Anda di halaman 1dari 6

STRATEGI KOMERSIALISASI KULINER BANYUMAS

“NOPIA DAN MINO”

Kebudayaan Tradisional Banyumas “Mino dan Nopia”

Pengertian Makanan Mino

Menurut Elfa Swaratama (2016), Mino atau kepanjangannya dari Mino Nopia
adalah kue khas kabupaten Banyumas berbentuk bulat dengan tekstur yang halus,
renyah diluar namun lembut dibagian tengahnya. Saat ini nopia dan mino tidak
hanya tersedia di wilayah Banyumas saja, namun dapat ditemukan ditempat oleh-
oleh dibeberapa kota seperti Wonosobo, Gombong, Cilacap, Yogyakarta, hingga
Surabaya, namun pusat produksinya tersedia di wilayah kabupaten Banyumas,
Kue nopia atau Mino merupakan kuliner yang menarik, karena menggunakan
gentong sebagai pemanas sederhana.
Mino atau Nopia merupakan hasil produksi warga desa Pakunden Kecamatan
Banyumas adalah makanan khas Banyumas yang terbuat dari terigu, gula jawa,
dan beberapa rempah-rempah. Ada beberapa proses yang harus dilalui dalam
pembuatan Nopia dan Mino, terigu dibuat adonan kemudian dibagi dua. Untuk
bagian kulit dipisah, bagian isi diberi gula jawa dan rempah-rempah serta perasa
misalnya rasa bawang, Nangka, cokelat, durian, dan sebagainya. Untuk Nopia
takarannya lebih besar di bandingkan dengan Mino. Kue kering yang mirip
dengan bakpia ini memiliki tekstur kulit mirip dengan cangkang telur yang renyah
pada bagian luarnya. Nopia atau Mino dimasak dengan cara tradisional dengan
menggunakan tungku yang terbuat dari tanah liat berbentuk menyerupai susmur
dangkal. Nopia atau Mino dimasak denmgan cara ditempelkan di dinding tungku
tradisional yang berfungsi sebagai tempat pemanggang layaknya oven.

Sejarah Mino

Menurut Elfa Swaratama (2016), saat ini Nopia dan Mino tidak hanya tersedia
di wilayah Banyumas, namun dapat ditemui di berbagai took oleh-oleh di kota-
kota besar di pulau Jawa, Sumatra, dan Kalimantan. Namun pusat produksinya
tersedia di wilayah Banyumas. Nopia dan Mino mulai diproduksi pada tahun
1880 oleh Ting Sing Piang, yatiu seorang etnis Tionghoa yang tinggal di
Banyumas (Dharmawan, 2010) Kue kering ini kemudian dikenalkan pada
masyarakat local Banyumas tanpa mengenal etnik dan latar belakangnya, hingga
bisa diterima oleh masyarakat pada saat itu. Industri kecil pembuatan Nopia
kemudian berkembang di beberapa desa di Kawasan Kota Lama Banyumas.
Nopia dan Mino merupakan kuliner akulturasi budaya yang hingga saat ini masih
dilestarikan oleh masyarakat Banyumas.
Hingga kini jejak perkembangannya dengan mudah bisa kita temui di desa
Sudagaran, Pakunden dan Kalisube Kecamatan Banyumas yang terletak di
Kawasan Kota Lama Banyumas. Indutri kecil ini menggeliat membangkitkan
perekonomian masyarakat sekitar sehingga mengangkat nama Nopia sebagai
salah satu kuliner khas Banyumas. Awalnya Nopia dan Mino hanya memiliki
satu varian rasa, yaitu rasa bawang merah goreng atau lebih dikenal dengan rasa
brambang goreng. Namun kini varian rasa it uterus berkembang seiring
permintaan konsumen. Penggunaan tungku tradisional yang menyerupai sumur
dangkal pun masih terus dipertahankan dan menjadi cerita unik tersendiri dari kue
kering khas Banyumas ini.

Pembahasan

Menurut Pungky Febi Arifianto dan Nofrizaldi (2020), makanan merupakan kebutuhan
pokok dan mendasar manusia sebagai makhluk hidup. Sebagai negara yang kaya akan sumber daya
alam, Indonesia memiliki bahan pangan nabati dan hewani yang melimpah. Bahan pangan setiap
daerah juga memiliki perbedaan yang menjadikan setiap wilayah di Indonesia memiliki ragam kuliner
yang berbedaBanyumas sebagai salah satu yang berada di wilayah Jawa Tengah, mempunyai banyak
makanan tradisional yang tergolong unik seperti tempe mendoan dan nopia.
Beberapa makanan tersebut merupakan makanan tradisional Banyumas yang kurang
dikenal masyarakat berasal dari Banyumas. Adapun Gethuk Goreng Sokaraja masuk sebagai warisan
budaya tak benda Indonesia pada tahun 2017 (Kemdikbud,2016:152). Sangat disayangkankeunikan
dan kepopuleran makanan tersebut belum diketahui banyak orang.Keunikan kuliner merupakan salah
satu cerminan budaya masyarakat Banyumas yang menjadi petanda akan sebuah identitas. Melalui
identitas, sebuah kota/wilayah akan mudah diingat karena mempunyai pembeda dengan daerah lain.
Dari kuliner ini, seharusnya pemerintah mulai melirik bisnis wisata kuliner di lain wisata alam dan
wisata religi yang banyak digaungkan oleh pemerintah daerah Banyumas. Bisa dikatakan bahwa
industri wisata alam berbanding lurus dengan industri kuliner karena pengeluaran wisatawan tidak
hanya untuk konsumsi kebutuhan entertaiment tetapi untuk kebutuhan lainnya seperti mengunjungi
toko oleh-oleh dan wisata kuliner.
Dalam mengkomersialisasikan kuliner tradisional Mino dan Nopia kami melakukan
sebuah inovasi produk yaitu “Nopia dan Mino Topping”. Strategi pemasaran komersialisasi yang
kami gunakan adalah berdasarkan bauran pemasaran 4P, yaitu :

Produk
Makanan tradisional merupakan wujud dari keanekaragaman budaya berciri khas
kedaerahan dan mencerminkan potensi alam dari masing masing daerah. Makanan tradisional
diolah dengan peralatan sederhana dan umumnya menggunakan bahan bahan lokal yang tidak
memerlukan keterampilan khusus dalam mengolahnya sehingga biaya yang dibutuhkan
relatif murah (Lestari, Sari, & Utami, 2014). Nopia adalah kue kering yang dibuat dari
adonan tepung terigu dengan isi gula merah. Mino (mini nopia) merupakan nopia dengan
ukuran yang lebih kecil. Nopia dan Mino merupakan makanan khas banyumas yang masih
bertahan hingga saat ini dan memiliki nilai yang ekonomis untuk pemasukan daerah sebagai
oleh-oleh bagi wisatawan yang hendak mengunjungi daerah tersebut. Nopia dan Mino
memiliki daya simpan yang tahan lama. Selain itu juga, saat ini memiliki variasi rasa coklat,
durian, nangka, pandan, dan lain-lain.
Mengingat saat ini telah berkembang berbagai topping unik yang digemari
masyarakat dari berbagai kalangan, menurut kami, topping ini dapat diterapkan pada nopia
dan mino untuk menarik minat masyarakat. Variasi topping tersebut, yakni topping cokelat.
Di era modern ini, produk lokal yang inovatif, praktis dan bernilai gizi tinggi menjadi trend
konsumsi pangan yang semakin digemari oleh seluruh kalangan masyarakat. Hal ini
didukung oleh adanya pemanfaatan bahan pangan lokal yang sudah banyak diolah menjadi
makanan ringan atau snack yang dapat dengan mudah ditemui oleh masyarakat. Salah
satunya, yakni cokelat yang sangat disukai oleh semua kalangan masyarakat dari berbagai
jenis umur. Cokelat terkenal mengandung antioksidan dan flavonoid yang sangat berguna
untuk mencegah masuknya radikal bebas ke dalam tubuh yang bisa menyebabkan kanker.
Varian topping cokelat tersebut diguyurkan diatas nopia dan mino. Aplikasi topping cokelat
ini menambah cita rasa manis pada nopia dan mino. Selain varian topping cokelat dapat pula
digunakan varian topping keju. Varian topping keju dibuat dari cream cheese yang
diguyurkan pada nopia dan mino kemudian ditambah dengan taburan parutan keju. Aplikasi
topping keju ini menambah cita rasa gurih pada kulit nopia dan mino.

Kemasan
Nopia merupakan salah satu makanan khas Banyumas yang bahan bakunya terbuat
dari tepung terigu dan gula jawa. Proses pembuatannya, adonan tepung terigu dibentuk bulat
lonjong seperti telur dan diisi gula jawa. Kemudian, dipanggang didalam tungku hingga
mengembang dan kering. Ada pula Mino, atau yang merupakan singkatan dari mini nopia.
Bentuk dan rasanya sama dengan nopia hanya saja ukurannya lebih kecil. Daya simpan nopia
dan mino ini relatif lama dan biasanya dikemas didalam plastik.
Plastik merupakan alternatif menarik yang ringan dan ideal yang telah memberikan
banyak manfaat bagi masyarakat modern. Salah satunya, untuk menyimpan dan membawa
makanan. Namun, dilansir dari laman National Geographic, sampah plastik merupakan salah
satu masalah lingkungan yang mengundang banyak perhatian. Ini tidak lepas dari
meningkatnya produksi barang-barang plastik sekali pakai, namun tidak diimbangi dengan
kemampuan untuk menangani limbahnya. Banyaknya masalah yang ditimbulkan akibat
limbah plastik berujung pada salah satu solusi penyelesaian masalah, yaitu penetapan
kebijakan larangan penggunaan kantong plastik di tempat perbelanjaan di beberapa daerah.
Larangan penggunaan plastik memicu adanya peralihan dari penggunaan kantong plastik
menjadi kantong kertas (paper bag) atau kantong kain (cotton bag) di kalangan masyarakat.
Kemasan merupakan suatu material pembungkus produk yang memiliki fungsi untuk
menampung, melindungi, mengidentifikasi, dan mempromosikan produk. Kemasan makanan
dalam perspektif pemasaran dapat dipandang sebagai brand yang memiliki nilai produk yang
disampaikan kepada konsumen (Shekhar, 2013: 61). Kabupaten Banyumas mulai
menggunakan kemasan besek sejak tahun 1918-an untuk kemasan makanan oleh-oleh khas
Banyumas, salah satunya nopia. Penggunaan besek sebagai kemasan makanan oleh-oleh
khas Banyumas berasal dari keinginan konsumen. Gaya hidup sehat konsumen memilih
kemasan besek sebagai kemasan yang dianggap lebih alami dan sehat karena tidak banyak zat
kimia yang terkandung. Namun, seiring berjalannya waktu, mulai banyak kemasan plastik
yang digunakan karena dinilai lebih praktis dan lebih modern.
Mengingat permasalahan limbah plastik, kami menyarankan adanya inovasi kemasan
baru, yakni kantong kertas (paper bag). Saat ini sudah banyak restoran cepat saji yang sudah
menunjukkan kepedulian akan isu lingkungan melalui gerakan-gerakan yang dilakukan untuk
menyadarkan masyarakat, khususnya permasalahan sampah kemasan sekali pakai dengan
menggunakan paper bag. Hal ini juga dapat kita terapkan pada kemasan makanan oleh-oleh
khas Banyumas. Paper bag dapat dibuat dengan memanfaatkan bahan limbah pertanian,
seperti yang telah dikembangkan oleh mahasiswa fakultas kehutanan Universitas Hasanuddin
yang mengembangkan paper bag berbahan limbah pelepah pisang dan sabut kelapa. Sebuah
kemasan tidak lengkap rasanya jika tidak diberi label. Label sebuah produk makanan
merupakan hal yang penting agar produk tersebut di kenal di masyarakat. Untuk label, kami
menyarankan agar label lebih baik di print dalam bentuk stiker dibanding dicetak langsung di
paper bag karena dapat mengantisipasi adanya bahan berbahaya bagi tubuh dari tinta yang
digunakan. Adapun contoh paper bag dan label tersebut ada pada gambar berikut ini.

Gambar 1. Contoh Paper bag


[Sumber: Dokumentasi Pribadi Penulis]

Gambar 2. Contoh Label

[Sumber: Dokumentasi Pribadi Penulis]

Price
Nopia dan mino topping menawarkan produk dengan harga yang ekonomis yang aman di
kantong masyarakat juga di kantong mahasiswa. Setiap varian ditawarkan dengan harga Rp.
20.000 untuk nopia topping isi 20 pcs dan Rp. 15.000 untuk mino topping isi 20 pcs. Harga
yang ditawarkan mungkin sedikit lebih mahal karena menggunakan topping. Namun, harga
tersebut masih dapat bersaing dengan produk kompetitor di pasaran.

Place
Distribusi atau penjualan produk dilakukan secara tidak langsung. Distribusi tidak langsung
adalah jenis distribusi yang biasanya digunakan oleh produsen. Distribusi tidak langsung
adalah suatu sistem yang melibatkan beberapa distributor sebelum akhirnya produk sampai
ditangan konsumen. Sistem distribusi tidak langsung cocok digunakan oleh perusahaan yang
memproduksi barang tahan lama. Sistem distribusi tidak langsung akan membuat pemasaran
barang menjadi lebih luas sehingga dapat menjangkau lebih banyak orang. Nopia dan mino
topping ini dapat didistribusikan di pusat oleh-oleh atau di supermarket, bisa juga di tempat
yang dekat dengan mahasiswa maupun karyawan seperti universitas, sekolah, wilayah kos-
kosan, maupun perkantoran.

Promotion
Promosi produk dapat dilakukan secara offline dan online. Promosi secara offline dengan
melakukan pembagian tester sebelum penjualan produk dilakukan untuk mengenalkan
produk dan melihat tingkat penerimaan oleh calon konsumen terhadap produk. Secara online,
dapat dilakukan dengan membuat akun di media sosial seperti instagram dan twitter. Media
sosial ini sebagai sarana untuk mempromosikan produk sekaligus mengenalkan makanan
tradisional khas banyumas. Dengan pembuatan media sosial, diharapkan semakin banyak
masyarakat yang mengetahui dan tertarik untuk membeli produk makanan tradisional.

Anda mungkin juga menyukai