1. Dodol Betawi
Pada zamannya, dodol Betawi tak pernah lepas dari setiap acara bagi warga
asli Jakarta. Mulai hajatan hingga upacara keagamaan pasti tak luput dari
panganan uang terasa kenyal dan manis. Dewasa ini dodol seperti barang
langka dan hanya dapat ditemui saat lebaran. Dengan hiruk pikuk eksistensi
makanan modern beberapa warga tetap mempertahankan makanan asli
Betawi ini demi mempertahankan warisan kekayaan kuliner asli Jakarta. . Hal
ini dapat dilihat dari masih adanya pembuat dodol sampai saat ini yang
menjadikan pembuatan dodol sebagai salah satu usaha dalam kehidupannya
walaupun jumlah pembuat dodol Betawi sendiri sudah bisa terhitung sedikit.
Filosofi kue Geplak Betawi dapat dilihat dari filosofi bahannya yakni beras
yang dicampur, beras sebagai hasil bumi menunjukkan kemakmuran dari
masyarakat setempat dan merupakan ukuran kebersamaan. Bila suatu
makanan terbuat dari ketan, maka memiliki arti melekatkan silaturahmi. Tapi
karena terbuat dari tepung beras maka menunjukkan keberkahan dan
menyambung silaturahmi. Proses pembuatan kue geplak khas Betawi berasal
dari adonan yang tadinya berserakan kemudian dirapatkan kembali, disitulah
filosofi untuk menyambung silaturahmi dapat terlihat. Kue Geplak Betawi juga
memiliki makna penyambung silaturahmi karena terbuat dari tepung beras
yang dipadatkan dengan bahan bahan lokal lainnya seperti kelapa dan gula
yang menjadikannya semakin otentik dan bahan bahan ini juga memiliki
harga yang relatif murah. Kue Geplak Betawi pun juga disebut kue murah
karena memang harganya pun yang relatif murah.
Menurut Ridwan Saidi dalam Profil Orang Betawi, Asal Muasal, Kebudayaan
dan Adat Istiadatnya (1997) orang Betawi tidak begitu menyukai makanan
terlalu manis. Alhasil saat nongkrong minum kopi, kue atau jajanan pasar
menjadi teman ngupi (minum kopi) dan ngete (minum teh). Orang Betawi pun
memiliki kebiasaan minum kopi yang agak kental dengan sedikit gula dan
disajikan di dalam cangkir. Sementara saat minum teh mereka menyeduhnya
cenderung bening, dengan sedikit rasa manis. Kue geplak khas Betawi
memiliki rasa yang manis dan sangat nikmat bila disajikan dengan minuman
panas dan memiliki kontras rasa sepert teh atau kopi pahit. Ini berfungsi untuk
menyeimbangkan rasa kue geplak Betawi.Dalam menikmati kue geplak,
sejatinya masyarakat Betawi tak mempunyai cara khusus. Namun pada
penyajian kue ini dibiarkan dalam keadaan ukuran besar, utuh dan belum
terpotong potong kecil kecil. Sehingga kue ini perlu dipotong.
3. Tape Uli
Tape uli merupakan salah satu penganan asli Betawi yang memiliki akar
sejarah panjang. Makanan hasil fermentasi dari singkong ini diketahui telah
ada sejak 1957 silam, bahkan lebih lama dari itu. Salah satunya dikenal
dengan nama tape uli Cisalak, sebagaimana dilansir dari detikfood.
Penyajian tape uli tak dilakukan untuk sekadar tujuan akhirnya, ia juga
melibatkan sisi kebersamaan atau romantis dalam pembuatannya. Sisi ini
dapat dilihat dari proses pembuatan tape uli yang mengikutsertakan
perempuan dan laki-laki. Alim Molana, salah satu tokoh masyarakat di
Warung Buncit, Jakarta Selatan, sebagaimana dikutip dari
laman viva.co.id, menyebutkan bahwa pada proses pembuatan tape uli,
tugas kaum pria adalah menumbuk ketan, sementara perempuan
memegang andil dalam memasak tape uli.
Proses pembuatan yang sangat romantis ini, sambung Alim, sudah ada
sejak zaman kejayaan Majapahit. Kandungan gluten yang tinggi pada ketan
dapat membuat tape uli sangat lengket, di mana inilah yang menyimbolkan
kedekatan antar pembuatnya maupun antar pemakannya di acara-acara
besar. Membuat tape uli pun sangat memerlukan sentuhan lembut, aspek
kebersihan bahan dan tempat penyimpanannya patut diperhatikan. Menurut
Alim, ini termasuk pantangan dalam membuat tape uli, yang jika dilanggar
dapat mengakibatkan kegagalan total saat dihidangkan.
Tidak banyak yang tahu sejarah asal kue kembang goyang Betawi. Namun
bersarkan sejarang yang beredar, kue kembang goyang Betawi pertama
kali muncul pada masa pemerintahan kolonial Belanda di Indonesia. Kue ini
dibuat oleh para ibu Betawi untuk menghibur para tamu Belanda yang
datang ke Jakarta. Kue kembang goyang Betawi kemudian menjadi
semakin populer dan menjadi salah satu hidangan khas Betawi. Kue
kembang goyang juga menjadi salah satu hidangan yang biasa disajikan
pada acara-acara adat seperti perkawinan, selamatan, atau upacara adat
lainnya. Kue ini memiliki keunikan dalam bentuknya yang ramping dan kecil,
serta memiliki rongga-rongga di tengahnya yang mirio seperti kembang.
Kue ini ternuata terinspirasi dari perhiasan yang dijadikan hiasan sanggul
atau kondel para pengantin Jawa, karena bunga yang dipasang disanggul
itu bergerak atau bergoyang, maka terlihat cantik. Dalam
perkembangannua kembang goyang dengan berbagai warna dan varian
bentuk cetakan.
5. Asinan Betawi
Asinan Betawi memiliki sejarah panjang yang berakar dari zaman kolonial
Belanda di Jakarta. Awalnya, asinan Betawi disebut ”Assinang” yang berasal
dari bahasa Belanda yaotu :ajinen” yang berarti ”asam”. Makanan ini
dipengaruhi oleh masakan Tinghoa dan Arab yang telah ada sejak di Jakarta.
Sejarah Asinan Betawi ditelusuri hingga masa penjajahan Belanda di
Indonesia. Di masa itu, orang Belanda membawa banyak rempah-rempah
dari Hindia Belanda ke tanah air mereka. Namun, mereka tidak terlalu
terbiasa dengan rasa pedas yang kuat. Oleh karna itu, para juru masak
Betawi berusaha menciptakan yang sesuai dengan lidah Belanda, dan inilah
lahirnya Asinan Betawi.
Asinan Betawi awalnya hanya terdiri dari mentimun dan nanas yang disajikan
dengan saus kacang. Namun, seiring berjalannya waktu, orang Betawi mulai
mencoba variasi dengan menambahkan berbagai kenis buah dan sayuran.
Tujuannya untuk memperkaya rassa dan tekstur hidangan ini. Asinan Betawi
dulunya hanya ditemukan di pedakang kaki lima dan pasar tradisional di
Jakarta. Namun, seiring berjalnnya waktu asinan Betawi mulai merambah di
restoran dan warung makan di seluruh Indonesia. Kini asinan Betawi menjadi
kuliner ikonik yang mengambarkan kehidupan budaya Betawi.
6. Es Selendang Mayang