Anda di halaman 1dari 7

UAS AKHIR

SEMESTER GENAP

TAHUN 2020/2021

Nama : Dewa Agung Krisna Jayantara

NIM : 2004551485

a. Seorang anak kecil sedang bermain di taman dan ia kemudian melempar batu
sehingga mengenai kepala seseorang dan menimbulkan luka.

Jawab :

Apabila ditinjau ada dua kemungkinan dari tindak pidana anak kecil tersebut,
yakni pertama adalah tindakan kesengajaan atau kealpaan. Kealpaan merupakan tindak
pidana yang terjadi sementara sebenarnya pelaku tidak berkeinginan untuk melakukan
perbuatan itu . Ada dua bentuk yakni karena tidak berhati hati, atau si pelaku dapat
menduka perbuatan itu bukan tindakan tersebut. Apabila ditinjau dari kealpaan maka
anak tersebut tidak dihukum. Sedangkan apabila tindakan tersebut ditinjau sebagai
sebuah kesalahan yang dimana korban menuntut anak kecil tersebut, maka dapat dilihat
tindakan yang dapat dikenakan kepada anak menurut UU No. 11 Tahun 2012, Pasal 82
meliputi :

a. Pengembalian kepada orang tua atau wali;

b. Penyerahan kepada seseorang;

Di dalam penjelasan Pasal 82 ayat (1) huruf b UU No. 11 Tahun 2012


menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan “penyerahan kepada seseorang” adalah
penyerahan kepada orang dewasa yang dinilai cakap, berkelakuan baik, dan
bertanggung jawab oleh hakim serta dipercaya oleh anak;

c. Perawatan di rumah sakit jiwa;


Di dalam penjelasan Pasal 82 ayat (1) huruf c UU No. 11 Tahun 2012 menyebutkan
bahwa tindakan ini diberikan kepada waktu melakukan tindak pidana menderita
gangguan jiwa atau penyakit jiwa;

d. Perawatan di Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial (LPKS);

e. Kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang diadakan oleh


pemerintah atau badan swasta;

f. Pencabutan surat izin mengemudi; dan/atau

g. Perbaikan akibat tindak pidana.

b. Gudang penyimpan sembako milik A terbakar dan menyebabkan kematian


beberapa pegawai A. Setelah diselidiki ternyata A yang sedang dalam
kebangkrutan itu membakar gudangnya sendiri dengan tujuan memperoleh
asuransi. Namun tidak dapat dihindari maksudnya tersebut ternyata diikuti oleh
akibat lain yaitu kematian sejumlah pegawainya.

Jawab :

Dilihat dari tindakan tersebut, jelas jelas ini merupakan suatu tindakan
kesalahan, bukan tindakan kealpaan. Dilihat dari kasus tersebut awalnya si A hanya
berencana untuk memperoleh klaim asuransi untuk menutupi kebangkrutan, namun
ternyata menimbulkan kematian sejumlah pegawainya. Yang dilakukan A termasuk
tindak pidana berencana. Suatu tindak pidana dapat dikatakan berencana apabila dalam
proses terjadinya suatu tindak pidana terlebih dahulu seorang pelaku telah membuat
atau menyusun sebuah rencana atau niat baik sebelum tindak pidana dilakukan sampai
dengan selesainya tindak pidana dilakukan dengan tujuan agar tindak pidana yang
dilakukan berjalan sesuai dengan kehendaknya. Dalam Kitab Undang-undang
hukum pidana (KUHP) Indonesia BAB I tentang ketentuan umum secara khusus tidak
memberi defenisi tentang apa yang dimaksud dengan tindak pidana berencana ataupun
apa yang dimaksud berencana. namun didalam BAB II KUHP tentang kejahatan, ada
beberapa tindak pidana yang memiliki unsure “berencana”. Beberapa pasal yang secara
tegas merumuskan tentang unsur berencana dalam suatu tindak pidana adalah Pasal 110
Ayat (2) Pasal 140 Ayat (2), Pasal 140 Ayat (3), Pasal 185,Pasal 340, Pasal Pasal 342,
Pasal 343, Pasal 353, Pasal 355, Pasal 479, Pasal 479 Huruf (o), unsur perencanaan
yang ada dalam pasal-pasal ini mengharuskan suatu tindak pidana yang dilakukan oleh
seseorang terlebih dahulu dilakukan dengan sebuah rencana, adapun ciri suatu tindak
pidana berencana adalah dilakukan secara Sistematis (tersusun dari awal sampai selesai)
penerapan pasal perencanaan dalam suatu tindak pidana merupakan domain dari pihak
kepolisian (setelah melakukan penyelidikan) dan kejaksaan (apabila setelah tahap I
(satu) pemeriksaan berkas penerapan pasal di anggap kurang). Penerapan pasal
dilakukan setelah menegetahui secara pasti tentang peristiwa tindak pidana yang terjadi
setelah mempelajari keterangan saksi dan pelaku atau tersangka. Sedangkan untuk
sanksi antara tindak pidana yang dikategorikan sebagai tindak pidana berencana dan
tindak pidana yang dilakukan dengan tidak berencana adalah jika suatu tindak pidana
yang dilakukan dikategorikan sebagai tindak pidana berencana maka sanksinya akan
lebih

Secara umum atas perbuatan yang dilakukan itu, pelaku dijerat Pasal 187 KUHP
tentang tindak pidana dengan sengaja membakar property yang mendatangkan bahaya
umum bagi barang atau orang lain dengan ancaman pidana penjara paling lama 20 tahun
atau seumur hidup tahun penjara. Kemudian kerugian nyawa tersebut harus pula
ditanggung oleh A. Pasal 187, berbunyi :

Barangsiapa dengan sengaja membakar, menjadikan letusan atau mengakibatkan


kebanjiran, dihukum :

1e. Penjara selama - lamanya dua belas tahun, jika perbuatan itu dapat mendatangkan
bahaya umum bagi barang.

2e. Penjara selama - lamanya lima belas tahun, jika perbuatannya itu dapat
mendatangkan bahaya maut bagi oranglain.

3e. Penjara seumur hidup atau penjara selama - lamanya dua puluh tahun, jika
perbuatannya itu dapat mendatangkan bahaya maut bagi oranglain dan ada orang mati
akibat perbuatannya itu.
c. Tobot lupa menggunakan masker dan saat ia sedang melintasi jalan Pattimura
tiba-tiba disana ada razia gabungan. Karena takut Tobot memutar kendaraannya
dengan cepat tanpa memperhatikan situasi dan kondisi jalanan saat itu sehingga
ia pun menabrak seorang nenek yang sedang berjalan. Nenek tersebut meninggal
dunia akibat terpental dan kepalanya membentur aspal.

Jawab :

Suatu tindakan lupa merupakan tindakan yang tidak sadar, namun dimata hukum
kewajiban Tobot menggunakan masker, hukumannya akan disesuaikan dengan
peraturan setempat mengenai penggunaaan masker saat pandemic. Kemudian, tindakan
tobot merupakan kesalahan yang menyebabkan nenek meninggal ditabrak olehnya yang
melanggar pasal 310 ayat 4 UU RI Nomor 22 Tahun 2009. Adapun lebih lengkapnya,
yakni (4) Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang
mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta
rupiah).

d. Sari seorang korban pemerkosaan, ia mengalami depresi sehingga harus


dirawat di rumah sakit. Setelah hampir 1 bulan ia kemudian dikeluarkan dari
rumah sakit karena menurut dokter, kondisi Sari sudah lebih baik. Setelah keluar
dari rumah sakit, pada hari itu juga Sari langsung menuju rumah pemerkosanya
yang bernama Dodok, setibanya di rumah Dodok ia menuju dapur dan mengambil
pisau kemudian menghujamkan pisau tersebut kepada Dodok berkali-kali hingga
akhirnya Dodok yang sedang tertidur itu meninggal dunia.

Jawab :

Dalam kasus tersebut, seharusnya dokter tidak hanya sebatas melaksanakan


tindakan pemulangan karena alasan sudah nurut. Namun, terlepas dari itu, sebenarnya
dodok selama Sari dirawat di Rumah Sakit juga harus dijerat penjara karena merugikan
dan telah menyebabkan Sari depresi. Pasal 285 KUHP hanya mengandung satu ayat dan
mengatur tindak pidana perkosaan secara umum. Disebutkan bahwa "barangsiapa
dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan
dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara
paling lama 12 tahun". Kemudian, hal yang sangat menyedihkan ketika Sari membunuh
Dodok, karena masih menyimpan rasa dendam. Hal ini mungkin harus diselidiki
terlebih dahulu, semisal apabila Sari belum sembuh total dari gangguan jiwa, maka
tidak bisa diberikan hukuman bagi Sari.  Dengan kata lain orang yang sedang sakit jiwa
dan lemah mental tidak dapat dihukum. Kondisi yang demikian dalam hukum pidana
diatur dalam pasal 41 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya
disebut KUHP) yang menyatakan bahwa: Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak
dapat dipertanggungkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau
terganggu karena penyakit, tidak dipidana. Namun, apabila Sari ternyata sudah dalam
kondisi yang sehat, maka Tindak pidana pembunuhan secara umum atau diistilahkan
dengan pembunuhan biasa diatur di dalam Pasal 338 KUHP yang menyatakan; “Barang
siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.”

e. Parto pemuda usia 14 tahun ditangkap polisi karena telah melakukan pencurian
dan oleh polisi ada dugaan Parto menderita kleptomanie.

Jawab :

Diketahui bahwa kleptomania merupakan syndrome yang termasuk kedalam


gangguan kendali implusif. Penderita syndrome ini tidak dapat mengendalikan diri
untuk mengambil atau mencuri. Pada pasal 44 ayat 1 KUHP, mengacu pada The
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) yang dikeluarkan oleh
American Psychiatric Association (APA), ada banyak jenis dari gangguan/penyakit
kejiawaan ini, seperti “psychotic (gangguan kejiawaan)”, “neurocognitive disorder
(gangguan saraf)”, “personality disorder (gangguan kepribadian)”, dll. Bahkan, menurut
Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa (PPDGJ) yang dikeluarkan oleh
kementerian Kesehatan dengan mengacu kepada DSM, semua penyakit jiwa
digolongkan sama sebagai “gangguan kejiwaan”. Jadi, tidak jelas penyakit jiwa seperti
apa atau yang mana yang dimaksud dalam Pasal 44 Ayat (1) KUHP. Namun, sependek
yang saya ketahui, penyakit jiwa yang dimaksud Pasal 44 Ayat (1) KUHP hanyalah
yang bersifat “psychotic”, yang benar-benar adalah penyakit jiwa, bukan gangguan
syaraf ataupun kepribadian. Contohnya Skizofrenia, Bipolar, dll.
Kondisi kleptomania dapat menyebabkan orang tidak dapat bertanggung jawab
secara pidana (ontoerekeningsvatbaarheid) berdasarkan Pasal 44 Ayat (1) KUHP.
Dalam hukum, syarat seseorang untuk bertanggung jawab secara pidana adalah ia harus
memiliki maksud/niat untuk melakukan perbuatannya, mengetahui akibat dari
perbuatannya, memiliki kehendak bebas dalam memilih untuk melakukan perbuatannya,
dan ada hubungan sebab akibat antara kondisinya dengan perbuatannya. Apabila ia
tidak memiliki salah satu dari 4 hal tersebut, maka ia tidak dapat diminta pertanggung
jawaban pidana. Karena kita berbicara tentang hukum pidana, maka saya lebih suka
memakai kriteria ini untuk menentukan apakah kleptomania dapat dipidana atau tidak
secara pidana. Selama parto tidak memiliki niat untuk mengambil, tidak mengetahui
akibat dari perbuatannya itu, tidak memiliki kehendak bebas untuk memutuskan
mengambil barang, dan ada hubungan antara kondisi dengan perbuatannya, yaitu selama
perbuatan tersebut masih mengambil barang, bukan perbuatan lain yang tidak dipicu
oleh kondisi kleptomania, seperti memukul, membunuh, dll, maka orang tersebut tidak
dapat dimintai pertanggungjawaban pidana. Apabila seorang kleptomania ternyata
memiliki niat untuk melakukan perbuatannya atau mengetahui akibat dari perbuatannya,
maka ia tetap dapat dimintai pertanggungjawaban pidana dan Pasal 44 Ayat (1) KUHP
tidak berlaku. Kondisi kleptomania setiap orang pasti berbeda, sehingga aturan tersebut
tidak dapat digeneralisasi untuk semua orang kleptomania.

Selain itu karena Parto masih dibawah umur, adapun tindakan yang dilakukan
dpaat berupa :

tindakan yang dapat dikenakan kepada anak menurut UU No. 11 Tahun 2012, Pasal 82
meliputi :

a. Pengembalian kepada orang tua atau wali;

b. Penyerahan kepada seseorang;

Di dalam penjelasan Pasal 82 ayat (1) huruf b UU No. 11 Tahun 2012


menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan “penyerahan kepada seseorang” adalah
penyerahan kepada orang dewasa yang dinilai cakap, berkelakuan baik, dan
bertanggung jawab oleh hakim serta dipercaya oleh anak;
c. Perawatan di rumah sakit jiwa;

Di dalam penjelasan Pasal 82 ayat (1) huruf c UU No. 11 Tahun 2012 menyebutkan
bahwa tindakan ini diberikan kepada waktu melakukan tindak pidana menderita
gangguan jiwa atau penyakit jiwa;

d. Perawatan di Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial (LPKS);

e. Kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang diadakan oleh


pemerintah atau badan swasta;

f. Pencabutan surat izin mengemudi; dan/atau

g. Perbaikan akibat tindak pidana.

Anda mungkin juga menyukai