Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH PASAR MODAL SYARIAH

PERKEMBANGAN INVESTASI SYARIAH DI PASAR MODAL


INDONESIA DAN GLOBAL

Dosen Pengampu:
Agus Kurniawan, S.E., M.S.Ak.

Disusun Oleh Kelompok 4:


Hellen Yolanda 2051040235
Hilmi Hanif 2051040291
Ra’aina Indah Navratilova Romel 2051040213

UIN RADEN INTAN LAMPUNG


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS SYARIAH
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
membuat makalah ini dengan tepat waktu. Dalam menulis makalah ini, tidak sedikit masalah dan
rintangan yang dihadapi oleh penulis, namun berkat bantuan dari beberapa pihak yang telah
berpartisipasi dalam pembuatan makalah yang berjudul ”Pasar Modal Syariah”, sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini walaupun masih terdapat beberapa kekurangan.
Terimakasih yang sebesar - besarnya penulis ucapkan kepada Bapak Agus Kurniawan,
S.E., M.S.Ak. selaku dosen pengampu mata kuliah Pasar Modal Syariah yang telah banyak
membimbing penulis dalam pembuatan makalah ini. Akhir kata penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran dari para pembaca sebagai bahan perbaikan untuk kedepannya, dan semoga
makalah ini dapat berguna dan bermanfaat.

Bandar Lampung, 08 Maret 2023

Kelompok 4
BAB I
PENDAHULUAN

Saham syariah merupakan efek berbentuk saham yang tidak bertentangan dengan prinsip
syariah di Pasar Modal. Definisi saham dalam konteks saham syariah merujuk kepada definisi
saham pada umumnya yang diatur dalam undang-undang maupun peraturan OJK lainnya. Ada
dua jenis saham syariah yang diakui di pasar modal Indonesia. Pertama, saham yang dinyatakan
memenuhi kriteria seleksi saham syariah berdasarkan peraturan OJK Nomor 35/POJK.04/2017
tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah, kedua adalah saham yang dicatatkan
sebagai saham syariah oleh emiten atau perusahan publik syariah berdasarkan peraturan OJK no.
17/POJK.04/2015.
DANA INVESTASI REAL ESTAT (DIRE) SYARIAH Berdasarkan peraturan OJK No.
30/POJK.04/2016 tentang Dana Investasi Real Estat Syariah Berbentuk Kontrak Investasi
Kolektif, yang di maksud dengan Dana Investasi Real Estat Syariah (DIRE Syariah) adalah
wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya
diinvestasikan pada aset real estat, aset yang berkaitan dengan real estat, dan/atau kas dan setara
kas yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah di pasar modal.
DIRE Syariah berbentuk Kontrak Investasi Kolektif dikatakan memenuhi prinsip syariah
di pasar modal jika akad, cara pengelolaan dan aset real estat, aset yang berkaitan dengan real
estat, dan/atau kas dan setara kas, tidak bertentangan dengan prinsip syariah di pasar modal
sebagaimana diatur dalam Peraturan OJK tentang Penerapan Prinsip Syariah di Pasar Modal.

A. Rumusan masalah
1. Bagaimana perkembangan investasi syariah di Indonesia?
2. Bagaimana perkembangan investasi syariah di pasar modaal negara lain?

B. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui perkembangan investasi syariah di Indonesia?
2. Untuk mengetahui perkembangan investasi syariah di pasar modaal negara lain?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perkembangan Investasi Syariah di Indonesia


1. Saham Syariah
Tidak semua jenis saham diperbolehkan untuk diperdagangkan dalam pasar
modal syari’ah, jenis saham yang dilarang adalah preferred stock (saham istimewa).
Terdapat perbedaan besar antara saham biasa (common stock) dan saham istimewa
(preferred stock) yang mendasari pelarangan untuk diperdagangkan di pasar modal
syari’ah yaitu pada saham istimewa jika perusahaan mengalami kebangkrutan
(dilikuidasii) maka pemegangnya mendapat prioritas pertama untuk memperoleh
pembayaran dibandingkan pemegang saham biasa, hal ini tentu bertentangan dengan
prinsip keadilan sebagai salah satu prinsip Islam sebagaimana firman Allah SWT
dalam surat An-Nahl ayat 90.
Perkembangan perdagangan saham syari’ah ditunjukkan oleh nilai Indeks
Saham Syari’ah Indonesia (ISSI), ISSI dibutuhkan untuk menggambarkan kinerja
seluruh saham syari’ah yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), sedangkan
dalam Jakarta Islamic Index (JII) hanya diwakili oleh 30 emiten yang penentuannya
melibatkan Dewan Pengawas PT. Danareksa Investment Management.
Kapitalisasi pasar merupakan nilai perusahaan yang dihitung dari jumlah
seluruh saham perusahaan beredar dikalikan dengan harga pasar saham, dengan
demikian semakin mahal harga saham maka semakin tinggi nilai kapitalisasinya. Jika
dilihat dari nilai kapitalisasi, saham-saham syari’ah menunjukkan peningkatan yang
konsisten, hal ini mengindikasikan kondisi makro ekonomi yang stabil yang dapat
memberikan harapan yang baik bagi peningkatan kinerja perusahaan. Dilihat dari
fungsi ekonomi, meningkatnya nilai kapitalisasi saham syari’ah menunjukkan
keberhasilan pasar modal syari’ah sebagai pengumpul sumber dana alternatif bagi
investasi perusahaan yang berlandaskan prinsip syari’ah, disamping itu menunjukkan
meningkatnya kesadaran masyarakat khususnya umat Islam, yang memiliki kelebihan
dana, untuk memilih jenis investasi keuangan yang halal.
Jika dilihat dari jumlah saham beredar, perkembangan saham syari’ah dapat
dilihat dalam grafik berikut :
Dari grafik di atas terlihat jumlah saham syari’ah yang tercatat di bursa dari
tahun ke tahun menunjukkan peningkatan, hal ini menggambarkan meningkatnya
kesadaran perusahaan akan potensi bisnis dengan prinsip syari’ah yang berkeadilan
dan bersih dari unsur-unsur riba. Di sisi lain dengan mengeluarkan saham syari’ah,
perusahaan dapat mengambil keuntungan dari fleksibilitas perdagangan saham
syari’ah, saham syari’ah dapat diperdagangkan kepada muslim dan non muslim di
bursa konvensional maupun syari’ah sementara saham konvensional hanya dapat
diperdagangkan di bursa konvensional saja. Fleksibilitas ini dapat menjadi potensi
menguntungkan karena terbukanya kesempatan untuk mengumpulkan dana lebih
besar dari para investor.
2. Obligasi Syariah (Sukuk)
Sukuk merupakan salah satu instrumen investasi yang memberikan peluang
bagi investor Muslim dan non-Muslim untuk berinvestasi di Indonesia. Sehingga,
sukuk dapat dimanfaatkan untuk membangun perekonomian bangsa dan menciptakan
kesejahteraan masyarakat. Fakta selama ini menunjukkan bahwa pasar sangat
responsif terhadap penerbitan sukuk. Hampir semua sukuk yang diterbitkan, diserap
habis oleh pasar, bahkan pada beberapa kasus menimbulkan kelebihan permintaan.
Sukuk di Indonesia, pertama kali diterbitkan oleh PT Indonesian Satellite
Corporation (Indosat) pada bulan September tahun 2002 dengan nilai Rp 175 miliar.
Langkah Indosat tersebut diikuti perusahaanperusahaan besar lainnya. Nilai
penerbitan sukuk korporasi hingga akhir 2008 mencapai 4,76 triliun. Sedangkan
struktur sukuk yang digunakan pada periode 2002-2004 lebih didominasi oleh
mudharabah sebesar Rp 740 miliar (88%), sisanya ijarah sebesar Rp 100 miliar
(12%). Adapun periode 2004-2007 didominasi oleh ijarah sebesar Rp 2,194 triliun
(92%), sisanya mudharabah sebesar Rp 200 miliar (8%).
Enam sukuk yang sudah dipasarkan adalah sukuk Ijârah Aneka Gas Industri
Indosat (Rp. 160 miliar), sukuk ijarah Indosat III (Rp. 570 miliar), sukuk ijarah
Metrodata Electronics (Rp. 90 miliar), sukuk Ijârah Summarecon Agung (Rp 200
miliar), sukuk Ijârah Bank Muamalah (Rp 314 miliar), sukuk Ijârah Mayora Indah
(Rp 200 miliar). Saat ini, pangsa pasar sukuk memang belum besar. Menurut catatan
PT Danareksa Sekuritas, outstanding sukuk baru tiga persen dari total pasar sukuk di
Indonesia, sebanyak 97 persen lainnya masih dikuasai obligasi konvensional.
Dengan adanya sukuk, mereka memiliki alternatif investasi yang relatif aman
dan return-nya cukup menggiurkan. Sebut saja misalnya sukuk Indosat, returnnya saat
ini sebesar 16 persen. Bahkan, pada periode awal, return sukuk Indosat mencapai
17,82 persen.
Setelah disahkannya UU SBSN tahun 2008, pemerintah menerbitkan sukuk
sebesar Rp 15 triliun. Penerbitan sukuk ini dilaksanakan sebagai bagian dari
pembiayaan defisit anggaran dalam APBN tahun 2008. Penerbitan sukuk perdana ini
telah dilaksanakan di dalam dan luar negeri. Besarnya sukuk sesuai dengan
underlying aset yang dimiliki pemerintah senilai Rp 15 triliun. Pemerintah
menggunakan jaminan berupa aset milik negara, seperti tanah dan bangunan.
Pemerintah mendahulukan penerbitan sukuk di dalam negeri, setelah itu baru ke pasar
internasional. Setengah penerbitan sukuk akan dilakukan di dalam negeri dan sisanya
ke pasar internasional.
Keberadaan sukuk (surat utang berbasis syariah) dapat memperkuat kondisi
ekonomi Indonesia dan menahan buble ekonomi karena akan memperbanyak
portfolio mata uang asing selain dolar. Sukuk merupakan instrumen yang tepat untuk
menyasar para investor Timur Tengah dengan memberikan alternatif pembiayaan
sesuai syariat Islam. Saatnya Indonesia melakukan porfolio tidak hanya pada dolar
saja, tetapi juga pada mata uang yang lain. Ini akan menambah porfolio mata uang
asing di luar dolar.
Dalam penerbitan sukuk di samping peluang juga ada tantangan dan masalah
yang akan dihadapi, di antara tantangan dan masalah yang kita hadapi sekarang ini
adalah, tidak ada standarisasi fatwa mengenai struktur produk-produk instrumen
syariah dari masing-masing negara dan standar AAOIFI standard belum digunakan
sebagai acuan oleh semua negara yang penduduknya mayoritas Muslim. Hal ini
berdampak terhadap keengganan satu negara untuk berinvestasi melalui sukuk di
negara lain, seperti keengganan beberapa negara di Timur Tengah untuk melakukan
investasi melalui sukuk di Malaysia. Dengan alasan ada beberapa sukuk di Malaysia
yang masih menggunakan akad ba’i al-‘Înah yang menurut pandangan mereka tidak
diperbolehkan dalam sistem investasi syariah, hal ini terjadi juga di Indonesia yang
mana ada beberapa emiten yang masih menggunakan akad ba’i al- ‘Înah, sehingga
investor-investor asing khususnya dari kawasan Timur Tengah enggan untuk
berinvestasi dalam bentuk sukuk di Indonesia. Masalah yang lain adalah, manajemen
risiko atau pengelolaan risiko, seperti adanya risiko operasional dan risiko
ketidakpatuhan pada prinsip syariah atau shariah compliance risk. Begitu juga
perbedaan pada proses teknik dan konsep penyaringan (stock screening) instrumen
investasi syariah yang berbeda di setiap negara, sehingga menyulitkan untuk
menyatukan visi dan misi untuk suatu produk instrumen investasi syariah agar dapat
di terima di semua negara.
Bukan hanya itu saja yang menjadi tantangan dan permasalahan sukuk ke
depan, masih ada lagi tantangan yang harus kita hadapi dalam mengembangkan sukuk
terutama di Indonesia, terutama kurangnya pemahaman masyarakat akan keberadaan
sukuk. Hal ini menjadi permasalahan klasik yang bukan hanya terjadi pada sukuk
saja, akan tetapi terjadi juga pada instrumeninstrumen investasi lainnya seperti saham
syariah, reksadana syariah, asuransi syariah, pegadaian syariah dan lain sebagainya,
terutama sistem bagi hasil yang hanya dikenal oleh kalangan pemodal saja.
Lahirnya UU SBSN memberi harapan kepada pelaku sukuk untuk
mengembangkan sukuk di Indonesia, akan tetapi harapan ini hanya diamini oleh
beberapa kalangan saja terutama pemerintah. Hal ini disebabkan oleh
ketidakmampuan Undang-undang untuk menjangkau pengaturan sukuk yang diterbit
kan oleh Pemerintah Daerah dan korporasi. Sehingga negara terkesan hanya
mementingkan dirinya sendiri, tanpa mengakomodir pelaku-pelaku sukuk lainnya
terutama korporasi.
Ada beberapa inisiatif strategis yang perlu segera dijalankan dalam upaya
mengoptimalkan peluang pengembangan instrumen sukuk ini antara lain:
Pertama, melakukan sosialisasi dalam rangka memberikan pemahaman
kepada masyarakat luas tentang keberadaan sukuk dengan melibatkan banyak pihak
seperti praktisi, pengamat, akademisi, dan ulama di bidang ekonomi Islam. Kedua,
melakukan upaya strategis dalam rangka menarik minat investor, terutama yang
masih bersikap pragmatis, yaitu mereka yang mempunyai orientasi keuntungan
semata. Selama ini sukuk hanya dianggap sebagai “the second best choise”, dengan
mempertimbangkan lebih dahulu pilihan-pilihan yang lain. Ketiga, meningkatkan
kinerja sukuk agar tidak kalah dengan obligasi konvensional. Keempat,
mengantisipasi berbagai risiko yang dapat ditimbulkan akibat dari skim sukuk sebagai
sebuah investment tools yang relatif baru. Dengan menerapkan prinsip manajemen
risiko terutama dalam kerangka utang serta memberikan strategi swap suku bunga,
maupun nilai tukar dapat digunakan sebagai solusi untuk dapat diterapkan dalam
manajemen risiko sukuk.
Kelima, pemerintah perlu segera mendorong terbentuknya lembaga SPV milik
negara sebagai lembaga pengelola aset yang dapat digunakan sebagai media
penerbitan sukuk. Keenam, Pemerintah dapat pula memberikan peluang kepada
BUMN untuk dapat menawarkan investasi secara langsung baik melalui penerbitan
sukuk maupun project financing secara syariah atas proyekproyek infrastruktur yang
direncanakan. Berikutnya setelah kelengkapan terpenuhi, dalam rangka pembangunan
infrastruktur, pemerintah perlu merealisasikan penerbitan obligasi syariah pemerintah
(lokal dan internasional), selain itu korporasi BUMN terutama BUMN infrastruktur
perlu segera merespon peluang tersebut. Pemerintah, korporasi BUMN dan juga
Swasta perlu menyadari potensi industri keuangan syariah (terutama global) yang
sedang tumbuh sangat cepat dan sedang kelebihan likuiditas sekarang ini.
Ketujuh, dalam hal aspek perpajakan dibutuhkan kebijakan yang jelas dan
mendukung, juga insentif yang memadai. Securities Commision Malaysia misalnya,
memberikan insentif pajak yang menarik untuk penerbitan obligasi syariah. Di mana,
biaya yang dikeluarkan terkait emisi obligasi syariah menjadi pengurang pajak.
Begitu juga dengan pendapatan dari obligasi syariah bebas pajak. Belum lagi
pembayaran zakat untuk obligasi syariah juga dihitung sebagai pengurang pajak. Hal
ini menjadikan sukuk Malaysia sangat diminati investor internasional.
3. Reksadana Syariah
Sejak diluncurkan reksadana syariah pertama kali yaitu reksadana, Danareksa
Syariah 25 juni 1997, perkembangan instrumen syariah terus mengalami
perkembangan yang sangat menggembirakan di pasar modal, terlebih di era tahun
2002 sampai dengan pertengahan tahun 2004, instrumen syariah baik reksadana
maupun obligasi dan investasi syariah lainnya mengalami pertumbuhan yang cukup
signifikan yaitu reksadana sampai saat ini berjumlah 10 reksadana (tidak termasuk 2
reksadana yang tidak aktif/bubar) (Sutedi, 2011). Hal-hal yang mempengaruhi
perkembangan pasar modal syariah, antara lain yaitu perkembangan macam
instrumen pasar modal sesuai dengan syariah yang dikuatkan dengan fatwa DSN-
MUI. Kedua, perkembangan transaksi sesuai syariah atas instrumen pasar modal
syariah. Ketiga, perkembangan kelembagaan yang memantau macam dan transaksi
pasar modal syariah (termasuk BAPEPAM syariah, lembaga pemeringkat efek
syariah dan dewan pengawas islamic market/index).
Perkembangan reksadana syariah di mulai dari tahun 2003 sampai dengan saat
ini terus menunjukan angka yang positif, walaupun peningkatan reksadana syariah
tergolong lamban dibandingkan dengan reksadana konvensional tetapi peningkatan
reksadana syariah cukup stabil. Terlihat pada gambar2. Grafik perkembangan
reksadana syariah per 28 Maret 2013, pada tahun 2003 sampai dengan tahun 2007
perkembangan reksadana syariah mengalami peningkatan yang cukup stabil.
Perkembangan reksadana syariah pada tahun 2008 sampai tahun 2009
mengalami peningkatan total nilai aktiva bersih (NAB) yang sangat signifikan,
walaupun pada tahun 2008 mengalami krisis global tidak mengakibatkan terhentinya
pertumbuhan reksadana. Hal ini, mengakibatkan penurunan nilai aktiva bersih (NAB)
mencapai Rp.1.815 miliar sedangkan pada tahun 2009 nilai aktiva bersih meningkat
menjadi Rp.4.530 miliar. Peningkatan tersebut terjadi disebabkan oleh meningkatnya
perekonomian di tahun 2009 yang berdampak pada naiknya harga-harga saham di
bursa. Naiknya harga saham di bursa tentunya akan mempengaruhi nilai aset yang
dikelola reksadana sehingga nilai aktiva bersih per unitnya menjadi meningkat
(BAPEPAM-LK). Selepas dengan adanya krisis global pada tahun 2008 dan mulai
meningkat cukup signifikan pada tahun 2009, perkembangan reksadana syariah untuk
tahun berikutnya mengalami kenaikan yang cukup stabil dikarenakan perekonomian
di Indonesia semakin membaik. Pada Maret 2013 total nilai aktiva bersih (NAB)
reksadana syariah mencapai Rp.8.540,46 miliar yang mencerminkan pertumbuhan
tahunan (CAGR) sebesar 60%.
Peningkatan jumlah reksadana syariah berpengaruh pada peningkatan nilai
aktiva bersih, peningkatan 1 persen akan meningkatkan nilai aktiva bersih (NAB)
reksadana syariah sebesar 0,85 persen. Semakin banyak jumlah reksadana syariah
yang ditawarkan oleh manajer investasi, maka kesempatan berinvestasi pada
reksadana syariah akan semakin meningkat. Oleh karena itu, akan lebih banyak dana
yang ditanamkan investor dalam reksadana syariah tersebut. Adanya perkembangan
reksadana syariah yang setiap tahunnya mengalami peningkatan, diharapkan mampu
bersanding dengan reksadana konvensional di pasar modal.
Perkembangan beberapa produk syariah di pasar modal Indonesia, khususnya
reksadana syariah dalam beberapa tahun terakhir ini mengalami perkembangan yang
cukup signifikan dan stabil. Namun, pengembangan reksadana syariah tersebut juga
mengalami beberapa kendala dalam pengembangannya. Menurut Sudarsono (2004)
kendala pengembangan reksadana syariah disebabkan oleh beberapa faktor, antara
lain:
a. Reksadana relatif dikenal hanya pada kalangan tertentu terutama pada investor
yang akan menanamkan modalnya dan masyarakat yang mempunyai kepentingan
terhadap keberadaan reksadana syariah, sehingga reksadana syariah masih relatif
kurang dikenal oleh masyarakat pada umumnya.
b. Adanya sistem dualisme dalam pasar modal yang menawarkan berinvestasi
melalui reksadana konvesional dan reksadana syariah. Reksadana konvensional
memiliki peluang yang cukup besar karena masyarakat memilih reksadana yang
berpengalaman di pasar modal, sedangkan untuk reksadana syariah belum cukup
untuk membantu dalam aspek perekonomian, dikarenakan investasi di syariah
kreditnya lebih tinggi dan return investasinya tidak terlalu besar. Berinvestasi di
reksadana konvensional dan reksadana syariah pasti memiliki risiko.
c. Meningkatkan perkembangan dan pertumbuhan reksadana syariah perlu bantuan
dari pengusaha dan lembaga-lembaga yang bersangkutan untuk sinergi bagi
peningkatkan perkembangan reksadana di berbagai sektor ekonomi dan
memperkenalkan ekonomi syariah di internasional.
4. Exchange Traded Fund Syariah
Di Indonesia ETF dan ETF syariah dapat dikatakan akan terus mengalami
pertumbuhan di masa depan. Apalagi Indonesia merupakan salah satu negara yang
memiliki jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia. Hal ini menjadikan Indonesia
menjadi negara keempat yang memiliki jumlah penduduk terbesar di dunia. Jumlah
penduduk yang besar ini merupakan peluang untuk pasar modal dan pasar modal
syariah untuk berkembang. Populasi penduduk yang besar juga merupakan peluang
untuk tumbuhnya investor-investor. Hal tersebut merupakan berita positif untuk ETF
dan ETF syariah berkembang di masa depan. Berdasarkan data dari Otoritas Jasa
Keuangan bahwa pertumbuhan ETF mengalami pertumbuhan pesat dalam lima tahun.
Direktur Pengelolaan Investasi Otoritas Jasa Keuangan mengatakan bahwa assets
under management reksa dana ETF mengalami pertumbuhan. Pada tahun 2015
jumlah assets under management Reksa Dana ETF sebesar Rp. 2,6 Triliun. Namun,
pada 14 November 2019 menjadi Rp.15 Triliun atau mengalami pertumbuhan sebesar
477 persen. Menurut Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa Efek
Indonesia bahwa return sebesar 40 persen bisa didapatkan dalam waktu satu tahun.
Salah satu perusahaan manajer investasi yakni PT Indo Premier Investment
Management telah menghimpun dana hingga Rp.1,2 triliun dari ETF. Berdasarkan
data Badan Pusat Statistik pada tahun 2010 jumlah penduduk muslim di Indonesia
berjumlah sebanyak 207.176.162 juta jiwa atau setara dengan 87,17% dari total
penduduk Indonesia pada tahun 2010. Jumlah penduduk Indonesia yang mayoritas
muslim memberikan peluang untuk ETF syariah berkembang dengan baik serta
mendapatkan investor. PT Sinarmas Assets Management pada paruh kedua tahun
2019 menerbitkan ETF syariah. Hal tersebut mengindikasikan bahwa ETF syariah
akan terus mengalami pertumbuhan.
Perkembangan ETF dan ETF syariah di Indonesia juga mengalami tantangan.
Pertama, literasi terhadap ETF dan ETF syariah (pengetahuan) yang terbatas.
Masyarakat indonesia masih tidak mengetahui tentang pasar modal maupun pasar
modal syariah. Pengetahuan yang terbatas tentang pasar modal dan pasar modal
syariah membuat masyarakat indonesia enggan mengetahui produk investasi apa saja
yang terdapat pada pasar modal Indonesia. Hal ini menjadikan kurangnya minat
masyarakat Indonesia untuk berkeinginan melakukan investasi pada produkproduk
investasi baru, khususnya pada ETF dan ETF syariah. ETF dan ETF syariah
merupakan produk investasi yang cukup asing ditelinga masyarakat indonesia. Dapat
dikatakan bahwa penelitian yang membahas tentang ETF dan ETF syariah di
Indonesia masih belum banyak dilakukan. Terbatasnya produk ETF dan ETF syariah
membuat penelitian terhadap ETF dan ETF syariah terutama di Indonesia masih
belum banyak dilakukan. Kedua, ETF dan ETF syariah di Indonesia masih di
dominasi oleh investor institusi. Hal ini dapat dikatakan belum ideal, seharusnya
komposisi antara investor institusi dan investor individu. Ini merupakan tantangan
untuk ETF dan ETF syariah menarik minta investor individu.

B. Perkembangan Investasi Syariah di Pasar Modal Lain


Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI), Indeks harga saham gabungan
merupakan cerminan dari pergerakan harga seluruh saham yang telah melantai di Bursa
Efek Indonesia. Sedangkan indeks saham syariah Indonesia ialah indeks saham yang
merefleksikan keseluruhan saham yang telah di screening sesuai dengan kepatuhan
syariah dan di review setiap 6 bulan sekali oleh regulator. Indeks ini diperkenalkan
kepada publik pertama kali pada tahun 2011 (Firdausi, Fahmi, & Saptono, 2016).
Hubungan Bursa Saham Syariah Malaysia dengan ISSI, Malaysia termasuk salah
satu negara yang memiliki regional dekat dengan Indonesia, hal ini memungkinan
terdapat hubungan yang erat antar negara tak terkecuali pada pasar saham syariah
Malaysia yang akan mempengaruhi ISSI. Adapun alasan lain yaitu tingginya minat
pemilik modal dari negara yang beribukota di Kuala Lumpur ini untuk berinvestasi di
negara Indonesia serta karena dorongan kerjasama bilateral di banyak bidang terlebih
pada bidang ekonomi beberapa tahun terakhir.
Di Negara tersebut juga terdapat saham-saham yang tergabung dalam indeks
syariah. Pasar Modal Syariah di Malaysia terbentuk pada awalnya karena besarnya
permintaan pasar pada awal tahun 90-an. Keberhasilan penerapan perbankan syariah
memicu investor untuk dapat berinvestasi sesuai dengan kaidah-kaidah investasi secara
Islami. Pada tanggal 22 Januari 2007, bursa Malaysia melakukan kerjasama dengan
FTSE Group dan menghasilkan indeks syariah baru yang dikenal dengan FTSE Bursa
Malaysia EMAS Shariah Index (FBMS). Dengan diperkenalkannya FBMS, KLSE (Kuala
Lumpur Stock Exchange) secara resmi dinonaktifkan pada tanggal 1 November 2007 dan
diganti dengan FBMS, setelah selama sembilan bulan sama-sama diaktifkan sejajar
dengan FBMS. Saat ini. FBMS menjadi satu-satunya benchmark saham syariah di
Malaysia (Bursa Malaysia). FBMS terdiri dari perusahaan-perusahaan yang memenuhi
kriteria syariah yang telah ditetapkan oleh SAC per semester. Sampai akhir tahun 2007,
saham yang sesuai dengan prinsip syariah telah tercatat sebanyak 853 saham, yakni
kurang lebih 89% dari 991 saham yang tercatat di bursa Malaysia. Dari 853 saham
syariah tersebut, 513 saham berada pada papan utama, 220 sahamberada pada papan
kedua dan 120 saham berada pada papan Mesdaq (Securities Commission Malaysia,
2007:19-36).

Perkembangan FTSE Bursa Malaysia EMAS selama 5 tahun yaitu mulai


tahun 2007-2012 dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Perkembangan FTSE Bursa Malaysia EMAS tahun 2007-2011

Sumber: Securities Commission Malaysia, 2012


Dari gambar perkembangan FTSE Bursa Malaysia EMAS diatas, dapat diketahui
bahwa mulai tahun 2009 sampai dengan tahun 2011 mengalami peningkatan yang
signifikan. Meskipun pada awal tahun 2008 mengalami penurunan hingga akhir tahun
2008, tetapi pada tahun 2009 terjadi peningkatan yang cukup baik.
Dengan banyaknya alternatif pilihan saham-saham yang ada di pasar modal, untuk
menghindari risiko yang tinggi, investor bisa menerapkan portofolio saham atau
diversifikasi saham. Salah satu caranya adalah dengan menempatkan sejumlah dana pada
berbagai alternatif investasi yang berkorelasi negatif agar dana dapat menghasilkan
pengembangan yang optimal (Suci, 2013).
Setelah investor membentuk portofolio saham, maka perlu dilakukan evaluasi
terhadap kinerja portofolio yang telah dibentuk. Tujuan penilaian kinerja portofolio
adalah untuk mengetahui dan menganalisis apakah portofolio yang dibentuk telah dapat
meningkatkan kemungkinan tercapainya tujuan investasi sehingga dapat diketahui
portofolio mana yang memiliki kinerja yang lebih baik jika ditinjau dari tingkat
pengembalian dan risikonya masing-masing. Metode untuk penilaian kinerja portofolio
ini pada umumnya ada 3 yaitu indeks Sharpe, indeks Treynor, dan indeks Jansen (Halim,
2005:68).
folio diukur dengan cara Dalam metode indeks Sharpe, kinerja membandingkan
antara premi risiko portofolio dengan risiko portofolio yang dinyatakan dengan standar
deviasi (total risiko). Sedangkan dalam metode indeks Treynor, kinerja portofolio diukur
dengan cara membandingkan antara premi risiko portofolio dengan risiko portofolio yang
dinyatakan dengan beta. Dan metode indeks Jensen, yaitu yang didasarkan pada konsep
garis pasar sekuritas yang merupakan garis yang menghubungkan portofolio pasar
dengan kesempatan investasi yang bebas risiko, sehingga secara matematis dirumuskan
Rp Rf (Rm- Rf) Bp (Halim, 2005:69).
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Perkembangan investasi syariah di Indonesia tak lepas dari pengembangan keuangan
syariah nasional, baik duri aspek kelembagaan keuangan syariah dan infrastruktur penunjangnya,
keahlian dan perangkat regulasi serta sistem pengawasan, maupun awareness dan literasi
masyarakat terhadap layanan jasa keuangan syariah. Berbagai sinergi aktivitas ekonomi syariah
yang secara timbal balik juga saling mendukung seperti industri makanan, produk kosmetika dan
obat-obatan halal, fashion muslim, dan pariwisata syariah.
Indonesia sebagai negara mayoritas beragama muslim, sejatinya industri pasar modal
syariah sudah berkembang pesat. Namun faktanya, kondisi tersebut masih jauh dari harapan dan
bahkan pengembangan pasar modal syariah belum digarap optimal sehingga penetrasi pasar
masih rendah ketimbang dengan negara tetangga.
Malaysia termasuk salah satu negara yang memiliki regional dekat dengan Indonesia, hal
ini memungkinan terdapat hubungan yang erat antar negara tak terkecuali pada pasar saham
syariah Malaysia yang akan mempengaruhi ISSI. Adapun alasan lain yaitu tingginya minat
pemilik modal dari negara yang beribukota di Kuala Lumpur ini untuk berinvestasi di negara
Indonesia serta karena dorongan kerjasama bilateral di banyak bidang terlebih pada bidang
ekonomi beberapa tahun terakhir.
DAFTAR PUSTAKA

Ardian Sutedi. (2011). Pasar Modal Syariah.


Cet. 1. Jakarta: Sinar Grafika.
Fatwal DSN-MUI No. 80/DSN- MUI/III/2011 tentang Penerapan Prinsip Syariah dalam
Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Reguler Bursa Efek
Muhammad Nafik HR. (2009). Bursa Efek www.idx.co.id dan Investasi Syariah. Jakarta:
Serambi Ilmu Semesta.
M. Roem Syibly. (2007). Spekulasi Dalam Pasar Saham. Jurnal Ekonomi Islam Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1995 La Riba. Vol. No.1.

Anda mungkin juga menyukai