Anda di halaman 1dari 13

PELUANG DAN TANTANGAN BIG DATA DALAM PENELITIAN

ILMU SOSIAL: SEBUAH KAJIAN LITERATUR

THE OPPORTUNITIES AND CHALLENGES OF THE BIG DATA


IMPLEMENTATION IN SOCIAL SCIENCE RESEARCH: A LITERATURE REVIEW

Vience Mutiara Rumata


Puslitbang APTIKA-IKP, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jln. Medan Merdeka Barat
No. 9 Jakarta Pusat 10110, 021-3800418
vien001@kominfo.go.id
(Diterima: 2/8/2016, Direvisi: 1/9/2016, Disetujui terbit: 30/11/2016)

Abstrak

Memasuki era digital, segala data (informasi) mudah diakses, disimpan, ditelusuri, bahkan dianalisa. Big
Data bukan sekadar tren yang dipopulerkan oleh kalangan eksklusif, melainkan sebuah penanda perubahan
paradigma untuk memahami proses-proses sosial. Data yang dihasilkan di media sosial merupakan sebagian
NHFLO GDUL ³ORQJVRUDQ EROD VDOMX´ GL HUD Big Data. Bagi kalangan akademisi, Big Data telah memberikan
tantangan bagi peneliti sosial dengan adanya perubahan unit analisis dari manusia menjadi algoritma. Artikel
ini membahas peluang dan tantangan Big Data bagi peneliti sosial dari sisi literatur yang berasal dari
publikasi luar negeri seperti Taylor & Francis, Elsevier, Sage publication. Tujuannya adalah untuk
memberikan pemahaman mendasar sekaligus mengisi kesenjangan pengetahuan terkait implementasi Big
Data dalam penelitian bagi ilmuwan non ilmu komputer. Hasil kajian ini menemukan bahwa ada tiga peluang
Big Data: munculnya terobosan multidiVLSOLQ LOPX ³computational social science´ PHQMDZDE NHWHUEDVDQ
metode pengumpulan data konvensional baik kuantitatif maupun kualitatif; serta menawarkan kerangka
analisis bagi ilmuwan sosiologi. Disamping peluang, ada tiga tantangan Big Data: pemahaman mendasar
terkait data, isu metodologi dan teori serta isu etika penelitian.
Kata kunci: Big Data, Sosial, Penelitian, Peluang, Tantangan

Abstract

In the era of digital information, data can be accessed, recorded, trajected, and analysed conveniencely. Big
Data is not solely a trend amongst the exculsive group, instead, it marks the paradigm swift particularly to
undersand the social processes. Data, which generated on social media, is an avalanche of Big Data era. For
the academics, Big Data challenges the social researchers by the changing of unit of analysis from human to
algortihms. This article discusses the opportunities and pitfalls of Big Data in social science research. This is
a literature review that derived mainly from journals published in prominent scientific publications such as
Taylor & Francis, Elsevier, and Sage. The main purpose is to yield a basic knowledge and fill the gap for
non-computer scientists, regarding the implementation of Big Data in the research. The result that Big Data
has opportunities to deliver the multidiscipline field of study (computer, social and statistic); overcome the
limitation of convesional methods of data gathering (both quantitative and qualitative); and offers an
analytical framework for sociology field of study. Big Data imposes challenges such as common
understanding of Big Data, methodology and theory issues, and research ethic debates.
Key words: Big Data, Social, Research, Opportunities, Challenges

PENDAHULUAN akun aktif Facebook secara global


mencapai 1,79 miliar akun per kuartal ke-
Penetrasi internet dan media tiga 2016 (statista, 2016). Dalam kuartal
jejaring sosial terus meningkat dari tahun tahun 2015, jumlah akun aktif Twitter
ke tahun baik di dunia bahkan di Indonesia. mencapai 305 juta (statista, 2016).
Sebanyak 42 persen populasi dunia atau Facebook dan Twitter merupakan 10 media
sekitar 3,419 miliar penduduk telah jejaring sosial terbesar secara global,
memiliki akses terhadap internet per disamping WhatsApp (urutan ke-2), Tumblr
Januari 2016 (we are social, 2016). Jumlah (urutan ke-7), dan Instagram (urutan ke-8).

155
Jurnal Penelitian Komunikasi dan Opini Publik Vol. 20 No.1, Agustus 2016: 155-167

Data infografis yang sama juga pemerintah untuk mempelajari pola-pola


ditunjukkan bagi perkembangan internet di sosial (interaksi, hubungan, hingga
Indonesia. Jumlah pengguna internet di mobilitas sosial). Data informasi seperti
Indonesia mencapai 88,1 juta atau sekitar demografi, perilaku share dan memberikan
34,9 persen dari populasi penduduk pada tanda like pada fanpage tertentu,
tahun 2014 (APJII, 2015). Meski termasuk merupakan sebagian kecil dari jutaan
negara berkembang dengan kesenjangan informasi berharga lainnya yang dihasilkan
digital, penetrasi media jejaring sosial di Facebook. Tidak jarang, data yang
Indonesia sangat signifikan. Indonesia dihasilkan Facebook dijadikan dasar
menduduki urutan ke-empat pengguna kebijakan ataupun strategi dari lembaga
Facebook di dunia - setelah Amerika yang berkepentingan. .
Serikat, India, dan Brazil ± dengan jumlah Kita memasuki tren yang disebut Big
akun mencapai 60,3 juta dan diprediksi Data, era di mana ketersediaan data sosial
terus meningkat hingga 97,5 juta pengguna yang terekam secaara digital semakin
di tahun 2018 (Statista, 2015). Sementara, berlimpah. Bagi kalangan industri atau
jumlah akun Twitter aktif di Indonesia praktisi, big data telah membuka peluang
mencapai 14.7 juta di tahun 2015, dan untuk menetapkan strategi bisnis serta
angka ini terus meningkat hingga 22.8 juta inovasi dalam hal memproses, menganalisa
akun aktif di tahun 2019 (statista, 2016). dan menyimpan data dengan volume serta
,QGRQHVLD SHUQDK GLGDXODW VHEDJDL ³QHJDUD tingkat votalitas yang tinggi secara cepat
7ZLWWHU´ ROHK &11 7HFK SDGD 1RYHPEHU dan efektif. Bagi kalangan akademisi, Big
2010 (Lim, 2013:636). Bahkan, pengguna Data telah menobrak tradisi lama
Twitter di Jakarta menyumbang 2,4 persen penelitian ilmu sosial. Big data
dari 10.6 miliar tweets secara global dari memberikan solusi bagi penelitian sosial
Januari-Maret 2013 (techinasia, 2013). konvensional, khususnya untuk menangkap
Meningkatnya penggunaan realita seperti pola jaringan komunikasi,
perangkat mobile smart devices (e.g. diseminasi informasi, atau bahkan
smartphones) serta terjangkaunya paket memprediksi pola gerakan sosial atau
data internet dari operator merupakan politik berdasarkan perilaku secara online.
faktor pendorongnya penetrasi ini. We are Istilah-istilah seperti webometrics, social
social (2015) mencatat orang Indonesia network analysis, digital social research,
rata-rata menghabiskan kurang lebih 5 jam web social science atau computational
per hari untuk mengakses internet dengan social science menandakan transisi
komputer, serta kurang lebih 3 jam dengan penelitian sosial konvensional penelitian
menggunakan ponsel. Internet dan media sosial cyber DWDX µe-UHVHDUFK´¶ \DLWX GL
jejaring sosial telah mengubah proses sosial mana transisi unit analisis dari manusia
secara mendasar bagi individu dan juga menuju algoritma (Lupton, 2015:17).
masyarakat secara keseluruhan. Banyak pengembang aplikasi
Interaksi antar manusia yang memanfaatkan big data. Hastags.org,
didominasi pada interaksi manusia dan misalnya, mampu menampilkan grafis
komputer (computer mediated topik Twitter yang diambil dari Application
communication/CMC) ini telah mengubah Program Interface (API) streaming twitter
tata cara perilaku (interaksi) sosial serta dalam kurun waktu tertentu (gambar 1.).
pemaknaannya. Memasuki transisi era Wolframalpha, salah satu aplikasi berbasis
LQIRUPDVL PHQXMX HUD ³internet of things´ web yang menghasilkan laporan berbentuk
segala perilaku manusia direkam, cluster ataupun mapping jaringan teman
disimpan, bahkan dianalisa dalam bentuk tingkat satu maupun tingkat dua (jaringan
data. Saat ini, Facebook menjadi sumber temannya teman di facebook) hingga
informasi berharga bagi lembaga komersil tempat-tempat yang pernah dikunjungi
maupun non komersil, riset, serta (check-in di Facebook).

156
Peluang Dan Tantangan Big Data Dalam Penelitian Ilmu Sosial: Sebuah Kajian Literatur
Vience Mutiara Rumata

media sosial, tetapi juga mencakup bidang


Gambar 1. Grafis tren #Jokowi dalam kurun waktu kesehatan, keuangan, dan sebagainya ±
24 jam (29 Oktober 2015) maka kajian literatur ini ini memfokuskan
pada big data yang bersumber pada media
sosial. Makalah ini tidak membahas hal
teknis yang berkaitan dengan teknologi
pendukung big data, melainkan
memberikan gambaran peluang dan
tantangan untuk mengaplikasikan big data
ke dalam prosedur ilmiah bidang sosial
melalui sebuah kajian literatur dari jurnal-
jurnal yang telah dipublikasikan dari
sumber yang dapat diandalkan seperti
Taylor & Francis; Elsevier; ataupun Sage
publication.
Sumber:
https://www.hashtags.org/analytics/jokowi /
(diakses pada data
29 Oktober 2015)
Penelitian ini merupakan kajian
Berlimpahnya secara kuantitas literatur dengan pendekatan konseptual-
serta beragam, menuntut sebuah tradisional. Kajian literatur adalah sebuah
mekanisme analisa data secara menyeluruh, produk tulisan yang mengupas sebuah
atau setidaknya mewakili populasi big data topik atau hasil penelitian yang telah
tersebut. Meski aplikasi untuk menganalisa dipublikasikan, tanpa ada gambaran
big data banyak tersedia di internet, tetapi metodologi ilmiah (Jesson et al., 2011:10).
akses terhadap big data itu sendiri sangat Setidaknya ada dua pendekatan dalam
terbatas. Facebook, misalnya, telah menulis kajian literatur: pendekatan
mengubah kebijakan akses APInya pada tradisional dan pendekatan sistematik
pertengahan tahun 2015 lalu. Hal ini (p.14). Pendekatan tradisional di dalam
dilakukan untuk melindungi data pengguna kajian literatur memiliki beberapa
Facebook dari para pengembang aplikasi pendekatan seperti critical approach, a
yang meraup keuntungan secara ekonomi conceptual review, a state-of-art review, an
(techcrunch, 2015). expert review, a scoping review (p.15).
Penelitian yang memanfaatkan big Artikel ini menggunakan pendekatan
data masih belum populer di Indonesia, konseptual-tradisional di mana
khususnya bagi kalangan peneliti sosial. mensitesiskan pengetahuan atau hasil
Keterbatasan piranti lunak yang masih penelitian di bidang atau topik tertentu,
bergantung pada produksi luar negeri serta yang dalam ini adalah Big Data, dengan
keterbatasan akses terhadap publikasi tujuan untuk memberikan pemahaman
ilmiah big data dianggap menjadi salah mendalam tentang topik tersebut.
satu penyebabnya. Kajian literatur ini Data primer dalam kajian literatur ini
diharapkan dapat memberikan pemahaman adalah jurnal-jurnal yang membahas
mendasar ± khususnya topik yang menjadi peluang dan tantangan implementasi big
perdebatan diantara kalangan akademisi data, yang dipilih secara subyektif oleh
sosial di luar negeri ± bagi para ilmuwan peneliti. Pemilihan jurnal tidak saja
sosial dalam negeri sebelum mereka berdasarkan kesesuaian topik, tetapi juga
mengaplikasikan big data di dalam publikasi serta sitasi dari jurnal-jurnal
penelitiannya. Untuk itu, pertanyaan tersebut. Penulis merangkai kembali
SHQHOLWLDQ SDGD DUWLNHO LQL DGDODK ³$SD gagasan-gagasan penting dari jurnal-jurnal
peluang dan tantangan Big Data dalam yang terpilih tersebut dengan cara yang
SHQHOLWLDQ VRVLDO"´ Karena cakupan Big logis, sistematis, serta argumentatif yang
Data sangat luas ± tidak terbatas pada data kritis. Argumentatif dimaksud adalah

157
Jurnal Penelitian Komunikasi dan Opini Publik Vol. 20 No.1, Agustus 2016: 155-167

mengedepankan pro dan kontra di kalangan analisa) serta membutuhkan sumber daya
akademisi di luar negeri terkait yang tidak murah. Karena begitu besar
implementasi Big Data dalam penelitian skala dan kompleks prosedurnya, big data
sosial. Salah satunya, diskusi terkait dikelompokkan menjadi lima kategori,
prosedur penelitian Big Data yang masih yaitu: 1) data sources; 2) content format; 3)
menjadi perdebatan hingga sekarang. data stores; 4) data staging; 5) data
processing (tabel 1.). Media sosial
PEMBAHASAN diaktegorikan big data karena merupakan
³%LJ 'DWD´ VHFDUD .RQVHSWXDO sumber data atau informasi yang dapat
dibagikan (share) atau ditukarkan
Pada tahun 2007, Yayasan
(exchange) antar individu atau kelompok
Keilmuwan Nasional Amerika Serikat (the
(communities) melalui URL. Khusus data
National Science Foundation)
media sosial, Batrinca dan Treleaven
mengeluarkan sebuah rencana aksi bertajuk
(2015:93) mengklasifikasikannya menjadi
³Cyberinfrastructure Vision for 21st
dua jenis: historic data sets (data yang
Century Discovery´ GL PDQD VDODK VDWX
sebelumnya telah diakumulasikan dan
rencana aksi tersebut adalah memanfaatkan
tersimpan) dan real-time data (data yang
big data dalam segala upaya
diambil secara langsung tanpa ada jeda
mengembangkan ilmu, termasuk ilmu
waktu tertentu, e.g. live feeds).
eksakta dan ilmu sosial (Hesse et al.,
2015:17). Inilah yang menjadi titik awal Tabel 1. Kategori Big Data (Hashem et al.,
perkembangan dan pemanfaatan big data. 2015:102)
.DWD ³ELJ GDWD´ VHFDUD KDUDILDK EHUDUWL Klasifikasi Varian Deskripsi
volume kuantitas data yang berlimpah a. Media sosial Sumber informasi
(terabytes ataupun petabytes). melalui laman URL
yang dihasilkan dari
1DPXQ GHILQLVL ³big data´ EHOXP DGD pertukaran informasi
kesepakatan di antara akademisi maupun Data dan gagasan dalam
SUDNWLVL $GD EHUDJDP GHILQLVL ³big data´ source jaringan komunitas
virtual (Facebook,
Berman (2013:p.xx) berpendapat bahwa Twitter, Blogs, dsb)
big data KDUXV PHPHQXKL ³ 9V´ volume b. Machine- Data/ informasi yang
(jumlah kuantitas); variety (beragam generated dihasilkan dari
data perangkat keras
bentuk: dokumen, rekaman suara, gambar, maupun lunak
video, dsb): velocity (perubahan data yang c. Sensing Alat pendeteksi dan
cepat karena sifatnya berasal dari multiple pengukur kuantitas
fisik dan mengubahnya
sources). Hashem dan kolega (2015:100) ke dalam sinyal
berpendapat bahwa Big Data harus d. Transaksi Data transaksi seperti
PHPHQXKL XQVXU ³ ¶V´ GHQJDQ transaksi keuangan
atau data kerja dengan
PHQDPEDKNDQ ³YDOXH´ \DQJ PHUXSDNDQ melibatkan dimensi
faktor penting dari big data, yaitu proses waktu
menemukan makna dibalik sekumpulan e. IoT Data atau informasi
yang berisi obyek-
data. Sementara, produsen perangkat keras obyek dalam internet
dan lunak komputer global, IBM a. Data Data berbasis format
PHQDPEDKNDQ NDWHJRUL ³veracity´ PHUXMXN terstruktur SQL (Structured Query
Content Language) yang siap
pada kepastian keakuratan data yang format diolah dan disimpan.
tersedia (IBM, 2016). b. Data semi Data yang terstruktur,
Secara garis besar, big data tersebar terstruktur tetapi tidak diorganisir
di ruang elektronik (salah satunya: internet) di dalam standar model
database konvensional
yang berasal dari beragam sumber yang c. Data tidak Data yang berisi
kompleks di mana proses pengerjaannya terstruktur informasi yang tidak
dilakukan secara bertahap (pengumpulan, terkategorisasi seperti
pesan teks, lokasi,
pengorganisasian, penyimpanan hingga video, bahkan konten

158
Peluang Dan Tantangan Big Data Dalam Penelitian Ilmu Sosial: Sebuah Kajian Literatur
Vience Mutiara Rumata

yang ada di dalam programer untuk


media sosial. mengembangkan
a. Data Penyimpanan dan aplikasi
dokumen pengambilan data
Data berupa data dokumen
Stores seperti JSON, XML Disamping berbagai potensi yang
ataupun format PDF luar biasa yang dimiliki big data untuk
atau MS Words. kegiatan penelitian sosial, berbagai kritikan
b. Data kolom Penyimpanan data
berdasarkan
juga datang dari kalangan akademisi. Di
kategorisasi kolom dalam jurnalnya, Boyd dan Crawford
yang sama. Data (2012) mengajukan beberapa pertanyaan
berorientasi kolom ini
berbeda dari
yang menjadi bahan pertimbangan bagi
penyimpanan data para peneliti sosial terkait big data. Apakah
BigTable big data dan aplikasi analisanya dapat
c. Infografis Penyimpanan dan
database pengambilan data
membuat kita memahami fenomena sosial
grafis yang terdiri dari di suatu masyarakat, atau justru mendorong
nodes dan edges (e.g. VHEXDK FDUD EDUX XQWXN µPHQ\HUDQJ¶
Neo4j)
d. Key-value Alternatif model
privasi? Apakah big data
database untuk mentransformasikan cara kita mempelajari
menyimpan dan pola komunikasi dan budaya manusia, atau
mengakses data key-
value dengan skala
justru mempersempit makna penelitian itu
yang tidak terbatas. sendiri? Boyd dan Crawford (2012)
Model ini biasanya berpendapat bahwa big data hanyalah
mendukung transaksi
multi-akses dengan
sebuah fenomena budaya, teknologi dan
single-akses (e.g. ilmiah (akademis) yang merupakan
Apache Hbase, Apache interaksi timbal balik antara teknologi,
Cassandra ataupun
Voldemort)
analisis (identifikasi pola jaringan), serta
a. Pembersihan proses pemisahan data mitos. Mitos di sini adalah sebuah
(cleaning) lengkap dengan data kepercayaan yang diterima oleh
yang tidak lengkap masyarakat luas bahwa big data merupakan
atau data yang tidak
Data masuk akal produk pengetahuan intelijen yang
Staging b. Transformas proses transformasi sebelumnya tidak mungkin dicapai oleh
i (transform) bentuk data yang siap masyarakat global (p.663).
diolah, misalnya dari
aplikasi RStudio yang
fungsinya scraping Peluang Big Data bagi Penelitian Sosial
data twitter dan
mengubahnya ke
dalam wordcloud, Dalam simposium ³$ 'HFDGH LQ
ataupun data berbasis Internet Time: Symposium on the Dynamics
.csv excel of the Internet and Society´ %R\G GDQ
c. Normalisasi proses penstrukturan
(normalizati data untuk Crawford (2012) berpendapat bahwa big
on) menghindari data telah menciptakan sebuah sistem
redundansi data pengetahuan baru yang mengubah obyek
pengetahuan. Tidak hanya itu, big data
Data a. Batch Sistem berbasis mampu menganalisa, menggambarkan
Processing MapReduce yang serta memprediksikan pola komunikasi,
memudahkan
penskalaan klaster- perilaku bahkan isu-isu sosial dan non-
klaster yang berisi sosial seperti kejahatan, pola penyebaran
ribuan nodes. penyakit, dan sebagainya (Tene dan
b. Real-time S4 merupakan contoh
pemrosesan big data
Polonetsky, 2013).
secara real-time di Big data telah mentransformasi
mana teknologi ini paradigma konvensional ilmu sosial
dapat memudahkan
PHQXMX DSD \DQJ GLVHEXW ³computational

159
Jurnal Penelitian Komunikasi dan Opini Publik Vol. 20 No.1, Agustus 2016: 155-167

social science´ \DQJ PHPDPSXNDQ dari disiplin keilmuwan lain untuk


manusia mengamati dunia yang begitu meninjau kembali peran teori-teori,
kompleks serta lingkungan yang dinamis publikasi-publikasi ilmiah, data yang
seperti saat ini (Chang et al., 2014:71). dibagikan (data sharing), tantangan hak
Bagi Mason dan koleganya (2014) cipta, akumulasi pengetahuan serta
Computational social science bukan akuntabilitas publik untuk menjawab
sekadar paradigma, melainkan sebuah tantangan metodologi dan epistemologi
bidang penelitian yang meneliti dari penelitian big data.
persinggungan antara ilmu komputer, ilmu Big data membuka peluang yang
statistik, dan ilmu sosial, di mana metode baik bagi peneliti sosial di kala metode
komputasi digunakan untuk menjawab penelitian konvensional, baik itu kualitatif
permasalahan yang berkaitan dengan maupun kuantitatif (survei), memiliki
masyarakat (p.257). Berbeda dengan keterbatasan dalam memahami fenonema
Computational social science, kata lain sosial secara luas atau menjawab
yang juga populer di kalangan akademisi tantangan-tantangan sosial yang
DGDODK ³social computing´ \DQJ OHELK memberikan dampak yang luas bagi
menekankan pada desain sistem pendukung masyarakat. Anderson (2008) secara
untuk memfasilitasi interaksi sosial ekstrim mengklaim bahwa era big data ±
manusia, termasuk mempelajari bagaimana atau apa yang disebutnya sebagai The
dan alasan manusia memproduksi konten Petabyte Age ± telah membuat prosedur
(Mason et al., 2014). penelitian konvensional menjadi tidak
Secara metafora, Berman relevan.
(2013:p.xxvi) berpendapat bahwa big data ³7KLV LV D ZRUOG ZKHUH
telah menjadi obyek pusat rotasi bagi massive amounts of data
kalangan akademisi, peneliti, korporat and applied mathematics
(bisnis), bahkan regulator karena informasi replace every other tool that
yang disediakan oleh penyedia big data PLJKW EH EURXJKW WR EHDU «
bersifat permanen dan berkembang dari Forget taxonomy, ontology,
segi kuantitas dan kualitas. Dengan and psychology. Who knows
menggunakan data yang sama, siapa saja why people do what they
dapat mengkritisi serta mengkaji teknik do? The point is they do it,
analisis yang sudah ada sehingga and we can track and
menemukan sebuah formulasi yang efektif measure it with
dan pada akhirnya menjadi sebuah unprecedented fidelity. With
pengetahuan baru. Senada dengan Berman, enough data, the numbers
Hesse dan koleganya (2015) menyakini VSHDN IRU WKHPVHOYHV ´
bahwa big data dapat ditransformasikan (www.wired.com/ diakses
menjadi pengetahuan bagi para peneliti pada 4 Mei 2016)
sosial setidaknya dalam dua cara. Pertama,
metode komputasi yang digunakan untuk Chang dan koleganya (2014:73)
mengintegrasikan serta menganalisa big berpendapat bahwa big data dapat
data merupakan fondasi pengetahuan memberikan hasil generalisasi yang jauh
dalam ilmu sosial. Kedua, peneliti ilmu lebih besar dibandingkan pada hasil survei
sosial harus memahami bagaimana semata yang mengandalkan sampel
mengakses, mengolah, menginterpretasikan populasi. Survei, lebih lanjut, merupakan
hingga memproduksi pengetahuan dari big pelengkap data empiris yaitu berupa
data demi perkembangan tidak saja ilmu respons dari para partisipan. Jadi, peneliti
sosial itu semata tetapi multi disiplin ilmu sosial dapat memperkaya nilai temuan
(p.18). Karenanya, komunitas peneliti surveinya (atau metode pengumpulan data
sosial harus bekerja sama dengan peneliti konvensional lainnya) dengan analisa dari

160
Peluang Dan Tantangan Big Data Dalam Penelitian Ilmu Sosial: Sebuah Kajian Literatur
Vience Mutiara Rumata

ribuan bahkan jutaan tweet atau status post yang lama untuk mempelajari sebuah
Facebook yang dihasilkan setiap hari. komunitas yang kecil. Sementara di sisi
Contoh kasus, studi yang dilakukan oleh lain, peneliti ilmu komputer hanya
Kim dan koleganya (2016) ketika menghabiskan waktunya di depan
mempelajari sentimen publik dengan komputer untuk mempelajari jejak digital
menganalisa hampir 30 juta konten tweet manusia di internet. Manovich (2012:467)
\DQJ PHQJDQGXQJ NDWD ³QXNOLU´ SHU berpendapat bahwa jutaan data Tweet yang
Oktober 2010 hingga 30 September 2013). dikumpulkan oleh peneliti ilmu komputer
Untuk menganalisanya, Kim dan koleganya tidak berarti tidak sedalam data kualitatif
menggunakan piranti lunak konten analisis peneliti etnografi. Yang membedakan
non parametik milik perusahaan swasta kedua peneliti ini adalah akses terhadap
Crimson Hexagon, Forsight (p.432). data serta desain riset (pertanyaan
Secara kuantitatif, angka 30 juta data penelitian, kerangka pemikiran, metode
Tweet jauh lebih berharga dibandingkan dan sebagainya). Jadi dengan big data,
ribuan data sampel populasi sebuah survei. peneliti tidak perlu menyoalkan jumlah
Akan tetapi, apakah besaran kuantitatif ini data ataupun kedalaman data.
mencerminkan opini publik keseluruhan Big data juga memunculkan cabang
populasi sebenarnya? Hal ini akan secara LOPX EDUX VDODK VDWXQ\D ³'LJLWDO
lebih lengkap di bahas pada subab +XPDQLWLHV´ Meski belum dikategorikan
³WDQWDQJDQ big data EDJL SHQHOLWL VRVLDO´ sebagai disiplin ilmu, Digital Humanities
Bagi ilmuwan Sosiologi Budaya, big merupakan sebuah kajian baru yang tengah
data dapat menganalisa hubungan antara berkembang untuk mengeksplorasi
elemen-elemen budaya ataupun mekanisme keterlibatan manusia dengan
pembentuk makna (meaning) dalam tingkat perkembangan teknologi, media dan
makro ataupun meso yang menjadi metode komputasi (Svensson, 2010).
pertanyaan yang belum terjawab hingga Dalam presentasinya di konferensi Modern
saat ini (Bail, 2014:468-469). Analisa Language Association Convention pada
tingkat makro ataupun meso ini merupakan tahun 2011, Stephen Ramsay (2013:240-
strategi yang diperlukan dalam studi-studi 241) berpendapat bahwa seorang pakar
yang menggunakan pendekatan field Digital Humanis adalah orang yang harus
theory, yang banyak diadopsi dalam studi memiliki kemampuan koding.
Sosiologi Budaya. Pendekatan teori ini
sulit untuk mengidentifikasikan interelasi Tantangan Big Data bagi Penelitian
DWDXSXQ ³UXDQJ VRVLDO´ \DQJ WHUFLSWD GL Sosial
antara pelaku-pelaku sosial dan elemen- Disamping peluang, big data
elemen budaya ketika menghasilkan memberikan tantangan yang cukup
sebuah struktur atau pola budaya tertentu. signifikan bagi para peneliti sosial. Big
Teknologi big data tentu mampu menyerap data FHQGHUXQJ PHQ\HEDENDQ ³DSRSKHQLD´
serta memetakan seluruh teks yang ada di yaitu kondisi di mana peneliti melihat
ruang digital lebih mudah. Semisal, adanya pola, atau hubungan dari dari
perubahan pola perilaku penetrasi sosial sesuatu yang sebenarnya tidak ada (Boyd
dari kelompok sesama jenis dapat dianalisa dan Crawford, 2011). Setidaknya beberapa
dari konten Twitter dari waktu ke waktu. pertanyaan kritis muncul di kalangan
Dengan teknologi big data memudahkan peneliti sosial maupun studi media, seperti:
peneliti untuk menganalisa hubungan Apa arti data yang tergolong big data?
antara pelaku-pelaku sosial dan Siapa yang memiliki akses terhadap big
jaringannya tanpa perlu menghabiskan data tersebut? Bagaimana data tersebut
waktu yang lama. Hal ini tentu dianalisa? (Boyd dan Crawford, 2012:664).
menimbulkan perdebatan. Di satu sisi, para Berdasarkan penelusuran jurnal-jurnal yang
peneliti etnografi menghabiskan waktu secara khusus membahas big data untuk

161
Jurnal Penelitian Komunikasi dan Opini Publik Vol. 20 No.1, Agustus 2016: 155-167

penelitian sosial, peneliti menyimpulkan konvensional.vApakah orang yang


setidaknya tiga tantangan yang mengemuka menggunakan twitter dapat mewakili
yakni pemahaman mengenai big data; isu publik tertentu? Apakah akun-akun aktif
metodologi dan landasan teori; serta isu dalam media sosial serta konten yang
etika penelitian. dihasilkan dari akun-akun tersebut dapat
Hal yang paling mendasar dan PHZDNLOL µRUDQJ¶"
menjadi perdebatan di kalangan akademisi Hargittai (2015:64) menemukan
adalah kategori big data yang dibutuhkan bahwa penelitian big data memiliki
oleh peneliti sosial. Pemahaman kita keterbatasan dalam metode kerangka
mengenai ³GDWD´ berubah dengan hadirnya sampling (sampling frames) baik variabel
TIK. Dulu, data dikumpulkan untuk tujuan dependen (variabel yang diukur) maupun
yang jelas dan oleh institusi yang resmi independen (variabel yang dapat
(e.g. sensus penduduk, data pemilih tetap dimanipulasi atau dikendalikan oleh
untuk pemilihan umum, dsb). Sekarang, peneliti). Metode sampling dalam big data
data adalah sekumpulan data orang-orang seperti media sosial sulit diterapkan karena
di dalam sebuah jaringan yang dapat kita ketidakpastian sumber data itu sendiri.
akses dengan mudah di dunia maya. Perlu dipahami bahwa akses publik
Bahkan, data tersebut dimiliki atau dapat terhadap big data sangat terbatas. Hanya
diakses oleh sedikit perusahaan komersil beberapa perusahaan komersil seperti Gnip
atau korporat berskala global yang berbasis dan Data Sift yang memiliki akses yang
di Amerika Serikat (e.g. Facebook, Google penuh terhadap data mentah perusahaan
dan sebagainya). media sosial raksasa seperti Facebook
Bila data tersebut diklasifikasikan maupun Twitter (Batrinca dan Treleaven,
sebagai public goods artinya tersedia secara 2015:95).
publik, mengapa akses terhadap data Perusahaan penghasil big data
tersebut sangat terbatas bagi kalangan seperti Facebook dan Twitter telah
akademisi maupun pemerintah, tetapi tidak membatasi publik untuk mengakses
bagi perusahaan komersil seperti Gnip Application Programming Interface (API)
(perusahaan agregat data media sosial yang mereka. Twitter pernah membuka akses
berbasis di Colorado, AS)? Gitelman dan terhadap peneliti melalui Twitter Data
Jackson (2013) berpendapat bahwa adanya Grants Program, tetapi program tersebut
kecendHUXQJDQ ³GDWD´ GLPDNQDL VHEDJDL telah ditutup. Saat ini, Twitter hanya
fakta yang tanpa disadari dan telah diterima membuka akses kira-kira sebesar 1% dari
(oleh kita) menjadi sebuah kebenaran tanpa jutaan tweets tiap harinya secara gratis.
perlu dipertanyakan atau dicari Meskipun berbayar, seseorang bisa
penjelasannya. Perlu dikritisi bahwa data mengakses API twitter sebesar 10% secara
atau informasi yang tersaji dalam kerangka EHUED\DU PHODOXL µGardenhose¶ Karena
media sosial seperti Facebook (e.g. data teknik pengumpulan big data
sociodemografi atau interaksi sosial) mengandalkan aplikasi piranti lunak,
merupakan hasil rekayasa publik yang peneliti tidak memiliki daya untuk
EHUVLIDW ³LPDMLQDWLI´ (Boyd, 2010). mengatur data yang terjaring secara
Perubahan radikal yang dilakukan otomatis dengan aplikasi tersebut. Tentu,
big data dalam ilmu pengetahuan ataupun berapapun jumlah big data yang dijadikan
prosedur riset (Boyd dan Crawford, sampel dalam penelitian, tentu tidak dapat
2012:665) menimbulkan isu-isu dalam mewakili seluruh populasi. Karena itu,
prosedur penelitian, khususnya metodologi. hasil penelitian big data tidak dianjurkan
Jumlah data yang tidak terbatas bukan untuk digeneralisasikan.
berarti big data menyajikan data yang Disamping kelemahan metode
terbaik dibandingkan data yang didapat sampling, tantangan prosedur penelitian big
dari teknik pengumpulan data lainnya adalah belum memadainya

162
Peluang Dan Tantangan Big Data Dalam Penelitian Ilmu Sosial: Sebuah Kajian Literatur
Vience Mutiara Rumata

teori atau teknik untuk mempelajari demam berdarah) berdasarkan perilaku


perilaku manusia dan memaknai teks pencarian informasi mengenai flu tersebut
melalui big data (Bail, 2014:467). Peneliti di Google (Lazer dan Kennedy/ wired.com,
big data cenderung kehilangan informasi 2015). GFT ini bahkan diklaim dapat
penting ketika menganalisa perilaku sosial melampaui kemampuan prediksi Pusat
dari penggunaan media sosial (Hargittai, Pengendalian dan Pencegahan Penyakit
2015:65). Ketika peneliti mencari milik pemerintah Amerika Serikat (Centers
hubungan antara komunikasi dan for Diesease Control and Prevention/
ikatan/hubungan pengguna Facebook CDC). Akan tetapi, GFT ini gagal
dengan peluang mendapatkan pekerjaan memprediksikan wabah flu pada tahun
baru, ada kemungkinan hasil penelitiannya 2013. Apa yang dapat dipelajari dari kasus
menjadi bias akibat peneliti tidak ini adalah bahwa GFT hanya mampu
mempertimbangkan kemungkinan menyajikan data statistik trend kata atau
pengguna Facebook menggunakan media informasi yang dicari mengenai influenza,
sosial lainnya (e.g. LinkedIn) atau faktor tetapi tidak mampu menjelaskan hubungan
internal lainnya seperti motivasi yang tidak yang terkait antara pencarian informasi
diperhitungkan di dalam penelitian tersebut tersebut dengan penyebaran dari flu itu
(p.66). Karenanya, peneliti harus berhati- sendiri (Harford, 2014). Hal yang biasa
hati dalam menarik kesimpulan dari terjadi dalam analisa big data adalah
temuannya. Manovich (2012:465) minim teori serta mencari korelasi data
berpendapat bahwa informasi (konten) kuantitatif, dimana kemungkinan bias
yang disajikan melalui media sosial sangat bisa terjadi.
bukanlah seperti jendela yang transparan Tantangan ketiga yang dihadapi
yang betul-betul mencerminkan di dalam oleh peneliti sosial bahwa big data
benak atau diri penggunanya. Tetapi, membawa perubahan radikal mengenai
informasi tersebut merupakan sebuah hasil etika penelitian (Boyd dan Crawford
konstruksi presentasi publik yang sifatnya 2012:665). Etika sangat diperlukan dalam
rekayasa. penelitian yang melibatkan manusia
Ada yang bisa dilakukan peneliti sebagai obyek penelitinya. Namun,
dengan teknologi big data, tetapi ada yang prosedur untuk mendapatkan persetujuan
tidak bisa dilakukan dengan big data. Pola dari pemilik data cenderung diabaikan
interaksi atau jaringan sosial atau dalam penelitian big data. Karena
pertumbuhan kelompok sosial mungkin pengumpulan data dilakukan secara
bisa dihasilkan oleh teknologi big data, otomatis melalui piranti lunak, maka data
tetapi tidak bisa menjelaskan lebih dalam apa saja yang tersimpan di dunia maya
faktor penyebab pola tersebut. White dan dapat dengan mudah ditarik (e.g. transaksi
Breckenridge (2014) berpendapat bahwa belanja online, email, bahkan GPS). Tentu
big data PHQDZDUNDQ µWUDGH-ofI¶ GDODP ini berpotensi melanggar privasi si pemilik
penelitian ilmu sosial, yaitu sebatas alat data.
yang berguna bagi ilmu, tetapi tidak dapat Tene dan Polonetsky (2013:242)
menjawab topik atau pertanyaan penelitian berpendapat bahwa Big Data menantang
sosial (p.336). prinsip-SULQVLS FDNXSDQ GDUL µGDWD SULEDGL¶
Google Flu Trends (GFT), sebagai DWDX DSD \DQJ GLVHEXW GHQJDQ µpersonally
contoh, merupakan web service milik identifiable information¶ 3,, NRQVHS
Google yang berisi informasi penyebaran µGDWD PLQLPL]DWLRQ¶ SHUVHWXMXDQ NRQWURO
virus influenza di lebih dari 25 negara. individu); serta hak akses individu. Dalam
Sebagai penyedia mesin pencarian (search pengumpulan data konvensional, peneliti
engine) berbasis internet berskala global, diwajibkan untuk melampirkan lembar
Google berupaya untuk memprediksikan persetujuan dari para responden (e.g. surat
penyebaran virus influenza (dan juga persetujuan/consent letter). Karena

163
Jurnal Penelitian Komunikasi dan Opini Publik Vol. 20 No.1, Agustus 2016: 155-167

prosedur big data mengandalkan aplikasi Commission - FTC) sejak 1970an. Saat ini,
teknologi, surat pernyataan kesediaan atau Kementerian Komunikasi dan Informatika
persetujuan dari pemilik data tampaknya Republik Indonesia tengah menyusun draft
bukan hal yang penting. RUU Perlindungan Data Pribadi sejak 2015
Data pribadi dan privasi di ruang dan akan menjadi agenda Program
internet menjadi perdebatan di era big data. Legislasi Nasional DPR 2016. RUU ini
Apakah data pribadi yang tersedia dalam merupakan payung hukum untuk
ruang publik seperti internet dikategorikan perlindungan data pengguna internet. Perlu
sebagDL µGDWD SXEOLN¶" -LND \D PHQJDSD GLLQJDW EDKZD ³Due Process´ GDODP VLVWHP
akses data tersebut terbatas bagi hukum membatasi wewenang para
perusahaan komersil semata? Jika tidak, regulator yang terlibat dalam menegakkan
apakah seorang peneliti berhak mengakses prinsip supremasi hukum (e.g. DPR
dan mengumpulkan data pribadi di internet berwenang mengesahkan peraturan, hakim
demi perkembangan ilmu pengetahun? berwenang untuk menegakkan peraturan
Siapa yang akan bertanggung jawab bila dan sebagainya). Di dalam sistem big data,
tindakan tersebut dapat menciderai hak ³Due Process´ LQL VXOLW GLWHUDSNDQ NDUHQD
privasi seseorang? ketiadaan regulasi yang mengatur interaksi
Big data membutuhkan sebuah antara designer aplikasi, algoritma, output
prosedur yang memadai untuk mengurangi dari komputer itu sendiri, ataupun pemilik
potensi pelanggaran privasi tersebut. Untuk data. Ini yang akan menjadi tantangan
meminimalisir pelanggaran hak privasi, Kemenkominfo didalam penyusunan RUU
VHVHRUDQJ GDSDW PHQJJXQDNDQ FDUD ³Ge- tersebut.
identifikasi´ DWDX menyamarkan identitas
pemilik data sehingga tidak dapat dilacak KESIMPULAN DAN SARAN
atau ditentukan subyeknya (e.g. nama Sebagaimana yang diutarakan oleh
samaran, singkatan, enkripsi, koding, dan Manovich (2012:464) bahwa siapa saja
sebagainya). Akan tetapi, cara ini belum yang mengandalkan alat atau metode
memiliki prosedur yang baku serta tidak komputasi untuk mempelajari isu-isu sosial
berkekuatan hukum. dan budaya manusia, harus paham betul
Crawford dan Schultz (2014) bahwa ada hal-hal yang mungkin bisa
PHQJXVXONDQ ³procedural data due dipraktikkan tetapi tidak sejalan dengan
process´ \DNQL VHEXDK SURVHGXU prinsip, atau sebaliknya. Big Data
pengumpulan dan pengolahan data yang memberikan peluang sekaligus tantangan
PHQHJDNNDQ SULQVLS NHDGLODQ DWDX ³WKH bagi peneliti sosial. Peluang tersebut
ULJKW RI GXH SURFHVV´ VHSHUWL GDODP VLVWHP diantaranya (1) Big Data memiliki peluang
hukum. Bila prinsip ini diterapkan dalam melahirkan paradigma pengetahuan baru
proses big data, maka peneliti harus tata serta terobosan penelitian multidisiplin
cara atau prosedur yang memiliki kekuatan ilmu - ilmu komputer, ilmu statistik, dan
hukum yang tetap untuk menjaga keadilan ilmu sosial atau dikenal dengan sebutan
(fairness) bagi pemilik data pribadi dalam ³computational social science´; (2) Big
penelitiannya. data menjawab keterbatasan metode
8QWXN PHQMDODQNDQ SURVHGXU ³due pengumpulan data konvensional baik itu
process´ LQL SHUDQ UHJXODWRU VDQJDW kualitatif dan kuantitatif. Jadi, peneliti
dibutuhkan untuk menghasilkan sebuah sosial dapat memperkaya nilai temuan
produk hukum yang melindungi data dan surveinya (atau metode pengumpulan data
pemanfaatannya. Di Amerika Serikat, konvensional lainnya) dengan analisa dari
prinsip Fair Information Practice Big Data; (3) Big Data menawarkan solusi
Principles (FIPPs) merupakan pedoman bagi ilmuwan sosiologi budaya, khususnya,
yang dikembangkan oleh Komisi ketika menganalisa tingkat makro maupun
Perdagangan Amerika Serikat (Fair Trade meso antara pelaku-pelaku sosial dan

164
Peluang Dan Tantangan Big Data Dalam Penelitian Ilmu Sosial: Sebuah Kajian Literatur
Vience Mutiara Rumata

elemen-elemen budaya yang selama ini tertentu? Bukankah ini sebagai bentuk
sulit dilakukan dengan metode pelanggaran privasi?
konvensional.
Big Data memiliki tantangan yang DAFTAR PUSTAKA
harus diperhatikan bagi peneliti sosial. Big Anderson, C. (2008) The End of Theory:
Data cenderung menyebabkan The Data Deluge Makes the
³DSRSKHQLD´ \DLWX NRQGLVL GL PDQD SHQHOLWL Scientific Method Obsolete.
melihat adanya pola, atau hubungan dari http://www.wired.com/2008/06/pb-
dari sesuatu yang sebenarnya tidak ada theory/ (diakses pada 4 Mei 2016)
(Boyd dan Crawford, 2011). Big Data APJII (2015) Profil Pengguna Internet
masih menjadi perdebatan yang sengit Indonesia 2014. Asosiasi
dikalangan ilmuwan. Setidaknya ada tiga Penyelenggara Jasa Internet
topik perdebatan terkait big data. Pertama, Indonesia. Jakarta
tantangan terkait definisi terminologi big Bail, C. A. (2014) The Cultural
data itu sendiri. Jika definisi big data itu Environment: Measuring Culture
menekankan pada kuantitas (jumlah), maka with Big Data. Theor Soc.
seberapa banyak data yang dibutuhan untuk 43(2014):465-482
menjawab isu-isu sosial? Tantangan kedua Batrinca, B. dan Treleaven, P. C. (2015)
adalah metodologi dan teori. White dan Social Media Analytic: A Survey of
Breckenridge (2014) berpendapat bahwa Techniques, Tools and Platforms. AI
Big Data PHQDZDUNDQ µWUDGH-RII¶ GDODP & Soc. 30 (2015): 89-116.
penelitian ilmu sosial. Big data dapat Berman, J.J. (2013). Principles of Big
menunjukkan pola komunikasi atau Data: Preparing, Sharing, and
interaksi sosial secara online, lintas Analyzing Complex Information.
geografis, kultur dan sosial. Tetapi Big Morgan Kaufmann. USA.
Data tidak bisa menjelaskan latar belakang Boyd, D. (2010) Social Network Sites as
± motivasi misalnya ± dari interaksi Networked Publics: Affordances,
tersebut. Diperlukan sebuah terobosan Dynamics, and Implications dalam
untuk mengintegrasikan metode Networked Self: Identity, Community,
konvensional dan Big Data untuk and Culture on Social Network Sites
menjawab jurang metodologi antara (ed. Zizi Papacharissi). Pp.39-58.
keduanya. Yang terakhir, Big Data masih Routledge
terganjal isu etika penelitian. Big Data Boyd, D., dan Crawford, K. (2011) Six
telah meniadakan prosedur pengumpulan Provocations for Big Data. Presentasi
data ilmiah konvensional. Dengan paper pada Oxford Internet Institute
menggunakan alat komputasi, data VLPSRVLXP ³$ GHFDGH LQ ,QWHUQHW
dikumpulkan melalui internet dengan cepat 7LPH 6\PSRVLXP RQ WKH '\QDPLF¶V
dan mudah. Akan tetapi, hal ini of the Internet and Society, 21
mengundang perdebatan terkait data September 2011.
sebagai public goods. Bila data yang Boyd, D., dan Crawford, K. (2012) Critical
tersimpan di internet dikategorikan sebagai Questions for Big Data. Information,
public goods, mengapa akses terhadap data Communication&Society. 15 (5) :
tersebut sangat terbatas dan hanya dimiliki 662-679. DOI:
bagi perusahaan komersil berskala global. 10.1080/1369118X.2012.678878
Isu selanjutnya terkait hal ini adalah privasi Chang, Ray M., Kauffman, Robert J., dan
dan kepemilikan data itu sendiri. Apakah Kwon, YoungOk (2014)
data public goods yang tersedia di internet Understanding the Paradigm Shift to
(termasuk informasi pribadi) dapat diakses, Computational Social Science in the
dikumpulkan dan dianalisa oleh pihak Presence of Big Data. Decision
Support Systems. 63(2014):67-80.

165
Jurnal Penelitian Komunikasi dan Opini Publik Vol. 20 No.1, Agustus 2016: 155-167

Crawford, K., dan Schultz, J. (2014) Big Journalism & Mass Communication
Data and Due Process: Toward a Quarterly. 93(2):430-445.
Framework to Redress Predictive Lazer, D. dan Kennedy, R. (2015) What
Privacy Harms. Boston College Law We Can Learn From the Epic Failure
Review. vol. 55, pp.93-1287 of Google Flu Trends. Diakses pada
Gitelman, L. dan Jackson, V. (2013) 5 Juni 2016.
Introduction dalam Raw Data is an http://www.wired.com/2015/10/can-
Oxymoron (editor Lisa Gitelman). learn-epic-failure-google-flu-trends/
Massachusetts Institute of Lupton, D. (2015) Introduction: Life is
Technology. Cambridge. Amerika Digital dalam Digital Sociology.
Serikat. Routledge. New York.
Harford, T. (2014) Big data: are we making Mason, Wi.; Vaughan, J.W.; dan Wallach,
a big mistake? Diakses pada 5 Juni H. (2014) Computational Social
2016 dari website Financial Times Science and Social Science. Mach
http://www.ft.com/intl/cms/s/2/21a6e Learn. 95 (2014):257-260. DOI
7d8-b479-11e3-a09a- 10.1007/s10994-013-2456-8
00144feabdc0.html/ Manovich, L. (2012) Trending: The
Hargittai, E. (2015) Is Bigger Always Promises and the Challenges of Big
Better? Potential Biases of Big Data Social Data dalam Debates in the
Derived from Social Network Sites. Digital Humanities (ed. Matthew K.
ANNALS, AAPS. 659, May 2015: 63- Gold). University of Minnesota
76 Press. Minneapolis.
Hashem, Ibrahim A.T., Ibrar Yaqoob, Nor 5DPVD\ 6 :KR¶V LQ DQG :KR µV
Badrul Anuar, Salimah Mokhtar, out dalam Defining Digital
Abdullah Gani, dan Samee Ullah Humanities: A Reader (ed.Melissa
.KDQ 7KH 5LVH RI ³%LJ 'DWD´ Terras, Julianne Nyhan, dan Edward
on Cloud Computing: Review and Vanhoutte). Ashgate Publishing
Open Research Issues. Information Limited. England
Systems. 47 (2015):98-115 Statista (2016) Number of Monthly Active
Hesse, Bradford W., Moser, Richard P. dan Facebook Users Worldwide as of 3rd
Riley, William T. (2015) From Big Quarter 2016. Diakses pada 11
Data to Knowledge in the Social November 2016 dari website Statista.
Science. ANNALS, AAPSS. 659:May https://www.statista.com/statistics/26
2015. 4810/number-of-monthly-active-
IBM (2016) The Four V's of Big Data. facebook-users-worldwide/
Diakses pada 27 April 2016 dari Statista (2015) Number of Facebook users
website IBM. in Indonesia from 2012 to 2018 (in
http://www.ibmbigdatahub.com/infog millions). Diakses pada 28 Oktober
raphic/four-vs-big-data. 2015 dari website Statista.
Jesson, J. K., Matheson, L, dan Lacey F.M. http://www.statista.com/statistics/304
(2011) Doing Your Lierature Review: 829/number-of-facebook-users-in-
Traditional and Systematic indonesia/
Techniques. SAGE publication Ltd. Statista (2016) Number of monthly active
California. USA. Facebook users worldwide as of 4th
Kim, J.; D. Brossard; D. A. Scheufele; dan quarter 2015 (in millions) Diakses
0 ;HQRV ³6KDUHG´ ,QIRUPDWLRQ LQ pada 26 April 2016 dari website
the Age of Big Data: Exploring Statista.
Sentiment Expression Related to http://www.statista.com/statistics/264
Nuclear Energy on Twitter. 810/number-of-monthly-active-
facebook-users-worldwide/

166
Peluang Dan Tantangan Big Data Dalam Penelitian Ilmu Sosial: Sebuah Kajian Literatur
Vience Mutiara Rumata

Statista (2016) Statistics and facts about


Twitter. Diakses pada 26 April 2016
dari website Statista.
http://www.statista.com/topics/737/t
witter/
Statista (2016) Number of Twitter users in
Indonesia from 2014 to 2019 (in
millions). Diakses pada 26 April
2016 dari website Statista.
http://www.statista.com/statistics/490
548/twitter-users-indonesia/
Svensson, P (2010) The Landscape of
Digital Humanities. Volume 4
Number 1. Diakses pada 19 Juli
2016.
http://digitalhumanities.org/dhq/vol/4
/1/000080/000080.html#
7HFKFUXQFK µ)DFHERRN Is Shutting
Down Its API For Giving Your
)ULHQGV¶ 'DWD 7R $SSV¶ 'LDNVHV
pada 30 Oktober 2015
http://techcrunch.com/2015/04/28/fac
ebook-api-shut-down/#.teofye:nael
Techinasia (2013) Indonesia is Social:
RI :RUOG¶V 7ZLWWHU 3RVWV &RPH
From Jakarta. Diakses pada 26 April
2016
https://www.techinasia.com/indonesi
a-social-jakarta-infographic
Tene, O., dan Polonetsky, J. (2013) Big
Data for All: Privacy and User
Control in the Age of Analytics.
Northwestern University School of
Law, 11(5):239-272
We Are Social (2016) Digital in 2016
report.
http://wearesocial.com/sg/special-
reports/digital-2016 (diakses pada 12
November 2016)
White, P., dan Breckenridge, R. S. (2014)
Trade-Offs, Limitations, and
Promises of Big Data in Social
Science Research. Review of Policy
Research, 31(4):331-338
Wolfram|Alpha Personal Analytics for
Facebook. Diakses pada 30 Oktober 2015.
http://www.wolframalpha.com/facebook/

167

Anda mungkin juga menyukai