
`
ENDPLATE
13. B.1067 Stock 30 2
BENGKOK
ENDPLATE
14. B.1066 Stock 30 3
BENGKOK
ENDPLATE
15. B.1051 Stock 30 5
BENGKOK
ENDPLATE
16. B.1051 Stock 30 3
BENGKOK
41
`
ENDPLATE
17. B.0051 Stock 30 4
BENGKOK
18. B.1051 Stock PC BAR PUTUS 30 3
19. B.1051 Stock PC BAR PUTUS 30 2
RETAK PADA
25. B.1070 Stock 30 8
BADAN PILE
RETAK PADA
26. B.0051 Stock 30 5
BADAN PILE
RETAK PADA
27. B.0051 Stock 30 5
BADAN PILE
RETAK PADA
28. B.0051 Stock 30 2
BADAN PILE
RETAK PADA
29. B.0051 Stock 30 5
BADAN PILE
RETAK PADA
30. B.0051 Stock 30 2
BADAN PILE
Sumber: PT. BRM Pile
1. Define
Fase define (identifikasi / pendefinisian) memuat permasalahan dari
keinginan konsumen yang akan diselesaikan dan memuat hasil identifikasi
kebutuhan konsumen. Dalam fase Define dilakukan proses mendefinisikan
masalah yang terjadi, mendefinisikan peran orang dan proses yang terlibat, dan
mengidentifikasi critical to quality (CTQ) yang berhubungan langsung dengan
kebutuhan spesifik dari pelanggan. Pada fase define tools yang digunakan oleh
42
`
penulis yaitu tabel Critical to quality (CTQ). Tabel CTQ memuat standar
kualitas suatu produk yang sesuai dengan standar kualitas di perusahaan atau
kebutuhan konsumen yang bertujuan untuk kepuasan terhadap suatu produk
ataupun jasa.
C) PC Bar putus
PC Bar merupakan kerangka besi yang terdapat dalam produk spun pile.
Faktor yang menyebabkan PC Bar putus yaitu pada saat dipasangkan
lobang pada endplate tidak sesuai sehingga pada saat spinning PC Bar
putus dan menembus keluar badan pile.
D) Retak pada badan pile
Retak pada badan pile merupakan jenis defect yang sangat sering kali
terjadi, dan sangat merugikan waktu karena harus dilakukan proses
finishing dengan memakan waktu yang lama.
2. Measure
• Nilai Sigma
= NORM.S.INV((1.000.000 - DPMO)/ 1.000.000) + 1.5
= NORM.S.INV((1.000.000 – 31.944,44) / (1.000.000) + 1.5
Nilai Sigma = 3,3530 σ
Setelah dilakukannya perhitungan DPMO didapatkan nilai sigma sebesar 3,353
σ yang berarti masih jauh dari nilai sigma yaitu 6 sigma. Untuk nilai ini
perusahaan belum dikatakan baik dan harus melakukan perbaikan secara
berkesinambungan.
3. Analyze
Tujuan utama fase analyze adalah untuk mengidentifikasi akar penyebab
dan mengkonfirmasinya berdasarkan data dengan tujuan hasil dari identifikasi
penyebab masalah yang berhubungan dengan efek yang ditimbulkan dan
mengetahui serta memahami tentang pengaruh akar masalah terhadap CTQ.
Pada fase analyse tools yang digunakan oleh penulis yaitu pembuatan
Fishbone diagram atau diagram sebab akibat. Fishbone diagram digunakan
untuk mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah, pembuatan fishbone
diagram ini dibuat berdasarkan jenis defect yang terjadi. Berikut merupakan
fishbone diagram dari jenis defect beton kering.
45
`
Pada gambar 4.5 diatas merupakan hasil analisis dari penulis dengan
menggunakan fishbone diagram didapatkan beberapa penyebab terjadinya
jenis defect beton kering yaitu pada bagian method yang disebabkan karena
pengadukan terlalu lama sehingga kadar air dalam beton berkurang, sehingga
mengakibatkan slump berubah komposisi dan menjadi cepat kering. Bagian
materials yaitu slump terlalu lama menunggu tambahan dari plant kurang lebih
20 menit karena mati lampu dan perubahan kondisi material dari batching plant
karena hujan. Pada bagian machines yaitu cetakan terlalu lama di area stressing
karena ganti coupler yang tidak pas dan beton kering karena 1x loading 5
cetakan dan terjadi antrian di spinning. Pada bagian man yaitu loading
dikarenakan ada permasalahan pada operator di plant dan beton terlalu keras
diduga kelalaian operator plant, ini adalah hal-hal yang seharusnya bisa diatasi
tetapi jika dibiarkan terus menerus akan terdapat kerugian-kerugian yang dapat
menghambat proses produksi.
Pada gambar 4.6 diatas merupakan hasil analisis dari penulis dengan
menggunakan fishbone diagram didapatkan beberapa penyebab terjadinya
jenis defect endplate bengkok yaitu pada bagian method yang disebabkan
karena tidak adanya pengecekan terhadap part yang ingin digunakan, hal ini
46
`
Pada gambar 4.7 diatas merupakan hasil analisis dari penulis dengan
menggunakan fishbone diagram didapatkan beberapa penyebab terjadinya
jenis defect PC Bar putus yaitu pada bagian method yang disebabkan karena
tahapan penyetingan pada PC Bar kurang diperhatikan, pelaksanaan
penyetingan pekerja harus diperhatikan lagi. Pada bagian materials yaitu PC
Bar yang mengalami putus pada badan yang kemungkinan tidak layak pakai,
terselip diantara PC Bar dengan kondisi yang bagus, hal ini bisa sangat fatal
dan tentunya dapat mengalami kerugian. Pada bagian machines yaitu button
heading pada PC Bar terlalu kecil karena ada masalah pada mesin saat setting,
dan PC Bar putus pada saat melakukan stressing. Pada bagian man yaitu lubang
47
`
Gambar 4.8 Fishbone Diagram Jenis Defect Retak Pada Badan Pile
Sumber: Penulis, 2023
Pada gambar 4.8 diatas merupakan hasil analisis dari penulis dengan
menggunakan fishbone diagram didapatkan beberapa penyebab terjadinya
jenis defect retak pada badan pile yaitu pada bagian method yang disebabkan
karena pemerataan slump dengan vibra tidak masuk sampai area bawah dan
masih banyak udara yang tersisa sehingga berpengaruh pada hasil akhir produk
(pile). Pada bagian machines yaitu badan pile lengket pada cetakan karena
cetakan berkarat serta pemberian oil foam kurang banyak. Pada bagian man
yaitu saat pemindahan empat pile sekaligus, menyebabkan antar pile tergelincir
berbenturan keras sehingga menyebabkan retak pada badan pile, dan operator
terlalu tinggi mengangkat cetakan pada saat pembokaran produk sehingga pada
saat jatuh badan pile retak.
4. Improve
Tahap Improve merupakan tahap perbaikan penyebab masalah yang
mempengaruhi kualitas yang didapat dari hasil tahap analyze menggunakan
fishbone diagram. Tindakan perbaikan yang penulis berikan dapat dilihat pada
tabel dibawah ini:
48
`
49
`
50
`
51
`
52
`
3,353. Angka ini masih jauh dari 6 (six sigma) dan dapat diindikasikan
bahwa kualitas proses produksi dan produk perusahaan PT. BRM Pile
berada di rata-rata industri di Indonesia.
3. Hasil analisis menggunakan fishbone diagram didapatkan akar penyebab
defect yaitu dikelompokkan menjadi faktor materials berjumlah 1, tools
berjumlah 8, pada bagian man berjumlah 6, dan pada bagian methods
berjumlah 4.
4. Hasil dari rekomendasi perbaikan yang diberikan pada tabel failure mode
dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu persediaan, sarana prasarana dan
SOP.
5. Hasil dari rekomendasi pengendalian dapat diberikan tindakan korektif
untuk setiap penyebab terjadinya defect.
4.5.2 Saran
Adapun saran yang dapat penulis berikan pada pengerjaan tugas khusus ini
adalah sebagai berikut:
54
`
Nasution, S., Desiana Sodikin, R., Jurusan Teknik Industri, D., & Jurusan Teknik
Industri, M. (2018). Proses Pembuatan Karton Box. Jurnal Sistem Teknik
Industri, 20(2).
Safrizal, M. (2016). Pengendalian kualitas dengan metode six sigma pengendalian
kualitas dengan metode six sigma. Jurnal Manajemen Dan Keuangan, 5(2),
615–626.
Tetteh, E. G., & Uzochukwu, B. M. (2014). Lean Six Sigma Approaches in
Manufacturing, Services, and Production. In Lean Six Sigma Approaches in
Manufacturing, Services, and Production (Issue November).
https://doi.org/10.4018/978-1-4666-7320-5
Ulfah, E. M., & Auliandri, T. A. (2019). Analisis Kualitas Distribusi Air
Menggunakan Metode Six Sigma DMAIC Pada Pdam Surya Sembada Kota
Surabaya. INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis Dan Manajemen Indonesia, 2(3),
315–329. https://doi.org/10.31842/jurnal-inobis.v2i3.93
Wahyuni, S. (2013). Teori Konsumsi Dan Produksi Dalam Perspektif Islam.
Jurnal AkWahyuni, S. (2013). Teori Konsumsi Dan Produksi Dalam
Perspektif Islam. Jurnal Akuntabel, Vol 10(No 1), 74–79.
Https://Core.Ac.Uk/Download/Pdf/229018574.Pdfuntabel, Vol 10(No 1),
74–79. https://core.ac.uk/download/pdf/229018574.pdf
55
`
LAMPIRAN
1. Form KP 004
56
`
57
`
58
`
59
`
60
`
2. FORM KP 005
61
`
3. FORM KP 006
62
`
63
`
64
`
65
`
66
`
67
`
5. Lembar Penilaian
68
`
69
`
70