PENDAHULUAN
belahan dunia. Pencemaran lingkungan merupakan salah satu dampak kegiatan industri. Industri
limbah. Limbah industri pada akhirnya akan dibuang ke lingkungan. Walaupun telah diolah,
limbah yang mungkin masih mengandung bahan berbahaya yang dapat memberikan dampak
Salah satu bahan berbahaya yang terkandung dalam limbah adalah logam. Di alam,
logam terdapat dalam mineral. Logam dapat digunakan sebagai bahan baku industri. Tidak hanya
langsung dilebur pada proses produksi, logam juga dapat direaksikan dengan bahan lainnya.
Salah satu unsur logam yang berbahaya bagi lingkungan adalah logam timbal (Pb) dan tembaga
(Cu).
Logam timbal dapat larut dalam air dan terakumulasi di dalam tanah sehingga dapat
diserap oleh tanaman. Pencemaran lingkungan oleh limbah yang mengandung logam timbal
dapat menyebabkan tanaman yang tumbuh di sekitar lokasi tersebut mengandung logam timbal
(Kohar, et.al, 2004). Kesehatan manusia dan hewan dapat terganggu jika mengonsumsi bahan
makanan mengandung logam timbal. Pada konsentrasi tertentu, logam timbal dapat menurunkan
fungsi syaraf, organ pencernaan, bahkan menyebabkan kematian (Lang, et al., 2008).
Udara di alam hampir tidak pernah ditemukan tanpa polutan, pencemaran udara
merupakan campuran dari satu atau lebih bahan pencemar, baik padatan, cairan atau gas yang
masuk ke udara dan kemudian menyebar ke lingkungan sekitarnya. Kecepatan penyebaran ini
Kontaminasi logam berat dari sayuran dapat terjadi dari aktifitas manusia misalnya akibat
air irigasi yang terkena kontaminasi logam berat dari industri dari kendaraan selama
pengangkutan dan pemasaran, penambahan pupuk dan pestisida berbasis logam, proses
Sawi hijau merupakan jenis sayuran yang banyak diminati masyarakat. Dikenal pula
sebagai caisim, atau sawi bakso, sayuran ini mudah dibudidayakan dan dapat dimakan segar.
Jenis sayuran ini mudah tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi. Tanaman ini akan
cepat berbunga bila ditanam pada suhu sejuk. Dalam proses pemanenan, tanaman ini akan
dipanen setelah berumur satu bulan. Dalam proses penanaman sawi hijau dibutuhkan beberapa
unsur hara dan mineral dari perairan sehingga asupan mineral bagi tanaman tidak kurang.
Menurut Widaningrum, et al., (2007) kandungan timbal (Pb) pada caisim atau sawi hijau yang
ditanam pada tanah yang tercemar logam berat bisa mencapai 28,78 ppm. Hal ini sejalan dengan
kriteria batasan BPOM terkait pencemaran pada makanan, maka bahan tanaman akan tercemar
karenanya. Menurut BPOM, ambang batas Pb pada tanaman sayuran dan buah segar yang
dikonsumsi sebesar 2 ppm. Semakin banyak kandungan logam berat yang dikonsumsi oleh
manusia, menyebabkan penyakit pada tubuh manusia itu sendiri. Oleh karena itu, dalam masalah
ini perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai paparan logam berat timbal (Pb)dan tembaga
(Cu) pada jaringan penyusun tanaman sawi agar tidak melewati ambang batas yang di toleransi
oleh tubuh .
Sayuran dapat berasal dari berbagai bagian atau organ tumbuh-tumbuhan. Berdasarkan
bagian organ tumbuh-tumbuhan, sayuran dapat dibagi menjadi sayuran akar, sayuran daun,
sayuran bunga, sayuran buah muda dan sayuran buah masak. Sayuran akar seperti wortel, lobak,
kentang dan umbi jalar. Sayuran batang seperti asparagus dan rebung. Sayuran daun seperti
bayam, kangkung, kubis, sawi dan selada. Sayuran bunga seperti bunga kol, kubis bunga dan
brokoli. Sayuran buah muda seperti buncis dan sayuran buah masak seperti tomat (Gardjito
et.al.2013).
Ternyata berbagai tanaman sayuran seperti kangkung, bayam dan sawi diduga termasuk
salah satu tanaman yang mudah menyerap logam berat dalam tubuhnya. (Tindaon, et, al, 2013).
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka dapat dirumuskan beberapa
1. Berapa kadar logam timbal (Pb) dan tambaga (Cu) dari sampel sawi yang diambil dari
2. Berapa tingkat kandungan logam berat timbal (Pb) dan tembaga (Cu) dari sumber
sayuran sawi yang diperoleh dari berbagai tingkat pengelolaan lahan pertanian.
3. Berapa Tingkat bahaya kadar logam timbal (Pb) dan tembaga (Cu) dari tanaman sawi
berbagai variasi tempat dan manajemen dibandingkan dengan kriteria BPOM (2017).
1. Untuk mengetahui kandungan logam berat timbal (Pb) dan tembaga (Cu) pada sayuran
sawi hijau yang diperoleh dari berbagai lokasi penanaman sayur sawi di wilayah
Sumatera Utara.
2. Untuk mengetahui tingkat bahaya (batas cemaran maksimum) logam berat timbal (Pb)
dan tembaga (Cu) pada sayuran sawi hijau dibandingkan dengan Baku Mutu Lingkungan
3. Untuk memberikan rekomendasi pemanfaatan sayuran sawi hijau yang berasal dari
1. Diduga ada pengaruh ketinggian tempat dari permukaan laut (dpl) terhadap kandungan
logam berat timbal (Pb) dan tembaga (Cu) pada sawi hijau yang ditanam pada berbagai
2. Diduga ada pengaruh tingkat manajemen pertanian (sistem pertanian) pada kandungan
logam berat timbal (Pb) dan tembaga (Cu) yang terdapat dalam sayur sawi hijau yang
3. Diduga ada pengaruh faktor atribut (spesifik lahan), terutama jarak lokasi tanam dengan
jalan raya, terhadap kandungan logam berat timbal (Pb) dan tembaga (Cu) pada sayuran
sawi hijau yang ditanam di berbagai ketinggian tempat dan tingkat manajemen pertanian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Juncea L (Haryanto, dkk., 2007). Tanaman sawi (Brassica juncea L.) memiliki akar serabut yang
tumbuh dan berkembang secara menyebar ke semua arah disekitar permukaan tanah,
perakarannya sangat dangkal pada kedalaman sekitar 5 cm. Tanaman sawi tidak memiliki akar
tunggang. Perakaran tanaman sawi dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada tanah yang
gembur, subur, dan mudah menyerap air serta kedalaman tanah cukup dalam (Fransisca,
2009). Batang (caulis) sawi pendek dan beruas-ruas, sehingga hampir tidak kelihatan. Batang
ini berfungsi sebagai alat pembentuk dan penopang daun (Rukmana, 2007).
Secara umum tanaman sawi mempunyai daun lonjong, halus, tidak berbulu, dan tidak
berkrop. Tangkai daunnya agak pipih, sedikit berliku, tetapi kuat (Sunarjono, 2003). Umumnya
sawi mudah berbunga secara alami, baik didataran tinggi maupun dataran rendah. Struktur
bunga sawi tersusun dalam tangkai bunga (inflorescentia) yang tumbuh memanjang (tinggi) dan
bercabang banyak. Tiap bunga berwarna kuning cerah, empat helai benang sari, dan satu buah
Buah sawi termasuk tipe buah polong, yakni bentuknya memanjang dan berongga. Tiap
buah (polong) berisi 2 - 8 butir biji. Biji sawi hijau berbentuk bulat, berukuran kecil,
permukaanya licin dan mengkilat, agak keras dan berwarna coklat kehitaman (Fransisca, 2009).
Tanaman sawi (Brassica juncea L.) tumbuh dengan baik pada curah hujan yang cukup
sepanjang tahun dapat mendukung kelangsungan hidup tanaman karena ketersedian air tanah
yang mencukupi. Sawi hijau tergolong tanaman yang tahan terhadap curah hujan, sehingga
penanaman pada musim hujan masih bisa memberikan hasil yang cukup baik. Curah hujan yang
sesuai untuk pembudidayaan sawi hijau adalah 1000-1500 mm/tahun (Cahyono, 2003). Sawi
pada umumnya banyak ditanam di dataran rendah. Tanaman ini selain tahan terhadap suhu panas
(tinggi) juga mudah berbunga dan menghasilkan biji secara alami pada kondisi iklim tropis
Kelembapan udara yang sesuai untuk pertumbuhan sawi hijau yang optimal berkisar
antara 80% - 90%. Kelembapan udara yang tinggi lebih dari 90 % berpengaruh buruk terhadap
pertumbuhan tanaman. Kelembapan yang tinggi tidak sesuai dengan yang dikehendaki tanaman,
menyebabkan mulut daun (stomata) tertutup sehingga penyerapan gas karbondioksida (CO2)
terganggu, dengan demikian kadar gas CO2 tidak dapat masuk kedalam daun, sehingga kadar gas
CO2 yang diperlukan tanaman untuk fotosintesis tidak tercukupi, selain itu suhu udara yang
tinggi lebih dari 210 C dapat menyebabkan sawi hijau tidak dapat tumbuh dengan sempurna
(Cahyono, 2003).
Ketinggian tempat yang optimal untuk pertumbuhan tanaman sawi berkisar 100 - 500
meter diatas permukaan laut (Supriati dan Herliana, 2010). Media tanam yang cocok untuk
tanaman sawi adalah tanah yang gembur, banyak mengandung humus, subur serta pembuangan
airnya baik. Derajat kemasaman (pH) tanah yang optimum untuk pertumbuhannya adalah
antara pH 6-7.
untuk mengkonsentrasikan logam di dalam biomassanya dalam kadar yang luar biasa tinggi.
Kebanyakan tumbuhan mengakumulasi logam, misalnya nikel, sebesar 10 mg/kg berat kering
(BK) (setara dengan 0,001%). Tetapi tumbuhan hiperakumulator logam mampu mengakumulasi
hingga 11% BK. Batas kadar logam yang terdapat di dalam biomassa agar suatu tumbuhan dapat
disebut hiperakumulator berbeda-beda bergantung pada jenis logamnya (Baker, 1999). Batas
Tanaman yang menjadi mediator penyebaran logam berat pada makhluk hidup, menyerap
logam berat melalui akar dan daun (stomata). Logam berat terserap ke dalam jaringan tanaman
melalui akar, yang selanjutnya akan masuk ke dalam siklus rantai makanan (Alloway, 1990
dalam Darmono, 2005; Nirwana, 2008). Di Indonesia, kadar logam berat yang cukup tinggi pada
sayuran sudah semestinya mendapat perhatian serius dari semua pihak, terutama pada sayur-
sayuran yang ditanam di pinggir jalan raya. Data terakhir pada sayuran caisim, kandungan logam
berat Pb bisa mencapai 28,78 ppm. Jumlah ini jauh lebih tinggi dibanding kandungan logam
berat pada sayuran yang ditanam jauh dari jalan raya (±0-2 ppm), padahal batas aman yang
diperbolehkan oleh Ditjen POM (2017) hanya 2 ppm. Bahkan dalam Rancangan Standar
Nasional Indonesia (RSNI-2, 2004) dalam Anonymous (2005) menyatakan bahwa residu logam
berat yang masih memenuhi standar BMR (Batas Maksimum Residu) adalah 1,0 ppm. Dengan
dikonsumsinya sayuran sebagai salah satu sumber pangan pada manusia dan hewan
menyebabkan berpindahnya logam berat yang dikandung oleh sayur-sayuran tersebut seperti
timbal (Pb) dan tembaga (Cu) ke dalam tubuh makhluk hidup lainnya. Logam berat yang masuk
ke dalam tubuh manusia akan melakukan interaksi antara lain dengan enzim, protein, DNA, serta
metabolit lainnya. Adanya logam berat pada jumlah yang berlebihan dalam tubuh akan
Pencemaran logam berat pada tanaman sayuran telah banyak terdeteksi pada sayuran,
terutama yang ditanam dekat dengan jalan raya dan rentan polusi udara, antara lain yang berasal
dari asap pabrik serta asap kendaraan bermotor. Penelitian yang dilakukan Ayu (2002)
menunjukkan bahwa pada komoditas kangkung dan bayam yang dijual di pasar pasar daerah
Bogor mempunyai kadar timbal (Pb) di atas ambang batas cemaran logam sesuai yang ditetapkan
Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan, yaitu 2 ppm. Kisaran kadar timbal (Pb) pada sampel
kangkung < 0,01 ppm-3,12 ppm sedangkan kisaran timbal (Pb) pada sampel bayam < 0,01 ppm-
3,38 ppm. Dalam kasus ini, jalur distribusi dan cara pengangkutan sangat berpengaruh terhadap
bertambahnya kadar cemaran timbal (Pb). Naiknya suhu diatas suhu normal atau daerah dengan
suhu yang relatif panas resiko penyerpan timbal lebih tinggi karena laju respirasi akan
meningkat atau tinggi sehingga stomata akan membuka dan laju penyerapan gas disekitar akan
lebih tinggi Semakin banyak uap air di udara, maka semakin kecil tekanan uap air dalam rongga
daun dengan yang di udara atau dengan kata lain kelembapan rendah maka memicu stomata
Selain timbal (Pb), sayuran juga rentan terhadap kontaminasi logam berat tembaga (Cu).
Cemaran tembaga (Cu) terdapat pada sayuran dan buah-buahan yang disemprot dengan pestisida
secara berlebihan. Penyemprotan pestisida banyak dilakukan untuk membasmi siput dan cacing
pada tanaman sayuran dan buah. Selain itu, garam Cu juga digunakan sebagai bahan dari larutan
“bordeaux” yang mengandung 1 - 3% CuSO4 untuk membasmi jamur pada tanaman sayur dan
buah (Darmono, 1995). Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan (POM) RI telah menetapkan
batas maksimum cemaran logam berat tembaga (Cu) pada sayuran segar yaitu sebesar 5 ppm.
Pestisida merupakan salah satu input dalam budidaya tanaman sayuran, yang digunakan
mengakibatkan terjadinya deposit pestisida dan akhirnya menjadi residu pada tanaman. Sekitar
200 jenis pestisida untuk pertanian yang beredar di Indonesia telah terdaftar dan diizinkan oleh
pemerintah, antara lain pestisida golongan organofosfat. Pestisida golongan ini banyak
digunakan petani karena mudah larut dalam air dan mudah terhidrolisis menjadi senyawa yang
pada kadar tertentu tidak beracun dibandingkan dengan pestisida golongan lain (Winarti dan
Miskiyah, 2010).
pemakaian pestisida berlebihan, cenderung mengandung residu bahan aktif. Penelitian Yenita, et
all., (2012) mendapatkan residu organofosfat pada daun bayam, demikian juga dengan penelitian
Pencemaran timbal (Pb) pada sayuran pasca panen terjadi selama pengangkutan,
penjualan, dan distribusi. Kadar logam berat tembaga (Cu) pada beberapa komoditas sayuran
juga cukup tinggi, diantaranya adalah; kangkung mengandung tembaga pada kisaran 1,98 ppm-
6,37 ppm, bayam 1,25 ppm-4,36 ppm, kol 4,16 ppm-8,88 ppm sedangkan daun singkong 4,58
ppm-8,75 ppm. Terkandungnya tembaga secara berlebihan pada sayuran disebabkan pemupukan
yang berlebihan, pemakaian insektisida dan air irigasi yang tercemar limbah pabrik (Munarso,
et al., 2005). Pencemaran logam berat tembaga terjadi selama proses prapanen yaitu selama
penanaman dan pemeliharaan, juga disebabkan pemakaian pupuk mikro yang mengandung
tembaga. Logam berat pada sayuran yang diambil dari daerah terkontaminasi lebih tinggi
daripada yang diambil dari daerah yang tidak terkontaminasi. Sedangkan timbal (Pb) pada
kembang kol (25,98 ppm). Konsentrasi semua logam berat ( Pb dan Cu) masih melebihi ambang
batas yang diperbolehkan standar India pada semua jenis sayuran. Perbedaan akumulasi logam
berat pada sayuran mungkin dapat disebabkan oleh perbedaan dalam sifat morpho-physiologis
sayuran-sayuran tersebut (Singh, et al., 2007). Akumulasi logam berat yang berlebihan pada
tanah pertanian dapat berakibat tidak hanya terhadap kontaminasi lingkungan tetapi yang lebih
buruk adalah menyebabkan meningkatnya kadar logam berat pada hasil-hasil pertanian yang
dipanen sehingga hal tersebut pada akhirnya berakibat terhadap penurunan mutu dan keamanan
pangan nabati yang dihasilkan. Untuk melindungi konsumen, beberapa negara telah menetapkan
batas aman cemaran logam berat pada makanan, seperti dapat dilihat pada Tabel 2. Di Indonesia,
Ditjen POM telah mengeluarkan Keputusan No. 03725/B/SK/VII/89 tentang Batas Maksimum
Cemaran Logam dalam Makanan untuk Sayuran Segar, batas aman untuk Pb 2 mg/kg dan Cu
50mg/kg.
limbah akan mengakibatkan pencemaran tanah. Jenis limbah yang berpotensi merusak
lingkungan hidup adalah limbah yang termasuk dalam Bahan Beracun Berbahaya (B3) yang di
dalamnya terdapat logam logam berat. Subowo, et al., (1999) menyatakan bahwa adanya logam
berat dalam tanah pertanian dapat menurunkan produktivitas pertanian dan kualitas hasil
pertanian selain dapat membahayakan kesehatan manusia melalui konsumsi pangan yang
Kandungan logam berat di dalam tanah secara alamiah sangat rendah, kecuali tanah
tersebut sudah tercemar. Kandungan logam berat dalam tanah sangat berpengaruh terhadap
kandungan logam pada tanaman yang tumbuh di atasnya, kecuali terjadi interaksi di antara
logam itu sehingga terjadi hambatan penyerapan logam tersebut oleh tanaman. Akumulasi logam
dalam tanaman tidak hanya tergantung pada kandungan logam dalam tanah, tetapi juga
tergantung pada unsur kimia tanah, jenis logam, pH tanah dan spesies tanaman yang sensitif
terhadap logam berat tertentu (Darmono, 1995). Logam berat masuk ke lingkungan tanah melalui
penggunaan bahan kimia yang langsung mengenai tanah, penimbunan debu, hujan atau
Untuk meningkatkan hasil pertanian, penggunaan pupuk tidak dapat dihindari. Petani di
daerah semakin banyak yang menggunakan obat-obatan pertanian untuk meningkatkan hasil
produksinya tanpa mempertimbangkan akibat yang ditimbulkan pada tanaman dan lingkungan
sekitarnya. Petani di daerah Brebes yang dikenal sebagai salah satu pusat produksi bawang
merah di Jawa Tengah, cenderung menggunakan pupuk dan pestisida secara berlebihan (Sumarni
dan Rosliani, 1996). Padahal adanya logam berat dalam tanah pertanian dapat menurunkan
produktifitas pertanian dan kualitas hasil pertanian selain dapat membahayakan kesehatan
manusia melalui konsumsi pangan yang dihasilkan dari tanah yang tercemar logam berat tersebut
(Subowo, et al., 1999). Secara bertahap pemakaian bahan agrokimia (pupuk dan pestisida) dalam
sistem budidaya pertanian harus dikurangi, karena bahan agrokimia mengandung logam berat
yang termasuk bahan beracun berbahaya (B3). Penggunaan bahan agrokimia yang tidak
terkendali pada lahan pertanian terutama pada sayuran berdampak negatif antara lain
meningkatnya resistensi hama atau penyakit tanaman, terbunuhnya musuh alami dan organisme
yang berguna, serta terakumulasinya zat-zat kimia berbahaya dalam tanah (Sutamihardja dan
Kontaminasi Oleh Logam berat faktor yang menyebabkan tingginya kontaminasi logam
berat di lingkungan adalah perilaku manusia yang menciptakan teknologi tanpa menimbang
terlebih dahulu efek yang akan ditimbulkan bagi lingkungan di kemudian hari. Sebagai contoh,
di Indonesia, tingginya kandungan timbal (Pb) pada lingkungan disebabkan oleh pemakaian
bensin bertimbal yang sangat tinggi pada hampir semua jenis kendaraan bermotor. Untuk
mempermudah bensin premium terbakar, titik bakarnya harus diturunkan melalui peningkatan
bilangan oktan dengan penambahan timbal dalam bentuk tetrail lead (TEL). Namun dalam
proses pembakaran, timbal dilepas kembali bersama-sama sisa pembakaran lainnya ke udara dan
Timbal (Pb) atau dalam keseharian dikenal dengan timah hitam, dan dalam bahasa
ilmiahnya dinamakan Plumbum dengan simbol Pb. Logam ini termasuk kedalam kelompok
logam-logam golongan IV-A pada Tabel Periodik unsur kimia. Timbal (Pb) mempunyai
nomor atom (NA) 82 dengan bobot atau berat atom (BA) 207,2 adalah logam berat berwarna
kelabu kebiruan dan lunak dengan titik leleh 327oC dan titik didih 1620oC. Pada suhu 550-
600oC Pb menguap dan membentuk timbal (Pb) oksida. Bentuk oksida yang paling umum
adalah timbal (Pb) (II). Walaupun bersifat lunak dan lentur, timbal (Pb) sangat rapuh dan
mengkerut saat pendinginan, sulit larut dalam air, air panas dan air asam, timbal (Pb) dapat
larut dalam asam nitrit, asam asetat dan asam sulfat pekat (Palar, 2008).
Kadar timbal (Pb) yang secara alami dapat ditemukan dalam bebatuan sekitar 13
mg/kg. Khusus timbal (Pb) yang tercampur dengan batu fosfat dan terdapat di dalam batu
pasir (sand stone) kadarnya lebih besar yaitu 100 mg/kg. Timbal (Pb) terdapat di tanah
sekitar 5-25mg/kg dan di air bawah tanah (ground water) berkisar antara 1-60µg/dl. Secara
alami timbal (Pb)juga ditemukan di air permukaan. Kadar timbal (Pb) pada air telaga dan air
sungai adalah sebesar 1-10 µg/dl. Dalam air laut kadar timbal (Pb) lebih rendah dari dalam
air tawar. Laut yang dikatakan terbebas dari pencemaran mengandung timbal (Pb) sekitar
0,07 µg/dl. Kandungan timbal (Pb) dalam air danau dan sungai di USA berkisar antara 1-10
µg/dl. Secara alami timbal (Pb) juga di temukan diudara yang kadarnya berkisar antara
mengandung timbal (Pb), penelitian yang dilakukan di USA kadarnya berkisar antara 0,1-1,0
pembakaran bensin karena ke dalam bensin sering ditambahkan cairan antiletupan yang
mengandung scavenger kimia. Bahan anti letupan yang aktif terdiridari tertraetil-Pb atau
supaya dapat bereaksi dengan komponen timbal (Pb) yang tertinggal di dalam mesin sebagai
akibat pembakaran bahan anti letup tersebut. Bahan aditif yang ditambahkan ke dalam bensin
terdiri dari 62% tetraetil-Pb, 18%etilen dibromida, 18% etilen dikhloride, dan 2% bahan-
bahan lainnya. Jenis danjumlah komponen-komponen timbal (Pb) yang diproduksi dari asap
mobil dapat dilihat pada Tabel 2.3. Dari senyawa timbal (Pb) yang ditambahkan ke bensin,
kurang lebih 70% diemisikan melalui knalpot dalam bentuk garam inorganik, 1% diemisikan
masih dalam bentuk tetraalkyl lead dan sisanya terperangkap dalam system exhaust dan mesin
Tabel 2.2 Kandungan Senyawa Timbal (Pb) dalam Gas Buangan Kendaraan Bermotor
utama. Kedua senyawa tersebut telah dihasilkan pada saat pembakaran pada mesin kendaraan
dimulai, yaitu saat waktu 0 jam. Selanjutnya jumlah dari kedua senyawa tersebut akan
berkurang setelah waktu pembakaran berjalan 18 jam dimana jumlah buangan atas kedua
senyawa tersebut menjadi berkurang jauh (50% untuk PbBrCL) dan menjadi sangat sedikit
PbCO32PbO mengalami peningkatan yang sangat tinggi dan menggantikan posisi kandungan
Konsentrasi tertinggi dari timbal (Pb) di udara ambien ditemukan pada daerah
dengan populasi yang padat, makin besar suatu kota makin tinggi konsentrasi timbal (Pb) di
udara ambien. Kualitas udara di jalan raya dengan lalu lintas yang sangat padat mengandung
timbal (Pb) yang lebih tinggi dibandingkan dengan udara di jalanraya dengan kepadatan lalu
lintas yang rendah. Konsentrasi timbal (Pb) di udara bervariasi dari 2-4 µg/m³ di kota besar
dengan lalu lintas yang padat sampai kurang dari 0,2 µg/m³ di daerah pinggiran kota dan
lebih rendah lagi di daerah pedesaan. Konsentrasi tertinggi terjadi di sepanjang jalan raya
bebas hambatan selama jam-jam sibuk di mana konsentrasinya bisa mencapai 14-25 ug/m³.
Moshman (1997) dalam Charlena (2004) mengungkapkan bahwa akumulasi logam berat
Pb pada tubuh manusia yang terus-menerus dapat mengakibatkan anemia, kemandulan, penyakit
ginjal, kerusakan syaraf dan kematian. Sedangkan keracunan Cu dapat menyebabkan tekanan
darah tinggi, kerusakan jaringan-jaringan testicular, kerusakan ginjal dan kerusakan butir-butir
sel darah merah. Logam berat yang ada di lingkungan, tanah, air dan udara dengan suatu
Tanaman yang menjadi mediator penyebaran logam berat pada makhluk hidup, menyerap
logam berat melalui akar dan daun (stomata). Logam berat terserap ke dalam jaringan tanaman
melalui akar, yang selanjutnya akan masuk ke dalam siklus rantai makanan (Alloway, 1990
dalam Darmono, 2005). Di Indonesia, kadar logam berat yang cukup tinggi pada sayuran sudah
semestinya mendapat perhatian serius dari semua pihak, terutama pada sayur-sayuran yang
ditanam di pinggir jalan raya. Data terakhir pada sayuran caisim, kandungan logam beratPb-nya
bisa mencapai 28,78 ppm. Jumlah ini jauh lebih tinggi dibanding kandungan logam berat pada
sayuran yang ditanam jauh dari jalan raya (±0-2 ppm), padahal batas aman yang diperbolehkan
oleh Ditjen POM hanya 2 ppm. Bahkan dalam Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI-2,
2004) dalam Widianingrum et al., (2007) menyatakan bahwa residu logam berat yang masih
memenuhi standar BMR (Batas Maksimum Residu) adalah 1,0 ppm. Dengan dikonsumsinya
sayuran sebagai salah satu sumber pangan pada manusia dan hewan menyebabkan berpindahnya
logam berat yang dikandung oleh sayur-sayuran tersebut seperti timbal (Pb) dan tembaga (Cu) ke
dalam tubuh makhluk hidup lainnya. Logam berat yang masuk ke dalam tubuh manusia akan
melakukan interaksi antara lain dengan enzim, protein, DNA, serta metabolit lainnya. Adanya
logam berat pada jumlah yang berlebihan dalam tubuh akan berpengaruh buruk terhadap tubuh
(Charlena, 2004).
seharusnya memenuhi kriteria ASUH ( Aman, Sehat, Utuh dan Halal) salah satu parameter yaitu
aman termasuk kedalam masalah mutu. Mutu dan keamanan pangan sangat berpengaruh
langsung terhadap masalah kesehatan masyarakat dan perkembangan sosial. Makanan yang
bermutu baik dan aman diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan individu dan kemakmuran
masyarakat.
BAB III
METODE PENELITIAN
Sumatera Utara, yaitu: 1) kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo, pada dataran tinggi. 2)
Kecamatan Siantar Martoba Kota Siantar dan kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun, pada
dataran sedang dan 3) Kecamatan Medan Deli Kota Medan, pada dataran rendah. Analisa kadar
Pb dan Cu dilakukan di laboratorium Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan Jalan
Sisingamangaraja No.24, Pasar Merah Kecamatan Medan Kota, Kota Medan, Sumatera Utara.
Pengambilan sampel dilaksanakan pada bulan juni 2019 di 3 (tiga) lokasi yang ditetapkan.
laut, dan keragaman sistem pertanian yang ada serta data atribut penunjang pada lokasi
tinggi, dengan ketinggan tempat >750 m dari permukaan laut, 2) Dataran Sedang, dengan
ketinggan tempat 301-750 m dari permukaan laut, dan 3) Dataran Rendah, dengan ketinggan
tempat 0-300 m dari permukaan laut. Sedangkan sistem manajemen pertanian dikelompokkan
dalam 2 (dua) kelompok, yakni : 1) Pertanian Intensif, dan 2) Pertanian Semi Intensif.
Sedangkan untu faktor atribut/penunjang pada masing masing sistem pertanian tersebut dicatat
data hak hal sebagai berikut : a) titik kordinat (dengan GPS Garmin), b) ketinggian tempat (GPS
Garmin), c) keadaan cuaca saat pengambilan sampel, d) data iklim masing masing lokasi (curah
hujan.penyinaran matahari, dan suhu); e) jenis pestisida yang digunakan dan frekuensinya, f)
jenis pupuk dan dosisnya, g) jarak lokasi penanaman dengan jalan raya, dan h) kelas jalan
Pemeriksaan kadar timbal (Pb) dan tembaga (Cu) secara kuantitatif dan kualitatif
dilakukan di Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan Jalan Sisingamangaraja No.24, Pasar
Objek yang akan diteliti yaitu sayur sawi yang di terdapat pada berbagi lokasi penanaman
sawi di wilayah Sumtera Utara. Teknik pemilihan sampel sayuran digunakan purposive
sampling, dilakukan pemilihan kriteria seperti sayuran sawi yang berada di lokasi penelitian
label.
Alat yang digunakan dalam analisa kandungan logam berat (Pb dan Cu) pada sawi adalah
neraca, oven, blender, ayakan 60 mesh. Alat-alat gelas yang digunakan berupa labu ukur 100 ml,
kuvet, botol semprot, pipet tetes dan pipet volume 10 ml, 5 ml, botol sampel, labu takar, gelas
ukur, tabung reaksi dan gelas piala. Analisis kadar logamnya menggunakan atomic absorption
spektrophotometer (AAS). Bahan-bahan yang digunakan adalah sayur sawi dan bahan kimia
analisa logam-logam berat, sampel beberapa jenis tanaman sayuran yang diambil dari berbagai
wilayah penanaman sawi di Sumatera Utara yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah larutan standar larutan standar
Pb dan Cu 0,5 mg/L, 1 mg/L, 1,5 mg/L, 2 mg/L dan 2,5 mg/L, HNO3 pekat, sampel tanaman
berbagai lokasi penanaman di wilayah Sumatera utara dicuci bersih, kemudian dioven dengan
suhu 80 ℃ selama 48 jam. Setelah kering masing masing sampel dihaluskan hingga menjadi
serbuk dengan menggunakan grinder, serbuk sampel kemudian ditimbang sebanyak 4-6 gram
untuk kemudian dimasukkan ke dalam furnace oven pada suhu 450 ℃ sealama 12 jam sampai
menjadi abu yang berwarna putih. Abu sampel kemudian didesktruksi secara kimia. Abu sampel
dimasukkan ke dalam beaker glass pyrex dan kemudian ditambahkan 15 ml HCL pekat dan 5 ml
HNO3 pekat dan mulut beaker ditutup dengan kaca arloji, kemudian beaker glass dipanaskan ke
atas api Bunsen selama 30 menit hingga larutan asap menguat dan mengering. Ke dalam beaker
glass diteteskan 1 ml HNO3 pekat, kemudian beaker glass didinginkan. Setelah dingin
menggunakan corong kaca yang dilapisi kertas saring dan ditetesi akuades sampai volume
mencapai 25 ml. Larutan sampel kemudian dituangkan kedalam botol plastic dan siap untuk
dianalisa kandungan Timbal (Pb) dan tembaga (Cu) dengan alat spektrofotometer serapan atom
(Crosby, 1977).
berdasarkan tiga kategori kelompok ketinggian tempat, dua perlakuan tingkat menejemen
pertanian dan atribut lahan yang di ulang tiga kali pada setiap ketinggian tempat , yaitu :
1. Kategori kelompok berdasarkan ketinggian tempat menurut Soribsya (1989), yaitu :
Dataran Tinggi = Ketinggian tempat diatas 750 meter dari permukaan laut
Dataran Sedang= Ketinggian tempat 301-750 meter dari permukaan laut
Dataran Rendah= Ketinggian tempat 0-300 meter dari permukaan laut
3. Kondisi atribut (factor penujang) juga dicatat untuk mengetahui keragaman lingkungan
lokasi penanaman sawi, baik untuk jarak lokasi tanam sawi dengan jalan raya dan sistem
budidaya yang diterapkan, terutama untuk pemakaian pupuk, dan bahan pestisida.
nomor 23 tahun 2017 tentang batas maksimum cemaran logam berat dalam pangan olahan
bahwa ambang batas maksimum untuk sayuran sawi aman di konsumsi adalah untuk timbal (Pb)
sebesar 2 mg/kg sayur dan tembaga (Cu) sebesar 5 mg/kg sayur. Hasil analisa kandungan Timbal
(Pb) dan Tembaga (Cu) pada masing masing pelokasi pengambilan sampel dibandingkan dengan
kadar PB dan Cu yang dapat ditolelir (batas maksimum) menurut kriteria Badan POM Tahun
2017.