Anda di halaman 1dari 6

KEARIFAN LOKAL:

“Barongko: Kue Tradisional Masyarakat Bugis-Makassar Yang Kaya


Akan Cita Rasa dan Nilai Filosofi”

Oleh:
Kelompok 3 dan 7
1. Ahmad Nurkhairy (02)
2. Alyah Nur Aziizah (07)
3. Bara Batara Sakti (12)
4. Muhammad Athaillah Zaid Azis (23)
5. Muhammad Nur Ibrahim (24)
6. Naila Rafanisya Iryanti (26)
7. Nailah Nirwana Awe (27)
8. Rozaidan Lestari Syaichu ZD (34)

MADRASAH ALIYAH NEGERI 2 KOTA MAKASSAR


TAHUN PELAJARAN 2022/2023
1) Rumusan Masalah
i) Apa filosofi yang terkandung dalam kue tradisional Barongko?
ii) Bagaimana cara membuat Barongko?
iii) Bagaimana upaya yang dapat dilakukan untuk melestarikan dan
memperkenalkan kue barongko?

2) Mencari Informasi
i) Sejarah
Bugis adalah etnis yang tergolong ke dalam suku-suku Melayu
Deutero, yang masuk ke Nusantara setelah gelombang migrasi
pertama dari daratan Yunan. Dalam perkembangannya,
komunitas ini berkembang dan membentuk beberapa kerajaan.
Masyarakat Bugis pun kemudian mengembangkan kebudayaan,
bahasa, aksara, dan pemerintahan sendiri. Beberapa kerajaan
Bugis antara lain Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Suppa, Sawitto,
Sidenreng, dan rappang.
Kepiawaian suku Bugis dalam mengarungi samudra sangat
dikenal. Wilayah jelajah mereka pun sangat luas, mulai dari
Malaysia, Filipina, Brunei, Thailand, Australia, Madagaskar
hingga Afrika Selatan. Buktinya,di pinggiran kota Cape Town,
Afrika Selatan, terdapat sebuah suburb yang bernama
Macassar,sebagai tanda penduduk setempat mengingat tanah asal
nenek moyang mereka.
Tidak hanya darah pelaut yang diwariskan, pola makan
mereka juga khas. Seperti halnya suku lain di Indonesia,
masyarakat Bugis juga memiliki makanan dan minuman
tradisional yang terus terpelihara hingga kini. Ada banyak
makanan dan minuman tradisional yang dimiliki orang Bugis.
Selain Konro dan Coto Makassar. Suku Bugis juga memiliki
pegangan yang khas yaitu barongko.
Pada zaman dahulu barongko tergolong makanan mewah dan
hanya khusus disajikan bagi kaum bangsawan dari kerajaan-
kerajaan Bugis. Umumnya raja-raja Bugis menikmati panganan
yang berbahan pokok pisang ini sebagai makanan penutup.
Kudapan ini hanya disajikan pada saat tertentu, seperti
pernikahan dan upacara adat.
ii) Waktu Penyajian
Barongko adalah kue yang sederhana dan mudah, namun kue
ini jarang ditemui. Barongko bisanya disajikan saat acara-acara
istimewa seperti sunatan, akikah, mappanre temme atau pesta
pernikahan. Pasalnya, di daerah asalnya pembuatan barongko
tidak dilakukan dengan sembarangan. Barongko harus dibuat oleh
orang yang sudah berpengalaman, agar rasa asli barongko tetap
terjaga. Penyajian barongko biasanya disajikan dalam bosara’
bersama dengan kue tradisional lainnya.
Di luar acara-acara istimewa tadi, ada satu momen dimana
barongko selalu tersaji di rumah-rumah orang Bugis, yaitu saat
bulan Ramadan tiba. Selain rasanya yang manis dan lembut,
barongko juga dianggap aman untuk pencernaan dan menambah
stamina. Karenanya tepat bila disajikan sebagai makanan
pembuka setelah menjalankan puasa Ramadan sehari penuh. Rasa
yang manis, teksturnya yang lembut dan juicy membuat siapapun
yang mencicipi kue ini sulit untuk beranjak dan melupakan begitu
saja cita rasa kelezatan yang khas dari barongko.
iii) Filosofi
Meskipun terlihat sederhana dan mudah cara membuatnya,
namun kue barongko mempunyai nilai filosofis yang tinggi.
Menurut sebagian besar masyarakat Bugis, barongko tidak hanya
dikerjakan dengan tangan-tangan terampil dan berpengalaman
tetapi juga dibuat dengan hati. Hal ini sejalan dengan nilai filosofi
tinggi yang terkandung di dalamnya.
Sebagian besar masyarakat Bugis menyebut barongko sebagai
kue kejujuran. Bahan utama yang terbuat dari pisang dan
kemudian dibungkus kembali dengan tanaman yang sama dengan
bahan dasarnya (daung pisang) merepresentasikan kejujuran.
Maknanya, bahwa haruslah sama apa yang terlihat di luar
dengan apa yang tersimpan di dalam diri kita. Hal ini tentunya
mengajarkan kita bahwa apa yang diucapkan harus sama dengan
apa yang dilakukan, dan apa dikerjakan harus sama dengan apa
yang dirasakan. Makna lainnya adalah apa yang terpikirkan dan
yang dirasakan haruslah selaras dengan tindakan yang dilakukan.
Karena nilai budayanya inilah maka kue tradisional barongko
ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda pada tahun 2017
oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan bernomor
60128/MPK.E/KB/2017. Tujuannya adalah untuk memberikan
rasa identitas bagi masyarakat pemilik budaya tersebut, dan
menghindari diklaim oleh negara lain.
iv) Bahan-bahan
Bahan utama pembuatan barongko adalah pisang kepok yang
telah dihaluskan. Pisang kepok kemudian dicampur dengan gula,
santan dan telur. Di masyarakat Kabupaten Bone, adonan
barongko ditambahkan dengan irisan dari buah nangka yang
sudah matang. Bahan tambahan ini disebut dengan nama panasa.
Adonan untuk porsi sebanayak 20 bungkus barongko
memerlukan 18 buah pisang kepok yang sudah matang.
Kemudian ditambah dengan 500 ml santan. Santan dapat
diperoleh dari sebutir kelapa. Adonan barongko untuk porsi ini
juga memerlukan empat butir telur ayam, 190 ml susu kental
manis, setengah sendok teh garam, dan 125 gram gula pasir.
Daun pisang, digunakan sebagai pembungkus adonan
barongko. Bahan lain yang disediakan adalah daun pandan
sebanyak lima lembar yang dipotong seukuran 5 cm. Adonan
barongko dibungkus menggunakan daun pisang. Setelah
terbungkus, adonan lalu dikukus.
v) Pembuatan
Pembuatan barongko untuk 20 bungkus memerlukan 6 buah
pisang kepok. Pisang dipotong-potong seukuran dadu kecil.
Setelah itu, pisang disisihkan. Sementara sisanya dipotong-potong
dan dicampur dengan santan, telur, susu kental manis, garam dan
gula pasir. Adonan ini kemudian dilumat hingga halus. Setelah
halus, adonan dicampurkan dengan pisang kepok yang sudah
dipotong-potong lalu diaduk rata.
Dua lembar daun pisang digunakan untuk membungkus
adonan barongko sebanyak 50 ml. Kemudian bagian luarnya
ditambahkan daun pandan dan dibungkus dengan bentuk tum.
Setelah itu, adonan yang terbungkus dikukus sekitar 30 menit
sampai matang dan terasa padat. Setelah dikukus, barongko
diangkat dan didinginkan.

Anda mungkin juga menyukai