Abstract
Ethnic politics in West Lampung, especially regional elections and legislative elections in
West Lampung where elites who run for candidates are more likely to choose their partners
based on ethnic representation to promote ethnic solidarity in their area and forms of
mobilization in influencing voters by figures the Sai Batin custom in winning the regional
head in West Lampung.
In this case, it uses descriptive analysis regarding the problem of the sons and daughters of
the region becoming the main commodity in ethnic politics, which indirectly excludes non-
ethnic or often called import people. From observations it was mentioned that Muklis Basri
had established friendships and commitments to the traditional and adat leaders of Sai Batin
in West Lampung. The form of attention is a lot of traditional activities, and Sai Batin's
traditional ceremonies are made a permanent regional and tourism agenda in West Lampung
Regency. Likewise, the closeness to the community's persuasive approach, Mukhlis can
attract the sympathy of the community by paying great attention to local customs and the
public interest. The existence of adat balancer has the authority to make decisions about the
results of deliberations in this case mobilization to influence voters.
Abstrak
Politik etnis di Lampung Barat, terutama pemilihan kepala daerah dan pemilihan umum
legislatif di Lampung Barat di mana elit yang mencalonkan diri sebagai kandidat lebih
cenderung memilih pasangannya berdasarkan perwakilan etnis untuk mempromosikan
solidaritas etnis di daerah mereka dan bentuk-bentuk mobilisasi dalam mempengaruhi
pemilih yang dilakukan tokoh adat Sai Batin dalam pemenangan kepala daerah di Lampung
Barat.
Dalam hal ini menggunakan deskripstif analisis yang berkenaan masalah putra-putra daerah
menjadi komoditas utama dalam politik etnik, yang secara tidak langsung menyingkirkan
non-etnis atau sering disebut orang-orang impor. Dari pengamatan disebutkan bahwa Muklis
Basri telah menjalin persahabatan dan komitmen kepada para pemimpin tradisional dan adat
Sai Batin di Lampung Barat. Bentuk perhatiannya adalah banyak kegiatan tradisional, dan
upacara tradisional Sai Batin yang dijadikan agenda tetap regional dan pariwisata di
Kabupaten Lampung Barat. Demikian juga kedekatan dengan pendekatan persuasif
masyarakat, Mukhlis dapat menarik simpati masyarakat dengan memberi perhatian besar
pada adat istiadat setempat dan kepentingan umum. Keberadaan penyeimbang adat memiliki
wewenang untuk membuat keputusan tentang hasil musyawarah dalam hal ini mobilisasi
untuk mempengaruhi pemilih.
Keywords
Ethnic Politics, Saibatin, Mobilization
Pendahuluan
dalamnya dalam pengelolaan masalah etnisitas dalam sistem politik dan demokrasi.2
Universitas Amsterdam.3 Studi yang melibatkan berbagai ilmuwan dari beragam latar
belakang disiplin ilmu ini menyimpulkan bahwa konstruksi identitas etnik sering
berhubungan dengan pertanyaan kekuasaan, agama, hukum dan gender. Oleh karena itu,
konstruksi identitias etnik selalu dibangun dalam hubungannya dengan system politik,
Selanjutnya afiliasi etnis dapat dinyatakan pada skala yang berbeda dengan organisasi
sosial. Ditingkat tertinggi terdapat formasi makro-etnik, seperti Galia dan Jerman.
Sementara itu pada tingkat local atau regional, terdapat kelompok sosial yang kecil
Fenomena khas pasca Orde Baru adalah dalam dinamika politik di Lampung adalah
1
Identitas etnis adalah produk sosial yang berisi konsep relasional yang terkait dengan identifikassi diri
(subyektifitas) dan asal usul sosial (obyektifitas). Dengan demikian, identitas etnik dipahami sebagai proses peciptaan batas-
batas formasi dan dtegakkan dalam kondisi sosio-historis yang spesifik. Schultz dan Lavenda (2001) memberikan artikulasi
bahwa identitas etnik diciptakan oleh proses sejarah yang menggabungkan kelompok-kelompok sosial yang berbeda ke
dalam struktur politik yang tnggal dibawah kondisi-kondisi sosial tertentu. Dalam hal ini, Bourdieu (1977) sepakat bahwa
identittas etnik merupakan hassil dan modus konstruksi sosial yang dibangun antar subyek dan obyek yang disebut opus
operantum dan modus operandi. Dengan demikian, kekuatan identitas etnik adalah kuasa (power) yang melekat pada etnik
dan dijadikan sebagai sarana aktor yang melakukan pengorganisasian atau mobilisassi massa dalam arena kehidupan seperti
sosial, ekonomi dan politik.
2
The Politics of ethnicity and Identities, http://www.academia. edu/3150565, diakses pada tanggal 4/11/2019.
3
Hasil studi yang dilakukan Pusat Arkeologi, Universitas Amsterdam didanai oleh Netherlands Organisation for
scintific research (NWO). Hasil studi tersebut selanjutnya dijadikan buku berjudul Ethnic Contructs in Antiquity ditulis
Derks, T. And Roymans, N. (eds) dan diterbitkan di Amsterdam University Press 2009. Studi yang dilakukan beberapa
ilmuwan dari berbagai latar belakang beragam, seperti sosiolog, antropologi, dan arkeologi
4
Derks, T. And Roymans, N (eds).. The Role Power and tradition. Ethnic Contructs in Antiquity. Amsterdam;
Amsterdam University Press. 2009. Hlm 1-2.
dalam tubuh partai politik dan DPRD terutama pada pemilihan kepala daerah tahun 2012
Asmu’ie meneliti integrasi politik etnis, dan penelitian ini meneliti politik identitas etnis. 5
mengatakan bahwa perbedaan etnis maupun kultur akan menjadi pusat konflik,
sementara dalam penelitian ini menggunakan teori Manuel Castells yang mengatakan,
bahwa politik identitas merupakan partisipasi individu dan lebih ditentukan oleh budaya
Dalam beberapa studi kasus mengenai identitas etnik dalam politik terjadi pada
pemilihan umum kepala daerah Lampung Barat pada tahun 2012 diikuti oleh 295.326
warga daerah yang memiliki hak pilih. Jumlah tersebut terdiri dari pemilih laki-laki dan
berjumlah 138.475 orang. Dibandingkan dengan pilkada tahun 2007, jumlah tersebut
meningkat sekitar 10% yakni 200.456 jiwa.7 Pasca berakhirnya masa jabatannya sebagai
Bupati Lampung Barat Mukhlis Basri mengikuti kontestasi pemilihan umum legislative
2019 juga menunjukan hal yang serupa Dengan perolehan 52.40 % suara DPR RI, PDIP
Lambar juga menempatkan kader terbaiknya, mantan Bupati Lampung Barat dua
periode, Mukhlis Basri, ke Senayan dan menjadi penyumbang suara terbesar dalam
5
Disertasi Asmu’ie 2006 menulis sebuah disertasi tentang integrasi politik di Kabupaten Ketapang dengan
menggunakan landasan teori integrasi politik dan melalui sumber informasi dengan observasi langsung.
6
Cliford Geertz, The Intepretation of Cultures New York Basic Books .1973 . hlm 273 -277
7
M. Tohamaksun, Pemilukada Lampung Barat 295.326 Pemilih, http: //lampung.antaranews.com/
berita/263984/pemilukada-lampung-barat-295326-pemilih diakses pada tanggal 4/11/2019.
8
Satriawan, PDIP Lambar Dominasi Kursi Legislatif, Mukhlis Basri Lolos ke Senayan,
https://www.saibumi.com /artikel-93349-pdip-lambar-dominasi-kursi-legislatif-mukhlis-basri-lolos-ke-senayan.html
Ada kesan untuk lebih memprioritaskan etnis Lampung dalam rekruitmen politik.
Berkembang istilah “orang kita” (untuk menunjuk etnis Lampung) dan istilah “bukan
orang kita” (untuk menunjuk etnis non Lampung). Selain itu berkembangnya istilah
Dalam banyak kasus, tidak terkecuali yang terjadi di Lampung Barat, dominasi etnis
mayoritas menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi politik yang ada. Sehingga politik
hanya bisa dikonsumsi dan dinikmati oleh kalangan etnis mayoritas saja. Sebuah pilihan
sikap politik yang jauh dari semangat demokratisasi, yang sesungguhnya menjadi
Isu etnis sebagai komoditas politik masih sering terjadi. Pemilihan isu yang diusung pun
semakin canggih. Semula diharapkan pembauran beragam etnis dengan sendirinya akan
Kajian Teori
Politik identitas mendapat tempat yang teristimewa dalam beberapa tahun terakhir.
Dalam studi pasca kolonial mengenai politik identitas sudah lama digeluti. Pemikir
seperti Ania Loomba, Homi K. Bhabha dan Gayatri C Stivak adalah nama-nama yang
biasa dirujuk. Mereka di rujuk karena sumbangsihnya dalam meletakkan politik identitas
sebagai ciptaan wacana sejarah dan budaya. Sementara dalam literatur ilmu politik,
politik identitas dibedakan secara tajam antara identitas politik ( Political Identity)
9
Political identity merupakan kontruksi yang menentukan posisi kepentingan subjek didalam ikatan suatu
komunitas, politik sedangkan political identity mengacu pada mekanisme politik pengorganisasian identitas ( basik
identitas politik maupun identitas sosial) sebagai sumber dan sarana politik.
Pemaknaan bahwa politik identitas sebagai sumber dan sarana politik dalam pertarungan
perebutan kekuasaan politik sangat dimungkinkan dan kian memuka dalam praktek
politik sehari-hari. Karena itu para ilmuwan yang bergelut dalam wacana politik identitas
berusaha sekuat mngkin untuk mencoba menafsirkan kembali dalam logika yang sangat
sederhana dan lebih opersaional. Misalnya saja Castells 10 politik identitas merupakan
partisipasi indvidual pada kehidupan sosial yang lebih ditentukan oleh budaya dan
psikologis seseorang. Identitas merupakan proses kontruksi dasar dari budaya dan
psikotural dari seorang individu yang memberi arti dan tujuan hidup dari individu
tersebut, karena terbentuknya identitas adalah dari proses dialog internal dan interaksi
sosial.
Dalam diskursus teoritis politik identitas, terdapat perdebatan dua kubu besar ketika
Bagi peganut liberalism, individu adalah makhluk bebas yang tidak terkaitkonteks
konkretnya yang berasal dari komunitasya, kita akan mendapatkan sebuah gambaran
abstrak universal tentang “manusia pada umumnya” yang bersih dari ciri-ciri dan nilai-
Individu atau subyek yang tidak bersituasi ini hanya memiliki ciri universal yang sama,
individualnya.12 Selanjutnya, dengan memakai konsep subyek etis dan subyek hukum,
10
Manuel Castells, Network Society From Knowledge to Policy..Washington, DC: Johns Hopkins Center
forTransatlantic Relations, 2010:6-7
11
Michael Sandel adalah tokoh atau ilmuwan yang mewakili kubu komunitarianisme. Berbeda dengan neo marxis,
kubu ini lebih memilih mengolah isi kritik pada ranah teori politik, dalam pijaknnya teoritisnya, para peneliti komunitarian
lebih menghubungkan diri pada Aristoteles, Hegel, Rousessau, A. Tocquevilee di =bandingkan KarlMarx. Sementara itu,
tokoh yang mewakili penganut, tokoh inspirasi kaum liberalism adalah I. Kant. T. Hobbes. J. S. Mill dan Montesque.
12
F. Budi Hardiman, Demokrasi Deliberatif, (Yogyakarta: Kanisius, 2009), Hlm. 182.
penganut liberalisme beranggapan bahwa subyek etis mengacu pada suatu identitas yang
ditentukan orientasi kultural dan arah-arah keyakinan religious. Jadi, subyek tidak
bersangkutan dengan identitas private seseorang yang dapat berubah melalui perubahan
Politik identitas mencerminkan sebuah proses dialektika dalam memahami identitas itu
sendiri, dalam membaca realitas sosial, politik identitas adalah suatu realitas sosial.
(interior).
Politik identitas dalam pemahaman eksterior merupakan suatu kniscayaan dari struktur
dari latar belakang identitas yang berbeda, baik itu etnik, agama, ras maupun gender
Adanya perbedaan alami ini medorong setiap individu untuk membangun reasi sosial di
antara idividu masing-masing dalam arena kehidupan (baik sosial, ekonomi, maupun
politik). Adapun relasi yang dibangun tersebut bisa saja melekat (embedded) dengan
identitas alami yang dimiliki (agama, etnik, gender), tapi dapat juga terlepas dari konteks
identitas yang ada sebelumnya. Bahkan, dari relasi yang dibangun tersebut, tida menutup
kemungkinan lahirnya “identitas baru” dengan ciri dan karateristik yang sama sekali
bagian dari diri pelaku sosial. Tindakan sosial atau politik yang dilakukan aktor
tersebut. Berangkat dari uraian dan pemahaman eksterior dan interior tersebut, maka
pembentukan identitas (etik, agama, dan sebagainya) senantiasa bertitik tolak pada
Dalam konteks negara bangsa yang baru muncul Geertz berkeyakinan bahwa untuk
menguatnya sentimen keetnisan tetap besar sering dengan tetap besarnya peluang
menguatnya sentimen primordial. Hal ini terkait dengan persoalan turut sertanya segenap
elemen masyarakat ke dalam sebuah negara baru Namun dalam perkembangannya
beberapa faktor turut berperan dalam memunculkan sentimen etnis Hal ini terutama
terkait jika kemudian pemerintahan yang menggantikan penguasa kolonial sengaja
menciptakan kebijakan yang bersifat tidak proporsional.13
Terkait dengan kebangkitan sentimen etnis menurut Joseph Rothscild terdapat dua alasan
mengapa sebuah kelompok etnis yang semula berkehendak membentuk bangsa
kemudian dalam perjalanannya menjadi kehilangan orientasi nasionalismenya Pertama
hal itu disebabkan adanya kompetisi dalam bidang politik ekonomi sosial dan budaya
yang tidak imbang yang kemudian mendorong menguatnya identitas suatu kelompok
etnis Kedua adanya aktor yang menggerakkan anggota kelompok etnis sehingga
memiliki sentimen keetnisan yang kemudian mengarah pada pembentukan sebuah
bangsa yang mandiri.14
Politisasi etnik15 terjadi karena liberalisasi politik, otonomi daerah dan desentralisasi
kepegawaian. Pasca orde baru, elit-elit politik dan birokrasi memiliki kesempatan yang
lebih mudah dalam memainkan peranannya. Dalam rekrutmen politik, para elit daerah
13
Cliford Geertz. The Intepretation ofCultures New York Basic Books .1973 hlm 269-277
14
Joseph Rothscild. Ethnopolities A Conceptual Framework New York .Columbia University Press hlm 29
15
Fredrickson mengatakan bahwa etnik dapat dilacak melalui tanda-tanda atau pertanda yang dimiliki oleh
individu atau kelompok-kelompok sosial sosial, seperti bahasa, agama , kebiasaan dan ciri fisik yang dibawa sejak lahir
(Fredrickson, 2012:18). Pada aspek kebiasaan (budaya), Bart (1998:12-13) menganggap klasifikasi seseorang atau kelompok
setempat dalam keanggotaan suatu kelompok etnik tergantung pada kemampuan seseorang atau kelompok etnik tergantung
pada kemampuan seseorang atau kelompok ini untuk memperlihatkan sifat budaya kelompok tersebut. Selain itu, Barth
menambahkan bahwa budaya yang tampak menunjukan adanya oengaruh ekologi.
politiknya.16 Para elit daerah juga lebih leluasa memanfaatkan etnisitas sebagai bagian
dari upaya mencapai tujuan politiknya. Etnisitas bahkan menjadi alat yang cukup ampuh
untuk menciptakan isu dan “sebagai” kendaraan untuk mencapai jenjang karir politik
atau birokrasi yang lebih tinggi17. Kondisi demikian sangat jauh berbeda dengan masa
Orde baru. Secara formal, pemerintah orde baru melarang penggunaan elemen suku,
Di arena politik, identitas etnik di reproduksi sebagai doxa isu “putera daerah” yang
politiknya. Tentang hal ini Eindhoeven tegas menyatakan momentum reformasi telah
Etnis yang mengklaim sebagai etnis asli suatu daerah berupaya untuk mendapatkan
peranan yang lebih besar dalam politik. Oleh karena itu, etnisitas berperan penting dalam
politik lokal. Begitupun kontestasi pemilukada di Lampung Barat pada tahun 2012 dan
pemilihan umum legislatif 2019 menyatakan kesamaan dan persaudaraan suatu etnis
terjadi.
Clifford Geertz mengungkapan etnisitas menjadi karakter, kualitas atau kondisi yang
dimiliki oleh suatu kelompok etnis, atapun kelompok etnis itu sendiri. Geertz
ikatan darah, ras, pola-pola dominasi, bahasa, agama, adat istiadat, geografi dan
sejarah.19 Berdasarkan beberapa definisi diatas, politisasi etnis akan rentan sekali terjadi
16
Tabah Mayanah, Tesis yang berjudul Strategi politik Etnis Lampung memanfaatkan liberalisasi politik dalam
rekrutmen jabatan publik di Propinsi Lampung tahun 1999-2007. 2014. Hlm 80.
17
Ibid.
18
Eindhoven Myrna. Identitas Representasi dan Pemerintahan di Kepulauan Mentawai Pasca orde baru dalam
politik lokal di Indonesia. 2007. Hlm100-104.
19
Clifford Geertz,. Politik Kebudayaan. Terjemah Kanisius, Yogyakarta, 1994, Hlm. 39
apabila masalah etnis telah diangkat dalam isu-isu pemilu. Etnis sebagai instrumen
politik yang dapat dimanfaatkan untuk memobilisasi massa memang dapat mendorong
berdasarkan etnis juga mengalami penonjolan sedemikan rupa. Etnisitas menjadi isu
yang penting dalam rekrutmen birokrasi, penentuan pejabat publik, pilkada langsung,
Karena karakteristik itu muncullah kekerabatan. Pada masa orde baru jabatan-jabatan
Lampung Barat di dominassi etnis Lampung. Jumlah etnis Lampung yang menduduki
jabatan birokrasi dan jabatan politik semakin meningkat Isu “Putera Daerah” menjadi
kompetisi pemilu sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku, dimana partai politik
perlu memonitor dan mengevaluasi setiap strategi dan aktifitas yang dilakukan partai lain
layaknya prinsip ‘zero sum’ setiap kemenangan dari satu pemain merupakan kekalahan
Isu etnis sebagai paling komersil sebagai komoditas politik. Pemilihan isu yang diusung
pun semakin variatif. Semula diharapkan pembauran beragam etnis dengan sendirinya
akan mengaburkan isu tersebut. Karena sebagian masyarakat kita masih hidup di wilayah
perdesaaan yang bersifat homogen dan sangat peka pada isu identitas sosial mereka. Isu
tentang etnis Jawa dan Lampung kembali menjadi perbincangan hangat menjelang
Dalam beberapa kesempatan masa pencalonan Mukhlis Basri sering silaturahmi dengan
masyarakat maupun ketua adat minta restu untuk pencalonan di pilkada 2012. Dalam
20
Firmanzah .Marketing Politik; Antara Pemahaman dan Realitas (Jakarta: Yayasan. Obor Indonesia, 2008) hlm 33
beberapa pertemuan terakhir Mukhlis Basri dan Makmur Azhari memang konsisten dan
komitmen terhadap tokoh-tokoh adat dan adat istiadat Sai Batin khususnya di Lampung
barat. Istilah orang kita itu muncul ketika itu mendaftarkan diri sebagai calon kepala
daerah kita, membangun daerah kelahiran patut di kedepankan terutama putera daerah.
adat Sai Batin yang dijadikan agenda tetap daerah dan pariwisata di Kabupaten Lampung
Menurut Dwyer22, pembedaan antara “orang dalam” (insider) dan “orang luar” (out
sider) merupakan syarat dari etnisitas. Tanpa pembedaan tersebut tidak akan ada
mempersatukan yakni jiwa persatuan dan kesatuan nyata di Lampung Barat, begitupun
Politik etnisitas merupakan praktek politik yang berdasarkan identitas kelompok etnis,
yang merupakan kontras dari praktek pilitik yang berdasarkan kepentingan (interest),
politik etnisitas merupakan bentuk mobilisasi politik atas dasar identitas kolektif etnis,
yang sebelumnya disembunyikan, ditekan, atau diabaikan oleh kelompok dominan atau
oleh agenda politik. Dengan demikian politik etnisitas menggunakan etnis sebagai basis
mengatakan Mukhlis konsisten dan komitmen terhadap tokoh-tokoh adat istiadat Sai
21
Hasil wawancara dengan Cahyadi Muis “faktor pertama karena Mukhlis incumbent. Faktor kedua kedekatan
Mukhlis dengan tokoh-tokoh adat, kedekatan ini sudah dibangun Mukhlis pada saat 5 tahun sebelum periode ke 2 dia
menjabat Bupati, bantuan serta perhatian yang diberikan Mukhlis pada adat istiadat di Lampung Barat ini yang menjad
nilai lebih Mukhlis.”
22
Dwyer, Larry, Peter Forsyth, and Rao Prasada. "Tourism price competitiveness & journey purpose." Turizam
47.4 (1999): hlm 47.
Batin di Lampung barat. Dengan masyarakat pun sangat dekat dalam perhatiaan
apapun.23
Dari beberapa presentase etnis yang menduduki jabatan partai dan menjadi calon anggota
legislatif juga mengalami peningkatan. Pada pemilihan kepala daerah secara langsung
yang berasal dari etnis Lampung. Isu “putera daerah” merupakan isu yang menonjol
dalam pilkada langsung. Hasilnya pada tahun 2005 ketika pilkada pertama kali digelar,
dari enam pilkada di kabupaten/kota dua wilayah Way Kanan dan Lampung Tengah
kepala daerahnya beretnis Lampung, sementara tiga pasangan beretnis Jawa dan satu
pasangan beretnis berasal dari wilayah Sumatera Selatan, sedangkan untuk posisi wakil
Melihat polarisasi kesukuan dalam peningkatan suara kemenangan dalam hal ini efektif
dalam arti pemilih yang cenderung homogen dapat dimungkinkan politisasi etnis dalam
Tentu ada beberapa faktor pendukung serta benang merah untuk mengetahui alasan
kemenangan incumbent adanya bantuaan dan mobilisasi dari kelompok sai bathin. Pada
dasarnya warga adat sai bathin secara umum merupakan kolektivitas sosial yang
memiliki aturan-aturan internal dan ketekadan yang kuat. Secara kultural merupakan satu
kesatuan hidup yang diatur oleh peraturan dan norma sosial dan hukum adat yang
berkembang. Selain itu juga mematuhi asas perintah atau daulah dari raja karena sifatnya
23
Berikut pernyataan Sobirin sebagai ketua tim pemenangan Mukhlis Basri :“ya pendekatan bapak dengan
masyarakat dari kesukuan dan perhatiaan nya sudah jelas ya, dalam kampanye pun beliau fokus pada budaya”
24
Arizka Warganegara. Lampung Post, Selasa, 18 Maret 2014
mengikat. Di sisi lain seorang penyimbang adat mempunyai kewenangan untuk membuat
mengembangkan daerahnya.26
kekerabatan. Bahwa paling tidak suatu kelompok etnis telah menjalin kontak atau
hubungan dengan etnis lain diluarnya agar pemaknaan polarisasi menuju kemajemukan
nyata.27
Politik etnisitas merupakan aktualisasi politik yang berdasarkan dari kelompok etnis,
yang berdasarkan kepentingan. Politik etnisitas merupakan bentuk mobilisasi politik atas
dasar identitas kolektif etnis, yang sebelumnya disembunyikan ditekan atau diabaikan
kepentingan adat di Lampung Barat, menjadikan agenda tahunan wajib bagi pemda
ketika pak Mukhlis bila menang dan tentunya kepentingan untuk kegiatan adat sangat
25
Hasil wawancara Lanjut pernyataan Pangeran Edward Syah Pernong :“ Kepaksiaan dimaksudkan dapat
mempersatukan, di Lampung Barat perasaan dan rasa kesatuan begitu nyata, begitupun dalam pemilu setiap individu
memiliki keeratan dan berkomitmen apabila mendukung salah satu calon”
26
Hasil wawancara dengan tokoh adat Andri Meri Yusdiantoro: ”Pak Muklis sudah aktif di partai sejak lama
tentu koordinasi sangat solid ditambahkan aktif di organisasi kesukuan ataupun ormas yang ada sehingga tinggal
menjalankan nya saja, terlebih kesatuan suku itu yang dominan dalam mobilisasi kerabat satu akan menyampaikan dengan
kerabat lainnya”
27
Istilah masyarakat majemuk, ungkapan Furnivval (2009). Masyarakat majemuk menurut Furnivall adalah suatu
masyarakat yang terdiri dari satu atau lebih golongan atau tata sosial yang hidup berdampingan, tapi tanpa berbaur, dalam
satu unit politik,furnivall mengatakan bahwa Indonesia adalah satu dari sekian negara tropis yang mempunyai tipe ekstrem
masyarakat majemuk. Negara lainnya yang berciri masyarakat majemu seperti Kanda, Perancis, Amerika Serikat dan Afrika
Selatan.
diperhatikan bisa dikatakan pendekatan persuasif didapat. Pendekatan itu ada bahwa
Perjuangan politik identitas pada dasarnya ialah perjuangan kelompok atau orang-orang
pinggiran (pariferi), baik secara politik, sosial, maupun budaya dan ekonomi. Pendekatan
khusus yang dilakukan oleh pak Mukhlis dan tim kampanye dengan tokoh-tokoh adat Sai
Batin di Lampung Barat yakni melakukan kegiatan dengan tokoh-tokoh adat Sai Batin
ini misalnya dengan mengumpulkan tokoh-tokoh adat dalam kagiatan formal dan
Mukhlis memiliki komunikasi yang baik dengan tokoh-tokoh adat khususnya pangeran
Hal ini yang menjadi kekuatan utama dari calon incumbent yang memanfaatkan potensi
putera daerah mengembangkan daerahnya. Dalam hal ini incumbent Mukhlis selaku
Lampung Barat maupun berbagai kegiatan yang gunanya untuk pendekatan ke konsituen,
tentu kedekatan sekaligus putera daerah yang ingin membangun serta disambut baik oleh
keturunan kerajaan dari Skala bekhak. Dan dari kriteria tersebut Mukhlis selaku putera
daerah memiliki ciri pemimpin sesuai ideologi atau aturan yang dmiliki kerajaan skala
bekhak yakni Orang yang bisa menjaga kerukunan dan keberagaman, Menjunjung tinggi
nilai-nilai lokal, Memiliki sikap egaliterian dan tata krama, Akomodatif terhadap
Elit-elit politik dan birokrasi di daerah memiliki kesempatan yang lebih luas untuk
memainkan peranannya. Dalam rekrutmen politik, para elit daerah lebih leluasa
mencapai tujuan politiknya. Etnisitas bahkan menjadi alat yang cukup ampuh untuk
menciptakan isu dan sebagai “kendaraan” untuk mencapai jenjang karir politik atau
birokrasi yang lebih tinggi. Dalam mencalonkan diri tidak ada janji-janji tertentu pada
masyarakat.
Hanya saja program yang ditawarkan yakni pendidikan, kesehatan, sosial, dan agama.
Dalam mencalonkan diri sudah pasti bekal SDM sangat dibutuhkan. Menurut David
Leviathan,28 argumen yang digunakan adalah bahwa tingkat penerimaan masyarakat akan
jauh lebih tinggi jika komposisi pegawai instansi pemerintah memperhatikan keragaman
yang ada dalam masyarakat kedalam tubuh birokrasi maka legitimasi sebuah kebijakan
akan semakin tinggi.30 Disisi lain, liberalisasi politik telah mendorong konsistensi politik
antar elite yang berimplikasi pada netralitas birokrasi. PNS yang seharusnya bekerja pada
yang digunakan untuk memobilisasi dukungan dan perolehan suara dalam pemilihan
kepala daerah, terutama bagi incumbent. Kondisi dan situasi politik yang dihadapi PNS
berkaitan dengan kondisi birokrasi bahwa belum didukung perangkat hukum yang kuat
mengumpulkan basis masa yakni dengan melibatkan PNS dari kota hingga desa yang
28
David Leviathan, Mencari Bentuk Otonomi Daerah; Suatu Solusi Menjawab Kebutuhan Lokal dan
Tantangan Global, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), Hlm. 37.
29
Politik yang diartikan alat untuk mencapai tujuan kerakyatan tidak dapat berjalan pada praktiknya apabila tidak
terdapat legitimasi dan konsensus.
30
Mendasari seluruh konotasi negatif akan makna politik, maka politik kenegaraan membutuhkan penguatan agar
dapat menjamin kelangsungan pelaksanaan prosedural politik itu sendiri.
Mc Carthy dalam Tarrow31 menyebutkan bahwa struktur mobilisasi politik memiliki dua
kategori yaitu kategori formal dan informal. Kategori formal meliputi lembaga dan
kekerabatan dan pertemanan. Dalam hal ini incumbent Muklis aktif di partai PDIP sejak
lama sangat tentu koordinasi sangat solid ditambahkan aktif di organisasi kesukuan
ataupun ormas yang ada sehingga mudah menjalankannya saja, terlebih kesatuan suku itu
yang dominan dalam memobilisasi suara khususnya dan dalam mobilisasi kerabat satu
Serta strategi kampanye yang dilakukan pada pilkada 2012 adalah dengan
memobilisas beberapa elemen masyarakat seperti jaringan petani, pedagang, fajar sunda,
dengan tim dari partai kota atau provinsi. Tim ahli/ tim kampanye dalam berkampanye
menggunakan SWOT, karena calon bupati adalah product yang setiap harinya harus
ditinjau perkembangannya. Evaluasi kampanye selalu dilakukan setiap hari dengan tim
kampanye.
31
John D. McCarthy dan Mayer N. Zald (editor’s), Comparative Perspectives on Social Movements:
Political Opportunities, Mobilizing Structures, and Cultural Pembingkaians, (USA: Cambridge Universuty Press,
1986), Hlm. 48.
Perubahan politik, aturan main, dan tata kelembagaannya membawa pengaruh yang
sangat signifikan. Tidak hanya pada politik level nasional, namun pengaruhnya juga
kewenangan yang besar kepada masyarakat dan pemerintah daerah. Perubahan juga
berdampak kepada bangkitnya kesadaran daerah dan kesadaran etnis lokal yang
memungkinkan terjadinya reclaiming position oleh etnis lokal. Pada tingkat lebih lanjut,
semua perubahan politik yang diakibatkan oleh liberalisasi politik memberikan peluang
terjadinya politisasi etnis. Politisasi etnis tidak hanya dilakukan pada ranah politik, tetapi
Dalam hal ini pada pelaksanaanya rekruitmen jabatan publik disesuaikan dengan
peraturan yang ada. Selain memberikan kekuasaan yang besar kepada kepala daerah,
perubahan politik juga menyebabkan kebangkitan etnis. Pada akhirnya panggung politik,
Identitas etnik dalam kontestasi politik lokal tidak bisa lepas dari kuasa simbolis, ekonomi
dan politik. Identitas etnik sebagai instrument dalam arena ekonomi politik lokal, dapat
dimulai dari melihat posisi subjektif aktor ketika memainkan peran yang menentukan
tersebut. Pada kemenngan mukhlis basri baik pemilihan umum kepala daerah 2012 maupun
pemilihan umum legislative 2019 adanya bantuan dan mobilisasi dari kelompok adat Sai
Batin serta mengakomodasi kepentingan politiknya, Sai Batin sendiri suatu suku/kelompok,
garis keturunan yang bermakna satu batin atau memiliki satu junjungan, Begitupun dengan
sikap politik dari suku ini, apabila ada perintah dan masukan dari ketua adat ataupun raja
merupakan suatu hal yang diikuti (primordial). Kewenangan dan fatwanya secara internal
dipatuhi sebagai norma hukum yang dapat mengatur dan melindungi stabilitas hubungan
sosial antar warga, termasuk keserasian hubungan masyarakat dengan alam sekitar. Hal ini
yang menjadi kekuatan utama dari calon incumbent yang memanfaatkan potensi putera
daerah mengembangkan daerahnya. Warga masyarakat adat Saibatin secara umum
merupakan sejumlah kolektivitas sosial yang masing-masing memiliki aturan internal
tersendiri. Secara kultural masyarakat adat Saibatin merupakan kesatuan-kesatuan hidup yang
diatur oleh peraturan-peraturan yang berasal dari norma-norma sosial dan hukum adat yang
hidup berkembang dalam masyarakat bersangkutan. Eksitensi institusi perwatin adat
merupakan wadah penyimbang adat dalam setiap musyawarah, terutama mengenai urusan
adat dan kemasyarakatan. Seorang penyimbang adat mempunyai kewenangan untuk
membuat keputusan hasil musyawarah.
Serta mobilisasi untuk mempengaruhi pemilih Mukhlis menjalin silahturahmi dan komitmen
terhadap tokoh-tokoh adat dan adat istiadat Sai Batin di Lampung barat dimana ketua adat
sebagai tim sukses untuk mengarahkan, mengajak untuk mendukung, memilih serta bantuan
sharing terhadap strategi Pemerintahan Lampung Barat kepemimpinan Mukhlis Basri juga
begitu besar perhatiannya pada adat istiadat Sai Batin. Bentuk perhatiannya banyak kegiatan-
kegiatan adat, dan upacara-upacara adat Sai Batin yang dijadikan agenda tetap daerah dan
pariwisata di Kabupaten Lampung Barat. Begitupun kedekatan dengan masyarakat
pendekatan persuasif Mukhlis dapat menarik simpati masyarakat dengan menaruh perhatian
besar kepada adat setempat serta kepentingan umum.
DAFTAR PUSTAKA
Abd Halim. 2014. Politik Lokal. Yogyakarta: Lembaga Pengkajian Pembangunan Bangsa.
247 halaman.
Abdilah S, Ubed. 2002. Politik Identitas Etnis, Pergulatan Tanda Tanpa Identitas. Magelang:
Indonesia.
Bown, David. 1994. The State And Ethnic Politics in South East Asia. New York and
London: Routledge.
Bourdieu, Pierre. 2011. Chose Dites: Uraian dan Pemikiran. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
Bourdieu, Pierre. 2010. Arena Produksi Kultural: Sebuah Kajian Sosiologi Budaya.
Terjemahan The Field Of Cultural Production: Essays on Art and Leterature.
Yogyakarta:Kreasi Wacana
Bourdieu, Pierre, and Passeron, J.-C. 1979. The Inheritors: French Students and their
Relations to Culture. University of Chicago, Press. Chicago.
Buchori, Sri Astuti. 2014. Kebangkitan Etnis Menuju Politik Identitas. Jakarta: Yayasan
Pustaka Obor Indonesia. 230 halaman.
Derks, T. and Roymans, N. (Eds). 2009. The Role Power and Tradition: Ethnic Constucts in
Antiquity. Amsterdam: Amsterdam University Press.
Dwyer, Larry, Peter Forsyth, and Rao Prasada. 1999 "Tourism price competitiveness &
journey purpose." Turizam 47.4 (): hlm 47.
Firmanzah. 2008. Marketing Politik; Antara Pemahaman dan Realitas Jakarta: Yayasan.
Obor Indonesia.
Geddes, Barbara. 1994. Politicion’s Dilemma, Building State Capasity in Latin America.
California: University of California Press.
Geertz Cliford. 1973. The Intepretation ofCultures New York Basic Books .. hlm 273 -277
Geovanie Jeffrie. 2013. The Pluralism Project: Potret Pemilu, Demokrasi, dan Islam di
Amerika. Jakarta Selatan: Expose (PT Mizan Publika). 262 halaman.
Junaedi Fajar. 2013. Komunikasi Politik: Teori, Aplikasi dan Strategi di Indonesia.
Yogyakarta: Buku Litera Yogyakarta. 222 halaman.
Maryanah Tabah,. 2014. Strategi politik Etnis Lampung memanfaatkan liberalisasi politik
dalam rekrutmen jabatan publik di Provinsi Lampung tahun 1999-2007. Tesis Hlm 80
Miles, Matthew B, dan A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI
Press. 490 halaman.
Muhtar Haboddin, 2012, Menguatnya Politik Identitas di Ranah Lokal. Jurnal Studi Ilmu
Pemerintahan Unversitas Brawijaya Malang
Nordholt Henk Schulte, Gerry Van Klinken, Ireen Karang Hoogenboom. 2007. Politik Lokal
di Indonesia. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. 706 halaman.
Nurhasi Moch. 2005. Konflik Antar Elit Politik Lokal Dalam Pemilihan Kepala Daerah.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 309 halaman.
Leviathan David. 2003. Mencari Bentuk Otonomi Daerah; Suatu Solusi Menjawab
Kebutuhan Lokal dan Tantangan Global, (Jakarta: Rineka Cipta,)
Ritzer, G. dan Goodman, DJ., Teori Sosiologi Modern, Jakarta: Kencana, 2003. Hal 45
Said Edward W. 2005. Bukan Eropa Freud dan Politik Identitas Timur Tengah. Tanggerang:
C.V Langit Aksara. 72 halaman.
Sjaf Sofyan. 2014. Politik Etnik Dinamika Politik Lokal di Kendari. Jakarta: Yayasan Pustaka
Obor Indonesia. 385 halaman.
Sri Astuti Buchari 2014.Kebangkitan Etnis Menuju Politik Identitas, Yayasan Pustaka Obor
Indonesia Jakarta, 2014. 230 Halaman
Sujadi Firman. 2013. Lampung Sai Bumi Ruwa Jurai. Jakarta: Cita Insani Madani.
Widyawati Nina. 2014. Etnisitas dan Agama Sebagai Isu Politik. Jakarta: Yayasan Pustaka
Obor Indonesia. 245 halaman.