Anda di halaman 1dari 10

FILOSOFI MAKANAN

Dosen Pengampu : Mulya Sari Hadiati, SE., M.Par

NAMA ANGGOTA :

Azra Aulia (20622032)

Juffa Diana Putri (20622194)

Kaesya Nabila (20622055)

Melly Fajar Mulyani (20622038)

Nazwa Salsa Nabila (20622264)

Nikita Anggia (20622040)

1SB01

FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA

PROGRAM STUDI PARIWISATA

2022/2023
1. ONDE – ONDE

 SEJARAH

Di Indonesia sendiri, Onde-Onde sudah ada sejak zaman Majapahit. Kue ini sangar terkenal
di di daerah Mojokerto yang disebut sebagai kota onde-onde sejak zaman Majapahit. Di
Mojokerto terdapat toko yang khusus menjual Onde-Onde yaitu Toko Bo Liem di Mojokerto,
yang sudah berdiri sejak tahun 1929. Meskipun Onde-Onde sudah ada sejak zaman Majapahit,
nyatanya Onde-Onde bukan kue asli dari Indonesia. Onde-Onde berasal dari Tiongkok yang
dibuat di masa kekuasaan Dinasti Zhou, yaitu sekitar 1045 – 256 SM.

Onde-Onde dibuat untuk disajikan pada para tukang kayu dan tukang batu yang pada saat itu
sedang membangun istana kekaisaran. Kue ini merupakan lambang dari keselamatan dan
kebersamaan. Dan uniknya Kue bertabur biji wijen ini ternyata memiliki banyak nama dan
beraneka varian isi. Pada masa kekaisaran Dinasti Tang, seorang sastrawan bernama Wang
Fanzhi sempat menuliskan bahwa onde-onde merupakan salah satu makanan istimewa di Istana
kekaisaran Chang’an dengan sebutan ludeui. Sementara sebagian masyarakat di Tiongkok Utara
mengenalnya dengan matuan. Di daerah lain berbeda lagi, ada yang menyebutnya ma yuan dan
ada juga yang menamakannya jen dai.

Onde-Onde pertama kali dibawa oleh pedagang Tiongkok ke Nusantara pada tahun 1300 -
1500 M. Dibawa oleh Laksamana Cheng Ho dari Dinasti Ming. Awalnya Onde-Onde hanya
berisi pasta gula merah saja dan rasanya manis. Namun di Indonesia sendiri Onde-onde ini
kemudian dimodifikasi dengan penambahan kacang hijau sehingga memiliki rasa yang sedikit
gurih dan cocok dengan lidah orang Indonesia. Kala itu onde-onde asli China hanya diisi pasta
gula merah saja, bukan kacang hijau seperti yang dijual sekarang. Namun, seiring berjalannya
waktu masyarakat Indonesia memodifikasi isian dengan pasta kacang hijau dan gula pasir. Kue
ini jadi sajian wajib ketika perayaan Cap Go Meh di Indonesia, dan sudah jadi tradisi sejak era
Dinasti Song pada tahun 90-1279 Masehi.

 FILOSOFI

1. Simbol Keberuntungan : Bagi masyarakat Cina sendiri, kue ini memiliki makna simbolis
sebagai makanan yang membawa keberuntungan. Hal ini berkaitan dengan tekstur
bulatnya dan isian kacang hijau atau gula merah yang manis di dalamnya. Bentuk bulat
yang utuh melambangkan kelimpahan, kesatuan, dan keutuhan. Oleh karena itu, onde-
onde bisa diartikan sebagai simbol keberuntungan dan kesuksesan.
2. Simbol Kelimpahan : Onde-onde umumnya disajikan dalam jumlah banyak ketika ada
acara atau perayaan tertentu. Hal ini bisa diartikan sebagai simbol kelimpahan dan
keberkahan dalam hidup.
3. Simbol Perpaduan : Onde-onde memiliki kombinasi tekstur yang unik antara kulit yang
renyah dengan isian yang lembut dan manis. Kombinasi ini bisa diartikan sebagai simbol
perpaduan antara kelembutan, kekuatan, keseriusan dan kebahagiaan atau aspek
berlawanan lainnya dalam hidup.

 TUJUAN DAN KETERKAITAN

Terdapat mitologi yang menyatakan bahwa onde-onde dipercaya melambangkan


keseimbangan alam atau yang biasa dikenal dengan yin dan yang. Tidak hanya itu, setiap orang
dipercaya harus mengonsumsi onde-onde sebanyak usia mereka ditambah satu, agar dapat
dipertemukan kembali untuk perayaan di tahun selanjutnya. Dari teksturnya yang padat dan lekat
karena terbuat dari tepung ketan memiliki makna seperti ikatan yang erat antar anggota keluarga
maupun pertemanan. Onde-onde disajikan dengan kuah jahe yang terbuat dari perpaduan jahe
dan gula merah yang mempunyai makna hubungan keluarga yang hangat dan harmonis.
Komposisi jahe juga digunakan sebagai penghangat tubuh pada saat musim dingin.

Perayaan makan onde-onde bertepatan dengan Hari Ibu di Indonesia, maka memberikan
onde-onde saat hari ibu menjadi simbol penghormatan terhadap ibu yang sudah melahirkan dan
membesarkan anaknya, maka untuk menghormati jasanya, ibu adalah org pertama yg makan
onde-onde.

Sumber : https://student-activity.binus.ac.id/bnmc/2020/12/23/makan-onde-onde-di-awal-
musim-dingin/
2. KUE APEM

 SEJARAH

Apem adalah jajan atau kue


tradisional berbahan dasar tepung
beras, santan, tape singkong, gula
pasir, gula jawa dan garam. Dilihat
dari sejarahnya, kue apem sudah
ada sejak masa wali songo
menyebarkan agama Islam di Pulau
Jawa. Kue ini diyakini bermula
dari Ki Ageng Gribig selaku
keturunan Prabu Brawijaya yang
kembali dari perjalanan ke tanah
suci dengan membawa kue apem.

Pada saat itu, dikabarkan bahwa dahulu penduduk desa Jatinom, Klaten mengalami kelaparan
yang sangat parah. Melihat hal tersebut, Ki Ageng Gribig kemudian membuat kue apem dan
membagikannya kepada penduduk desa. Peristiwa itu pun kemudian menjadi sebuah tradisi dan
juga budaya yang dilestarikan oleh masyarakat. Maka dari itu, kue apem kerap menjadi hidangan
wajib saat acara syukuran berlangsung.

 FILOSOFI

Kata apem sendiri diyakini berasal dari bahasa Arab yaitu "afuan" atau "afuwwun" yang
berarti pengampunan. Namun, masyarakat di Pulau Jawa kemudian menyederhanakan
penyebutannya menjadi "Apem" sehingga dalam filosofi Jawa, kue apem merupakan simbol
pengampunan atau mohon ampun dari berbagai kesalahan. Sementara itu, di wilayah Jawa Barat,
kue apem dimaknai sebagai makanan tolak bala atau hidangan yang sengaja dibuat untuk
mengusir kesialan atau keburukan. Oleh karena itu, kue apem menjadi hidangan yang muncul
dalam berbagai acara, mulai dari syukuran, menyambut datangnya bulan suci Ramadhan, hingga
kematian.

Selain dari nama, bentuk kue apem yang bulat juga memiliki makna sebagai tempat berdoa
dan lambang sarana penghubung dengan Tuhan. Apem juga melambangkan kesederhanaan yang
terlihat dari bahan dan cara membuatnya. Bahan tersebut mudah didapat dan proses membuatnya
tidak membutuhkan waktu lama.
 CARA MAKAN

Cara makan kue apem yang berhubungan dengan budaya tradisional dapat dilihat dalam
tradisi budaya ngapem di Dukuh Sumberan. Dalam tradisi ini, apem dimakan dengan cara yang
khas dan memiliki makna simbolis. Apem yang telah matang akan disajikan dalam jumlah yang
banyak dan diletakkan di atas daun pisang. Masyarakat yang hadir akan duduk melingkar di
sekitar hidangan apem tersebut. Sebelum memulai makan, mereka akan membaca doa atau
mantra sebagai ungkapan rasa syukur dan permohonan berkah. Setelah itu, apem akan dibagi-
bagikan kepada semua orang yang hadir, dimulai dari yang paling tua hingga yang paling muda.
Cara makan apem ini mencerminkan nilai kebersamaan, saling berbagi, dan menghormati yang
ada dalam budaya tradisional.

 TUJUAN DAN KETERKAITAN

Tujuan dan keterkaitan budaya dalam makanan tradisional kue apem mencakup aspek
sejarah, identitas budaya, dan keberlanjutan tradisi kuliner. Berikut adalah penjelasannya :

1) Melestarikan Warisan Budaya : Makanan tradisional seperti kue apem adalah bagian
penting dari warisan budaya suatu masyarakat. Dengan menjaga dan menyajikan
makanan ini secara tradisional, generasi muda dapat terus belajar dan menghargai budaya
nenek moyang mereka. Ini membantu melestarikan identitas budaya suatu kelompok
etnis atau daerah tertentu.
2) Mewakili Nilai Budaya : Kue apem sering kali memiliki nilai simbolis dan ritualistik bagi
masyarakat tertentu. Makanan ini bisa menjadi simbol kebersamaan, persaudaraan, atau
perayaan dalam budaya tersebut. Penggunaan bahan-bahan khas, metode memasak yang
khas, dan cara penyajian yang unik semuanya mengandung pesan budaya yang kuat.
3) Menciptakan Rasa Persatuan : Makanan tradisional seperti kue apem dapat menjadi
jembatan yang menghubungkan orang-orang dalam suatu komunitas. Ketika hidangan ini
disajikan dalam perayaan atau acara budaya, hal itu menciptakan rasa persatuan dan
kebersamaan di antara orang-orang yang mengonsumsinya.
4) Memperkaya Pengalaman Wisatawan : Kue apem dan makanan tradisional lainnya dapat
menjadi daya tarik bagi wisatawan yang ingin merasakan keunikan dan keberagaman
budaya suatu wilayah. Ini dapat meningkatkan pariwisata lokal dan memberikan
kesempatan bagi masyarakat untuk membagikan aspek budaya mereka kepada orang lain.
5) Mempertahankan Ketrampilan dan Pengetahuan Tradisional : Pembuatan kue apem
memerlukan keterampilan dan pengetahuan yang telah diwariskan dari generasi ke
generasi. Dengan terus mempraktikkan tradisi ini, keterampilan tersebut tetap ada dan
tidak punah. Ini juga memberikan kesempatan bagi para ahli waris budaya untuk
berkontribusi dalam menjaga keberlanjutan warisan kuliner.
6) Menghadirkan Keunikan Rasa dan Aroma : Kue apem dan makanan tradisional lainnya
sering kali memiliki resep yang telah ada selama berabad-abad. Rasa dan aroma yang
khas dari kue apem ini dapat membangkitkan kenangan masa lalu dan memberikan
pengalaman yang berbeda dari makanan modern.
7) Pengaruh pada industri kuliner lokal : Penciptaan, produksi, dan penjualan kue apem
serta makanan tradisional lainnya dapat mendukung ekonomi lokal dan menghidupkan
industri kuliner tradisional. Ini memberikan kesempatan bagi masyarakat setempat untuk
menghasilkan penghasilan dari warisan budaya mereka.

Secara keseluruhan Kue Apem dan makanan tradisional lainnya memiliki peran penting
dalam menjaga keberlanjutan budaya suatu masyarakat. Dengan mempertahankan tradisi kuliner
ini, kita dapat merayakan identitas budaya, melestarikan warisan nenek moyang, dan
memperkaya pengalaman gastronomi bagi banyak orang.

Sumber :

https://www.fimela.com/food/read/4983619/mengenal-filosofi-kue-apem-lengkap-beserta-
resepnya

https://www-babad-id.cdn.ampproject.org/v/s/www.babad.id/boga/amp/pr-3642672518/makna-
dan-filosofi-makanan-jawa-apem-afwan-atau-affuwun?
amp_gsa=1&amp_js_v=a9&usqp=mq331AQIUAKwASCAAgM%3D#amp_tf=From
%20%251%24s&aoh=16901789107242&referrer=https%3A%2F
%2Fwww.google.com&ampshare=https%3A%2F%2Fwww.babad.id%2Fboga%2Fpr-
3642672518%2Fmakna-dan-filosofi-makanan-jawa-apem-afwan-atau-affuwun

https://journals.usm.ac.id/index.php/jdsb/article/download/3699/2921

[1]https://kids.grid.id/read/473809785/5-makanan-tradisional-indonesia-yang-memiliki-makna-
filosofi-mendalam?page=all

[2]https://elibrary.unikom.ac.id/id/eprint/5241/8/UNIKOM_DHIKA%20MEGA
%20PRATAMA_BAB%20II.pdf

[3]https://baliprawara.com/kuliner-tradisional-bali-bagaimana-perlindungan-hukumnya-dalam-
perspektif-pengetahuan-tradisional/

[4]https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jih/article/view/40040/16901

[5]https://eprints.uny.ac.id70915/3/3%20BAB%20I.pdf

[6]https://journals.usm.ac.id/index.php/jdsb/article/download/3699/2921
3. SATE LILIT

 SEJARAH

Sate lilit adalah salah satu makanan khas Bali. Kata "lilit" sendiri berasal dari bahasa Bali
yang memiliki arti "mengelilingi atau membungkus". Sehingga makna utama yang terkandung
dalam sate lilit adalah sebagai pemersatu. Awalnya bahan utama sate lilit menggunakan daging
Babi, tetapi karena banyak peminat yang tidak bisa memakan daging babi maka sate lilit pun saat
ini sudah dimodifikasi menggunakan daging ayam atau ikan tuna.

Sate Lilit memiliki tampilan yang khas yakni berwarna kuning yang menggugah selera.
Warna tersebut berasal kunyit dari bumbu basa genep yang dicampur dengan adonan daging dan
kelapa parut. Sate Lilit memiliki cita rasa yang gurih, manis, dan sedikit pedas. Sate Lilit pada
awalnya merupakan kuliner yang selalu ada pada upacara adat dan keagamaan seperti Galungan,
Kuningan dan hari raya lainnya. Hal ini sebagai bentuk penghormatan terhadap para Dewa.
 FILOSOFI

Sate Lilit mempunyai filosofi yang kuat yang dipercaya masyarakat Bali sebagai simbol
persatuan dan pembuktian kejantanan bagi kaum pria Bali. Pembuatan sate lilit untuk upacara
adat atau keagamaan di Bali biasanya dilakukan oleh kaum laki-laki. Mulai dari pembuatan
adonan, menyembelih hewan, melilit, sampai pembakaran dilakukan semuanya oleh laki-laki.
Untuk kebutuhan upacara biasanya masyarakat membuat sate lilit dengan jumlah yang sangat
banyak dengan tenaga hampir 100 orang. Oleh karena itu sebagian orang pun percaya jika
seorang pria tidak bisa membuat sate lilit, maka dia tidak jantan. Selain jadi simbol kejantanan
pria, sate lilit konon katanya juga menyimbolkan pemersatu masyarakat Bali. Daging yang
dililitkan melambangkan masyarakat Bali dan tusuk sate atau batang serehnya adalah pemersatu.
Meski daging yang digunakan dicincang terlebih dahulu, daging tersebut tetap menyatu dan
merekat pada batang sereh atau tusuk sate, tidak rontok atau hancur sama sekali saat dibakar. Hal
ini membuat Sate Lilit Bali dipercaya melambangkan masyarakat Bali yang selalu bersatu dan
tidak akan terpecah-belah.

 CARA MAKAN

Cara makan sate lilit yang berhubungan dengan budaya tradisional adalah dengan
menggunakan tangan sebagai alat makan utama. Sate lilit biasanya disajikan dalam bentuk tusuk
bambu yang digunakan sebagai pegangan saat memakan sate. Makan sate lilit dengan tangan
merupakan praktik yang umum dalam budaya Bali, di mana makanan dianggap lebih nikmat dan
terasa lebih autentik saat dimakan dengan tangan.

 TUJUAN DAN KETERKAITAN

1. Menjaga Identitas Budaya : Makanan tradisional merupakan bagian dari identitas suatu
budaya. Dengan mempertahankan dan menghidupkan sate lilit, masyarakat Bali berusaha
menjaga dan mengekspresikan identitas budaya mereka kepada dunia luar.
2. Melestarikan Teknik dan Pengetahuan Tradisional : Pembuatan sate lilit melibatkan
teknik dan pengetahuan khusus yang diajarkan dari generasi ke generasi. Dengan terus
membuat dan mengonsumsi hidangan ini, masyarakat Bali dapat menjaga keberlanjutan
teknik memasak tradisional Sate lilit.
3. Bahan Baku Lokal : Sate lilit menggunakan bahan baku lokal yang merupakan produk
alami dari wilayah Bali. Hal ini mencakup berbagai bahan seperti daging ikan atau
daging ayam yang biasa ditemukan di wilayah tersebut, serta rempah-rempah tradisional
Bali yang memberikan cita rasa khas.
4. Peralatan Tradisional : Pembuatan sate lilit juga menggunakan peralatan tradisional
seperti tusuk sate dari batang serai atau bambu yang memberikan ciri khas tersendiri pada
hidangan ini.
5. Acara Budaya : Sate lilit sering kali disajikan dalam berbagai acara budaya di Bali,
seperti upacara keagamaan, pernikahan, atau perayaan lainnya. Makanan ini menjadi
simbol kebersamaan dan persatuan dalam acara-acara tersebut.
6. Menarik Pariwisata : Sate lilit juga memiliki peran penting dalam pariwisata Bali.
Banyak wisatawan yang datang ke Bali mencoba makanan ini untuk merasakan sensasi
budaya dan rasa uniknya.

Dengan keseluruhan sate lilit Bali bukan hanya sekadar makanan lezat, tetapi juga
merupakan wujud nyata dari keberagaman budaya dan upaya melestarikan warisan leluhur.
Melalui makanan tradisional seperti sate lilit, kekayaan budaya Bali terus hidup dan dilestarikan
untuk generasi mendatang.

Sumber :

https://jurnal.dharmasentana.ac.id/jurnalPariwisataPaRAMA/article/view/394/193

https://kolomdesa.com/2023/02/17/sate-lilit-simbol-pemersatu-masyarakat-bali/

https://www-fimela-com.cdn.ampproject.org/v/s/www.fimela.com/amp/3872996/sejarah-dan-
filosofi-sate-lilit-bali-yang-jadi-simbol-kejantanan-pria?
amp_gsa=1&amp_js_v=a9&usqp=mq331AQIUAKwASCAAgM%3D#amp_tf=From
%20%251%24s&aoh=16901177650300&referrer=https%3A%2F
%2Fwww.google.com&ampshare=https%3A%2F%2Fwww.fimela.com%2Flifestyle%2Fread
%2F3872996%2Fsejarah-dan-filosofi-sate-lilit-bali-yang-jadi-simbol-kejantanan-pria

https://www-detik-com.cdn.ampproject.org/v/s/www.detik.com/bali/kuliner/d-6196019/sejarah-
dan-filosofi-sate-lilit-simbol-kejantanan-kaum-pria-bali/amp?
amp_gsa=1&amp_js_v=a9&usqp=mq331AQIUAKwASCAAgM%3D#amp_tf=From
%20%251%24s&aoh=16901177650300&referrer=https%3A%2F
%2Fwww.google.com&ampshare=https%3A%2F%2Fwww.detik.com%2Fbali%2Fkuliner
%2Fd-6196019%2Fsejarah-dan-filosofi-sate-lilit-simbol-kejantanan-kaum-pria-bali

https://travel-okezone-com.cdn.ampproject.org/v/s/travel.okezone.com/amp/
2021/06/11/301/2423848/jadi-simbol-kejantanan-pria-begini-cara-bikin-sate-lilit-bali?
amp_gsa=1&amp_js_v=a9&usqp=mq331AQIUAKwASCAAgM%3D#amp_tf=From
%20%251%24s&aoh=16901199790987&referrer=https%3A%2F
%2Fwww.google.com&ampshare=https%3A%2F%2Ftravel.okezone.com%2Fread
%2F2021%2F06%2F11%2F301%2F2423848%2Fjadi-simbol-kejantanan-pria-begini-cara-bikin-
sate-lilit-bali

Anda mungkin juga menyukai