Anda di halaman 1dari 14

Nama : Arvela Cahya Monica

NIM : 1912511025

Mata Kuliah : Sosiologi Kuliner

GASTRODIPLOMASI ES DAWET DALAM PERAYAAN DODOL DAWET


MANTEN DI PERNIKAHAN JAWA

PENDAHULUAN

Kuliner adalah hasil olahan yang berupa masakan berupa lauk-pauk, panganan
maupun minuman. Kuliner tidak terlepas dari kegiatan masak-memasak yang erat kaitannya
dengan konsumsi makanan sehari-hari. Kata kuliner merupakan unsur serapan bahasa Inggris
yaitu culinary yang berarti berhubungan dengan memasak (Puspitasari, 2018). Dalam
perkembangannya, penggunaan istilah kuliner digunakan untuk berbagai macam kegiatan,
seperti Seni kuliner yaitu seni persiapan, memasak dan penyajian makanan, biasanya dalam
bentuk makanan. Ada juga wisata kuliner yaitu wisata yang bertujuan untuk mencoba
menikmati hasil masakan di tempat wisata tersebut. Misalnya wisata kuliner bandung yaitu
mencoba menikmati makanan khas daerah Bandung. Saat ini kuliner sudah merupakan
sebuah gaya hidup yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari karena makanan
adalah sebuah kebutuhan sehari-hari. Semua itu, membutuhkan cara pengolahan makanan
yang enak.

Seiring dengan perkembangan pariwisata di Indonesia, wisata alam


sebenarnya bukan lagi menjadi media utama bagi para wisatawan untuk berkunjung, tetapi
meliputi beragam unsur seperti kuliner, nilai-nilai kebudayaan serta sejarah kini telah menjadi
alasan para wisatawan untuk berkujung dan berwisata. Bahkan, kuliner telah menjadi media
diplomasi untuk  memikat para wisatawan lokal ataupun asing agar dapat berkunjung ke
suatu daerah yang disebabkan oleh daya tarik kulinernya. Hal tesebut juga tak lepas dari
adanya pengaruh perkembangan sarana media informasi yang banyak digunakan publik untuk
berbagi informasi melalui media sosial.

Indonesia harusnya mulai belajar dari negara-negara yang telah dulu


melakukan gastrodiplomasi seperti Korea, Jepang, dan Thailand. Dimana negara tersebut
mempromosikan makanan daerahnya sebagai daya tarik wisatawan manca negara. Yang
sampai saat ini dikenal dengan istilah “Gastro diplomacy”.

Gastro Diplomacy sebenarnya diadopsi dari kata Gastronomi, jika diartikan


kedalam bahasa Indonesia bermakna upboga dan tidak memiliki pengertian yang serupa
dengan istilah kuliner. Sebagaimana diutarakan oleh Indra Kataren, Presiden, Indonesia
Gastronomy Association (Senayanpost 27/10/2016), bahwa kuliner merupakan Art of
Cooking atau penyajian masakan oleh seorang chef, sementara Gastronomi sebagai the art of
eating yakni perjamuan makanan yang dihubungkan dengan nilai-nilai kebudayaan. Sehingga
penikmat kuliner bisa memahami bahwa kuliner juga memiliki unsur sejarah, nilai serta
kebudayaan. Di ASEAN, Thailand merupakan negara yang mempelopori kuliner menjadi
media diplomasi bagi negaranya. Melalui “Global Thai” program yang digagas pada tahun
2002, Thailand telah berhasil mengekspansi rumah makan Thailand ke berbagai
negara.misalnya dari  data (Travel.kompas.com, 2/4/2016) kemenpar menyebutkan ada 6.000
restoran Thailand di berbagai negera sementara restoran Indonesia hanya berjumlah 50
restoran.

Berbicara mengenai Gastro Diplomasi, Indonesia sebenarnya juga telah


melakukan hal yang serupa seperti yang dilakukan oleh Jepang, Malaysia dan Thailand.
Misalnya pada tahun 2016 lalu, Indonesia memperkenalkan kulinernya di Denmark  melalui
acara Asian Culture Festival (ACF) yang diselenggarakan selama 1 bulan di tiga kota yang
berbeda seperti  Havneparken-Kopenhagen, Bispetorvet-Aarhus dan Brandts Klædefabrik-
Odense. (tirto,id).  Selain itu, sebenarnya masih banyak lagi berbagai jenis upaya lainnya
yang telah dilakukan pemerintah Indonesia dalam melakukan Gastro Diplomasi.

Dalam mendukung gastrodiplomasi yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia


untuk memperkenalkan makanan khas Indonesisa, maka ada baiknya mengangkat salah satu
ide ataupun konsep tradisi yang ada di Jawa Timur. Dari sekian banyaknya tradisi di Jawa
Timur, penulis tertarik untuk menggunakan tradisi “Dodol Dawet Manten”. Dalam tradisi ini,
terdapat satu moment yang kiranya sangat menarik untuk dijadikan daya tarik
gastrodiplomasi, yaitu Ibu dari calon mempelai wanita menjual dawet kepada para tamu
undangan dan mengganti dawet dengan kreweng. Oleh karena itu, penulis ingin
mengembangkannya menjadi salah satu cara Indonesia mempromosikan makanan dalam hal
gastrodiplomasi.
KONSEP DAN TEORI

Dalam adat pernikahan Jawa, terdapat beberapa tradisi yang harus dilakukan
sebelum hari pernikahan. Runtutnya, tradisi tersebuh memnag diperuntukkan bagi mereka
calon pasangan suami istri yang akan menikah baik dijodohkan maupun tidak. Tradisi yang
paling pertama yaitu nontoni, dimana keluarga mempelai pria menanyakan kepada mempelai
wanita untuk mengetahui status gadis yang akan dijodohkan dengan anaknya, apakah masih
legan (sendiri) atau telah memiliki pilihan sendiri. Hal ini dilakukan untuk menjaga agar
jangan sampai terjadi benturan dengan pihak lain yang juga menghendaki si gadis menjadi
menantunya. Bila dalam nontoni terdapat kecocokan dan juga mendapat ‘lampu hijau’ dari
pihak gadis, tahap berikutnya akan dilaksanakan panembung.

Panembung sendiri bisa disebut dengan melamar, dimana keluarga calon


mempelai pria mendatangi keluarga calon mempelai wanita untuk mendapatkan restu
melangsungkan pernikahan. Dilanjutkan dengan prosesi peningset, dimana orangtua pihak
pria akan membuat ikatan pembicaraan lamaran dengan pasrah paningset (sarana pengikat
perjodohan). Paningset diserahkan oleh pihak calon pengantin pria kepada pihak calon
pengantin wanita paling lambat lima hari sebelum pernikahan. Namun belakangan, dengan
alasan kepraktisan, acara srah-srahan paningset sering digabungkan bersamaan dengan
upacara midodareni.

Pada pelaksanaan perkawinan, hal yang paling awal dilaksanakan yaitu


“sowan luhur” tempat leluhurnya. Lalu dilanjutkan dengan “wilujengan”, ritual ini sebagai
wujud permohonan kepada Tuhan Yang Maha Esa supaya dalam melaksanakan hajat diberi
keselamatan dan dijauhkan dari segala halangan. Dalam wilujengan ini memakai sarat berupa
makanan dengan lauk-pauk, seperti ‘sekul wuduk’ dan ‘sekul golong’ beserta ingkung (ayam
utuh). Nantinya akan memasang tenda pernikahan atau biasa disebut “pasang tarub” yaitu
tradisi membuat ‘bleketepe’ atau anyaman daun kelapa untuk dijadikan atap atau peneduh
resepsi manton. Tatacara memasang tarub adalah bapak naik tangga sedangkan ibu
memegangi tangga sambil membantu memberikan ‘bleketepe’ (anyaman daun kelapa).
Tatacara ini menjadi perlambang gotong royong kedua orang tua yang menjadi pengayom
keluarga. Prosesi selanjutnya yaitu “pasang tuwuhan”, tuwuhan mengandung arti suatu
harapan kepada anak yang dijodohkan dapat memperoleh keturunan, untuk melangsungkan
sejarah keluarga.
Tahap yang sangat unik dan hanya dapat ditemukan pada tradisi pernikahan
adat jawa ini yakni, “Siraman dan Dodol Dawet”. Dalam siraman Masing-masing sesepuh
melaksanakan siraman sebanyak tiga kali dengan gayung yang terbuat dari tempurung kelapa
yang diakhiri siraman oleh ayah mempelai wanita. Setelah itu bapak mempelai wanita
memecah klenthing atau kendhi, sambil berucap ‘ora mecah kendhi nanging mecah pamore
anakku’. Setelah prosesi siraman selesai, dilanjutkan dengan “dodol dawet”, Pada saat calon
pengantin dibuat cengkorong paes itu, kedua orangtua menjalankan tatacara ‘dodol dawet’
(menjual dawet). Disamping dawet itu sebagai hidangan, juga diambil makna dari cendol
yang berbentuk bundar merupakan lambing kebulatan kehendak orangtua untuk
menjodohkan anak. Bagi orang yang akan membeli dawet tersebut harus membayar dengan
‘kreweng’ (pecahan genting) bukan dengan uang. Hal ini menunjukkan bahwa kehidupan
manusia berasal dari bumi. Yang melayani pembeli adalah ibu, sedangkan yang menerima
pembayaran adalah bapak. Hal ini mengajarkan kepada anak mereka yang akan menikah
tentang bagaimana mencari nafkah sebagai suami istri, harus saling membantu.

Prosesi ini lah yang penulis anggap menarik jika dijadikan sebuah konsep
dalam gastrodiplomasi. Dari berbagai jenis sajian khas Jawa, Dawet menjadi salah satu sajian
yang sampai sekarang masih bisa ditemukan dengan mudah. Sajian dalam bentuk minuman
ini mudah sekali dikenali. Hadir dengan cita rasa yang manis, lengkap dengan isian berupa
cendol, menjadikan dawet memiliki tempat tersendiri bagi penikmatnya (Boga, 2019). Dawet
bisa dengan mudah ditemukan di Jawa.  Penjual dawet biasanya menjajakan dagangannya di
sepanjang jalan dengan menggunakan gerobak. Di balik gerobak tersebut, kalian akan
menemukan hidangan dengan rasa yang sangat khas. Sangat pas manakala diteguk saat cuaca
sedang terik. Bagi orang Jawa, dawet bukan hanya menjadi pelepas dahaga saja. Lebih dari
itu, dawet juga menjadi bagian penting dalam ritual pernikahan Jawa. Orang Jawa biasanya
menyebutnya “Dodol Dawet”, bisa diartikan dengan berjualan dawet. Ritual ini sudah
berlangsung bertahun-tahun. Di tempat tinggal saya, dodol dawet masih menjadi salah satu
bagian terpenting yang tidak boleh terlewatkan dalam prosesi pernikahan. 

Sebelum ritual digelar, pemilik rumah dibantu para tetangga akan menyiapkan
dawet lengkap dengan cendol sebagai isiannya. Proses pembuatan dawetnya juga sama
seperti membuat dawet pada umumnya. Yang membedakan hanya jumlah porsinya saja.
Lebih banyak. Mengingat minuman ini akan dibagikan kepada para tetangga dan juga tamu
yang hadir. Setelah semuanya siap, pemilik hajat segera menjajakan dawetnya di hadapan
para tetangga dan juga tamu undangan.
“Dodol dawet” yang bermakna dari cendol yang berbentuk bulat yang
melambangkan kebulatan tekad orang tua untuk menjodohkan anak. Membeli dawet dengan
kereweng (pecahan genting). Hal itu menunjukkan bahwa kehidupaan manusia berasal dari
bumi, adapun yang melayani pembeli adalah ibu, yang menerima pembayaran adalah ayah.
Hal ini mengajarkan bahwa mencari nafkah harus selalu saling membantu menurut KRAY.
TG Ami Soekardi (Mahligai, 2007 : 23). Adapula makna dari tradisi “dodol dawet”, yaitu
Cendol yang berbentuk bulat merupakan lambang kebulatan kehendak orang tua untuk
menjodohkan anak. Uang kreweng/ pecahan genting dari tanah liat berarti kehidupan manusia
berasal dari bumi atau tanah.

Dodol dawet memang merupakan sebuah tradisi jawa yang sampai saat ini
tetap dilaksanakan. Tradisi dan ritual sebagai bagian dari Antropologi dan Ilmu Sosial
menurut Geertz (1992: VI) berisi sistem makna dan simbol yang harus dibaca,
ditransliterasikan serta diinterpretasikan maknanya dari simbol-simbol yang ada sehingga
tidak sekadar sebagai suatu pola perilaku yang sifatnya konkrit atau sekadar mencari
hubungan sebab akibat. Dari teori tersebut, makna terdalam dari sebuah tradisi dan ritual
harus digali melalui upaya menafsirkan simbol-simbol yang ada dari kedua hal tersebut.
Secara mendalam, tradisi dan ritual menjadi sesuatu yang berhubungan dengan simbol-
simbol yang berada di hadapan manusia sekaligus dilakukan secara sadar dan turun-temurun,
khususnya di tanah Jawa seperti tradisi dan ritual pernikahan (ngepati, mitoni, ngunduh
manten, masang tarub, dodol dawet, midodareni, dll) hingga tradisi dan ritual kematian.

Oleh karena itu, penulis berinisiatif untuk menjadikan “dodol dawet” sebagai
konsep dalam menghidangkan dan menjamu tamu. Nantinya para tamu akan di ajak makan
bersama dalam satu kelompok yang berisi 4 sampai 5 orang dan menikmati setiap proses
tradisi “dodol dawet” tersebut. Es dawet sendiri akan dijadikan sebagai “highlight” dalam
konsep kali ini.
SUSUNAN MENU

1. Pembuka hidangan atau biasa disebut Appetizer, kali ini penulis menyajikan “Sop
Manten” dengan isian sayuran dan daging yang sangat cocok untuk konsep acara.

Gambar 1

2. Menu utama tatau biasa disebut “Main Course”, penulis menggunakan “Sekul Gurih
(Nasi Gurih), Iwak Ingkung (Ayam satu ekor), Kulup Urap (Sayur Urap), Kluwih
santan, Sambal Goreng Tempe, Trancam (Urap Timun), dan aneka sambal.

Gambar 2
3. Makanan Pencuci Mulut atau Dessert. Penulis menyajikan Es Dawet sebagai Dessert,
karena es dawet memiliki rasa manis yang pas dan sedikit tekstur dari cendolnya. Di
hidangkan terakhir, dapat memberikan kesan unik dan tak terlupakan dengan cara
membeli es dawet tersebut menggunakan pecahan kreweng atau genteng yang
berbahan baku dari tanah.

Gambar 3

Gambar 4
 Keterangan
Gambar 1 : Sop Manten adalah sajian berkuah hangat di acara pernikahan. Sup manten
biasanya berisikan ayam, wortel, kapri, kembang kol, kentang, jamur putih,
dan jamur kuping. Saat diberi kuah, sop akan semakin lezat karena rasa
kaldu ayam yang gurih ditambah aroma bawang putih sangat kaya.
Kuahnya bening, dengan sayuran direbus terpisah. Isi sup akan ditata dalam
piring dan disiram kuah panas ketika akan disajikan. 
Gambar 2 : Sego Gurih atau nasi gurih merupakan sebuah wujud dari rasa syukur dan
meminta kesalamatan kepada Tuhan. Dengan filosofi tersebut maka
seringkali kita juga menjumpai nasi gurih disajikan dalam upacara tradisi
syukuran dan slametan dalam budaya jawa. Sedangkan Iwak Ingkung atau
ayam satu ekor utuh ayam ingkung berasal dari kata “manengkung” yang
berarti memanjatkan doa kepada Tuhan dengan kesungguhan hati. Ayam
ingkung menjadi komponen pokok (Kirana, 2019). Sedangkan Kulup Urap
(Sayur Urap), Kluwih santan, Sambal Goreng Tempe, Trancam (Urap
Timun), dan aneka sambal merupakan makanan pendamping “side dish”.
Gambar 3 : Menunjukkan foto dimana seorang Ibu sedang menuangkan dan menjual es
dawet dengan menggunakan kebaya dan riasan khas jawa. Hal tersebut
adalah momen penting dimana tradisi “dodol dawet” berlangsung. Nantinya
para tamu akan membayar dawet yang sudah diminum dengan pecahan
kendi tanah.
Gambar 4 : Es Dawet merupakan salah satu hidangan manis yang tak asing lagi bagi
masyarakat jawa. Es dawet sendiri terdiri dari cendol yang berasal dari
tepung beras lalu dicetak lalu diberi santan kental dan juga sirup gula jawa,
agar lebih segar bisa ditambahkan es batu. Es Dawet sangat cocok di
jadikan pencuci mulut setelah perjamuan. Dan memiliki esensi yang
sangata kental dengan konsep yang di usung kali ini.
RANCANGAN BIAYA

 Es Dawet

Bahan Jumlah untuk 5 Harga Bahan


orang (Rp)
Tepung sagu aren 50 gram 2.000
Tepung Beras 75 gram 1.700
Air mineral 1300 ml 5.000
Es Batu 700 gram 3.000
Gula merah 300 gram 7.500
Daun pandan 4 lembar 3.000
Santan 500 ml 28.500
Garam 3 sdm 2.00

Total : Rp. 50.900-,


Jika dibagi menjadi 5, maka satu porsi es dawet sekitar Rp.10.810-,

RESEP ES DAWET KHAS JAWA

 Bahan Dawet:
50 gram tepung sagu aren
75 gram tepung beras
600 ml air
1 sendok teh garam
700 gram es serut kasar
 Bahan Sirop:
300 gram gula merah, disisir
2 lembar daun pandan
250 ml air
1/4 sendok teh garam
5 buah nangka, dipotong panjang
 Bahan Kuah Santan:
500 ml santan dari 1/2 butir kelapa
2 lembar daun pandan
1/4 sendok teh garam
 Cara Membuat Es Dawet:

1. Cendol, larutkan tepung beras, tepung sagu di dalam air dan garam. Masak sambil

diaduk sampai meletup-letup dan kalis.

2. Tuang adonan ke dalam cetakan cendol. Tekan di atas baskom yang berisi air es.

Saring cendolnya. Sisihkan.

3. Sirop, didihkan gula merah, air, daun pandan, dan garam di atas api kecil sampai

kental. Tambahkan nangka. Aduk rata.

4. Kuah santan, rebus bahan kuah santan sambil diaduk sampai mendidih dan matang.

5. Sajikan cendol bersama sirop, kuah santan, dan es serut.

PERENCANAAN ES DAWET SEBAGAI SEBUAH USAHA

Seperti dikutip buku '38 Inspirasi Usaha Makanan Minuman untuk Home Industry Modal di
Bawah 5 Juta' karya Yuyun A. yang terbit tahun 2010, Sabtu (1/2/220), berikut ini langkah-
langkah dalam memulai bisnis es dawet.

Biaya produksi selama satu bulan


1. Tepung beras (2,5 kg x Rp12.000 per kg x 26 hari)
2. Tepung sagu (0,25 kg x Rp4.500 per kg x 26 hari)
3. Air matang (8 liter x Rp250 per liter x 26 hari)
4. Garam halus (0,05 kg x Rp1.500 per kg x 26 hari)
5. Santan (10 liter x Rp8.000 x 26 hari)
7. Gula merah (2,5 kg x Rp12.000 x 26 hari)
8. Daun pandan (0,1 kg x Rp5.000 per kg x 26 hari)
9. Es batu (10 plastik x Rp250 per plastik x 26 hari)
10.Biaya tenaga kerja: Rp780.000
11. Biaya listrik: Rp52.000
Total: Rp4.870.000-,
MARKETING MIX
 
1. Segmentasi Pasar
Yang menjadikan segmentasi konsumen atau pelanggan dari “Es Dawet Ayu Telasih”
ini adalah pencinta minuman segar mulai dari anak kecil, dewasa, maupun orang tua.Bukan
hanya kalangan ekonomi bawah, ekonomi menengah, dan atas juga dapat
menikmati jajanan “Dodol Dawet Khas Jawa”.
2. Target Pasar
Minuman ini akan dijual di daerah Surabaya, karena di pasar daerah Surabaya belum
ada yang menjual “Es Dawet dengan nuansa tradisi”.
3.Positioning
a)Product (Produk)Kelapa adalah buah yang mengandung mineral yang tinggi dan
antioksidan 
b) Price (Harga)Harga yang ditawarkan sangat kompetitif dan bersaing, maka dengan
itu penetapan harga harus disesuaikan dengan harga umum yaitu 25.000,-
c) Promotion (Promosi)Target dari usaha ini adalah semua kalangan usia mulai dari anak
kecil, pararemaja, para orang tua. Promosi dilakukan dengan cara menyebarkan
brosur, pamvlet, dan kartu nama.
d) Place (Tempat) Laku atau tidaknya usaha ini sangat tergantung dalam pemilihan lokasi
usahatersebut. Lokasi yang memiliki daya beli cukup dan sesuai dengan segmen,segmen
yang dituju sangat mendongkrak penjual usaha tersebut. Oleh karena itu, usaha ini sangat
cocok didirikan di lokasi atau tempat keramaian.

KONSEP KEWIRAUSAHAAN
Tradisi “Dodol Dawet” merupakan salah satu tradisi Jawa yang unik dan khas dari
sekian banyaknya tradisi. Tradisi ini bisa di katakan sangat menarik karena Ibu dari mempelai
wanita menjual es dawet kepada para tamu undangan dengan membelinya menggunakan
kereweng (pecahan genting). Hal itu menunjukkan bahwa kehidupaan manusia berasal dari
bumi, sedangkan yang menerima pembayaran adalah ayah. Adapula makna dari tradisi
“dodol dawet”, yaitu dawet yang berbentuk bulat merupakan lambang kebulatan kehendak
orang tua untuk menjodohkan anak. Uang kreweng/ pecahan genting dari tanah liat berarti
kehidupan manusia berasal dari bumi atau tanah.
Dewasa ini, Gastrodiplomasi dalam sebuah negara sangat di butuhkan guna
memperkenalkan kuliner khas dari berbagi daerah yang ada di Indonesia kepada dunia.
Makan bersama dalam satu wadah merupakan salah satu kebiasaan atau kebudayaan
masyarakat Indonesia. Bahkan di setiap daerah memiliki nama atau sebutan masing-masing.
Misalnya di Bali, makan bersama dlam satu kelompok yang berisi 5 sampa 8 rang dengan
menggunakan wadah yang sama dan duduk adalah hal yang wajar dan sering di laksanakan.
Hal ini menjadi salah satu cara untuk melakukan gastrodiplomasi bukan hanya dari kuliner,
melainkan melalui sebuah kebudaan dan tradisi. Bagaimana sebuah makanan, tradisi, dan
kebudayaan di kolaborasikan menjadi satu konsep yang utuh, nantinya dapat menjadi salah
satu daya tarik Indonesia dalam segi kuliner.
Es dawet bisa di jadikan salah satu makanan untuk gastrodiplomasi, dengan
menambahkan unsur tradisi mampu menambah keunikan kuliner tersebut. Penulis berencana
menjadikan es dawet menjadi usaha yang dapat dikembangkan sekaligus mendukung
program pemerintah untuk mempromosikan kuliner lokal. Nantinya para pembeli akan
menukarkan uang mereka menggunakan pecahan kreweng/genteng dan menukarnya dengan
satu porsi dawet yang dipikul sepasang perempuan dan laki-laki dengan menjggunakan baju
adat khas jawa, agar menambah suasana kental jawa. Memadukan makanan dan tradisi
mampu menjadi daya tarik pembeli untuk menikmati makanan dan suasanya.
Jika dilihat dari jumlah biaya yang digunakan untuk membeli bahan, maka
satu porsi es dawet khas jawa bisa dijual kurang lebih Rp.20.000-,. Kembali lagi, dimana
lokasi membuka kedainya dan daya saing di kota tersebut. Dobrakan seperti ini mampu
meningkatkan rasa bangga dan cinta akan kuliner nusantara.

KESIMPULAN
Seiring dengan perkembangan pariwisata di Indonesia, wisata alam  sebenarnya
bukan lagi menjadi media utama bagi para wisatawan untuk berkunjung, tetapi meliputi
beragam unsur seperti kuliner, nilai-nilai kebudayaan serta sejarah kini telah menjadi alasan
para wisatawan untuk berkujung dan berwisata. Bahkan, kuliner telah menjadi media
diplomasi untuk  memikat para wisatawan lokal ataupun asing agar dapat berkunjung ke
suatu daerah yang disebabkan oleh daya tarik kulinernya. Indonesia harusnya mulai belajar
dari negara-negara yang telah dulu melakukan gastrodiplomasi seperti Korea, Jepang, dan
Thailand. Dalam mendukung gastrodiplomasi yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia
untuk memperkenalkan makanan khas Indonesisa, maka ada baiknya mengangkat salah satu
ide ataupun konsep tradisi yang ada di Jawa Timur. Dari sekian banyaknya tradisi di Jawa
Timur, penulis tertarik untuk menggunakan tradisi “Dodol Dawet Manten”.

“Dodol dawet” yang bermakna dari cendol yang berbentuk bulat yang
melambangkan kebulatan tekad orang tua untuk menjodohkan anak. Membeli dawet dengan
kereweng (pecahan genting). Keunikan tradisi ini membuat penulis ingin mengangkatnya
menjadi konsep dalam mengembangkan gastrodiplomasi di Indonesia. Es dawet bisa di
jadikan salah satu makanan untuk gastrodiplomasi, dengan menambahkan unsur tradisi
mampu menambah keunikan kuliner tersebut. Penulis berencana menjadikan es dawet
menjadi usaha yang dapat dikembangkan sekaligus mendukung program pemerintah untuk
mempromosikan kuliner lokal. Nantinya para pembeli akan menukarkan uang mereka
menggunakan pecahan kreweng/genteng dan menukarnya dengan satu porsi dawet yang
dipikul sepasang perempuan dan laki-laki dengan menjggunakan baju adat khas jawa, agar
menambah suasana kental jawa. Memadukan makanan dan tradisi mampu menjadi daya tarik
pembeli untuk menikmati makanan dan suasanya.

DAFTAR PUSTAKA
Hayati, Ika. 2019. Dodol Dawet di dalam Pernikahan Jawa. https://etnis.id/dodol-dawet-di-
dalam-pernikahan-jawa/. (diakses pada tanggal 15 Mei 2020).

Kirana, Febi. 2019. Sejarah Filosofi Ayam Ingkung, Lauk Utama Tumpeng dalam Adat Jawa.
https://etnis.id/dodol-dawet-di-dalam-pernikahan-jawa/. (diakses pada tanggal 15
Mei 2020).

Widianto, Danar. 2017. Ungkapan Syukur Penuh Makna Dengan Wujud Sego Gurih.
https://www.krjogja.com/berita-lokal/diy/yogyakarta/ungkapan-syukur-penuh-
makna-dengan-wujud-sego-gurih/. (diakses pada tanggal 16 Mei 2020).

Astarini, Dwi. 2018. Sup Manten, Sajian Berkuah Hangat di Pesta Pernikahan.
https://merahputih.com/post/read/sup-manten-sajian-berkuah-hangat-di-pesta-
pernikahan. (diakses pada tanggal 16 Mei 2020).

Safrudin, Aziz. 2017. Tradisi Pernikahan Adat Jawa Keraton Membentuk Keluarga Sakinah.
Jurnal Kebudayaan Islam. 15 (1) : 22-34.

Endah, Karwa. 2006. Petung Prosesi dan Sesaji dalam Ritual Manten Masyarakat Jawa.
Jurnal Kejawen. 1(2) : 64-73.

Anda mungkin juga menyukai