Abstrak
Eskalasi pol itik identitas dalam panggung politik lokal maupun nasional
semakin mengkhawatirkan. Sentimen etnis, agama, dan kedaerahan dimainkan
begitu rupa dalam politik elektoral tanpa mengindahkan terkikisnya kerukunan
masyarakat. Mobilisasi dan instrumentalisasi perbedaan hanya untuk
kepentingan praginatis elektoral tentu bertentangan dengan semangat Bhinneka
Turiggal Ika. Makalah ini hendak membahas 'Refieksi antropologis menyikapi
menguatnya eskalasi politik identitas pada tahun politik dengan mengurai hasmt
kuasa manusia dan instrumentalisasi serta mobilisasi identitas dalam kontestasi
pol itik nasional”. Melalui refleksi inilah. antropotogi dapat menegaskan posisi
intelektualnya dalam percaturan pol itik dan kebudayaan bangsa Indonesia yang
den ikian dinamis.
Prawacana
Politik identitas ibarat fenomena gunung es (iceberg phenomenon).
Kemunculandan besarannya sulit diprediksikan, tetapi keberadaannya berpotensi
ınembahayakan. Hal ini tampak dalam fenomena Pemilihan Gubetnur DKl Jakarta
201 7 yang membangkitkan kesadaran ırıasyarakat lndorıesia bahwa politik identitas
tidak pernah padam dalam arena perpolitikan di negeri ini.Kekalahan ‘ Ahok’ (Basuki
Tjahaja Purnama) dalam kontestasi politik tersebut ditengarai karena kentalnya politik
identitas, ketiırıbang adu gagasan dan kebijakan. Isu politik identitas semakin kentara
ketika Ahok diduga melakukan penistaan agama terkait pernyataannya mengutip Surat
Al-Maidah, Ayat 5 1 2. Wacana etnisitas dan agaınaterbukti berhasildikapitalisasiuntuk
merebut emosi ıuassa, bahkan ınementahkan rasionalitas politik kala itu. Betapa tidak?
Ahokadalah caloıa petahana yang didukungoleh partai-partai politik pemilik kursi
' Penuİis udulah Guı u Beau Antropologi Uni»ersitms Ljdayona. Bel i. Makalah disompaikan dalam
Seminur Nasional dan Pı aluk»korş’a A susiasi Departcn eı /.lurusan A ntropologi Selu uh Indonesia
(ADJASI), Fakultas Iineu Budala Univcı sitas f-talu Oleo, 29—30 November 2018.
Di kIJtİp dari I ! I I’ : , ‘' t '-: ı I •! ' I ’ ’ 'ı • ‘ ‹ !› . I t › ii !i !. - :•l ’ I I I ' I . I -- l. c ll ı ı I - ,tl i .. i -j?L lee i | İ| a ll- ,Uh'« I t I •
j:ll..ıı ‹.› ' 7îü4U . hı » I. 3U Maı-eı 20 17. diakses tanggcl 2 Nov«mfi'er 2018. Namun hasil penelitian Ian
W il son mcnyatakan bahn'a kekalahan A hck karcna rak\at kcci] tidak sukm dengan gaya bicara Ahok dan
pengguSLtFall S0WtI1ûrtg-\\’CnGrtg (Î Ii t j \h , 1 '.,ı'.I, ‹ I < ll ı I 'r› c. ı ı v' ‹<Î fif fi ” fi | ‘zı f} <'I›.IÎ -rl Îı ı 1 - Î-..fl ,j! ı - \ ü'ı > I-
çlfı,!- î' ‹;Iiı ›- '‹› *ı! . 'i. ! ı ' : .ü :, î . 23 A|aril 2017. Jıakscs tanggal 2 Nnvembe‹ 2018).
mayoritas di parlernen dan tınggul pa‹1asejum Iah leınbaga survei. ditambah lagi citra
pcrsonaln\ a yang kuntrc\’meial.
Pilgub DK I .lnkarta 2017. m tmgk in hank a salah satuınan i festasi politik
identitas dalaır Lonıcstasi poliı ik lukal’, xx 4lauprîn dapat dipandang sebagai contolJ yang
paling mengesankan. Mengingat momentuın politik ini tidaksaja ınemperlihatknn
keberhasilan politik identitas dalam sistem elek toral (one ///‹ı// one ›'c/ ). tetapi
juga bcrimplikasi Iuas terhadap pcningkatan cskalasi politik identitaspada pang¿urıny
politik tingkat ılasioılal. Peı11 i lih an K.H. Ma‘ rrıt Amien scbagai Ca lon Wakil Presiden,
ditengarai banyak pihak seba¿aiı›pa; a mcnanykal Jsu anti-ulana” } ang kerap ditujukan
kepada Joko W idodo lcı rıtaına olch pihak cposisi. Implikasi Iainn¿a bahwa
merebaknya keıTıbali isu SA RA dalam\vacana publik. t uya kerap dikaitkan dengan Pilgub
DKI sehagainlana dirıtaı°akan oleh Santır l... (20 17: I 7),beriLtIt imi.
Situasi srJsiaI pc litik di lndcncs ia saat ini sedang rentan dengan isu SARA. P
¢rbedaan yang tadin;a saling ılJeleîlgkapi menjadi saling berhadapan. Kehiılekaan
dan keberagamml ras. srıku, adat, dan agam a } ang scjak dulu mcnjadi identitas
bangsa Indonesia men jadi tcrancam. Keadaan ini ınenguat seıak kontestasi Pil
kada DKI .lakarta 2017 hingga berlant ut pada peristiwa deınonstrasi sdÂt \\’akİ !
Ketua DPR Fahı i Hamzah mclak‹ıkan k /njungan kerja ke Manado, S ula sesi Utara
maupun penolakan terhadap Gubernur Kaliınantan Bal at Ccrnclis saat ın engik
uti Pekan NasionaI Kontak Tani Nelayan Andalan Ke- I fi rî i Acele.
bcrbaha\ a). Aılinya. politik identitas tidak west i selalu dianggap buruk dan
membahayakan demokrasi. meskipun peluang melahirkan politi k yang tidak beradab
sepeı tinya jauI1 lebih besa‹ .
Identitas dan relas i-r¢lasi polit ikn}a sesrıngguhn\a ıllerupakan ranah kaj ian
yang lebih drılu tamiliar dalam antropologi. dibandingkan iini u politik. Politik identitas
harrı mcngem uka dalam ihuu pcl itik setelah disimposiulukan pada perteın uan
intcrnasional A susiasi I liliu» an Politik Intcrnasiunal di W ima pada 1994 (Abdilal ,
2002: I G). Geertz ( 1973:2G‘J—277). scndiri sebenarnya telah mewanti-\vanti peluang
bangkitn}’a sontimcn prinıoı dial dalane negara barrı — pascakemerdekaan.
SeIaintraılstornJasi kesadaran dari ctnis ınen]acli bangsa yang tidak selal \ı berjalan
ı1ıulus. t uga kaı ena peı1Jerintalıanharu ıncwarisi kondisi kctimpangan antarwila¿alı
ak ibat kgbi talan r z im kclcnialselı ing a menü in pan latensi Lonflik. Fenomena ini seolalı-
olalo ı11cn\ etujui pundan an Anderson ( 1999:2 I ) bah va bangsa hanyalah komrınitas infaz
iner. Parcklı (2007:306). menegaskan bahwa komuni tas politik ini mencakup j utaan oı ang ;
ang beI \Iı1J pernah tcrl ihat dan ırıungkin sata tidaL akan pcrnah saling melihat, tetapi reı cka
dilıarapkan tetap ıne u bayar pajak. n emberikan pengorhanan, hallkaıJ n}‘ananya untuk
hangsa.
Kendall den ikian, keria keıas para antı cpolog yang mclahirkan ribuan
eksemp lar kaj ian tentang identitas budaya dan politik idcntitasrupanyc belum ıTıampu
meıllbaılgtınkesadaran politik mas}’arakat }‘ang lcbih bcrmartabat. H ipokrisi
(kemunatıkaM) SOSıOI dan i ilantiI isı (›ı/ıaran kcbcncian) hadir heriringan dengan
ınenguatn}’a esk alasi politik identitas terutaına pada tahun-tahun politik. Isu SARA
dikap italisasi. dimol ilisasi. dan diinstruılıcntalisasi bcgitrı ı upa den i kepentingan
pragınat is elektoral yang mclcmallkan cneı gi hangsa lndonesia untuk menatap masa
depan kch id ıpan berbangsa dan bcrnegaıa \ ang lebih baik. Karena itrılah. mcntadi
panggi lan intclektrıal dan ı11oraI bagi antropologi untuk ınercflcksikan kondisi tersebut
terutama dalane ı allgka peınosisian (/›rJ.\///r›/7/rıy) kcbrldayaan sehagai penggerak
transtorırıasi masyarakat. Mengrırai henang kus\ıt polit ik identitas dan merak ut ken bali
bcnang-benang kcban saan tentrı ıncni•* i tangguny ja›•ab antropologi masa depan.
Tanggrm jawab itu pula }’ang ırcn} ¢manyati penrılis untuk menyaj ikan ınakalah ini
sebagailettıpan kecil peniiki ı an ”antropolog tua' yang masih percaya bahwa
keanekaraganJall htıda} a bangsa I ndonesia adalahanugerah yang harus dirawat,
dikcmban¿ukan. sckaligus dibeı da} akan sebagai ırıodal dasar pcmbangunan dem i
kesejahteraan rakyat Indoncsia, Dalum ınas} arakat } anc berbudaya dan sejahtcra t¢ntu
politik identitas akan kelJilangan si¿nifikansinya.
Politik Identitas dnn Basrat Kekuasaan
Identitas dan relasi-relasi politikn; a sesungguhnya melckat dalam setiap tatanan
kchid‹ıpaM sosial. Hogi dan Abrams ( I 9B8) ınen¿atakan bahwa datam setiap
masyarakal. sccara lı irarkis terstrukttır kategori-kategori sosial yang ıTıerupakan
pcn*gc longan oranı ırcn\ıı ut neÜ ara. ras, kclas sosia1. pekerjaan, İenis kclamin. agama,
dan tain sebagainşa. Dalam s¢tiap kategori sosial tcrsebut melekat kekuasaan, status,
dan maı1abat yang pada aklıirn} a new unculkan strtıktur sosial yang khas dalam
ınasyarakat. \aitu eti uLtur yani meııent ıkan kekuasaan dan status hubungan
antaı individu dan aı1taI kelompok. Artin\ a, identitas sebagai kategori sosiokultural dan
kekuasaan sebagai katoyuı i politik. adalahdua rcalitas dalan satu fenomena.Dengan
kata lain, politik idcntitas ırıeı upakan gejalaprırba dalan kehidfıpan sosial, ketika ia
dipaha nisebagai pende fınisian kclompok dalam perbcdaann} a dengan kelo/npok lain,
scrta inteıaksi antarkcIcınpok.
4
simboI-sii11boI pentiilg dihadirkan untuk iTicrnba•s un integrasisosial dansolidaritas
keloiTipok. Gagasan Drirkheim ( 1993) baIi\\ a keperca}’aan dan praktiL-praktik religi
adalah wujud kesaJaran kolekti t — atau aginaa sepenuhnta bersiMat sosial —
i scngisyai atkan ctékti v itas peilggtinaan sin bol-simbol úgaina untuk mciv bangkitkan
solidaritas kelompok. A pabila solidaritas kelompok ini ken udian dihubungkan dengan
hasrat Lekuasaan manusia untuk mcnguasai } ang lain. iraka politik identitias
bei dasarkan seiltimcn pl iinoi dial ras. suku. dan religi-agamasulit dihindarkan.
Per¿uerakan liasi at kckuasaan dalain skala yang lebih hcsar merepresentasikan
dii i daIan1 pcnak lukan satu bangsa atas hangsa lain ataxi imperialisme. Dalam
imperialismc. politik idcntitas i1JcmasuL:i babak baru bahwa pendeti nisian idcntitas-
idcntitas kelonlpok cenderung dilakukankelonl pok pemcnang. Istilah‹Jo.\y//,
‹/‹/.ru(pc lay an, hudak) dalai\J catatan sctarah politik Ind ía Ktino meruj uk pada ras
pi ibuiTi i liJdia lang ditak IuLkan oIch hangsa Aria. sehingya ‹la.s ul j siga benrakna ‘yang
bukan“Ar¿a(Shaw ma, 1990: I 0- I I ). S istem pcrhudakan pada ahad ke- 18 hingga 19 di
Amei ika mcnandaia\v al terbentukn} a rasisiri¢ } any inclakini bahwa ras. kelompok,
suku, atau mai ga krilit liitairi mcmi lik i tingkat scsial lang lchili rcndah, dibandingkan
ras. kelompck. suku. atau u arga kulit pritih di Amei'ika (Marger. I 994:29).Pemerintah
kclcnial Bclanda juga incIaLukan hal serupad i Indonesia dcncan strategi ‹f'c°› i‹Ie an‹J
/ o/ -n\‘avangn em‹›sisikan hangsa Eropa scbagai kc las tertingg i. Timur Asing scbagai
kc las kcdua, dan pribunl i atau Blue i Putcra (/n/‹/n‹/c› ) scbagai kelas
tercndah(1n‹li.‹các
taispai pada tah‹\p ini tclas bah›va ic!entitas tidak lagi disusrln berdasarkan
natak-watak pi imoi dial. tetapidiilegosiasikan seca a terus-menerusdalam berbagai
kunteks yang si fàtn\ a situasional (9ai th. 1 988). Para antropo log seperti K ing. V ickei s,
Ei ikscn, Picai d. dan Wood. |uya meg ak ini bahwa identitas budaya (denganscngaja)
dibcntuL atau dibangun (Manriati. 20()4 :23). Identitas } ang dibentuk dalaiTi rangka
kekriasaan lianlpii s¢lalu bcrhribringan dcnyan mar|inalisasi. dominasi. bahkan
eksploitasi bcrhagai l›idang kcliidupai1. Istilah l›I‹ic k di Aineri ka iTi isaln¿a. bukan lagi
masalahpigincntasi. illelai nkail sriatu Lale¿uori scjarah.poIitik, dan kultul al. Identitas ini
sengaj a diciptakan padamoi1icn-mcnlcnpolitiS5cbagai konsekriensi dari pcrtartlngan
sin beIis dan idcclogis. Atas alasan itu pula. Presiden Jamaika inerangkul Bob Mai ley
yang mcrcprescntasikan etnis kulit hitam dcmi kepenti» an politiknya (HalI, 19fi I :55—
34).
K uatnya pcngaruh in pcrialisirie dan kolcnialisiTie dalam peinbentukail idcntitas
suatu etnis atau bangsa dengan skcma J ikctoir is .\ ii¡›‹•i ion-in,f‹°rioi , in group-uiii gruiip,
bcserta segaJa kctiJaksetaraan dan kctidakadi lan di dalamnya, akhirnya memicu
Iahirn\ a gerakan-geraLan perla ‘anan berbasis identitas. Hasrat terbebas daribelenggu
kekuasaan bangsa lain dan menl banü in kek\iasaannya sendiri. juga terjadi dalam
perlawanan yang dilakukan banbsa Indoilcsia pada pcnjajah. Scntimen kebangsaan pun
dibangrin untuk ircnggerakkcn semangatperlawanan. seperti deklarasi ’Sumpah
Pemuda' gang inenjsd ‹ i»on›entnn1 se jarah untuk menú atukan berhagai identitas daJam
satti koilscnsus nasional. yakni satu lanah air. satu bangsa, dan satu bahasa. Perlav‘anan
tcrlladap pei¿|ajah }‘ang scmula bei sifát lckal mulai bc‹s erak kc arah perlawanan
kolektif yang ilJcillbuahkan Pioklamasi Ke ncrdekaan 17 A gust\is 1945. Negara
Kesatuan Rcpuhlik Indcncsia pada aklJii nta mentadi r imah baru bangsa Indonesia
dengan keanckarayaman sukei, agama, rüs, dan buda;an}‘a.
Kendati deiTi ik ian,kemcidckaan bukanlahakh ir dari politik identitas. inelainkan
habak bai u yang mclihatkail negara-bangsa scbagai identitas iiasional, sekaliyus ” yang
lain” dai i identitas etnis. Politik identitas pascakeinei dekaan pun bcrgerak ke ranah
baru, yakni antara ctinisitas dan nasionalisiTie.Walaupun Ledua konsep ini beikcrabat, tetapi
dalam praktik. perbedaan kcJ uan}’a sanyatlah rumit (Erikscn, 1993). Oleh karenanya,
transformar i bangsu Indcnesia dalailJ irene askan identi\as nasionalnya juga
xengalami prohlcnlat ika }‘ang runt il daIarn praktik kehidupan berbangsa dan bernegara.
Men¿ingat keircrdek aan lahir dari rcvolusi politik nasional }‘ang tiba-tiba. inendahului
kesiapan banksa dalam i1i an} cdiakan pii anti-piranti ncgara. Tcrb\ikti bahwa penetapan
dasar, bent\ik, dan konst itusi negai a. tcrn} ataiTien}‘isakan problema idcologiskarena
tidak sepenuhnya nJampu mengakomodasi kepcntiilyan s¢luruh elemen bangsa.
A\\’al keinei dekaan ditrtnda i den ai1 sercnintan pemherontakan, seperti PKT di
Madiun ( 1 948). DI/TII di Jan a Bai at dan mcl uas ke heberapa daerah ( I 949-196'i),
Angkatan Pei ang Ratu Adil I?30). ftepub lik Maltiku Selatan/RMS ( 1930). PRRI dan
Pernlcsta (1 0b8-I 96 I ). serta puncakn}’a G/30/S/PKI ( I fió3).Dalain konstelasi golitik
idcntitas. pen bciontakan-pcillbcrontakan terscbut dilatarbelakangi oleh ideologi agama
* Islam ’ (D f/TI f), scntinicn kcdaci ahail (RMS). ketidaLharnlonisan hubungan prisat dan
üaeı ah (PRRI/Pcıtnesta). dan idcolo¿L i pclitik ylcbal (PKI)”. Pada sisi lain, sistem
politik ınultipaı tai }’ang diharapkan ınaınpuırcngakcmodasi kcpentingan kelompok
agana. nasionalis, dan komunis. ternyata ınalahnlem pertaİam konflik horizontal
terutamapada ıTıas¿arakat lslam Ja'•va. Mengingat masyarakat Islaır di Jawa
(›rınlri,‹Ib‹ınş•un, /›rı›’c› /)teı nyata new il iki kccenderungan bcrafi liasi ke partai politik
yang bcı beda-beda. M rıslim .\‹//1// iceı1der\ıng berafıl iasi ke partai-partdİ bcrbasis agama, s
¢pert i Masyum i dan N L î: ka ıın‹ıh‹ıny‹ııı ccnderun mendukung partai sckuler-
nunreligius, scpcrti PA l. PKI. dan PSI : sedanykan kaulm muslim priy‹/yi cendcrung
mendukuılÜ partai sekuler-nasionalis. khusrlsnya Partai Mtlrha (Geertz, I 976:23 I )".
Getala politik identitas } ang Ilıengeınuka pada ara ini ınenandai kuatnya hasrat
keloınpok ideologis untuk menguasai pemerintahan di tingkat pusat, baik ınelalui
kekua tan ın ı I itet maprm partai politik. Di lain pihak. tura sentimen kcdaerahan
ıTıendoı on gei akan separatis untuk membangrın prısat kekuasaan baru yang tcrpisah
dari Negara K esatuan Republik lndoılesia.
Selant utnya. pemeriıltahan Orde Barrı menerapkan kebijakan yang berbeda
dalam meny ikapi potensi berkembangnya politik identitas dalam
mas} arakat.Penlerintah tclah mengam bil peran dominan dalaın pengc lolaanetnisitas
(dan agam‹\) nde lalui pcnafsiı an tungÜ â l terhadap Pancas ila sebagai idcologi negara.
Situasi keaınanan ne gara cendcrtıny stabi I di perm fıkaan karena pemerintahınengambil
sikap depresif leı hudap berbagai isu. ideolo i, dan ekspresi b odaya//y‹/n. yang
dipandang dapat mcngancaın dan ı»engganggu stabilitas nasional. Kebi ]akan ini
dirlukung clehkcı;|a ıniliterınclalui Dw ifunysi ABRI, ¿akni sebayai alat keamanan
sekaligus alal politik pcnlcı imalı (N urkhoiron, 2007: 3). Dalam sistem kepartaian,
pemerintah Ordc Baı tı m¢neı apLan pı insip mai oritas ı ııJ_•gal (.\ //4g/a nıo)oriIy)
sehingga Golongan Karya (Golkaı ) selalu menjacli pemenang Pemilu dan menguasai
mayoritas kuı si parleıfientıntuk mengamankan kepentingan pemerintah. Langkah ini
berhâ5i I melanğgengkan ı czimOrde Baru hingga 32 lahun.
Era RcForiTiasi yang inengrisung Semd ngat k¢bebasan berserikat dan
berpendapat, scrta kchijakan dckonsentrasi dan desentralisasi dalam mengatur
hubfingan pusat-daei'ah,seolah-olall mentadiar¢na kebangk itan kembali politik identitas
setelahlama dibungkam oleh sikap rcpresif peinerintah hörde Baru. Keloinpok
pengusuny “ Ideologi Islam ' yang berkali-kali ingin irerebut kekuasaan pusat pada era
Ordc Lama7. nan›un eksistensin\a scmpat tenggelam pada masa Orde Baru, seakan-
akan mcndapatkail angin se var keinhali untuk melanjutkan perjuangannya. Para aktiv is
pengusung ideologi Islam mengubah strategi pert uangann}’a dengan cai a-cara yang l
¢bih adapti t terhadap konstittisi negara, seperti mendirikan partai politik berbasis
f slam, mcnguasai kckriasaan iegislati t dan cksekut ifinelalui Pemilu.serta mcndukung
regulasi-regulasi pcmcrintah yang bernuansa agama. misalnya Perda bcrbasis Syariat
(Suaedy. dkL: 2007:24—SI). Dengan poas<rupa.cfiflsitas(danagama)pun muncul di
daerah-dacrah yang ına}’critas pendrıduk ni a beragaına sclain I slam, misamya Bali dan Pap\
ıa. Menguatn\ a wacana Aj«y /t‹//'dan otononJ i khusus Bali,sertaterbitnya Perda ben
basis lu] il di Papuadapat diduba sebagai respcns politik lokal aîas maraknya gejala
politisasi agana di se)umlah dacrah. A rtikulasi politik identitas dengan ınembangkitkan
aspiı asi etnis. agama, dan isu-is i lokalitas menunJukkan sinyal nlutakhir perpolitikan
nasional pascaotoritarianisme Orde Barrı (N urkhoiron. 2007:4).
Gcjala teı°sehut seakan-akau nlenlbcncı kan pendapat Fo\ıcault (dalam Barkcr.
2003:83) bart a kckrıasaan it i tidak tcrpusal hanya pada kepeırı ilikan properti,
iıJstutusi atau stı uktrır, juga teı ıras\ık neyaıa tctapitersebar seperti jejaring yang
ınuncul ıTıc lal uiı clasi pengetalJuan. Ncgarn. \\‘alaupun ia men iliLi jaringan kekuasaan
terstrtıktur ne lalui perfındang-rındanÜ an. tetapi itu pam tidak mutlak. iVlcngingat praktik
kekuasaan hanya ınungk in dapat dijalankan ketika new il iki akar yang ktıat pada
selam ulu ı esas ı kekuasaan yang ada (Fouca‹lît. 200": 1. 1 I j. JtuJah sebabn}‘a, dukungan
parlemcn ın¢ntadi bcgilu pentin hagi pemerintahunlukmcnjalankan kekuasaannya
dalam praktik sosial. A parti la paı tai politik sebagai saldıran ketern‘akilan ınasyarakat di
parlemen pam dibnngun rıntrıkırıerepresentasikan identitas tertentu, maka politik
identitas menjadi kenisca} aan dalaın sistem demokrasi elektoral. Lihat saja, betapa
hesarn\’a lJasr4t pemcrintalı sckarang uıJtrık menggalJdeng pâ rtâ i-partai Islam dalaın
8
koalisinya, karenaden d an cara itulah, k uasa negara (nasionalisire) terhadap agama
(Islam) dapat d ibangun.
Paparan di atas bukan hendak irenyaj iLan l intasan evolusi hasrat kekuasaan dan
relasinya dengan pol itik identitas, rnelain kan haiijamenegaskan bahwa politik identitas
sarna purbanya dengan hasral kek riasaan iranusia. Mengingat dalain setiap perbedaan
atati identítas sesun ggrihnya tcrkandung potensi kekuasaan yang niscaya disalurkan
pada m owen-inoiren politik. Hanya saja. batasan-batasan pai adigmatetap diperlrikan
untukirenetapkan status ontologis polit ik identitas, sehingga tidak setiapgejala identitas
dan pol itik dapai serta-naerta dikategorikan sebaga i ranah politik
identitas.ScIai1jutnya,dari pagaran tersebut jugadapat dibangun sebuah refleksi
antropoJogis bah›va politiL identitas rerupakan gejala psiko-historis lang senantiasa ineinba\
angi dinamita sosial-buda} a mas}‘ai akat \’ang plural.Manusia dan masyarakat tidak ir
ungk in diha\’angkan tanpa identitas, karena itu mentadi salah satu kcbutuhan dasai
manrisia (Daen'L. 2000). Sccai a esensial. identitas ditentukan oleh faktor bio- scsiologis.
tetapi secara kultural ía merupakan hasil konstruksi. Hall ( I 997),t
tlgamc;’akini bahwa i°as sclalfi terbcntuk dalam proses sosial dan pcrtarungan politik.
TCgaSn}’a. Iiama hasrat kckuasaan lah gang mampu meotransformasikan identitas
scbagai karaktcrbio-sosial nlcn jad i karakt¢r simbclisdan politis — di dalam dan inelaiuiarena
kontestasi politik.
9
dalaıl1 men jalank:\ı1 tu as Lila seh‹t ai \ al •\ neg:ıra } aM¿L ı11cnJ pmt a i tar
ikul ın enki si trenhankom1an Masiona I". ’
Perny ataan di atas \ncneğaskan bahx•a antropologi mimiliki pc
untuk ikut mcnyikapi persoalan ang dihadapi hangsa dan hcrparti>›g••, --.-.
pembangunan. Sal ah satunya terhadap menggeliatnya politik identitas belakangan ini
yang berpotensi mcngik is kcrukrınan nasional dan ıTıelemahkan sendi-sendi kehidupan
berbangsa serta bcı ncgara. Kchadiran antropolcgi dalam politik identitas ınenelnukan
makna pcntingn\ a untuk nıercspcns pcı nyataan H rmtington (2003:8-9)
bahwapcrcattıran Global dan nasa dcpan politik d mia pasca-Perang Dingin akan
°. Denyan penabedaan ini. maka dalaıTı w ila}‘ah r/c.›r/ j›‹ıkı’aman terdapat polarisasi
penduduk atas dasar asal-usul wila}‘ah (asii pendatang). agana (Hindu — Nonhindu).
serta kmmbinasi agama dan wiIayah (H indu asl-i H indu pendatang). Kcndati demikian,
h ıbungan dengan negara ın îsalnya, adıTı inistrasi kependudukan, sejatıh ini dapat
dikonsolidasikan dengan haik karena hubungan G/u.•u j›‹ıkı-aman dengan ’ desa dinas”
sebagai repıescntasi negaFa dikelola herdasarkan skcma struktural tungsional.
Akan tetapi, pıoblclratika identitas daIam h\ıbungan dengan negara (pluralisme)
justru ınrMlcrıl ketika ‹le.\’‹/ paı“‹ııııun nJerespons isu- isu ataupun peı”istiwa yang
mclibatkan pihak Iuar. Sebut saia ın isaln}’a, prasan ka ctnisitas dan agaı1ıa yang
menguat pasca-peristiwa Ben Bali î 12 Oktoher 2002). Menguatnya prasangka etnis
(dan agama) serta stigmutisas i etn isitas (orang Bali terhadap //le o ı her) (Kumbara,
201 0) sebaga i sun beı ı11asaIah (kı iminal. narkoba. dan patologi sosial lainnya)
terutanla s telafı dikctalıui bahu‘a pelaktı Bom Ba li I adalah kalangan radikalis IslaıTı
yang beı asal daı i Jan a. Respon orang Bali atas idcnîifikasi “la\va-Islaın adalah teroris”,
pasca Bom Bal i I antara laiii adalah ınelakukkan .\ e‹y/z/y ke ruınalı-rrımah kos atau
kontrakan kang dilakukaıl /›« n/‹hey*’ terhndap pendatany dari Jawa.Perlakuan serupa
saına sckali tidak berlakrı bagi uMJat I slaıTı } ang sedulrı-mkıta ıncnjadi penduduk Bali,
seperti Islam f’eya;aman. I slam Bugis Scrangan. Kampung Jawa. dan lain sebagainya.
Daftar Baca a n
A bdillah, Ubed. 2002. Politik Itlenliuı.s Emi s. Peı gulrllun Tarıcla Tan ›u 1deııtila.s.
Magelang: I ndonesatera.
Anderson, Benedict. 1999. Koruın un.s-K‹›ıııııniıos mı b‹ı› uny Renıınyun Tr°nıany A.sal
Vsv// ‹I‹ın f’enycI›‹ıı’‹ın fl!‹ı.si‹›rı iii.nun. Alih Bahasa Omi Intan Naomi.
Yog¿akarta: fustaka Pelatar.
Bagris. I G tist i N gtirah.”Pertentangan Kasta dalair bentuk Barn pada Masyarakat Bal i,”
Den pasar: J urusan Antropolcg i. I 9b9.
16
Barker, Chris. 2005. € ulture Studie.s Teori dan Praktik. Yogyakarta: PT Bentang
Pustaka.
Barth, Federich. 1988. Kelomfiok Elnis Jan Bata.s annya. Jakarta: UI Press.
Dau khcim, Eill ilc. 1995. The Eleiiiciil‹lin' F‹›i•iii ‹ț/ iIl‹’ f‹c°Iiyi‹›ii,s Life. Translated hy
Kai cn E. Fic lds. New Yori k: Frcc Prcs.s.
Foucault. Mie hel. 2t)(J2. Pengetahuan dan Melode. Karya-karya Penting Michel
Foucault. Paul Robinow' (ed.), terj. Arief. Yogyakana: Jalasutra.
Geertz, C lifford. 1973. The Interpretation of Culture. New York: Basic Books.
Gunadha, Ida Bagus. 2008. De.ser Pakraman Sebagai Strategi Keberiahanan Adat,
Baduya, dan Agama Hi'ndu Bali. Denpasar: Kerjasama UNHI Denpasar dan
Kanwil Departemen Agama Provinsi Bali.
Hall, Stuart. 1991. “Old and New Identities, Old and New Ethnicities”, In A. King
(Ed.). Culture, rlohalisation and the World System. Basingstoke: Macmillan.
Henk Schult-Nordohlt. 2006. The Syell of Power, Sejarah Politik Bali 1650- 1940.
Jakarta: KITL V.
Hogg, Michael A and Dorn inie Abrams. 1988. Social Idc•ntification. A Social
Phy.Ecology of Intergroup and Group Proce.s’.s. London: Routledge.
17
Husein A bdussalam, (27 I uni 20 1 8). “Faktor yang Membuat Djarot Kalah dari Edy di
Keesing, Roger H., 1994. “Theories of Culture Revisited.” In Robert Borofsky , ed.,
A.s.se,s'sing Cultural Anthropology, pp. 30 1-319. New York: McGraw-H ill
Kumbara, A.A. Ngurah Anom. 20 10. Konstruk.st Wacana Ajeg Bali dalam Relasi
Those firtfpru IHeologi dan t/iopia.Orasi I lmiah Guru Besar Tetap Universitas
Udayana Bidang Epistimologi Antropologi. Universitas Udayana, Met 2010.
Lan, Thung lu, Dedi S. Adhuri, Achm8d Fedyani SaiFuddin, Zuyani Hidayah. 2010.
Klaim, Konıe.sinsi, dan Konflik IdenıiIa,s. Lokalila.s sis-a-vic Nasionalisme.
Jakarta: Insitut Antropologi lndonesia (IAI).
Luk mantoro. Trivono. 2008. K‹ nir‹/i‹iii /’r›/i/ik Ruon,q. .1 ekarta: Koir pus.
Manuati. Yekti. 2004. /J‹ nlila s Dat tit. K‹›itio‹lifika.s i ‹lclri I’m/ilik ñ’rl1aduyaan.
Yogyakai‘ta: I.Ki S.
Marger, Martin N. 1 994. f‹rce and Ethic Relation.s. California: Wadswouth Publ i shing
Company.
McG lynn, Franck dan Arthur Tuden (ed). 2000. Pendekaian Antropologi pada Perilaku
Politik, Jakarta: U1 Press.
Nordholt, Henk Schulte dan Gerry Van K linken. 2007. Polilik Lokal di Indonesia.
Jakarta: YOI.
18