Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanah

Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang penting bagi mahluk

hidup. Tanah adalah material kompleks yang terbentuk dari batuan besar yang

terletak di permukaan bumi. Perbedaan jenis tanah dapat ditinjau dari sifat fisik,

kimia dan bilogi tanah tersebut (Hanafiah, 2005)

Tanah tersusun dari berbagai mineral dan bahan organik, yang berperan

dalam mendukung kehidupan tanaman yang tumbuh di atasnya. Di dalam tanah

terdapat unsur hara yang diperlukan oleh tanaman. Unsur hara tersebut dapat

digolongkan menjadi dua yaitu unsur hara mikro dan makro. Unsur hara mikro

merupakan jenis unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit atau kecil

oleh tanaman, misalnya klor (Cl), besi (Fe), tembaga (Cu), boron (B),

molibdenum (Mo), natrium (Na), mangan (Mn), vanadium (V), dan seng (Zn).

Unsur makro adalah jenis unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah

banyak atau besar, misalnya karbon (C), nitrogen (N 2), hidrogen (H2), oksigen

(O2), fosfor (P), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg), dan belerang (S)

(Achmad, 2004).

2.2 Pencemaran Tanah Pertanian

Pencemaran tanah adalah masuknya bahan-bahan asing berupa senyawa

organik maupun anorganik secara berlebih dalam jangka waktu yang lama

sehingga dapat menyebabkan tanah menjadi rusak dan tidak dapat memberi daya

dukung bagi kehidupan tanaman (wardhana, 2004).


Pencemaran tanah yang banyak terjadi yaitu pada lahan pertanian.

Pencemaran tanah pertanian dapat terjadi karena disebabkan oleh pemakaian

pestisida anorganik yang dimanfaatkan untuk membunuh hama tanaman.

Penggunaan pupuk sintetis juga mendukung terjadinya pencemaran tanah

pertanian. Alloway (1995) menyebutkan logam berat yang terdapat dalam pupuk

anorganik dan pestisida adalah Cu, As, Co, Cr, Mn, Fe, Ni, Zn, Cd, Pb, dan Hg.

Penggunaan pupuk sintetis dan pestisida anorganik secara terus menerus dapat

mengakibatkan rusaknya komponen dan menyebabkan kematian pada tanaman.

Selain berasal dari pupuk sintetis dan pestisida anorganik, sumber pencemar tanah

juga berasal dari emisi gas buang kendaraan bermotor (Hanafiah, 2005).

Secara alami logam berat merupakan salah satu komponen yang umum

ditemui pada tanah dan tidak dapat terdegradasi, dapat tertahan di tanah dan badan

air dalam jangka waktu yang lama, sehingga semakin lama akan terus meningkat

karena terjadinya pencemaran oleh logam berat seperti Pb, Cu, Cd, Zn, Se, Co dan

Ni yang tidak terkendali (Govindasamy et al., 2011). Tanaman yang tumbuh pada

tanah yang tercemar logam berat dapat menyebabkan terakumulasinya logam

berat pada beberapa bagian tumbuhan yaitu buah, batang daun dan akar (Sundari

et al., 2016).

Kandungan logam berat yang terdapat pada tanah sangat berpengaruh

terhadap jumlah logam yang terakumulasi pada tanaman yang tumbuh di atasnya,

namun hal tersebut tidak berlangsung apabila terjadi hambatan penyerapan logam

berat pada tanah oleh tanaman. Akumulasi logam dalam tanaman juga bergantung

pada unsur kimia tanah, pH tanah, jenis logam dan jenis tanaman (Darmono,

2001).
2.3 Logam Berat

Logam berat merupakan suatu unsur kimia yang dapat memberikan dampak

buruk bagi lingkungan dan mahluk hidup ketika dalam konsentrasi yang berlebih.

Logam berat memiliki beberapa karakterisktik yaitu; memiliki kerapatan relatif

(spesifikasi gravitasi) yang sangat besar, mempunyai nomor atom 22-34 dan 45-

50 dan termasuk unsur golongan lantanida dan aktinida (Connell dan Miller,

1995). Logam berat adalah unsur yang memiliki densitas lebih dari 5 g/cm3.

Logam berat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu logam berat esensial dan non

esensial. Logam berat esensial adalah logam berat yang dibutuhkan oleh

organisme dalam jumlah tertentu untuk pembentukan haemosianin dalam sistem

darah dan enzim. Logam berat yang esensial contohnya Cu, Cr, Zn, dan Ni,

sedangkan logam berat non esensial adalah jenis logam berat yang tidak

diperlukan di lingkungan sehingga tergolong sebagai unsur pencemar. Logam

berat yang termasuk jenis ini yaitu Pb, As, Cd, Hg dan Sn (Sanusi, 2006).

Logam berat di lingkungan umumnya ditemui dalam bentuk

persenyawaannya dengan unsur lain. Logam berat tidak mudah terurai sehingga

terakumulasi dan mudah diserap dari suatu media maupun antar organisme

(Nugroho, 2001). Terakumulasinya logam berat ke dalam tubuh mahluk hidup

dapat menimbulkan dampak secara langsung maupun bertahap (Palar, 2006).

2.4 Timbal (Pb)

Timbal adalah logam yang termasuk golongan IV dan periode 6 dari Tabel

Periodik Unsur Kimia, dengan nomor atom 82, berat atom relatif 207,2 g/mol,

berat jenis 11,4 g/cm3, titik leleh 327,4oC, dan titik didih 1.725 oC (Hardayanto

dkk., 2017). Secara alami warna yang dimiliki timbal adalah biru kelabu, dan
umunya ditemui dalam bentuk mineral yang berikatan dengan unsur lainya,

seperti belerang (sebagai PbS, PbSO4) dan oksigen. Rata-rata konsentrasi Pb yang

ditemukan di lapisan tanah bagian atas adalah 32 mg/kg, dan berkisar dari 10

sampai 67 mg/kg (Hardayanto dkk., 2017). Selain pada tanah, Pb secara alami

juga terdapat pada batu-batuan sekitar 13 ppm dan dapat ditemukan pula pada air

tanah berkisar antara 1 – 60 µg/L (Sudarmaji et al., 2006). Keberadaan timbal

pada air, tanah maupun tanaman harus mendapat perhatian lebih karena logam Pb

bersifat toksik dan berpotensi karsinogenik, mobilitas logam Pb dalam tanah

sangat cepat berubah dan cenderung akumulatif (Notodarmojo, 2005).

Pada tanaman yang ditanam pada tanah yang tercemar Pb, logam Pb pada

tanah tersebut dapat berpindah ke tanaman. Perpindahan logam Pb dari tanah ke

tanaman terjadi karena pengaruh beberapa faktor yaitu; pH, komposisi tanah, dan

kapasitas tukar kation. Sebagian besar Pb dapat terakumulasi pada daun, batang

dan akar dari tumbuhan. Penyerapan Pb oleh tanaman dapat terjadi saat kesuburan

tanah dan kandungan bahan organik berkurang. Penyerapan Pb oleh tanaman dari

dalam tanah dapat terjadi melalui akar tanaman (Darmono, 1995). Menurut Baroto

dan Siradz (2006), kisaran cemaran logam Pb di dalam tanah adalah 2-200 ppm

dan dalam tanaman berkisar antara 0,10-10 ppm. Pada konsentrasi logam Pb yang

tinggi berkisar antara (100-1000 mg/kg) dapat menyebabkan terganggunya proses

fotosintesis dan pertumbuhan pada tanaman (Charlena, 2004).

Timbal termasuk sebagai salah satu logam yang banyak diproduksi dalam

industri logam selain Fe, Cu, Zn dan Al. Sebagian besar penggunaan Pb sebagai

bahan pembuatan baterai, selain itu Pb juga dimnafaatkan untuk amunisi, selimut

kabel, dempul, pipa dan pigmen (Handayanto dkk., 2017 ).


Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI), batas maksimum kandungan

logam Pb pada buah dan sayu dan hasil olahannya adalah 0,5 mg/L. Apabila

kandungan logam Pb melebihi standar yang ditetapkan, maka buah, sayur dan

olahannya telah tercemar logam Pb dan akan berbahaya jika dikonsumsi karena

dapat terakumulasi dalam tubuh (Darmono, 2001). Logam Pb yang terakumulasi

di dalam tubuh tidak dapat terurai sehingga berdampak pada gangguan hati, ginjal,

otak, saraf dan laju hemoglobin dalam tubuh menjadi terhambat (Charlena, 2004).

2.5 Tembaga (Cu)

Tembaga adalah salah satu logam transisi dengan periode 4 yang termasuk

dalam golongan 1B pada Tabel Periodik Unsur dengan nomor atom 29, berat

atom 63,5 g/mol, berat jenis 8,96 g/cm3, titik leleh 1.083oC dan titik didih 2.595oC

(Handayanto dkk., 2017). Di alam logam Cu dapat ditemukan dalam bentuk

logam bebas, namun umumnya Cu lebih banyak dijumpai dalam bentuk

mineralnya. Logam Cu ditemukan dalam batuan mineral dalam bentuk endapan

sulfida sederhana maupun kompleks seperti kalkosit (Cu2S), kovelit (CuS),

kalkopirit (CuFeS2), bornit (Cu5FeS4) dan anargit [Cu3(AsSb)S4] (Meriam, 1994).

Cu adalah logam ketiga yang palin banyak dimanfaatkan di dunia. Bagi

mahluk hidup Cu termasuk logam yang dibutuhkan dalam jumlah tertentu atau

disebut logam esensial. Pada manusia Cu bermanfaat dalam pembentukan

hemoglobin darah. Pada konsentrasi yang tinggi, Cu dapat mengakibatkan

terjadinya kerusakan pada hati, kerusakan ginjal, anemia dan iritasi usus. Pada

tumbuhan Cu penting dalam produksi benih, pengaturan air dan ketahanan

terhadap penyakit. Cu pada dapat dijumpai pada air yang berasal dari aliran pipa

yang terbuat dari bahan tembaga, serta dari bahan aditif yang digunakan untuk
mengendalikan pertumbuhan ganggang. Walaupun interaksi Cu dengan

lingkungan sangat kompleks, beberapa penelitian menjelaskan bahwa sebagian

besar logam Cu yang masuk ke lingkungan dapat dengan cepat menjadi stabil dan

yang tidak menimbulkan risiko buruk terhadap lingkungan. Di dalam tanah logam

Cu membentuk kompleks dengan senyawa organik sehingga hanya sedikit Cu

yang ditemukan dalam bentuk larutan tembaga(II), kelarutan Cu dapat meningkat

drastis pada kondisi dengan pH 5,5 (Handayanto dkk., 2017).

Logam Cu dapat bioavailable terhadap tanaman, hal tersebut dipengaruhi oleh

keberadaan ion [Cu(H2O)6]2+ yang tersedia untuk diabsorpsi oleh tanaman pada

tanah dengan kondisi asam dan Cu(H2O)2 pada tanah netral dan basa. Oleh karena

itu, availabilitas logam Cu sangat bergantung pada spesies-spesies Cu yang

tersedia sesuai dengan kondisi pH lingkungannya. Kontaminasi logam berat pada

tanah memungkinkan untuk memberikan ancaman secara langsung dan tidak

langsung. Ancaman langsung yang ditimbulkan berupa pengaruh negatif terhadap

pertumbuhan tanaman dan hasil panen, sedangakan ancaman tidak langsung yaitu

masuknya logam berat ke dalam rantai makanan sehingga memberi pengaruh

negatif terhadap kesehatan manusia (Baker,1990; Wuana and Okieimen, 2011).

2.6 Bioavailabilitas Logam Berat

Logam dapat berinteraksi dengan mahluk hidup di lingkungan.

Bioavailabilitas dapat diartikan sebagai ketersediaan suatu senyawa yang diserap

oleh mahluk hidup dari lingkungan dan menyebabkan respos toksik atau fisiologis

(Juheti dkk, 2004). Bioavailabilitas logam tidak sama dengan konsentrasi atau

akumulasi logam total. Bioavailabilitas logam terhadap mahluk hidup sangat

bergantung pada kondisi lingkungan dan varisasi logam yang tersedia.


Bioavailabilitas juga berhubungan dengan jumlah logam yang dapat terserap oleh

mahluk hidup. Tingginya kandungan logam berat dalam tanah dapat

menyebabkan mahluk hidup disekitarnya terutama tanaman tercemar logam berat

(Widaningrum et al., 2007). Perindahan logam dari tanah ke dalam tanaman

dipengaruhi oleh mobilitas logam tersebut. Mobilitas logam berat semakin tinggi

pada tanah dengan pH yang semakin asam, sehingga berpengaruh juga terhadap

tingkat bioavailabilitas logam berat pada tanah meningkat dan menyebabkan

akumulasi logam berat pada tanaman yang tumbuh pada tanah tersebut akan

semakin besar (Kachenko dan Singh, 2007).

Logam berat yang terdapat di lingkungan memiliki persenywaan yang

berbeda membentuk fraksi-fraksi fisiko-kimia dengan tingkat bioavailabilitas

yang berbeda untuk tiap farksinya. Fraksi-fraksi yang dapat dijumpai terdiri dari:

(1) dalam larutan tanah, sebagai ion logam bebas dan kompleks logam terlarut, (2)

terserap oleh partikel tanah pada tapak pertukaran ion, (3) terikat pada bahan

organik tanah, (4) diendapkan sebagai oksida, hidroksida dan karbonat, atau (5)

terikat dalam struktur kristal mineral primer (Tessier and Campbell, 1979).

Penentuan bioavailabilitas logam di lingkungan sangat berkaitan dengan

spesies-spesies logam yang terdapat di lingkungan yang dapat diketagui dengan

proses spesiasi. Spesiasi logam berat dalam sampel didefinisikan sebagai

penentuan konsentrasi berbagai bentuk fisiko-kimia logam yang bersama-sama

membentuk konsentrasi total (Schultz et al., 1999). Spesiasi logam berat dalam

tanah adalah fraksinasi dari kandungan logam total menjadi dalam bentuk yang

dapat dipertukarkan, bentuk terekstraksi asam (terikat dengan karbonat dan

hidroksida), bentuk dapat direduksi (terikat dengan Fe/Mn oksida), bentuk dapat
teroksidasi (terikat bahan organik/sulfida), dan bentuk residu yang terikat dalam

mineral seperti silikat. Bentuk spesies-spesies logam tersebut dapat memiliki sifat

bioavailable (bentuk exchangeable dan terekstraksi asam), berpotensi

bioavailable (bentuk yang reducible dan oxidizable) dan non bioavailable (logam

yang terikat dalam silikat atau mineral primer yang sangat stabil) (Oluremi et al.,

2013).

2.7 Sayur Bayam

Sayuran merupakan salah satu bahan makanan yang menjadi bahan makanan

yang dikonsumsi oleh manusia maupun mahluk hidup lain. Sayuran mengandung

berbagai mineral dan vitamin serta menjadi sumber serat alami yang baik,

sehingga penting dalam melengkapi kebutuhan gizi masyarakat. Dibalik

manfaatnya sayuran juga menjadi salah satu media terakumulasinya logam-logam

berat seperti Cu, Mn, Fe dan Zn terlebih lagi pada sayuran yang disiram dengan

air tercemar logam berat (Arora at al., 2008). Selain bersumber dari air, cemaran

logam berat seperti Pb, Cu dan Cd pada sayuran dapat pula bersumber dari

penggunaan pestida, fungisida dan herbisida yang berlebih. Terlebih lagi sayuran

yang ditanam di area yang dekat dengan jalan raya akan terakumulasi logam Pb

lebih banyak dibandingkan yang ditanam jauh dari jalan raya (Astawan, 2008).

Salah satu jenis sayuran yang banyak dikonsumsi masyarakat yaitu bayam.

Bayam (Amaranthus spp.) merupakan sayuran yang termasuk dalam famili

Amaranthaceae dan jenis sayuran daun yang banyak dijumpai di di daerah tropis,

seperti Indonesia. Bayam umumnya dikonsumsi sebagai sayuran hijau dan

memiliki kandungan vitamin dan mineral yang tinggi (Setiawati dkk., 2007).

Klasifikasi tanaman bayam sebagai berikut (Kurniawan, 2017):


Kingdom : Plantae

Sub kingdo : Tracheobionta

Sub Divisi : Spermatophyta

Division : Magnoliophyta

Class : Magnoliophyta

Sub Classis : Caryophyllidae

Famili : Amaranthaceae

Genus : Amaranthus

Species : Amaranthus L. (Amaranthus spp.)

Di Indonesia, dapat ditemui tiga jenis bayam yaitu; Amaranthus tricolor,

Amaranthus dubius dan Amaranthus cruentus. Bayam dapat ditanam pada

berbagai jenis tanah dan dapat tumbuh sepanjang tahun pada daerah dengan

ketinggian sampai dengan 1000 m dpl. Waktu yang tepat untuk menanam bayam

yaitu pada awal musim hujan, antara bulan Oktober–Nopember atau pada awal

musim kemarau antara bulan Maret–April. Bayam akan tumbuh dengan baik

apabila ditanam pada tanah gembur dan subur dengan kisaran pH 6-7 (Setiawati

dkk., 2007).

Bayam memiliki kandungan serat dengan yang berfungsi untuk memberikan

perlindungan pada saluran pencernaan. Serat makanan tidak dicerna dalam usus,

sehingga tidak menghasilkan energi. Dalam ilmu gizi, serat makanan terdapat

pada sayuran dan buah. Serat makanan juga berguna mengurangi asupan kalori

(Rahayu dkk., 2013). Selain serat bayam juga memiliki kandungan komponen

penting lainnya. Bayam banyak mengandung vitamin A, B, C, kalsium dan


mineral, serta banyak mengandung lemak, protein dan karbohidrat (Suwardi,

2011).

Disamping manfaatnya, perlu juga diperhatikan kualitas bayam yang baik.

Salah satu parameter yang menjadi tolak ukur kualitas dari sayuran salah satunya

cemaran logam beratnya. Berdasarkan penelitian Yusuf ddk. (2016), bayam yang

ditanam di areal pertanian dan industri Desa Payarumput Titi Papan Medan,

bayam yang tumbuh memiliki cemaran logam Pb, Cd dan Zn yang melebihi

ambang batas dengan konsentrasi logam Pb, Cd Dan Zn seacar berurutan yaitu 6,

3, dan 53 mg/kg. Menurut FAO/WHO, batas maksimum logam berat Pb dan Cu

dalam sayuran berturut-turut yaitu 0,3 dan 40 mg/kg (Codex, 2001).

2.8 Pupuk Kandang Sapi

Pupuk kandang adalah pupuk yang terbuat atau bersumber dari campuran

kotoran-kotoran ternak, urine, dan sisa-sisa makanan ternak. Pupuk kandang dapat

dijumpai dalam bentuk padat maupun cair, tiap jenis pupuk kandang yang berbeda

memiliki kelebihan masing-masingnya (Pranata, 2010). Kandungan unsur hara

pada pupuk kandang berbeda-beda, karena setiap ternak atau hewan memiliki sifat

khas tersendiri. Apabila hewan diberikan pakan yang mengandung hara N, P dan

K yang umumnya bersumber dari pakan hijau atau tumbuh-tumbuhan, maka

kotoran ternak tersebut akan kaya dengan zat tersebut. Selain jenis makanan, usia

ternak juga menentukan kadar hara dalam kotorannya (Yusuf, 2009).

Penggunaan pupuk kandang pada lahan pertanian dapat memberi beberapa

keuntungan misalnya memperbaiki struktur tanah, memberikan humus ke dalam

tanah, meningkatkan kapasitas menahan air, sumber unsur hara bagi tanaman,

mengurangi erosi dan pencucian nitrogen terlarut, meningkatkan kapasitas tukar


kation dalam tanah dan komponen penyusun pupuk organik akan membentuk

senyawa kompleks dengan ion logam yang meracuni tanaman seperti Fe, Al, dan

Mn (Suriadikarta, 2006).

Pupuk kandang dari kotoran sapi merupakan salah satu pupuk kandang yang

banyak dimanfaatkan dengan kandungan unsur hara lengkap yang dibutuhkan

tanaman. Pupuk kandang sapi mengandung unsur hara makro dan mikro. Unsur

hara makro yang terkandung di dalamnya seperti fosfor (P), nitrogen (N), dan

kalium (K), sedangkan unsur hara mikro yang terkandung seperti magnesium

(Mg), kalsium (Ca), dan sulfur (S). Unsur fosfor dalam pupuk kandang berasal

dari kotoran padat, sedangkan nitrogen dan kalium berasal dari kotoran cair

(Musnamar, 2004). Selain unsur hara, pada puuk kandang sapi terkandung pula

senyawa-senyawa organik seperti asam humat. Pada penelitiannya Nurlina dkk

(2018) memperoleh persentase rendemen asam humat dari pupuk kandang sapi

maksimum sebesar 4,486%.

Asam humat merupakan bahan makromolekul polielektrolit. Salah satu

karakteristik asam humat adalah kemampuannya berinteraksi dengan ion logam,

oksida, hidroksida, mineral dan organik termasuk zat pencemar beracun lainnya

yang berlebih sehingga jumlahnya dalam tanah sebagaimana yang dibutuhkan

oleh tanaman membentuk kompleks logam organik (organo-metal) yang terbentuk

memiliki sifat yang tidak larut dan dapat mengurangi sifat racun dari logam berat

(Wijayanti, 2018). Asam humat dapat berinteraksi dengan ion logam karena

memiliki gugus fungsional -COOH, -OH fenolat, maupun -OH alkoholat,

disebabkan oleh sifat gugus ini dapat mengalami deprotonasi pada pH yang relatif

tinggi. Asam ini berpengaruh kuat terhadap kapasitas penjerapan tanah


(Stevenson, 1994). Muatan negatif pada gugus-gugus yang terkandung dalam

asam humat memiliki kemampuan untuk bereaksi dan berinteraksi dengan ion-ion

yang bermuatan positif. Ion logam seperti Fe yang memiliki muatan positif,

sangat memungkinkan untuk dapat bereaksi dan berinteraksi dengan asam humat.

Reaksi dan interaksi asam humat dengan ion logam dapat terjadi melalui adsorpsi

ikatan kompleks dan khelat (Tan, 2003).

2.9 Spektrofotometer Serapan Atom (AAS)

Spektrofotometer serapam atom merupakan salah satu instrumen yang dapat

digunakan dalam analisis unsur-unsur logam secara kuantitatif dalam jumlah atau

konsentrai yang kecil. Hasil analisis dengan spektrofotometer serapam atom dapat

diketahui konsentrasi atau kadar suatu unsur logam pada sampel, tanpa

dipengaruhi oleh bentuk molekul dari logam yang dianalisis pada sampel. Metode

ini dapat digunakan untuk menentukan kadar logam dengan kepekatan yang

tinggi, interfensinya minim dan pelaksanaannya relatif sederhana (Gandjar dan

Rohman, 2008).

Prinsip dari analisis dengan Spektrofotometri serapam atom adalah absorpsi

atau penyerapan cahaya dengan panjang gelombang tertentu oleh atom bebas dari

suatu unsur pada tingkat energi grownd state, ketika cahaya diserap, satu atau

lebih elektron tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi (Welz, 2005).

Sumber radiasi cahaya pada spektrofotometer serapan atom bersumber dari

lampu katoda berongga (Hollow Cathode Lamp). Lampu katoda berongga terbuat

dari gelas yang didalamnya terdapat suatu katoda (suatu logam berbentuk silinder

yang bagian dalamnya berisi logam yang sama dengan logam yang dianalisis pada

sampel) (Christina, 2006). Apabila cahaya dengan panjang gelombang tertentu


dilewatkan pada suatu sel yang mengandung atom bebas yang sesuai dengan

lampu katoda yang digunakan maka sebagian cahaya tersebut akan diserap dan

intensitas penyerapannya akan berbanding lurus dengan jumlah atom bebas yang

dianalisis. Hubungan antara penyerapan cahaya dengan konsentrasi dinyatakan

oleh hukum Lambert-Beer yang dituliskan dalam persamaan:

A = a b c atau A = Ɛ b c

Dengan A adalah absorbansi, a = absorptivitas (gr/L), b = tebal kuvet (cm), c =

konsentrasi larutan (mol/L) dan Ɛ = absorptivitas molar (mol/L). Hukum Lambert-

Beer merupakan dasar analisis kuantitatif dengan spektrofotometri (Day and

Underwood, 2002).

Analisi sampel dengan spektrofotometri serapan atom dapat mengalami

gangguan atau interferensi yang timbul dari sistem pengkabutan atom, matriks

sampel, sumber radiasi eksternal dan lainnya. Interferensi pada analisis dengan

spektrofotometri serapan atom dapat dibedakan menjadi tiga yaitu intreferensi

kimia, spektra dan fisik. Gangguan kimia terjadi karena senyawa kimia yang

mengandung analit memiliki volatilitas pada saat proses atomisasi dan dapat

mengakibatkan menurunnya jumlah atom pada kondisi grownd state. Interferensi

spektra pada spektrofotometri serapan atom dapat terjadi karena panjang

gelombang logam yang dianalisis berhimpit dengan panjang gelombang dari

unsur lain yang dapat dianalisis dalam larutan sampel. Interferensi fisik terjadi

karena viskositas dan tegangan permukaan dari larutan yang dianalisis berbeda

dengan larutan standar (Gandjar dan Rohman, 2008).

2.10 Metode Kurva Kalibrasi


Metode kurva kalibrasi juga dikenal sebagai kurva standar merupakan salah

satu metode yang sesuai untuk spektrofotometri serapan atom, dimanfaatkan

untuk memperoleh nilai konsentrasi berdasarkan respon absorbansi dari

spektrofotometer serapan atom. Metode kurva kalibrasi memerlukan pembuatan

seri larutan standar dengan berbagai konsetrasi yang telah diketahui dan

absorbansinya diukur dengan spektrofotometer serapan atom, yang kemudian

diperoleh grafik hubungan konsentrasi larutan (c) dengan absorbansi (A), yang

merupakan garis lurus melewati titik nol. Konsentrasi larutan sampel diukur dan

diintrapolasi ke dalam persamaan regresi linier kurva kalibrasi (Gandjar dan

Rohman, 2008). Persamaan garis lurus dari kurva kalibrasi mengikuti bentuk

persamaan regresi linier y = bx + a, dengan (y) adalah absorbansi, (b) adalah

slope, (x) adalah konsentrasi dan (a) adalah intersep. Hubungan antara kadar analit

dengan absorbansi dari anlit dinyatakan sebagai koefisien korelasi (r). Apabila r

memiliki nilai mendekati 1 berarti korelasi positif sempurna, apabila r = -1 maka

korelasi linier negatif sempurna dan jika r = 0 maka tidak berkorelasi linier

(Harjadi, 1990).

Anda mungkin juga menyukai