Anda di halaman 1dari 17

Buku haji, rukun, dan dan syarat

 Pengertian haji :
Haji yang berasal dari kata ‫الحج‬ yang menurut bahasa artinya menyengaja ,
sementara haji menurut istilah yaitu amal ibadah yang dilakukan dengan sengaja
untuk mengunjungi ka’bah (kiblat umat muslim) yang ada di Makkah dengan niat
beribadah kepada allah SWT pada waktu yang telah ditentukan menurut  syarat dan
rukun yang telah ditentukan.
Hukum melaksanakan ibadah haji wajib bagi setiap muslim yang mampu
melaksanakannya.
Dasar hukum tentang kewajiban haji bagi yang mampuditetapkan dalam
QS.Ali Imran:97

Fīhi āyātum bayyinātum maqāmu ibrāhīm, wa man dakhalahụ kāna āminā, wa


lillāhi 'alan-nāsi ḥijjul-baiti manistaṭā'a ilaihi sabīlā, wa mang kafara fa innallāha
ganiyyun 'anil-'ālamīn

Terjemah Arti:
Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim;
barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji
adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup
mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka
sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.

Rasulullah juga bersabda bahwasannya “ dari umroh ke umroh itu menjadi


penebus diantara keduanya dan tak ada balasan bagi haji mabrur kecuali syurga ”
hadist ini diriwayatkan oleh HR.Bukhori dan Muslim.

 Macam – macam haji :


Terdapat tiga cara yaitu :
1. Haji ifrad yaitu , pelaksanaan haji yang melaksanakan ibadah haji terlebih
dahulu kemudian melaksanakan ibadah umroh.

2. haji tamattu’ yaitu , pelaksanaan ibadah haji yang melaksanakan ibadah


umroh terlebih dahulu kemudian melakukan ibadah haji .

3. haji qiran yaitu , pelaksanaan ibadah haji yang saat melaksanakan ibadah
dan umroh secara bersama sama.
 Rukun haji :
1. Ihram

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa ada seseorang yang
berkata pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

َ‫ص َوال‬ َ ‫ يَ ْلبَسُ ْالقُ ُم‬Bَ‫ب قَا َل َرسُو ُل هَّللا ِ – صلى هللا عليه وسلم – « ال‬ ِ ‫يَا َرسُو َل هَّللا ِ َما يَ ْلبَسُ ْال ُمحْ ِر ُم ِمنَ الثِّيَا‬
‫ َو ْليَ ْقطَ ْعهُ َما‬B، ‫ن فَ ْليَ ْلبَسْ ُخف َّ ْي ِن‬Bِ ‫ يَ ِج ُد نَ ْعلَ ْي‬Bَ‫ إِال َّ أَ َح ٌد ال‬، َ‫س َوالَ ْال ِخفَاف‬ َ ِ‫ ْالبَ َران‬Bَ‫ت َوال‬ ِ َ‫اويال‬ ِ ‫س َر‬ َّ ‫ْال َع َمائِ َم َوالَ ال‬
» ٌ‫سهُ ال َّز ْعفَ َرانُ أَوْ َورْ س‬ َّ ‫ َم‬B‫ب َش ْيئًا‬ ِ ‫ َوالَ ت َْلبَسُوا ِمنَ الثِّيَا‬، ‫ن‬Bِ ‫أَ ْسفَ َل ِمنَ ْال َك ْعبَ ْي‬

“Wahai Rasulullah, bagaimanakah pakaian yang seharusnya dikenakan oleh orang


yang sedang berihram (haji atau umrah, -pen)?”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak boleh mengenakan kemeja,


sorban, celana panjang kopiah dan sepatu, kecuali bagi yang tidak mendapatkan
sandal, maka dia boleh mengenakan sepatu. Hendaknya dia potong sepatunya
tersebut hingga di bawah kedua mata kakinya. Hendaknya dia tidak memakai pakaian
yang diberi  za’faran dan wars (sejenis wewangian, -pen).” (HR. Bukhari no. 1542)

Kata ihram diambil dari bahasa Arab, yaitu dari kata al-haram yang bermakna
terlarang atau tercegah. Hal itu dinamakan dengan ihram, karena seseorang yang
dengan niatnya masuk pada ibadah haji, maka ia dilarang berkata dan beramal dengan
hal-hal tertentu seperti jima’, menikah, ucapan kotor, dan lain-sebagainya. Dari sini, para
ulama mendefinisikan ihram dengan salah satu niat dari dua nusuk (yaitu haji dan umrah),
atau kedua-duanya secara bersamaan.
Dengan demikian, menjadi jelas kesalahan pemahaman sebagian kaum muslimin
yang mengatakan ihram adalah berpakaian dengan kain ihram. Karena ihram merupakan
niat masuk ke dalam haji atau umrah. Sedangkan berpakaian dengan kain ihram
merupakan satu keharusan bagi seseorang yang telah berihram.

TEMPAT BER-IHRAM
Ihram, sebagai bagian penting ibadah haji dan umrah dilakukan dari miqât. Seorang yang
akan berhaji dan umrah, ia harus mengetahui miqat sebagai tempat berihram. Mereka
yang tidak berihram dari miqât, berarti telah meninggalkan suatu kewajiban dalam haji,
sehingga wajib atas mereka untuk menggantinya dengan dam (denda).

            Miqat yaitu batasan yang telah ditentukan untuk melaksanakan ibadah haji.
1.    Miqat zamani
Yaitu batasan waktu yang telah ditentukan untuk melakukan ibadah
haji.
2.    Miqat makani
Yaitu batas tempat yang telah ditentukanuntuk memulai melaksanakan
ibadah haji.

TATA CARA IHRAM

1. Disunnahkan untuk mandi sebelum ihram bagi laki-laki dan perempuan, baik dalam
keadaaan suci atau haidh,
2. Disunnahkan untuk memakai minyak wangi ketika ihram
Memakai minyak wangi ini ada dua keadaan:
a. Memakainya sebelum mandi dan berihram, dan ini disepakati tidak ada
permasalahan.
b. Memakainya setelah mandi dan sebelum berihram dan minyak wangi tersebut tidak
hilang, maka ini dibolehkan oleh para ulama kecuali Imam Malik dan orang-orang
yang sependapat dengan pendapatnya.
3. Mengenakan dua helai kain putih yang dijadikan sebagai sarung dan selendang,
sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
ٍ ‫لِيُحْ ِر ْم أَ َح ُد ُك ْم فِ ْى إِز‬
‫َار َو ِردَا ٍء َو نَ ْعلَي ِْن‬
“Hendaklah salah seorang dari kalian berihram dengan menggunakan sarung dan
selendang serta sepasang sandal”. [HR Ahmad 2/34, dan dishahîhkan sanadnya oleh
Ahmad Syakir].
4. Disunahkan berihram setelah shalat. Disebutkan dalam hadits Ibnu ‘Umar
Radhiyallahu ‘anhuma dalam Shahîh Bukhâri

2.    Wukuf
Wukuf artinya berdiam diri di Arafah pada waktunya. Wukuf merupakan salah
satu rukun haji, tidak sah Haji seseorang jika tidak berwukuf di Arafah pada tanggal 9
Dhul Hijjah. Masuknya waktu wukuf sesuai dengan ijma’ ulama mulai dari
tergelincirnya matahari tanggal 9 Dhulhijjah sampai terbit fajar tanggal 10 Dhulhijjah.
Sebaik-baiknya wukuf dilakukan mulai dari tergelincirnya matahari sampai
terbenamnya matahari dan sekurang-kurangnya wukuf dilakukan sepintas lalu, yaitu
dengan cara melewati Arafah sekedar thuma’ninah sambil berjalan kaki atau
mengendarai kendaraan

‫فمن أدرك عرفة فقد أدرك الحج‬، ‫ الحج عرفة‬: ‫قال النبى صلى هللا عليه وسلم‬
" Haji itu intinya wukuf di Arafah,barang siapa yg menjumpai wukuf di Arafah ,maka
ia menjumpai haji"

3.    Tawaf ifadah
Thawâf adalah kata dari Bahasa Arab tersusun dari tiga huruf yaitu Thâ`, waw dan
Fâ’ yang menunjukkan berputarnya sesuatu atas sesuatu yang lain dan berkeliling
kemudian difahami demikian. Kata athâfa ( َ‫ )أَطَاف‬bermakna berputar dan datang dari
beberapa sisinya dan dikatakan ( ‫ )أَطَافَفُالَنبِاألَ ْم ِر‬apabila menguasainya. Sedangkan kata (
َ ) dan (‫ )أَطَافَ َعلَ ْي ِه‬bermakna berputar disekitarnya. 
ِ ‫طافَبِا ْلبَ ْي‬
‫ت‬
Sedangkan menurut istilah para ulama fikih, Thawâf adalah Berputar tujuh
putaran sekitar Ka’bah yang mulia dengan niat ibadah dengan tata cara yang
tertentu (khusus).
TATA CARA THAWAF
Berbeda ungkapan para ulama fikih tentang tata cara thawâf ini. Imam ats-
Tsa’alabi al-Mâliki t dalam kitab at-Talqîn berkata: Tata cara thawâf hanya ada satu cara
yaitu memulai setelah menyentuh hajar aswad lalu menjadikan Ka’bah disebelah kirinya
kemudian memutar mengelilingi diluar Hijr dari Hajar Aswad ke Hajar Aswad tujuh
putaran; tiga putaran pertama dengan jalan cepat disertai merapatkan langkah dan empat
sisanya berjalan biasa, lalu menyentuh Hajar Aswad setiap kali melewatinya. Apabila
telah sempurna maka shalat di dekat Maqam Ibrahim dua rakaat kemudian kembali dan
menyentuh Hajar Aswad lagi.[4]
Imam Muhammad al-Amîn asy-Syingqity t menjelaskan lebih rinci dengan
menyatakan: Memulai thawâf nya dari rukun (pojok) yang ada Hajar Aswad, lalu
menghadap dan menyentuhnya serta menciumnya bila tidak menyakiti orang lain dengan
sebab berdesak-desakan. Lalu sejajar dengan seluruh badannya ke seluruh Hajar Aswad,
lalu seluruh badannya melewati seluruh Hajar Aswad. Itu menjadikan seluruh Hajar
Aswad berada disebelah kanannya dan bahu sebelah kanannya di ujung Hajar aswad dan
itu terwujudkan dengan tidak sisa dibelakangnya satu bagianpun dari Hajar Aswad.
Kemudian memulai thawâf nya dengan seluruh badannya melewati seluruh Hajar Aswad
dengan menjadikan sebelah kirinya menghadap ke arah Ka’bah, kemudian berjalan
dengan mengelilingi Ka’bah kemudian melewati belakang Hijir Ismail dan mengelilingi
Ka’bah sehingga melewati Rukun Yamani kemudian berakhir di Rukun Hajar Aswad
yang menjadi tempat permulaan thawâf nya. Lalu sempurnalah satu thawâf kemudian
melakukan hal demikian sampai sempurna tujuh putaran. [5]
Imam an-Nawawi rahimahullah lebih memerinci tata cara thawâf ini dengan
menyatakan: Apabila seorang masuk Masjid al-Haram, maka hendaknya berjalan menuju
Hajar Aswad yaitu di rukun (pojok) yang ada disebelah pintu Ka’bah dari sisi timur dan
dinamakan ar-Rukun al-Aswad dan disebut tempat ini dan ar-Rukun al-Yamâni dengan
ar-Ruknân al-Yamânain (Dua pojok selatan). Ketinggian Hajar Aswad dari tanah tiga
hasta kurang tujuh jari. Disunnahkan menghadap Hajar Aswad dengan wajahnya dan
mendekat darinya dengan syarat tidak menyakiti orang lain dengan berdesak-desakan lalu
menyentuh kemudian menciumnya tanpa ada suara yang muncul dalam mencium.
Kemudian memulai Thawâf nya dan menghentikan talbiyah dalam Thawâf sebagaimana
telah dijelaskan dalam masalah talbiyah dan mengeluarkan lengan kanannya (Idh-Thibâ’)
bersama awal Thawâf nya dan bila sudah idh-thibâ’ sebelumnya tidak lama maka tidak
mengapa. Al-Idh-thibâ’ adalah menjadikan tengan selendangnya (kain penutup atas)
dibawah bahu tangan kanannya di ketiak dan menyampirkan kedua ujungnya ke bahu kiri
sehingga bahu kanannya terbuka. Tata cara Thawâf adalah menghadap seluruhnya ke
Hajar Aswad lalu melewati Hajar Aswad dengan seluruh badannya dan itu dengan
menghadap ke Ka’bah dan berhenti disamping batu yang berada dari arah Rukun Yamani
dimana seluruh Hajar Aswad berada disebelah kanannya dan bahu kanannya di ujung
Hajar Aswad kemudian berniat Thawâf kemudian berjalan menghadap Hajar Aswad
melewati arah kanannya hingga melampaui Hajar Aswad. Apabila telah melampauinya
berbalik dan menjadikan bagian kirinya kearah Ka’bah dan kanannya keluar. Seandainya
melakukan hal ini dari awal dan tidak menghadap ke Hajar Aswad maka diperbolehkan
namun kehilangan keutamaan. Kemudian berjalan demikian kehadapannya mengelilingi
Ka’bah seluruhnya, sehingga melewati Multazam yaitu tempat antara rukun (pojok) yang
ada Hajar Aswad dengan pintu Ka’bah. Dinamakan Multazam karena orang berpegangan
padanya ketika berdo’a. Kemudian melewati rukun kedua setelah Hajar Aswad kemudian
melewati Hijr Ismâ`il yang berada diarah utara dan barat lalu berjalan seputarnya hingga
sampai ke rukun (pojok) ketiga. Rukun ini dan yang sebelumnya dinamakan dua Rukun
Syâmi (utara) dan ada yang menyatakan: al-Maghribân (barat). Kemudian mengelilingi
Ka’bah hingga sampai ke rukun keempat yaitu Rukun Yamâni kemudian melewatinya
hingga Hajar Aswad, maka sampailah ke tempat permulaan  sehingga
sempurnakan ketika itu satu Thawâf, kemudian melakukan Thawâf kedua dan
ketiga hingga sempurna tujuh putaran. Setiap kali dari Hajar Aswad dihitung satu
Thawâf dan tujuh adalah Thawâf yang sempurna. Inilah tata cara Thawâf yang
apabila dicukupkan hanya dengan ini maka sah Thawâfnya.[6]
SYARAT THAWAF
Thawâf memiliki syarat dan hal-hal yang wajib dilakukan padanya. Diantara syarat-syarat
Thawâf adalah:

1. Islam
Syarat ini telah disepakati para ulama, sebab Thawâf adalah ibadah dan orang
Kafir tidak diterima darinya ibadah hingga masuk Islam. Ibnu Rusyd rahimahullah
menyatakan: Syarat-syaratnya ada dua; syarat sah dan syarat wajib. Adapun syarat sah
maka tidak ada perselisihan diantara mereka bahwa diantara syaratnya adalah Islam,
karena tidak sah Thawâf dari seorang Kafir dan tidak diterima darinya dalam segala hal. 

2. Berakal
Syarat ini berhubungan dengan Thawâf anak kecil dan orang gila.
a. Thawâf anak kecil yang belum mumayyiz
Para ulama berbeda pendapat tentang keabsahan Thawâf anak kecil yang belum
mumayyiz dalam dua pendapat.
Pertama menyatakan tidak sah thawaf anak kecil yang belum mumaayyiz. Inilah
pendapat Abu Hanifah dan Mâlik dalam sebuah riwayat. 
Kedua menyatakan sah Thawâf mereka. Inilah pendapat Mâlik dalam pendapat
yang masyhur, asy-Syâfi’i, Ahmad dan Ibnu Hazm azh-Zhâhiri. 
b. Thawâf orang gila
Para ulama juga berbeda pendapat dalam masalah ini menjadi dua pendapat:
Pendapat pertama menyatakan tidak sah Thawâf orang gila. Inilah pendapat
Abu Hanifah yang masyhur, Mâlik dalam sebuah riwayat, asy-Syafi’i dalam satu
pendapatnya dan Ahmad. Mereka menganalogikannya kepada anak kecil yang
belum mumayyiz.
Pendapat kedua menyatakan sah Thawâf mereka. Inilah pendapat Mâlik yang
masyhur dan asy-Syâfi’i yang shahih dan Ahmad dalam sebuah pendapatnya.

3. Niat
Para ulama sepakat niat menjadi syarat sah Thawâf secara mutlak. Imam an-
Nawawi rahimahullah menyatakan: Apabila Thawâf pada selain haji dan umrah maka
tidak sah tanpa niat, dengan tanpa ada perbedaan pendapat (para ulama) seperti ibadah-
ibadah lainnya.
4. Waktu
Para ulama sepakat bahwa Thawâf apabila ditentukan waktunya pada beberapa
hari tertentu, maka waktu ketika itu menjadi syarat sahnya.

5. Thawâf sebanyak tujuh kali putaran


Para ulama sepakat bahwa thawaf yang dicukupkan hanya sekali tidak sah dan
tidak dihitung Thawâf. Merekapun sepakat bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
Thawâf tujuh putaran. Namun mereka berbeda pendapat dalam menetapkan syarat ini.
Apakah yang kurang dari tujuh putaran dihukumi sah atau tidak?
Pendapat pertama menyatakan tidak sah Thawâf kecuali dengan
menyempurnakan tujuh putaran. Apabila kurang darinya maka tidak sah. Inilah pendapat
Mâlik, asy-Syâfi’i, Ahmad dan ibnul Mundzir. 
Pendapat kedua menyatakan menyempurnakan tujuh putaran bukan syarat
namun hanya kewajiban saja. Inilah pendapat madzhab Abu Hanifah rahimahullah. 

6. Thawaf di dalam Masjid


Para ulama sepakat mensyaratkan Thawâf  dilakukan di dalam masjid sehingga
tidak boleh Thawâf  diluar masjid. Demikian juga mereka sepakat disunnahkan mendekat
dari Ka’bah. 

7. Thawâf dilakukan di Ka’bah


Para ulama sepakat mensyaratkan Thawâf  dilakukan di seputar Ka’bah
berdasarkan firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala :
hendaklah mereka melakukan Thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah). (Al-
Hajj/22:29). Sehingga tidak boleh Thawâf  di dalam Ka’bah.
8. Memulai Thawâf dari Hajar Aswad
Disepakati bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memulai thawaf dari Hajar
Aswad kemudian thawaf tujuh putaran. Namun para ulama berbeda pendapat tentang
hukumnya dalam tiga pendapat:
Pendapat pertama menyatakan memulai dari Hajar Aswad adalah syarat
sah thawaaf. Inilah pendapat asy-Syâfi’i, Ahmad dan Muhammad bin al-Hasan
dari madzhab Hanafiyah. 
Pendapat kedua menyatakan memulai dari hajar Aswad hukumnya
hanya sunnah. Inilah pendapat Abu Hanifah yang masyhur.
Pendapat ketiga menyatakan hukumnya hanya wajib, seandainya
ditinggalkan dalam thawaaf yang fardhu maka harus mengulanginya selama
masih di Makkah. Apabila telah kembali dari makkah maka diharuskan
menyembelih sembelihan (Dam). Inilah pendapat Abu hanifah dalam sebuah
pendapatnya dan Mâlik dalam pendapat beliau yang masyhur.
9. Menutup Aurat
Yang dimaksud disini adalah menutupi aurat laki-laki atau perempuan yang bisa
mengesahkan shalat mereka.
Para ulama berbeda pendapat tentang masalah ini dalam dua pendapat:
Pendapat pertama : Pendapat ini menyatakan menutup aurat termasuk syarat sah
Thawâf. Inilah pendapat Mâlik, asy-Syâfi’i dan Ahmad dalam riwayat yang masyhur dari
beliau dan inilah pendapat mayoritas ulama.
Pendapat kedua :  menutup aurat adalah sebuah kewajiban bukan syarat. Inilah
pendapat Abu Hanifah dan satu pendapat dalam madzhab Hanabilah
10. Menjadikan Ka’bah berada disebelah kirinya.
Disepakati bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika Thawâf menjadikan
ka’bah berada disebelah kirinya dan berjalan kedepan. Namun para ulama berbeda
pendapat apakah ini termasuk syarat sah Thawâf dalam tiga pendapat:
Pendapat pertama menyatakan bahwa menjadikan Ka’bah berada di sebelah kiri
orang yang Thawâf adalah syarat sah Thawâf. Inilah madzhab Mayoritas ulama,
diantaranya madzhab Mâlikiyah, asy-Syâfi’iyah dan Hambaliyah serta satu pendapat dari
Abu Hanifah.
Pendapat kedua menyatakan hukumnya hanya wajib bukan syarat. Inilah pendapat
madzhab Hanafiyah.
Pendapat ketiga menyatakan hukumnya Sunnah. Inilah pendapat Abu hanifah
dalam satu pendapatnya dan Dawud azh-Zhahiri
11. Bersuci dari hadats.
Tidak ada perbedaan pendapat para ulama tentang pensyariatan bersuci dalam
thawâf. Namun mereka berselisih dalam menetapkan bersuci dari hadats sebagai syarat sah
thawâf dalam tiga pendapat:
12. Suci dari Najis.
Para ulama berbeda pendapat tentang pensyaratan suci dari najis pada badan,
pakaian dan tempat yang terkena najis dalam tiga pendapat:
Pendapat pertama menyatakan suci dari najis adalah syarat sah thawâf. Inilah
pendapat Mâlik, asy-Syâfi’i dan Ahmad. Al-Mâwardi menisbatkannya kepada pendapat
mayoritas ulama. 
Pendapat kedua menyatakan suci dari najis hukumnya Sunnah muakkad. Inilah
pendapat yang masyhur dari Abu Hanifah . 
Pendapat ketiga menyatakan suci dari najis ini adalah wajib bukan syarat sah
thawaf. Ini adalah pendapat sebagian ulama madzhab Hanafiyah dan satu satu pendapat
dalam madzhab Hanabilah.
4.    Sa’i
   Syarat sa’I :
      - Dimulai dari bukit Shafa dan diakhiri di bukit marwah
      - Dilakukan sesudah thawaf, baik thawaf qudum maupun thawaf ifadlah
      - Dilakukan sebanyak 7x
Ibadah Sa'i merupakan salah satu rukun umrah yang dilakukan dengan berjalan
kaki (berlari-lari kecil) bolak-balik 7 kali dari Bukit Shafa ke Bukit Marwah dan
sebaliknya. Kedua bukit yang satu sama lainnya berjarak sekitar 405 meter. Ketika
melintasi Bathnul Waadi yaitu kawasan yang terletak di antara bukit Shafa dan bukit
Marwah (saat ini ditandai dengan lampu neon berwarna hijau) para jama'ah pria
disunahkan untuk berlari-lari kecil sedangkan untuk jama'ah wanita berjalan cepat.
Ibadah Sa'i boleh dilakukan dalam keadaan tidak berwudhu dan oleh wanita yang
datang Haid atau Nifas.
 5.    Tahalul
Tahallul secara harfiah artinya dihalalkan, dalam haji dan umrah maksudnya
adalah diperbolehkannya jamaah haji dari larangan/ pantangan ihram. Kegiatan
mencukur rambut setelah kegiatan ibadah haji.
Ini adalah ritual penutup, di mana setelah selesai tahalul, selesai pula ibadah
umrah atau haji kita, dan selesailah kondisi ihram.

Allah SWT berfiman

Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya, tentang kebenaran


mimpinya dengan sebenarnya bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki
Masjidil Haram, insya Allah dalam keadaan aman, dengan menggunduli rambut
kepala dan mencukur sebagiannya, sedang kamu tidak merasa takut. Maka Allah
mengetahui apa yang tiada kamu ketahui dan Dia memberikan sebelum itu
kemenangan yang dekat

Laqad ṣadaqallāhu rasụlahur-ru`yā bil-ḥaqq, latadkhulunnal-masjidal-


ḥarāma in syā`allāhu āminīna muḥalliqīna ru`ụsakum wa muqaṣṣirīna lā takhāfụn,
fa 'alima mā lam ta'lamụ fa ja'ala min dụni żālika fat-ḥang qarībā ( S U R A H A L -
FATH, AYAT 27)
Hadits, dari Abu Sa’id Al-Khudri ra, mengatakan;

Rasulullah berihram bersama para sahabat pada tahun Hudaibiyah (masa


perjanjian Hudaibiyah), kecuali ‘Utsman dan Abu Qatadah, Ia men-doakan
kepada orang yang bercukur gundul (saat tahallul) tiga kali dan mendoakan
hanya sekali bagi orang yang hanya memendekkan rambutnya.

(HR AHMAD BIN HANBAL DI DALAM KITAB MUSNAD 3/H.20)


Ada 2 Jenis Tatacara dan Makna Tahallul Dalam Haji
Para ulama sepakat bahwa dalam pelaksanaan ibadah haji ada dua tahallul:
Tahallul Kecil (asgor) yaitu tahallul pertama (awal), Tahallul besar (akbar) yaitu
tahallul kedua (tsani).

Hukum memotong rambut dalam haji menurut Fiqh dari empat Madzhab, sebagai berikut:

 Madzhab Hanafi mengatakan menggunduli kepala dan mencukur sebagian


rambut hukumnya wajib.
 Sedangkan Madzhab Maliki mengatakan bahwa menggunduli kepala hukumnya
wajib dan bila hanya mencukur sebagian hukumnya boleh.

Menurut Madzhab Syafi’i menyebutkan bahwa menggunduli kepala atau mencukur


sebagain rambut termasuk rukun haji, di mana ibadah haji menjadi tidak sah tanpa ritual
tersebut. Bahkan tidak bisa diganti dengan membayar ‘dam’ (menyembelih seekor
kambing).

 Madzhab Hambali berpendapat bahwa mencukur rambut kepala


(gundul/pendek) tidak termasuk dalam manasik haji. Tetapi merupakan
simbol dari sudah terlepasnya seseorang dari larangan ihram, dimana saat itu
yang tidak membolehkan menggunting rambut, memakai pakaian berjahit,
membunuh atau berburu hewan. 

DOA SAAT MENCUKUR RAMBUT

Allahummaj’al likulli sya’ratin nuuran yaumal qiyamah


Artinya:
“Ya Allah jadikanlah untuk setiap helai rambut (yang aku gunting) cahaya pada
hari kiamat.”

6.    Tertib
Tertib disini maksudnya yaitu mendahulukan sesuai dengan urutan ibadah haji.

 Syarat haji :
Adapun syarat wajib haji antara lain adalah :

1. Islam
Ibadah haji diwajibkan kepada setiap muslim dan hal ini berarti
jika orang kafir dan musyrik melakukan ibadah haji maka ibadah haji
yang mereka lakukan tidak akan diterima. Demikian pula jika mereka
ingin memasuki masjidil haram maka tidaklah diperbolehkan. Hal ini
ditegaskan dalam firman Allah SWT L

“Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah


mereka mendekati Masjidil Haram sesudah tahun ini”. (QS at-Taubah: 28).
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu, beliau mengabarkan: “Bahwa Abu Bakar ash-Shidiq
pernah di utus pada suatu urusan yang membawa pesan dari Rasulallah SAW
sebelum haji wada’ untuk menyeru manusia yang ada disitu, isi pesannya
yaitu:

“Jangan engkau ijinkan orang musyrik untuk berhaji setelah tahun ini,
dan jangan (kalian) melakukan thawaf di Ka’bah dalam keadaan telanjang”.
(HR Bukhari)

2. Berakal Sehat

Seseorang yang hendak melaksanakan ibadah haji haruslah berakal sehat.


Oleh sebab itu, orang gila tidak memiliki kewajiban berhaji meskipun ia
adalah muslim dan jika seandainya dia melakukan, maka ibadah haji dan
umrahnya tidaklah sah, disebabkan karena hilang akal dari dirinya.
Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu
Dawud dari Ali radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:

“Catatan pena diangkat terhadap tiga golongan. Orang yang tertidur


sampai dirinya terbangun, anak kecil hingga dirinya dewasa,5dan orang
gila sampai dirinya sadar”. (HR Abu Dawud)

3. Dewasa atau Baligh

Ibadah haji tidak diwajibkan bagi anak kecil hingga dirinya dewasa,
berdasarkan hadits yang telah disebutkan sebelumnya. Namun, jika
seandainya seorang anak kecil melakukan ibadah haji maka hajinya sah, akan
tetapi, belum mencukupi kewajiban hajinya dalam Islam (baca cara mendidik
anak dalam islam)
Berdasarkan Rasulullah SAW bahwa ada seorang wanita yang mengangkat
anaknya kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam sembari bertanya:
“Apakah anak ini mendapatkan ibadah haji? Maka Nabi shalallahu ‘alaihi
wa sallam menjawab: “Ia, dan untukmu pahala”. (HR Muslim)
Selain itu, Imam Tirmidzi juga menyebutkan bahwa para ulama telah
bersepakat bahwa jika anak kecil melakukan ibadah haji sebelum dirinya
dewasa dan berakal maka wajib bagi dirinya untuk melakukan ibadah haji
kembali jika dirinya telah dewasa, disebabkan haji yang pertama dilakukan
belum memenuhi syarat wajib haji dalam islam.

4. Merdeka

Tidaklah wajib ibadah haji bagi seorang budak. Sehingga jika ia dia berhaji
maka hajinya sah. Namun, hajinya belum memenuhi haji dalam Islam. Hal
ini sesuai dengan sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam berikut ini :

“Dan budak mana saja yang berhaji kemudian dirinya dibebaskan maka
wajib bagi dirinya untuk melakukan ibadah haji kembali”. (HR Ibnu
Khuzaimah)
Hadits tersebut menjelaskan tentang budak yang berhaji saat masih dimiliki
oleh tuannya kemudian dirinya dibebaskan maka wajib bagi dirinya untuk
mengerjakan ibadah haji kembali bila mempunyai sarana untuk melakukan
perjalanan ke Makkah. Dan tidak cukup haji yang pertama dahulu dilakukan
manakala masih dalam keadaan menjadi budak.

5. Mampu

Ibadah haji hanya diwajibkan bagi orang yang mampu untuk melakukan
perjalanan ke Baitul Haram berdasarkan al-Qur’an dan hadits. Dan yang
dimaksud dengan mampu disini ialah mencakup mampu dari sisi fisik dan
juga materinya. Berdasarkan firman Allah ta’ala:

“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi)


orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah”. (QS al-Imran:
97).
Mampu disini juga berarti memiliki kecukupan bekal untuk pergi serta
pulang dari ibadah haji dan juga cukup nafkh yang ditinggalkan dan apabila
berhutang maka seluruh hutangnya sudah terbayar. Syarat lainnya yakni
seseorang tersebut memiliki atau mampu berkendara dari tempatnya menuju
kota Mekkah.
Berdasarkan penjelasan diatas maka umat muslim yang tidak sanggup untuk
menunaikan ibadah haji disebabkan karena usianya sudah sangat tua, atau
sakit yang tidak diharapkan lagi kesembuhannya, atau badannya mampu,
namun tidak mempunyai harta yang cukup untuk berhaji maka mereka
tidaklah wajib menunaikan ibadah haji.

Meskipun demikian seseorang yang tidak mampu fisiknya namun memiliki


harta cukup untuk berhaji maka ia harus mewakilkan haji tersebut pada orang
lain supaya ia melakukan haji untuk dirinya terutama mereka yang masih
memiliki hubungan nasab. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah SAW dari
Abu Razin al-Uqaili radhiyallahu ‘anhu,bahwasanya beliau pernah datang
kepada Nabi shalallahu ‘alahi wa sallam sambil bertanya: “Ya Rasulallah,
sesungguhnya bapakku sudah sangat tua, dan dirinya sudah tidak mampu
untuk melakukan haji tidak pula umrah serta berangkat ke Makkah? Maka
Nabi menjawab:
“Berhajilah kamu untuk ayahmu serta berumrahlah untuknya”. (HR at-
Tirmidzi)
6. Adanya Mahram bagi wanita

Syarat lainnya yang juga ditetapkan khusus untuk wanita adalah


adanya muhrim (baca pengertian mahram dan wanita yang haram dinikahi)
yang menemaninya ketika berhaji. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah
SAW berikut ini :

“Tidak boleh bagi seorang wanita bepergian kecuali bila ditemani oleh
mahramnya, dan janganlah seorang lelaki masuk kepadanya melainkan
bersama mahramnya”. Maka ada seorang yang bertanya: “Ya Rasulalah,
sesungguhnya aku ingin pergi bersama pasukan ini dan itu, sedang istriku
ingin berhaji? Maka beliau mengatakan: “Keluarlah, pergi bersama
istrimu”. (HR Bukhari)
            Syarat sah haji
1.    Mampu ONH
2.    Ada kendaraan untuk melakukan perjalanan
3.    Aman selama perjalanan dari pergi  hingga pulang
4.    Untuk wanita harus disertai muhrimnya
5.    Sehat jasmani dan rohani
6.    Memiliki pengetahuan tentang haji

Sedangkan wajib haji ada 6 yaitu

1. Mabit di Muzdalifah
2. Lempar jumrah aqabah tujuh kali
3. Lempar tiga jumrah di hari tasyriq (11, 12, dan 13 Zulhijjah).
4. Mabit pada malam tasyriq
5. Ihram dari miqat
6. Tawaf wada
Prin tugas agama A4 UKURAN 1,1,1,2 CM

‫ي َم ِحلَّهُ ۚ فَ َم ْن َكانَ ِم ْن ُك ْم‬ُ ‫ي ۖ َواَل تَحْ لِقُوا ُر ُءو َس ُك ْم َحتَّ ٰى يَ ْبلُ َغ ْالهَ ْد‬ ِ ‫صرْ تُ ْم فَ َما ا ْستَ ْي َس َر ِمنَ ْالهَ ْد‬ ِ ْ‫َوأَتِ ُّموا ْال َح َّج َو ْال ُع ْم َرةَ هَّلِل ِ ۚ فَإ ِ ْن أُح‬
ۚ‫ي‬ ْ ْ ْ َ
ِ ‫ك ۚ فَإ ِ َذا أ ِم ْنتُ ْم فَ َم ْ ٰن تَ َمتَّ َع بِال ُع ْم َر ِة إِلَى ال َح ِّج فَ َما ا ْستَ ْي َس َر ِمنَ الهَ ْد‬ َ
ٍ ‫ص َدقَ ٍة أوْ نُ ُس‬ َ
َ ْ‫صيَ ٍام أو‬ ِ ‫َم ِريضًا أَوْ بِ ِه أَ ًذى ِم ْن َر ْأ ِس ِه فَفِ ْديَةٌ ِم ْن‬
ۚ ‫ض ِري ْال َمس ِْج ِد ْال َح َر ِام‬ ِ ‫ك َع َش َرةٌ َكا ِملَةٌ ۗ َذلِكَ لِ َم ْن لَ ْم يَ ُك ْن أَ ْهلُهُ َحا‬ َ ‫صيَا ُم ثَاَل ثَ ِة أَي ٍَّام فِي ْال َح ِّج َو َس ْب َع ٍة إِ َذا َر َج ْعتُ ْم ۗ تِ ْل‬ ِ َ‫فَ َم ْن لَ ْم يَ ِج ْد ف‬
ْ ‫هَّللا‬ َ
ِ ‫د ال ِعقَا‬Bُ ‫َواتَّقُوا َ َوا ْعلَ ُموا أ َّن َ َش ِدي‬
‫ب‬ ‫هَّللا‬

Arab-Latin:
Wa atimmul-ḥajja wal-'umrata lillāh, fa in uḥṣirtum fa mastaisara minal-hady, wa lā taḥliqụ
ru`ụsakum ḥattā yablugal-hadyu maḥillah, fa mang kāna mingkum marīḍan au bihī ażam mir
ra`sihī fa fidyatum min ṣiyāmin au ṣadaqatin au nusuk, fa iżā amintum, fa man tamatta'a
bil-'umrati ilal-ḥajji fa mastaisara minal-hady, fa mal lam yajid fa ṣiyāmu ṡalāṡati ayyāmin
fil-ḥajji wa sab'atin iżā raja'tum, tilka 'asyaratung kāmilah, żālika limal lam yakun ahluhụ
ḥāḍiril-masjidil-ḥarām, wattaqullāha wa'lamū annallāha syadīdul-'iqāb

Terjemah Arti: Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah. Jika kamu
terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah
didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat
penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia
bercukur), maka wajiblah atasnya berfid-yah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau
berkorban. Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan
'umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah
didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib
berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali.
Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-
orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram (orang-orang yang bukan
penduduk kota Mekah). Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat
keras siksaan-Nya.

Menurut Imam Ibnu Kastir, ayat di atas merupakan dalil yang dijadikan dasar kewajiban haji
oleh kebanyakan ulama. Sebagian ulama lain menjadikan surah AlBaqarah ayat 196 sebagai
dasar kewajiban haji.

ِ ‫َوأَتِ ُّموا ْال َح َّج َو ْال ُع ْم َرةَ هَّلِل‬

“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah kalian karena Allah.”

Sementara itu, hadis yang dijadikan dasar kewajiban haji adalah hadis riwayat Imam Bukhari
dan Muslim dari Abu Hurairah;
٬ِ‫ َواَ َّن ُم َح َّم ًدا َرس ُْو ُل اﷲ‬٬ُ‫س َشهَا َد ِة اَ ْن آل اِلَهَ اِالَّ اﷲ‬
ٍ ‫اال ْسالَ ُم َعلَى َخ ْم‬ ِ ‫بُنِ َى‬ 
ِ ‫ َو ِحجِّ ْالبَ ْي‬٬ ‫ان‬
‫ت لِ َم ْن اِ ْستَطَا َع‬ َ ‫ض‬ َ ٬ ‫صالَ ِة َواِ ْيتَا ِء ال َّزكا َ ِة‬
َ ‫وص ْو ِم َر َم‬ َّ ‫َواِقَ ِام ال‬
ً‫اِلَ ْي ِه َسبِ ْيال‬

“Islam dibangun atas lima perkara; bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bersaksi
bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan salat, menunaikan zakat, puasa di bulan
Ramadan dan melakukan haji ke Baitullah bagi orang yang mampu melakukan perjalanan ke
sana.

Selain hadis di atas, terdapat pula hadis-hadis lain yang menjadi dasar kewajiban haji. Oleh
karena itu, seluruh ulama sepakat tentang kewajiban haji. Mereka juga sepakat bahwa siapa
pun yang mengingkari kewajiban haji dihukumi keluar dari Islam karena kewajiban haji
sudah jelas berdasarkan Alquran, hadis, dan ijma ulama.

 Imam Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menjelaskan, sebelum menerangkan tentang niat haji
dan umrah, perlu diketahui bahwa terdapat tiga model pelaksanaan haji.

Ada 1) haji ifrad, yaitu mendahulukan haji pada bulan haji dengan syarat umrah harus
dilakukan setelah melakukan haji. 2) haji tamattu’, mendahulukan umrah daripada haji dan ia
dikenakan denda atau dam. 3) haji qiran, yaitu menjalankan haji dan umrah sekaligus dalam
waktu bersamaan.

Berikut ini niat-niat haji dan umrah berdasarkan model-model pelaksanaan haji tersebut

Niat Haji

‫بح ًَج ِة‬ ُ ‫ْت ْال َح َّج َوأَحْ َر ْم‬


َ ‫ت بِ ِه هلِل ِ تَ َعالَى لَبَّ ْيكَ اللَّهُ َّم‬ ُ ‫نَ َوي‬

nawaitul hajja wa ahramtu bihi lillahi ta’ala labbaika Allahumma hajjan.

Artinya; Aku niat melaksanakan haji dan berihram karena Allah Swt. Aku sambut panggilan-
Mu, ya Allah untuk berhaji.

Niat Umrah

ُ ‫ْت ال ُع ْم َرةَ َوأَحْ َر ْم‬


‫ت بِهَا هلِل ِ تَ َعالَى لَبَّ ْيكَ اللَّهُ َّم ب ُع ْم َرة‬ ُ ‫نَ َوي‬

nawaitul ‘umrata wa ahramtu bihi lillahi ta’ala labbaika Allahumma ‘umratan.

Artinya; Aku niat melaksanakan umrah dan berihram karena Allah Swt. Aku sambut
panggilan-Mu, ya Allah untuk berumrah.

Niat Haji Sekaligus Umrah (Haji Qiran)


ُ ‫ْت ْال َح َّج وال ُع ْم َرةَ َوأَحْ َر ْم‬
‫ت بِها َ هلِل ِ تَ َعالَى‬ ُ ‫ن ََوي‬

nawaitul hajja wal ‘umrata wa ahramtu bihi lillahi ta’ala

Artinya; Aku niat melaksanakan haji sekaligus umrah dan berihram karena Allah Swt.

Niat tersebut diniatkan ketika memulai ihram. Wallahu’alam.


 Pengertian haji :
Haji yang berasal dari kata ‫الحج‬ yang menurut bahasa artinya menyengaja ,
sementara haji menurut istilah yaitu amal ibadah yang dilakukan dengan sengaja
untuk mengunjungi ka’bah (kiblat umat muslim) yang ada di Makkah dengan niat
beribadah kepada allah SWT pada waktu yang telah ditentukan menurut  syarat dan
rukun yang telah ditentukan.
Jikalau haji dan umrah menurut waktunya dibagi menjadi 3 yaitu :
HAJI IFRAD
Haji Ifrad adalah haji yang pelaksanaannya dilakukan secara terpisah
antara haji dan umroh. Haji dan umroh dilakukan pada waktu yang berbeda
namun dalam satu musim haji. Dalam haji jenis ini, ritual haji dilaksanakan
terlebih dahulu baru kemudian melaksanakan ritual umroh.
HAJI QIRAN
Kalau Haji Qiran, ibadah umroh dan haji dilakukan secara bersamaa-
sama. Artinya, semua pelaksanaan umroh sudah termasuk dalam pelaksanaan
ibadah haji.
HAJI TAMATTU
Haji Tamattu maksudnya adalah jamaah mengerjakan ibadah umroh
terlebih dahulu baru kemudian melakukan rangkaian kegiatan ibadah haji

Hukum melaksanakan ibadah haji wajib bagi setiap muslim yang mampu
melaksanakannya.
Dasar hukum tentang kewajiban haji bagi yang mampuditetapkan dalam
QS.Ali Imran:97

Terjemah Arti:
Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim;
barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji
adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup
mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka
sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.
 Rukun Haji

1. Ihram
Ihram yaitu berniat untuk haji. Niat haji dan umrah diwajibkan
sebagaimana niat sholat.

2. Wukuf di Arafah
Waktunya mulai dari waktu Zuhur tanggal 9 Zulhijjah sampai Subuh
tanggal 10 Zulhijjah. Jamaah bisa mengambil waktu siang sampai
setelah maghrib, ataupun malam harinya sampai jelang subuh.

3. Tawaf
Tawaf yakni mengelilingi Kabah sebanyak tujuh kali. Putaran ini
dimulai dari sekiranya arah dari Hajar Aswad, dan Kabah berada di sisi
kiri badan jamaah haji. Gampangnya, orang berhaji berputar melawan
arah jarum jam.

4. Sa'i
Sa'i adalah berjalan kaki dari Bukit Shafa dan Marwah. Dimulai dari
Bukit Shafa, kemudian berjalan sampai tujuh kali perjalanan hingga
berakhir di Bukit Marwah.

5. Tahalul
Tahalul yaitu mencukur rambut kepala setelah seluruh rangkaian
haji selesai. Waktunya sekurang-kurangnya adalah setelah lewat
tanggal 10 Dzulhijjah.

 Syarat Wajib Haji


Yaitu syarat yang harus dipenuhi bagi seseorang sehingga baginya diwajibkan
untuk melaksanakan ibadah haji dan jika tidak memenuhi syarat-syarat tersebut maka
belum wajib menunaikan ibadah haji. Adapun syarat-syarat wajib haji sebagai berikut:

1. Islam
2. Berakal, sehat jasmani rohani
3. Baligh
4. Merdeka, dan
5. Mampu

Anda mungkin juga menyukai