Anda di halaman 1dari 2

Berdasarkan pemaparan dari Samsul Wahidin(2010:46), wawasan nusantara merupakan cara pandang,

cara memahami, cara menghayati, bahkan cara bersikap warga negara Indonesia yang mencerminkan
interaksi psikologis maupun sosiokultural dalam artian yang luas dan mencakup aspek asta grata. Di sisi
lain, terdapat pengertian dari geopolitik. Sedangkan pengertian dari geopolitik yang telah dipaparkan oleh
Sunarso(2006) adalah suatu ilmu penyelenggaraan sistem ketatanegaraan dimana setiap kebijakan yang
dibuat akan dihubungkan dengan masalah geografi wilayah atau tempat tinggal suatu bangsa.
Dengan demikian, dapat diartikan bahwa wawasan nusantara sebagai geopolitik Indonesia merupakan
suatu paham yang menyatukan perbedaan baik dari aspek agama, budaya, ras, serta batasan wilayah
secara geografis di seluruh Indonesia yang dibentuk dan dijiwai oleh pemahaman kekuasaan bangsa
Indonesia untuk mencapai tujuan nasional yang bersandar pada nilai-nilai pancasila.
Akan tetapi menurut pandangan saya, penyalahgunaan kekuasaan masih sering terjadi, seperti halnya
konflik pemilihan kepala daerah yang didominasi oleh putra daerah karena didukung faktor internal
seperti memanfaatkan adat istiadat setempat, suku, agama, garis keturunan, bahkan ahli waris, dapat
dijadikan tema kampanye dan senjata untuk mendapatkan suara dari rakyat, sehingga dapat membuat
calon kepala daerah yang berasal dari luar daerah tersebut memutuskan untuk mundur dari pilkada.
Permainan isu seperti ini dalam proses pilkada bukanlah hal yang baru lagi. Strategi politik klasik seperti
ini nyatanya mengangkat isu primodial dan menjadi perhatian di beberapa daerah. Padahal, makna dari
putra daerah sebenarnya merupakan seseorang yang memiliki kelayakan dalam memimpin, kelayakan
pengetahuan akan daerah dan rakyat yang akan dipimpinnya, serta berpedoman pada nilai-nilai Pancasila
untuk mencapai tujuan politik dari daerah tersebut selama masa pemerintahannya nanti, jadi tidak harus
seseorang yang lahir ataupun memiliki garis keturunan dengan salah satu petinggi di daerah tersebut.
Pemilih yang hanya menimbang keaslian darah seorang kandidat dan terikat adat istiadat setempat
merupakan pemilih yang menjadikan dirinya sebagai pemilih primordial serta belum bias menjadi pemilih
rasional-kalkulatif yang memikirkan isu putra daerah dan dikaitkan dengan kualitas kelayakan
kepemimpinan yang dimiliki oleh sang kandidat dengan menguji seberapa jauh pemahaman,
pengetahuan, serta empati terhadap daerah tersebut.
Sebagai tambahan, jika dilihat dari persyaratan menjadi kepala daerah dapat dipahami secara jelas bahwa
di dalam Undang-Undang sebenarnya tidak ada pernyataan mengenai ketentuan yang mengharuskan
bakal calon kepala daerah harus berasal dari daerah tersebut (Undang-Undang No. 8 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pengganti Undang-Undang No. 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati
dan Walikota. Calon kepala daerah bisa merupakan pasangan calon yang di usulkan oleh partai politik
dan/atau bisa juga merupakan pasangan calon perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang).
Daftar Pustaka :
Wahidin, Samsul.2010.Pokok-Pokok Pendidikan Kewarganegaraan.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sunarso, dkk.2006.Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi.Yogyakarta: UNYPress.

Sumber informasi :
BMP Pendidikan Kewarganegaraan (MKDU4111) Modul 2/2.2-2.17
Sumber internet :
kesbangpol.kulonprogokab.go.id. 2022, 4 Juli. Wawasan Nusantara Sebagai Geopolitik Indonesia.
Diakses pada 18 Oktober 2022, dari https://kesbangpol.kulonprogokab.go.id/detil/545/wawasan-
nusantara-sebagai-geopolitik-indonesia
rechtsvinding.bphn.go.id. 2015, 1 April. Dinamika Hukum Pemilihan Kepala Daerah Menuju Proses
Demokrasi dalam Otonomi Daerah. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional
Badan Pembinaan Hukum Nasional. Diakses pada 18 Oktober 2022, dari
https://rechtsvinding.bphn.go.id/ejournal/index.php/jrv/article/view/49

Anda mungkin juga menyukai