Anda di halaman 1dari 5

MEMBANGUN PENDIDIKAN YANG BERETIKA DAN BERMORAL

PADA SEMUA KALANGAN

Penulis: Suci Ramadhani Neri


Mahasiswa Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) 1G
FAKULTAS TARBIYAH DAN TADRIS
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BENGKULU
2018

Saat ini generasi muda kita sangat mudah emosi dan lebih
mengutamakan otot daripada akal pikiran. Seperti yang sudah terjadi
bahwa tawuran bukan lagi milik pelajar menengah tapi sudah masuk ke
dalam dunia perkuliahan. Dan sekarang ini sudah sangat jarang ada
demonstrasi yang santun dan tidak menggangu orang lain baik kata-kata
yang diucapkan dan prilaku yang ditampilkan. Kita juga kadang-kadang
jadi ragu apakah demonstrasi yang dilakukan mahasiswa murni untuk
kepentingan rakyat atau bentuk suruhan pejabat negara. Keadaan
generasi penerus atau calon generasi penerus bangsa saat ini sangat
memprihatinkan yang tinggal dan hidup juga dibesarkan di dalam negara
ini. Untuk mempersiapkan generasi penerus bangsa yang bermoral,
beretika, sopan, santun, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa perlu dilakukan hal-hal yang memungkinkan hal itu terjadi walaupun
membutuhkan waktu yang tidak sebentar.

Pendidikan pada hakikatnya adalah alat untuk menyiapkan sumber


daya manusia yang bermoral dan berkualitas. Dan sumber daya manusia
tersebut merupakan bentuk nyata dari apa yang telah pendidikan
sumbangankan untuk kemajuan atau kemunduran suatu bangsa. Apa
yang telah terjadi pada Bangsa Indonesia saat ini adalah sebagai
sumbangan pendidikan nasional kita selama ini. Pendidikan nasional
selama ini telah mengesampingkan banyak hal. Seharusnya pendidikan
nasional kita mampu menciptakan pribadi yang bermoral, mandiri, matang
dan dewasa, jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berperilaku
santun, tahu malu dan tidak egois serta mementingkan kepentingan
bangsa bukan pribadi atau kelompok.Tapi kenyataanya bisa kita lihat saat
ini bahwa pejabat yang melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme baik di
legislatif, ekskutif dan yudikatif semuanya orang-orang yang
berpendidikan bahkan tidak tanggung-tanggung mereka bergelar dari
sarjana sampai tingkat yang lebih tinggi.

Di pendidikan tingkat menengah sampai dasar sama parahnya


setiap awal tahun ajaran baru. Para orang tua murid sibuk mengurusi nilai,
kalau perlu disuruh memperbaiki nilai supaya bisa masuk sekolah-sekolah
favorit. Kalaupun nilai anaknya rendah, cara yang paling praktis adalah
melakukan berbagai cara untuk memasukan anaknya ke sekolah yang
diinginkan dan kadang melakukan aksi penyuapan. Perilaku para orang
tua seperti ini secara tidak langsung sudah mengajari anak-anak mereka
bagaimana melakukan kecurangan dan penipuan. Kembali ke pendidikan
nasional yang bermoral dimana proses pendidikan harus bisa membawa
peserta didik kearah kedewasaan, kemandirian dan bertanggung jawab,
jujur, santun, berahklak mulia, berbudi pekerti luhur sehingga mereka tidak
lagi bergantung kepada keluarga, masyarakat atau bangsa setelah
menyelesaikan pendidikannya. Tetapi sebaliknya, mereka bisa
membangun bangsa ini dengan kekayaan yang kita miliki dan dihargai
didunia internasional. Kalau perlu bangsa ini tidak lagi mengandalkan
utang untuk pembangunan. Sehingga negara lain tidak seenaknya
meremehkan bangsa ini dalam berbagai bidang kehidupan.

Perubahan dalam pendidikan nasional jangan hanya terpaku pada


perubahan kurikulum, peningkatan anggaran pendidikan, perbaikan
fasilitas. Misalkan kurikulum sudah dirubah, anggaran pendidikan sudah
ditingkatkan dan fasilitas sudah dilengkapi dan gaji guru/dosen sudah
dinaikkan, Namun kalau pendidik serta para pembuat kebijakan belum
memiliki sifat-sifat seperti diatas, rasanya perubahan-perubahan tersebut
akan sia-sia. Berlaku adil dan Hilangkan perbedaan, pendidikan nasional
kita telah berlaku tidak adil dan membuat perbedaan diantara peserta
didik. Sehingga generasi muda kita secara tidak langsung sudah diajari
bagaimana berlaku tidak adil dan membuat perbedaan. Jadi, pembukaan
kelas unggulan atau kelas akselerasi hanya akan membuat kesenjangan
sosial diantara peserta didik, orang tua dan masyarakat. Yang masuk di
kelas unggulan belum tentu memang unggul, tetapi ada juga yang
diunggul-unggulkan. Yang tidak masuk kelas unggulan belum tentu
karena tidak unggul otaknya tapi karena dananya tidak unggul. Begitu
juga kelas akselerasi, yang sibuk bukan peserta didik, tapi para orang tua
mereka mencari jalan bagaimana supaya anaknya bisa masuk kelas
tersebut.

Kalau mau membuat perbedaan, buatlah perbedaan yang bisa


menumbuhkan peserta didik yang beretika dan bermoral, dewasa dan
bertanggungjawab. Jangan hanya mengadopsi sistem bangsa lain yang
belum tentu cocok dengan karakter bangsa kita. Karena itu, pembukaan
kelas unggulan dan akselerasi perlu ditinjau kembali kalau perlu hilangkan
saja. Contoh lain lagi, seorang guru marah-marah karena beberapa siswa
tidak membawa buku pelajaran. Padahal dia sendiri tidak pernah
membawa buku pelajaran ke kelas melainkan hanya membawa buku
paket. Dan seorang siswa yang pernah mendapatkan nilai 5 yang
seharusnya mendapat nilai 8. Karena dia sering protes pada guru ketika
belajar dan tidak ikut les dirumah guru tersebut. Itulah contoh paling
sederhana bahwa pendidikan nasional kita belum mengajarkan
bagaimana berlaku adil dan menghilangkan perbedaan. Kalau kita
menginginkan generasi penerus yang bermoral, jujur, berakhlak mulia,
berbudi pekerti luhur, berperilaku santun, bermoral, tahu malu dan tidak
arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau
kelompok. Maka semua pejabat yang memegang jabatan baik legislative,
ekskutif maupun yudikatif harus berbenah diri dan memberi contoh dulu
bagaimana jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berperilaku
santun, bermoral, tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan
kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok kepada generasi muda
mulai saat ini.
Karena mereka semua adalah orang-orang yang berpendidikan
dan tidak sedikit pejabat yang bergelar profesor doktor. Mereka harus
membuktikan bahwa mereka adalah hasil dari sistim pendidikan nasional
selama ini. Jadi kalau mereka terbukti salah melakukan korupsi, kolusi
dan nepotisme, jangan cari alasan untuk menghindar. Tunjukan bahwa
mereka orang yang berpendidikan, bermoral dan taat hukum. Jangan
bohong dan curang apabila tetap mereka lakukan, sama saja secara tidak
langsung mereka sudah memberikan contoh kepada generasi penerus
bahwa pendidikan tinggi bukan jaminan orang untuk jujur, berakhlak
mulia, berbudi pekerti luhur, berprilaku santun, bermoral, tahu malu dan
tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau
kelompok. Jadi jangan salahkan jika generasi mudah saat ini meniru apa
yang mereka telah lakukan. Karena mereka telah merasakan, melihat dan
mengalami yang telah pejabat lakukan terhadap bangsa ini. Semua
pejabat di negara ini mulai saat ini harus bertanggungjawab dan konsisten
dengan ucapannya kepada rakyat. Karena rakyat menaruh kepercayaan
terhadap mereka mau dibawah kemana negara ini kedepan. Namun
perilaku pejabat kita sekarang sangat beda dengan pejabat yang dulu.

Sebelum diangkat jadi pejabat mereka banyak umbar janji kepada


rakyat dengan sgala macam janji. Intinya semua janji itu mendukung
kepentingan rakyat namun setelah diangkat justru beda sekali dengan
janji yang diutarakan. Contoh sederhana, kita sering melihat ruangan
rapat anggota DPR atau DPRD banyak yang kosong dan ada yang hanya
tidur-tiduran. Padahal mereka sudah digaji sangat besar, bagaimana mau
memperjuangkan kepentingan rakyat jika seperti itu. Jadi jangan salahkan
mahasiswa atau rakyat demonstrasi dengan mengeluarkan kata-kata atau
perilaku yang kurang etis terhadap pejabat karena pejabat itu sendiri tidak
konsisten. Dengan demikian, apabila kita ingin mencetak generasi
penerus yang mandiri, bermoral, dewasa dan bertanggung jawab.
Konsekuensinya adalah semua yang terlibat dalam dunia pendidikan
Indonesia harus mampu memberikan suri tauladan yang bisa jadi panutan
generasi muda. jangan hanya menuntut generasi muda untuk berperilaku
jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berprilaku santun, bermoral,
tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa
bukan pribadi atau kelompok namun para pemimpin bangsa ini tidak
melakukannya. Sehingga generasi muda Indonesia memiliki panutan-
panutan yang bisa diandalkan untuk membangun bangsa ini kedepan.

Anda mungkin juga menyukai