D
I
S
U
S
U
N
Oleh
Dinda manjayuana
Misrul mutia
Evandra priadi
~Apa itu fiqih haji?
Pengertian Haji
Secara Umum, Pengertian Haji adalah mengunjungi Baitullah (Ka’bah) di
Mekah untuk melakukan amal ibadah tertentu dengan syarat-syarat tertentu
pula. Ibadah Haji merupakan salah satu dari rukun Islam.
-Merdeka -Mampu
Hukum haji adalah fardhu ‘ain, wajib bagi setiap muslim yang mampu,
wajibnya sekali seumur hidup. Haji merupakan bagian dari rukun Islam.
Mengenai wajibnya haji telah disebutkan dalam Al Qur’an, As Sunnah dan
ijma’ (kesepakatan para ulama).
Rukun Haji
*Rukun pertama: Ihram
Yang dimaksud dengan ihram adalah niatan untuk masuk dalam manasik haji.
Siapa yang meninggalkan niat ini, hajinya tidak sah. Dalilnya adalah sabda
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Bertalbiyah.
Sunnah ihram:
1. Mandi.
4. Memakai izar (sarung) dan rida’ (kain atasan) yang berwarna putih bersih
dan memakai sandal. Sedangkan wanita memakai pakaian apa saja yang ia
sukai, tidak mesti warna tertentu, asalkan tidak menyerupai pakaian pria dan
tidak menimbulkan fitnah.
Jika telah sampai miqot namun belum berniat, berarti dianggap telah
melewati miqot tanpa berihram.
Lafazh talbiyah:
Berjalan cepat dengan berlari anak. Istilam kepada Hajar Aswad saat awal
tawaf sambil mengucapkan "Allahu Akbar". Beristilam dengan tangan kanan.
Mencium Hajar Aswad dan meletakkan dahi ke atasnya.
Syarat sa’i:
1. Niat.
2. Berurutan antara thowaf, lalu sa’i.
3. Dilakukan berturut-turut antara setiap putaran. Namun jika ada sela
waktu sebentar antara putaran, maka tidak mengapa, apalagi jika
benar-benar butuh.
4. Menyempurnakan hingga tujuh kali putaran.
5. Dilakukan setelah melakukan thowaf yang shahih.
Sunnah-sunnah sa’i:
Zikir dan berdoa saat berada dibukit Shafa dan Marwah dan disaat perjalanan
sa'i. Menutup aurat dan suci dari hadas dan najis. Melakukan sa'i di tempat
sa'i dengan berlari-lari kecil agak sedikit kencang terutama diantara tiang
yang ada tanda lampu hijau sambal melihat kearah kabah.
Yang dimaksud wukuf adalah hadir dan berada di daerah mana saja di Arafah,
walaupun dalam keadaan tidur, sadar, berkendaraan, duduk, berbaring atau
berjalan, baik pula dalam keadaan suci atau tidak suci (seperti haidh, nifas
atau junub) (Fiqih Sunnah, 1: 494). Waktu dikatakan wukuf di Arafah adalah
waktu mulai dari matahari tergelincir (waktu zawal) pada hari Arafah (9
Dzulhijjah) hingga waktu terbit fajar Shubuh (masuk waktu Shubuh) pada hari
nahr (10 Dzulhijjah). Jika seseorang wukuf di Arafah selain waktu tersebut,
wukufnya tidak sah berdasarkan kesepakatan para ulama (Al Mawsu’ah Al
Fiqhiyah, 17: 49-50).
Jika seseorang wukuf di waktu mana saja dari waktu tadi, baik di sebagian
siang atau malam, maka itu sudah cukup. Namun jika ia wukuf di siang hari,
maka ia wajib wukuf hingga matahari telah tenggelam. Jika ia wukuf di malam
hari, ia tidak punya keharusan apa-apa. Madzab Imam Syafi’i berpendapat
bahwa wukuf di Arafah hingga malam adalah sunnah (Fiqih Sunnah, 1: 494).
Sayid Sabiq mengatakan, “Naik ke Jabal Rahmah dan meyakini wukuf di situ
afdhol (lebih utama), itu keliru, itu bukan termasuk ajaran Rasul –shallallahu
‘alaihi wa sallam-.” (Fiqih Sunnah, 1: 495)