Anda di halaman 1dari 18

ESKALASI POLITIK IDENTITAS DI TAHUN POLITIK:

Sebuah Refleksi Antropologis

Prof. Dr. A.A. Ngurah Anom Kumbara, MA. '

Abstrak
Eskalasi pol itik identitas dalam panggung politik lokal maupun nasional
semakin mengkhawatirkan. Sentimen etnis, agama, dan kedaerahan dimainkan
begitu rupa dalam politik elektoral tanpa mengindahkan terkikisnya kerukunan
masyarakat. Mobilisasi dan instrumentalisasi perbedaan hanya untuk
kepentingan praginatis elektoral tentu bertentangan dengan semangat Bhinneka
Turiggal Ika. Makalah ini hendak membahas 'Refieksi antropologis menyikapi
menguatnya eskalasi politik identitas pada tahun politik dengan mengurai hasmt
kuasa manusia dan instrumentalisasi serta mobilisasi identitas dalam kontestasi
pol itik nasional”. Melalui refleksi inilah. antropotogi dapat menegaskan posisi
intelektualnya dalam percaturan pol itik dan kebudayaan bangsa Indonesia yang
den ikian dinamis.

Kata kunci. Politik identitas, RefieksiAntroyologis, Kapitalisasi agama, Hasrat kuasa

Prawacana
Politik identitas ibarat fenomena gunung es (iceberg phenomenon).
Kemunculandan besarannya sulit diprediksikan, tetapi keberadaannya berpotensi
ınembahayakan. Hal ini tampak dalam fenomena Pemilihan Gubetnur DKl Jakarta
201 7 yang membangkitkan kesadaran ırıasyarakat lndorıesia bahwa politik identitas
tidak pernah padam dalam arena perpolitikan di negeri ini.Kekalahan ‘ Ahok’ (Basuki
Tjahaja Purnama) dalam kontestasi politik tersebut ditengarai karena kentalnya politik
identitas, ketiırıbang adu gagasan dan kebijakan. Isu politik identitas semakin kentara
ketika Ahok diduga melakukan penistaan agama terkait pernyataannya mengutip Surat
Al-Maidah, Ayat 5 1 2. Wacana etnisitas dan agaınaterbukti berhasildikapitalisasiuntuk
merebut emosi ıuassa, bahkan ınementahkan rasionalitas politik kala itu. Betapa tidak?
Ahokadalah caloıa petahana yang didukungoleh partai-partai politik pemilik kursi

' Penuİis udulah Guı u Beau Antropologi Uni»ersitms Ljdayona. Bel i. Makalah disompaikan dalam
Seminur Nasional dan Pı aluk»korş’a A susiasi Departcn eı /.lurusan A ntropologi Selu uh Indonesia
(ADJASI), Fakultas Iineu Budala Univcı sitas f-talu Oleo, 29—30 November 2018.
Di kIJtİp dari I ! I I’ : , ‘' t '-: ı I •! ' I ’ ’ 'ı • ‘ ‹ !› . I t › ii !i !. - :•l ’ I I I ' I . I -- l. c ll ı ı I - ,tl i .. i -j?L lee i | İ| a ll- ,Uh'« I t I •
j:ll..ıı ‹.› ' 7îü4U . hı » I. 3U Maı-eı 20 17. diakses tanggcl 2 Nov«mfi'er 2018. Namun hasil penelitian Ian
W il son mcnyatakan bahn'a kekalahan A hck karcna rak\at kcci] tidak sukm dengan gaya bicara Ahok dan
pengguSLtFall S0WtI1ûrtg-\\’CnGrtg (Î Ii t j \h , 1 '.,ı'.I, ‹ I < ll ı I 'r› c. ı ı v' ‹<Î fif fi ” fi | ‘zı f} <'I›.IÎ -rl Îı ı 1 - Î-..fl ,j! ı - \ ü'ı > I-
çlfı,!- î' ‹;Iiı ›- '‹› *ı! . 'i. ! ı ' : .ü :, î . 23 A|aril 2017. Jıakscs tanggal 2 Nnvembe‹ 2018).
mayoritas di parlernen dan tınggul pa‹1asejum Iah leınbaga survei. ditambah lagi citra
pcrsonaln\ a yang kuntrc\’meial.
Pilgub DK I .lnkarta 2017. m tmgk in hank a salah satuınan i festasi politik
identitas dalaır Lonıcstasi poliı ik lukal’, xx 4lauprîn dapat dipandang sebagai contolJ yang
paling mengesankan. Mengingat momentuın politik ini tidaksaja ınemperlihatknn
keberhasilan politik identitas dalam sistem elek toral (one ///‹ı// one ›'c/ ). tetapi
juga bcrimplikasi Iuas terhadap pcningkatan cskalasi politik identitaspada pang¿urıny
politik tingkat ılasioılal. Peı11 i lih an K.H. Ma‘ rrıt Amien scbagai Ca lon Wakil Presiden,
ditengarai banyak pihak seba¿aiı›pa; a mcnanykal Jsu anti-ulana” } ang kerap ditujukan
kepada Joko W idodo lcı rıtaına olch pihak cposisi. Implikasi Iainn¿a bahwa
merebaknya keıTıbali isu SA RA dalam\vacana publik. t uya kerap dikaitkan dengan Pilgub
DKI sehagainlana dirıtaı°akan oleh Santır l... (20 17: I 7),beriLtIt imi.
Situasi srJsiaI pc litik di lndcncs ia saat ini sedang rentan dengan isu SARA. P
¢rbedaan yang tadin;a saling ılJeleîlgkapi menjadi saling berhadapan. Kehiılekaan
dan keberagamml ras. srıku, adat, dan agam a } ang scjak dulu mcnjadi identitas
bangsa Indonesia men jadi tcrancam. Keadaan ini ınenguat seıak kontestasi Pil
kada DKI .lakarta 2017 hingga berlant ut pada peristiwa deınonstrasi sdÂt \\’akİ !
Ketua DPR Fahı i Hamzah mclak‹ıkan k /njungan kerja ke Manado, S ula sesi Utara
maupun penolakan terhadap Gubernur Kaliınantan Bal at Ccrnclis saat ın engik
uti Pekan NasionaI Kontak Tani Nelayan Andalan Ke- I fi rî i Acele.

Menins *•t °} a ¢skalasi politik identitas pada women-momen politik. baik


tingkat lokaI maupun ilasionalnscrupaLan fenomcna budaya yang menarik dicei mati.
Mengingat setelah women politikitu berlalucskalasinyapun cenderung
akanmcnrH rinscndii iiJ\ a. N am tin ini bukan herarti bahwa kelompok-kelompok yang
illcngidcntif ikasi dii i nJenui tit ikatan pi imoi dial dan kesamaan kepentingan serta trj uan
it i lenyap. Laksana tenoincna j oinung is. monJen politik scperti Pi lkada hanyalah
mani ffistasi kecil dari ag¢nda politik ident itas yang jarih lebih hesar. yakni perjuangan
ideologis dan sin1boI.Artin}‘a, masalah politik identitas } ang lebih fundamental
adalahi esipi okalitas huhrinyan ctnisil‹\s- aga n a denyan nasionalisine, ncgara-baMgsa,
dan demokrasi. Dal an hrıbrıngan-hubrıngan inilah, politik identitas dapat ditakar
keadabamJ}:a bagi deıllokrasi }’an cl¢h Gutmann (20 I I ) dikategorisasikan sebagai
oo‹/ (ben adab). man (tidak positif. tctapi tidak herbaha}’a). dan //g/ ' (tidak beradab dan

bcrbaha\ a). Aılinya. politik identitas tidak west i selalu dianggap buruk dan
membahayakan demokrasi. meskipun peluang melahirkan politi k yang tidak beradab
sepeı tinya jauI1 lebih besa‹ .
Identitas dan relas i-r¢lasi polit ikn}a sesrıngguhn\a ıllerupakan ranah kaj ian
yang lebih drılu tamiliar dalam antropologi. dibandingkan iini u politik. Politik identitas
harrı mcngem uka dalam ihuu pcl itik setelah disimposiulukan pada perteın uan
intcrnasional A susiasi I liliu» an Politik Intcrnasiunal di W ima pada 1994 (Abdilal ,
2002: I G). Geertz ( 1973:2G‘J—277). scndiri sebenarnya telah mewanti-\vanti peluang
bangkitn}’a sontimcn prinıoı dial dalane negara barrı — pascakemerdekaan.
SeIaintraılstornJasi kesadaran dari ctnis ınen]acli bangsa yang tidak selal \ı berjalan
ı1ıulus. t uga kaı ena peı1Jerintalıanharu ıncwarisi kondisi kctimpangan antarwila¿alı
ak ibat kgbi talan r z im kclcnialselı ing a menü in pan latensi Lonflik. Fenomena ini seolalı-
olalo ı11cn\ etujui pundan an Anderson ( 1999:2 I ) bah va bangsa hanyalah komrınitas infaz
iner. Parcklı (2007:306). menegaskan bahwa komuni tas politik ini mencakup j utaan oı ang ;
ang beI \Iı1J pernah tcrl ihat dan ırıungkin sata tidaL akan pcrnah saling melihat, tetapi reı cka
dilıarapkan tetap ıne u bayar pajak. n emberikan pengorhanan, hallkaıJ n}‘ananya untuk
hangsa.
Kendall den ikian, keria keıas para antı cpolog yang mclahirkan ribuan
eksemp lar kaj ian tentang identitas budaya dan politik idcntitasrupanyc belum ıTıampu
meıllbaılgtınkesadaran politik mas}’arakat }‘ang lcbih bcrmartabat. H ipokrisi
(kemunatıkaM) SOSıOI dan i ilantiI isı (›ı/ıaran kcbcncian) hadir heriringan dengan
ınenguatn}’a esk alasi politik identitas terutaına pada tahun-tahun politik. Isu SARA
dikap italisasi. dimol ilisasi. dan diinstruılıcntalisasi bcgitrı ı upa den i kepentingan
pragınat is elektoral yang mclcmallkan cneı gi hangsa lndonesia untuk menatap masa
depan kch id ıpan berbangsa dan bcrnegaıa \ ang lebih baik. Karena itrılah. mcntadi
panggi lan intclektrıal dan ı11oraI bagi antropologi untuk ınercflcksikan kondisi tersebut
terutama dalane ı allgka peınosisian (/›rJ.\///r›/7/rıy) kcbrldayaan sehagai penggerak
transtorırıasi masyarakat. Mengrırai henang kus\ıt polit ik identitas dan merak ut ken bali
bcnang-benang kcban saan tentrı ıncni•* i tangguny ja›•ab antropologi masa depan.
Tanggrm jawab itu pula }’ang ırcn} ¢manyati penrılis untuk menyaj ikan ınakalah ini
sebagailettıpan kecil peniiki ı an ”antropolog tua' yang masih percaya bahwa
keanekaraganJall htıda} a bangsa I ndonesia adalahanugerah yang harus dirawat,
dikcmban¿ukan. sckaligus dibeı da} akan sebagai ırıodal dasar pcmbangunan dem i
kesejahteraan rakyat Indoncsia, Dalum ınas} arakat } anc berbudaya dan sejahtcra t¢ntu
politik identitas akan kelJilangan si¿nifikansinya.
Politik Identitas dnn Basrat Kekuasaan
Identitas dan relasi-relasi politikn; a sesungguhnya melckat dalam setiap tatanan
kchid‹ıpaM sosial. Hogi dan Abrams ( I 9B8) ınen¿atakan bahwa datam setiap
masyarakal. sccara lı irarkis terstrukttır kategori-kategori sosial yang ıTıerupakan
pcn*gc longan oranı ırcn\ıı ut neÜ ara. ras, kclas sosia1. pekerjaan, İenis kclamin. agama,

dan tain sebagainşa. Dalam s¢tiap kategori sosial tcrsebut melekat kekuasaan, status,
dan maı1abat yang pada aklıirn} a new unculkan strtıktur sosial yang khas dalam
ınasyarakat. \aitu eti uLtur yani meııent ıkan kekuasaan dan status hubungan
antaı individu dan aı1taI kelompok. Artin\ a, identitas sebagai kategori sosiokultural dan
kekuasaan sebagai katoyuı i politik. adalahdua rcalitas dalan satu fenomena.Dengan
kata lain, politik idcntitas ırıeı upakan gejalaprırba dalan kehidfıpan sosial, ketika ia
dipaha nisebagai pende fınisian kclompok dalam perbcdaann} a dengan kelo/npok lain,
scrta inteıaksi antarkcIcınpok.

Kehidupan tribal (pı a-n aı a) ırcıJuîljukkan bart\\ a keIoınpok-keloıTıpok etnis


merupakan u //›c-u //›c }’ang lı idup tcrpisah satu sana lain, lengkap dcngan pranata
sos ial-huda\ a. ckoncmi. dan politikmusing-masin¿. Iılteraksi mercka pada hakikatnya
sebatas pertukaran atau /›u/ /c'/‘d i masa damai. dan peran¿ ketika tertadi konflik
kepentingan. baik dalam ranÜ ka pcrluasaıJ kek ıasaarı atau penaklukan. maupun ııntuk
trıİuan ckonom i, sepel1i pcrbudakan dan tfıj uan Iainn\ a(Lan. dkk.. 2010:3). Pada tahap
ini. idcntitas ctnis mcnıad i penyikat sckaligus pcnggeı ak keloınpok melalui simbol-
siınbol }’ang discpaLati hcrsa/na ohh set urulJ anggotaıJya. Penyrıasaan dan penaklukan
terhadap kelompok ctnis lain mcnandai hası'at prırba manusia, \akni hasrat kekuasaan
(Watimeıla. 20 13). Dalanl perspekti t Lacanian (Lisa. 20 I I ), hasrat ini akan terus
bcı gei ak dari sattı ohtek ke obtek yang lain sehingga perebutan kekuasaan
ıncrupakankeni5Cû}’aan sosial.
Pen oı t'an isasian ctnisitas dalam upa;a mcrcbut kekuasaan sebagaimana tcrtadi
pada masyarakat suku sent atan\‘a mentın t tıkkan aLu al isasi hasrat kekuasaan itu
sendiri. Mengingat pcoguasaan memeı lukan Lekuatan untuk dikonsolidasikan sehingga

4
simboI-sii11boI pentiilg dihadirkan untuk iTicrnba•s un integrasisosial dansolidaritas
keloiTipok. Gagasan Drirkheim ( 1993) baIi\\ a keperca}’aan dan praktiL-praktik religi
adalah wujud kesaJaran kolekti t — atau aginaa sepenuhnta bersiMat sosial —
i scngisyai atkan ctékti v itas peilggtinaan sin bol-simbol úgaina untuk mciv bangkitkan
solidaritas kelompok. A pabila solidaritas kelompok ini ken udian dihubungkan dengan
hasrat Lekuasaan manusia untuk mcnguasai } ang lain. iraka politik identitias
bei dasarkan seiltimcn pl iinoi dial ras. suku. dan religi-agamasulit dihindarkan.
Per¿uerakan liasi at kckuasaan dalain skala yang lebih hcsar merepresentasikan
dii i daIan1 pcnak lukan satu bangsa atas hangsa lain ataxi imperialisme. Dalam
imperialismc. politik idcntitas i1JcmasuL:i babak baru bahwa pendeti nisian idcntitas-
idcntitas kelonlpok cenderung dilakukankelonl pok pemcnang. Istilah‹Jo.\y//,
‹/‹/.ru(pc lay an, hudak) dalai\J catatan sctarah politik Ind ía Ktino meruj uk pada ras
pi ibuiTi i liJdia lang ditak IuLkan oIch hangsa Aria. sehingya ‹la.s ul j siga benrakna ‘yang
bukan“Ar¿a(Shaw ma, 1990: I 0- I I ). S istem pcrhudakan pada ahad ke- 18 hingga 19 di
Amei ika mcnandaia\v al terbentukn} a rasisiri¢ } any inclakini bahwa ras. kelompok,
suku, atau mai ga krilit liitairi mcmi lik i tingkat scsial lang lchili rcndah, dibandingkan
ras. kelompck. suku. atau u arga kulit pritih di Amei'ika (Marger. I 994:29).Pemerintah
kclcnial Bclanda juga incIaLukan hal serupad i Indonesia dcncan strategi ‹f'c°› i‹Ie an‹J
/ o/ -n\‘avangn em‹›sisikan hangsa Eropa scbagai kc las tertingg i. Timur Asing scbagai
kc las kcdua, dan pribunl i atau Blue i Putcra (/n/‹/n‹/c› ) scbagai kelas
tercndah(1n‹li.‹các

taispai pada tah‹\p ini tclas bah›va ic!entitas tidak lagi disusrln berdasarkan
natak-watak pi imoi dial. tetapidiilegosiasikan seca a terus-menerusdalam berbagai
kunteks yang si fàtn\ a situasional (9ai th. 1 988). Para antropo log seperti K ing. V ickei s,
Ei ikscn, Picai d. dan Wood. |uya meg ak ini bahwa identitas budaya (denganscngaja)
dibcntuL atau dibangun (Manriati. 20()4 :23). Identitas } ang dibentuk dalaiTi rangka
kekriasaan lianlpii s¢lalu bcrhribringan dcnyan mar|inalisasi. dominasi. bahkan
eksploitasi bcrhagai l›idang kcliidupai1. Istilah l›I‹ic k di Aineri ka iTi isaln¿a. bukan lagi
masalahpigincntasi. illelai nkail sriatu Lale¿uori scjarah.poIitik, dan kultul al. Identitas ini
sengaj a diciptakan padamoi1icn-mcnlcnpolitiS5cbagai konsekriensi dari pcrtartlngan
sin beIis dan idcclogis. Atas alasan itu pula. Presiden Jamaika inerangkul Bob Mai ley
yang mcrcprescntasikan etnis kulit hitam dcmi kepenti» an politiknya (HalI, 19fi I :55—
34).
K uatnya pcngaruh in pcrialisirie dan kolcnialisiTie dalam peinbentukail idcntitas
suatu etnis atau bangsa dengan skcma J ikctoir is .\ ii¡›‹•i ion-in,f‹°rioi , in group-uiii gruiip,
bcserta segaJa kctiJaksetaraan dan kctidakadi lan di dalamnya, akhirnya memicu
Iahirn\ a gerakan-geraLan perla ‘anan berbasis identitas. Hasrat terbebas daribelenggu
kekuasaan bangsa lain dan menl banü in kek\iasaannya sendiri. juga terjadi dalam
perlawanan yang dilakukan banbsa Indoilcsia pada pcnjajah. Scntimen kebangsaan pun
dibangrin untuk ircnggerakkcn semangatperlawanan. seperti deklarasi ’Sumpah
Pemuda' gang inenjsd ‹ i»on›entnn1 se jarah untuk menú atukan berhagai identitas daJam
satti koilscnsus nasional. yakni satu lanah air. satu bangsa, dan satu bahasa. Perlav‘anan
tcrlladap pei¿|ajah }‘ang scmula bei sifát lckal mulai bc‹s erak kc arah perlawanan
kolektif yang ilJcillbuahkan Pioklamasi Ke ncrdekaan 17 A gust\is 1945. Negara
Kesatuan Rcpuhlik Indcncsia pada aklJii nta mentadi r imah baru bangsa Indonesia
dengan keanckarayaman sukei, agama, rüs, dan buda;an}‘a.
Kendati deiTi ik ian,kemcidckaan bukanlahakh ir dari politik identitas. inelainkan
habak bai u yang mclihatkail negara-bangsa scbagai identitas iiasional, sekaliyus ” yang
lain” dai i identitas etnis. Politik identitas pascakeinei dekaan pun bcrgerak ke ranah
baru, yakni antara ctinisitas dan nasionalisiTie.Walaupun Ledua konsep ini beikcrabat, tetapi
dalam praktik. perbedaan kcJ uan}’a sanyatlah rumit (Erikscn, 1993). Oleh karenanya,
transformar i bangsu Indcnesia dalailJ irene askan identi\as nasionalnya juga
xengalami prohlcnlat ika }‘ang runt il daIarn praktik kehidupan berbangsa dan bernegara.
Men¿ingat keircrdek aan lahir dari rcvolusi politik nasional }‘ang tiba-tiba. inendahului
kesiapan banksa dalam i1i an} cdiakan pii anti-piranti ncgara. Tcrb\ikti bahwa penetapan
dasar, bent\ik, dan konst itusi negai a. tcrn} ataiTien}‘isakan problema idcologiskarena
tidak sepenuhnya nJampu mengakomodasi kepcntiilyan s¢luruh elemen bangsa.
A\\’al keinei dekaan ditrtnda i den ai1 sercnintan pemherontakan, seperti PKT di
Madiun ( 1 948). DI/TII di Jan a Bai at dan mcl uas ke heberapa daerah ( I 949-196'i),
Angkatan Pei ang Ratu Adil I?30). ftepub lik Maltiku Selatan/RMS ( 1930). PRRI dan
Pernlcsta (1 0b8-I 96 I ). serta puncakn}’a G/30/S/PKI ( I fió3).Dalain konstelasi golitik
idcntitas. pen bciontakan-pcillbcrontakan terscbut dilatarbelakangi oleh ideologi agama
* Islam ’ (D f/TI f), scntinicn kcdaci ahail (RMS). ketidaLharnlonisan hubungan prisat dan
üaeı ah (PRRI/Pcıtnesta). dan idcolo¿L i pclitik ylcbal (PKI)”. Pada sisi lain, sistem
politik ınultipaı tai }’ang diharapkan ınaınpuırcngakcmodasi kcpentingan kelompok
agana. nasionalis, dan komunis. ternyata ınalahnlem pertaİam konflik horizontal
terutamapada ıTıas¿arakat lslam Ja'•va. Mengingat masyarakat Islaır di Jawa
(›rınlri,‹Ib‹ınş•un, /›rı›’c› /)teı nyata new il iki kccenderungan bcrafi liasi ke partai politik
yang bcı beda-beda. M rıslim .\‹//1// iceı1der\ıng berafıl iasi ke partai-partdİ bcrbasis agama, s
¢pert i Masyum i dan N L î: ka ıın‹ıh‹ıny‹ııı ccnderun mendukung partai sckuler-
nunreligius, scpcrti PA l. PKI. dan PSI : sedanykan kaulm muslim priy‹/yi cendcrung
mendukuılÜ partai sekuler-nasionalis. khusrlsnya Partai Mtlrha (Geertz, I 976:23 I )".

Getala politik identitas } ang Ilıengeınuka pada ara ini ınenandai kuatnya hasrat
keloınpok ideologis untuk menguasai pemerintahan di tingkat pusat, baik ınelalui
kekua tan ın ı I itet maprm partai politik. Di lain pihak. tura sentimen kcdaerahan
ıTıendoı on gei akan separatis untuk membangrın prısat kekuasaan baru yang tcrpisah
dari Negara K esatuan Republik lndoılesia.
Selant utnya. pemeriıltahan Orde Barrı menerapkan kebijakan yang berbeda
dalam meny ikapi potensi berkembangnya politik identitas dalam
mas} arakat.Penlerintah tclah mengam bil peran dominan dalaın pengc lolaanetnisitas
(dan agam‹\) nde lalui pcnafsiı an tungÜ â l terhadap Pancas ila sebagai idcologi negara.
Situasi keaınanan ne gara cendcrtıny stabi I di perm fıkaan karena pemerintahınengambil
sikap depresif leı hudap berbagai isu. ideolo i, dan ekspresi b odaya//y‹/n. yang
dipandang dapat mcngancaın dan ı»engganggu stabilitas nasional. Kebi ]akan ini
dirlukung clehkcı;|a ıniliterınclalui Dw ifunysi ABRI, ¿akni sebayai alat keamanan
sekaligus alal politik pcnlcı imalı (N urkhoiron, 2007: 3). Dalam sistem kepartaian,
pemerintah Ordc Baı tı m¢neı apLan pı insip mai oritas ı ııJ_•gal (.\ //4g/a nıo)oriIy)
sehingga Golongan Karya (Golkaı ) selalu menjacli pemenang Pemilu dan menguasai
mayoritas kuı si parleıfientıntuk mengamankan kepentingan pemerintah. Langkah ini
berhâ5i I melanğgengkan ı czimOrde Baru hingga 32 lahun.
Era RcForiTiasi yang inengrisung Semd ngat k¢bebasan berserikat dan
berpendapat, scrta kchijakan dckonsentrasi dan desentralisasi dalam mengatur
hubfingan pusat-daei'ah,seolah-olall mentadiar¢na kebangk itan kembali politik identitas
setelahlama dibungkam oleh sikap rcpresif peinerintah hörde Baru. Keloinpok
pengusuny “ Ideologi Islam ' yang berkali-kali ingin irerebut kekuasaan pusat pada era
Ordc Lama7. nan›un eksistensin\a scmpat tenggelam pada masa Orde Baru, seakan-
akan mcndapatkail angin se var keinhali untuk melanjutkan perjuangannya. Para aktiv is
pengusung ideologi Islam mengubah strategi pert uangann}’a dengan cai a-cara yang l
¢bih adapti t terhadap konstittisi negara, seperti mendirikan partai politik berbasis
f slam, mcnguasai kckriasaan iegislati t dan cksekut ifinelalui Pemilu.serta mcndukung
regulasi-regulasi pcmcrintah yang bernuansa agama. misalnya Perda bcrbasis Syariat
(Suaedy. dkL: 2007:24—SI). Dengan poas<rupa.cfiflsitas(danagama)pun muncul di
daerah-dacrah yang ına}’critas pendrıduk ni a beragaına sclain I slam, misamya Bali dan Pap\
ıa. Menguatn\ a wacana Aj«y /t‹//'dan otononJ i khusus Bali,sertaterbitnya Perda ben
basis lu] il di Papuadapat diduba sebagai respcns politik lokal aîas maraknya gejala
politisasi agana di se)umlah dacrah. A rtikulasi politik identitas dengan ınembangkitkan
aspiı asi etnis. agama, dan isu-is i lokalitas menunJukkan sinyal nlutakhir perpolitikan
nasional pascaotoritarianisme Orde Barrı (N urkhoiron. 2007:4).
Gcjala teı°sehut seakan-akau nlenlbcncı kan pendapat Fo\ıcault (dalam Barkcr.
2003:83) bart a kckrıasaan it i tidak tcrpusal hanya pada kepeırı ilikan properti,
iıJstutusi atau stı uktrır, juga teı ıras\ık neyaıa tctapitersebar seperti jejaring yang
ınuncul ıTıc lal uiı clasi pengetalJuan. Ncgarn. \\‘alaupun ia men iliLi jaringan kekuasaan
terstrtıktur ne lalui perfındang-rındanÜ an. tetapi itu pam tidak mutlak. iVlcngingat praktik
kekuasaan hanya ınungk in dapat dijalankan ketika new il iki akar yang ktıat pada
selam ulu ı esas ı kekuasaan yang ada (Fouca‹lît. 200": 1. 1 I j. JtuJah sebabn}‘a, dukungan
parlemcn ın¢ntadi bcgilu pentin hagi pemerintahunlukmcnjalankan kekuasaannya
dalam praktik sosial. A parti la paı tai politik sebagai saldıran ketern‘akilan ınasyarakat di
parlemen pam dibnngun rıntrıkırıerepresentasikan identitas tertentu, maka politik
identitas menjadi kenisca} aan dalaın sistem demokrasi elektoral. Lihat saja, betapa
hesarn\’a lJasr4t pemcrintalı sckarang uıJtrık menggalJdeng pâ rtâ i-partai Islam dalaın

8
koalisinya, karenaden d an cara itulah, k uasa negara (nasionalisire) terhadap agama
(Islam) dapat d ibangun.
Paparan di atas bukan hendak irenyaj iLan l intasan evolusi hasrat kekuasaan dan
relasinya dengan pol itik identitas, rnelain kan haiijamenegaskan bahwa politik identitas
sarna purbanya dengan hasral kek riasaan iranusia. Mengingat dalain setiap perbedaan
atati identítas sesun ggrihnya tcrkandung potensi kekuasaan yang niscaya disalurkan
pada m owen-inoiren politik. Hanya saja. batasan-batasan pai adigmatetap diperlrikan
untukirenetapkan status ontologis polit ik identitas, sehingga tidak setiapgejala identitas
dan pol itik dapai serta-naerta dikategorikan sebaga i ranah politik
identitas.ScIai1jutnya,dari pagaran tersebut jugadapat dibangun sebuah refleksi
antropoJogis bah›va politiL identitas rerupakan gejala psiko-historis lang senantiasa ineinba\
angi dinamita sosial-buda} a mas}‘ai akat \’ang plural.Manusia dan masyarakat tidak ir
ungk in diha\’angkan tanpa identitas, karena itu mentadi salah satu kcbutuhan dasai
manrisia (Daen'L. 2000). Sccai a esensial. identitas ditentukan oleh faktor bio- scsiologis.
tetapi secara kultural ía merupakan hasil konstruksi. Hall ( I 997),t
tlgamc;’akini bahwa i°as sclalfi terbcntuk dalam proses sosial dan pcrtarungan politik.
TCgaSn}’a. Iiama hasrat kckuasaan lah gang mampu meotransformasikan identitas
scbagai karaktcrbio-sosial nlcn jad i karakt¢r simbclisdan politis — di dalam dan inelaiuiarena
kontestasi politik.

Peran Aiitropologi: Meiiihaca Politiü Lokal Bali


Dirjen Kebridavaan. Keirent¢i ian Pend idikan dan Kcbridayaan RI, Dr. H ilman
Earid, pernah iricngatakan. ‘ kaiian yany lchih irendalam weMgenai politik lokal kini
amat Jiperlukan, di sinilah perlu pcndckatan buda;a untuk menggali faktor-faktor yang
bermain di helakang gejala hang nampak di permtikaan”. Pernyataan ini diperkuat
JaiTies Fox — antropoloy kawakaiJ A ustral ian National Uni versity bahwa in inat
antropolcgi pada hol-l1al kecil hang terlihat hiasa dan scpele. j tlstrti bisa mclihat hal-hal
besar yang lebih kasat inata.’Gaf \it dcngan itu. setahun kcinudian, Pro F. Mutia Farida
Harta St asoilc. t olga men} ant paikan. ‘ \ ntrop‹›l‹› i men tadi s‹\mgat i-c le an hegi Lila

9
dalaıl1 men jalank:\ı1 tu as Lila seh‹t ai \ al •\ neg:ıra } aM¿L ı11cnJ pmt a i tar
ikul ın enki si trenhankom1an Masiona I". ’
Perny ataan di atas \ncneğaskan bahx•a antropologi mimiliki pc
untuk ikut mcnyikapi persoalan ang dihadapi hangsa dan hcrparti>›g••, --.-.
pembangunan. Sal ah satunya terhadap menggeliatnya politik identitas belakangan ini
yang berpotensi mcngik is kcrukrınan nasional dan ıTıelemahkan sendi-sendi kehidupan
berbangsa serta bcı ncgara. Kchadiran antropolcgi dalam politik identitas ınenelnukan
makna pcntingn\ a untuk nıercspcns pcı nyataan H rmtington (2003:8-9)
bahwapcrcattıran Global dan nasa dcpan politik d mia pasca-Perang Dingin akan

melihatka n konlestasi. bahkan fren trıran antarpcradaban. Kecender\ıngan masyarakat


ınengidcnti fikasi diri bcrdasarkan asal-usul, agama. bahasa. sctarah, nilai-nilai, adat-
kehiasaan. dan institusi-institusi akan menin¿kateskaIasinya sehingga tnembentuk
ırııltipolaritas clan ın ultisivi lisasionalitas kcbuda\ aan. Iınpl ikas i pernyataan ini bahwa
peluang ter,jadin; a bcnt u an dan kon flik sosial berbasis identitas budaya akan semakiıl
hesaı“.
Menrırtıt LuklTıantoı o (2008:2), politik identitas adalah tindakan polilik untuk
ınengedepankan kcpentingaıJ-kepcntingan dari anggota-anggota suatu keloınpok karena
men il iki kesamaan identitas atau karaktcristik. baik herbasis ras, etnis ıcnder, ınaup\ın
agana. Scnada dcn an itti. Maaı if” (20 12:4) menü askan bahwa secara substantif, po!
itikidenti(asdikaiTkan dcngan Ltpentingan anggota-anggoTa sobuah Le!oıxpoksosat yang
merasa dipeı as dan teı siılgk ir nleh dom inasi arus besar dalam sebuah bangsa atau ncgara.
Jadi. pertan; aannJendasar} ang pcrl ı diJawab dalan studi politik identitasınuncakup, (a)
identitas kelompok dalam perhedaan dan hubungannya dengan ki loırpok-kelon pok kang
lain: (I›) ı1ıarİ inalisasi j’ang dialam i kelompok ; dan (c) bsgaimana kclompok } ang tcrn
ariinalkan ini nıelakukan yeı akan politik untuk ırcınpcıjuangkan kepentin¿ann} a. Seluruh peı
tan}’’aan tersebut merupakan dinaıTıiî:a organisasi sosial seba ai rınsuı budaya nın ivcrsal }
ang tclah menjadi konsens
antropolo¿- dan sosiolo¿-i selama ini.
i
Eks cm[a laı -ckscmplar antrupcloy i } and mcndalam i organ isasi sosial dari tingkat
terkec i- kel uaria. hingga \ ang tcrbcsar neya‹ a. ıneınbcrikan catatan pentiny bahwa
I
dalan setiap organisasi sosial mclekat pcrsoalan-pcrsoalankckuasaan.Dalam studin’
Ü'l.o kurmlhkıi tiunı I3umn lüp.noxcn ıja|, ;un_ htıudi ’ Aniror
tentang antropologi pol itik, Leach (dalam McG lynn dan Tuden (ed). 2000:3)
menyatakan bahwa perubahan sosial dan Cultural rnerupakan pencarian kekiiasaan.
Oleh karenanya. pcr erakan organisasi sos ial dan ttanstormasin ya ke dalam sistem
politi k, juga termasuk politi k identitas, akan dapat dipaham i dengan mene lusuri
kerb baJi deskripsi tebaI paraantropolog. Tentu saja. teori kritis Keesing ( 1994) yang
men\’atakaıJ bahwa antropolog i harus ınampu melihat lebih Iuas pada bentuk-bcntuk

simbclis, koıTıunikasi, dan makna.pattıt ııJcndapatkan apresiasi positif.


Men baca politik identitas daIam fenoıncna politik lokal Bali dapat memberikan
penyegaraıl perspektit da tam antropologi. Politik identitas di Bali memilik i akar yang
krıat ınuIai dari crganisasi sosıal tcrkecil, keluarga. S istenl kekerabatan di Bali
mei entang dari keluarga inti. keluaı ya besar. dan klen patrilineal (.›‹›/ c//, u'‹/nq.\o)yang
merentang hingga ke le¡‹ıhur sebagai haki kat fransenden (h› n//g). Kekhasan sistem
kekerabatnn di Bali t tıga karena silsilah keluarya ini dapat ditelusuri melalui literatur
scjarah tradisional. keagaınaan }’ang nlcrentang dari meraj‹ın atau .sanyy‹ıIı (keluarga
inti). mei o|rın ayıInç• atau \arıyy‹ılı yedi (keluarga besar), f:ıuihon, punıi, dadia (suh-
,soroh), dan pu‹lIıarnınn di Puı a Agung Bcsak ih (pusat büro//. lcluhur tcı1inggi). tam un
sistem kekerabatan ini telah ırcnjad i simprll politik identitas di Bali karena setak tahun
19 I 0-an, kontestasi kelompok herbasis .\‹›ı oh terus meılgcmuka (Bagus, 1969, 1975;
”I riguna. I 9fi7, Kum baı a.20 18).
Polcnl ik atarı bahLan konfi ik ini terutanla tcrjadi antaı a Leloınpok yala›* or/g,\o
( mas;arakat biasa ’ ) dan /r/›ı m ay .\‹/ ’ 'k¢mudian lebill spesitık antara hruhıtıanawang.sa
dengan \\arya /›u.\‹•\ dan y7r/n‹/ ' ). Pada kcscırpataıl yang lain. T riguna ( I 997:288)
menjelaskan bah›va leınbaga-lembaga .\o/ lı dıbentuk sekclompok elite untuk
mempert \ıangkan bcrbagai kcpcnt ingan tcı utaına berkaitan dengan mobilitas kelas
sosial, reı nlasuk dalaıTı bidany kcagamaan.Kontestasi ‹mi‹:m.not ‹mı menyangkut isu
kependctaaıl. persoalan adat. dan kctidakadilan perlakrıan sosial tcrus berdinaırıika
hingga saat ini.Upa}‘a kelompok /ri›‹ amy.\' yany nınnınnya didrıkung oleh sebagian
jabmvarıy›‹ı ı1lclr pertahankan hubungan patron-klicnkarcna ikatan h istoris —gçnialogis
(.\‹\‹ c-bir\›c, |ıuri-pan¡uk) tek \\s dilak\\Lan sclJingga menjadi tetap eksis (Kumbara,
2018: 4)ScbaIikn} a,/‹//›‹»‹ ngs‹/ }'ang mcrasa terpinggirkan dalam ikatan patronase
tersebut beı usaha merebrıt dom inasi min ‹ıng.s‹ı mclal\ıi berbagai gerakan. baik kultural
maupun strukttıral. Istı .\’‹»n‹ ‹/ .›‹›J/ıo/rol (seı1ıua pendeta sana) dan nıunıı. apa‹ln (semua
manusia santa) santer dihcır buskan keloınpck yer/›‹n tiny.\'‹ı sebagai perjuangan moral
untuk ılıenyçrtıkan pcrsanlaan dan kesetaraan. baik dalam bidang keagamaan maupun
sosial. Hal ini diperkual dengan ke} aLin an pada ‘lilii.dunn lclahur' ' sebagai legitimasi
transendental atas perjrıan gan yang didelorakan (Triguna. 20 I I : I 40— 142).
Ikatan .sol eh ini tan pakn¿a ıııeınbentuk sentiıren prinlord ial dalam diri
sehagian besaı tırnat I-lindu di Bali. bahkan belakangan ini semak in menguat. Sejumlah
kelompok .\’or‹›h mcınbcılmk organisasi sosial keagaınaan sehingga polarisasi
ınasyarakat beı basis geııealcgis ini semak in ınerunc ini. Pada era Reformasi. eskalasi
politik identitas .‹u› oh ineninyyi ketika keloınpok /c//›m‹ uny\n berhasil menguasai
orgaılisasi keagalnaan H indu dengan ınenempatkan anggota ke lompoknya sebagai
Ketua UıTıum Farisaclha H indu Dfıarı1ıa lndonesia dan mengisi sebagian besar .martha
pun‹Iila (” ınutelis kepcndetaan ”) di organisasi tersebut (Sudharta, 2006: 135). Dalam
î anah poli tik. n1cırcnt\ım peınilihan kcpala daerah. pam ilihan anggota legislatit. bahkan
pen ilihan kcpala desa, juga idcntilas \r›/ h ini kerap diınobilisasi olxl aktor-aktor
politik. Sebagai catataM. sejak pen ilihan rıbernrıı dılaksanakan secdra îangsrıng di Bali
(2008). keloınpok /n/›r/›ı ‹ım.sa selalrı ı\1eıTıcnanyi haİatan politik lina tahunan
tersebut ’ '. Scıllentaı a di tin kat kabtlpaten/kota su-Bali. saat ini hank a di Kota
Denpasar dan Kabupatcn Karangasem }‘ang diınenangkan eleh tıg ır dari kelompok

Oryanisasi sosial keugamaan masycrakat Bali berikutnya adalah he.«/ puki’uman


yang wargan}’a berasal dori bei bayai kelon pok .su u/t. Secara historis. keberadaan rm.‹u
¡›akrnn nn ata« desa aüat telah ditemr\kaiJ pada sejumlah prasasti sekitar abad ke-9 M
dengan sebutan›i ‹//f7/‹/ alari heh/o. Desa ini bcrsitat deinukratis, otonom. paternalistik,
dan tertutup sehing a scring dischut “ iepublik ir ikrc’ atau ‹/‹J.\r)›.\r‹publiek(Liefrinck,
1934 ; G unadlla, 2008). Scjak era Retórmasi. kcbei adaan ‹ic.\o j›akraman diatur dalam
Peraturan Daerah Propinsi Bali Nomor * tahun 200 I }'ang discmpurnakan menjadi
Perda Propinsi Bali Ncmor 3 Tahun 2003 tentang Desa Pakraınan. Dalam Pcrda ini,
setidak-tidaknyade.s’r/ y›c ki c//z/r‹z/lremiliki beberapa kewenangan otcnom, mencakup
otonom i dalampcn¿c lcnggaraanagaına H indu, penetapan dan penerapan aturan (o›r/g-
big), pengelolaan\v ilayah. dan ckonom i. Dengan otonom i yang dirn il iki, bahkan
Grlnadha (2008:32) meMyeb ıt‹/u,\n p‹ıin’uııı‹ın adat ah identitas budaya masyarakat
H indu-Bali karena scluruh tata nilai. aktivitas, dan wujud kebudayaan lainnya
diimpleırentasikan daIarn kehidupan ‹7c°.Y‹/ pukruıtıan yang dij iwai agama H indu.
Dalam konteks politik identitas, ‹le.\u pakruııı‹ın mcnjadi institusi yang secara
langsung atarıpun tidak, berpotensimeIak\ıkan politik pcrbedaan dengan ’ yang lain” di I\
ıar anggotan;‘a. Seluruh \\’arga anggcta c/c.su p‹Ikraııınn disebut krunto ngurep atau
›+’e‹J. sedangkan warga pendatang vang bcragama H indu. tetapi tidak menjadi anggota
J«.›n y‹/k/-c///c/n di seb\ıl kı ‹u/in mu//H, dan pendatany non-Hindtı disebut fon î///'

°. Denyan penabedaan ini. maka dalaıTı w ila}‘ah r/c.›r/ j›‹ıkı’aman terdapat polarisasi
penduduk atas dasar asal-usul wila}‘ah (asii pendatang). agana (Hindu — Nonhindu).
serta kmmbinasi agama dan wiIayah (H indu asl-i H indu pendatang). Kcndati demikian,
h ıbungan dengan negara ın îsalnya, adıTı inistrasi kependudukan, sejatıh ini dapat
dikonsolidasikan dengan haik karena hubungan G/u.•u j›‹ıkı-aman dengan ’ desa dinas”
sebagai repıescntasi negaFa dikelola herdasarkan skcma struktural tungsional.
Akan tetapi, pıoblclratika identitas daIam h\ıbungan dengan negara (pluralisme)
justru ınrMlcrıl ketika ‹le.\’‹/ paı“‹ııııun nJerespons isu- isu ataupun peı”istiwa yang
mclibatkan pihak Iuar. Sebut saia ın isaln}’a, prasan ka ctnisitas dan agaı1ıa yang
menguat pasca-peristiwa Ben Bali î 12 Oktoher 2002). Menguatnya prasangka etnis
(dan agama) serta stigmutisas i etn isitas (orang Bali terhadap //le o ı her) (Kumbara,
201 0) sebaga i sun beı ı11asaIah (kı iminal. narkoba. dan patologi sosial lainnya)
terutanla s telafı dikctalıui bahu‘a pelaktı Bom Ba li I adalah kalangan radikalis IslaıTı
yang beı asal daı i Jan a. Respon orang Bali atas idcnîifikasi “la\va-Islaın adalah teroris”,
pasca Bom Bal i I antara laiii adalah ınelakukkan .\ e‹y/z/y ke ruınalı-rrımah kos atau
kontrakan kang dilakukaıl /›« n/‹hey*’ terhndap pendatany dari Jawa.Perlakuan serupa
saına sckali tidak berlakrı bagi uMJat I slaıTı } ang sedulrı-mkıta ıncnjadi penduduk Bali,
seperti Islam f’eya;aman. I slam Bugis Scrangan. Kampung Jawa. dan lain sebagainya.

bai k ang m en gkumak an k ategoı isas i alana a maupun ti daL.


Wacana A jeg D‹ıli pun semak in santeı dikuınandangkan oleh pc litisi lokal dan ternyata
mendapatLan dukungaıl penguasa media massa tokal terbcsar di Bali, ha/i Po.sı, Satria
haradha — peınilik Bali Post dan Bali TV —ırıenggagas lahirnya Koperasi Krama
Baliyangsalah satu ümit rısahaMya adalah mcnjual bakso sebagai tandingan dari Bakso
Jawa-lslam .
Bangkitnya prasangka etnisitas dan agama mas}’arakat Bali terhadap lslam.
dapat didugasebagai memor i kclektif atas identitas kulturaln}‘a yang menurut Picard
( 1997) tclah dikonstrtıksi begit ı rupa oleh kolonial. Pembent lkan identitas Bali sebagai
‘ sebuah ptılau H indu yani dikclil ingi lautan lslam” paling tidak lTıcmberikan
konsekuensi tangka paniang, /›«/ /‹ı//ı‹/, identitas Bali-Hindu' dalam oposisinya
terhadap lslam. dan /rcğı/rı, ıneınberikan kerangka kerja kang dcngannya orang Bali
akan mendefinisikan diri mereka sendiri (Picard. 1997: I 8d). Terlebili lagi ketika
perist iwa Boia Bali meinbcrikan dampak cukup besar terhadap Iesun\ a paris isata Bali
vang sclama ini meniadi trilang-pungg\ing pei ekonomia Bali. Bagaimanapun j figa,
identitas Bali lncrupakan pembinykaiaM kcmbali konsep-konsep sebagai tanggapan atas
kolonialisasi. lndoncsianisasi. dan t\irifikasi pulafi mcreka (Picard, 1997: T 87). Oleh
karenanya, segela hal yang hersanykrit-paut dengan kmpari wisataan Bali akan selalu
iJlendapatkan rcspons sosial.
lu plikasi g•eı akan .4/eg Dal i ıneınııncak ketika wacana ‘ otonomi khusus'
kemhal i nJenctlat ke pu mukaan. Aıt inya. sclain gerakan identitas kuItural yang
melibatkan politik perbcJaan antara ‘ pcndtıduk asli ” dan pendatang', juga wacana ini
telah bcrycı ak pada hubtıngan Iokul ” dan ’nasic nal ”. Periırıban¿an keuangan pusat dan
daerah. kccilnya dcvisa hasil paıiu isata }’ang dinikmati Bali, Undang-undang
Fornografi dan Pornoaksi, dan banyak Iagi kebijakan pusat yang dianggap tidak adil
bagi Bali. mcnj adi isu dominan bang dilontaı kan untuk ınendukung wacana otonom i
khusus Bal i. Kekhasan budur a dan keunggulan paı i isata Bali dipandang cukup layak
untuk ınenJapatkan hak-hak otonomi khusus. sepcrti hainya Aceh, Yogyakarta. dan
Jakarta. Getala ini ınerrıpakan kenisca\ aan Larcna setiap indiv idu dan keloırpok ingin
nlenliliki identitas sosial pang politik dalam rangka nJendapatkan pengakuan
(i’e‹‘oytiitioii) dan pei sainaan sosial ( \ncio/ cg/«////¿) (Hogy dan A brains. 1988).
Menjadi seirakin unik. ketika wacana .4/cy B‹ili dan otonom i khusus Bal i. ternyata
mendapatkan dum:unyan ma¿oritas kelompok .\’oruI/,yang pada saat bersamaan
sebcnarnya tidak pernah i1iengakhiri kontes\asin} a.
Apakah dengan ıTıenı inta otc›noın i khusus, separatisıne telah merasuki
pem ikiran masyaraLat Bal i. seperti kasus Acch dan Papua‘7 Dalam kasus Bali,
pcrtanyaan ini lehih tepat dicarikan jan abann¿a pada persoalan ketidakadilan yang
dialami Bali, haik dalan pen bagian kum pari\\‘isata maupun kcbijakan pusat yang kerap
dipandang ne leınahkan posisi Bali dalan men per\ahankan adat, budaya, dan
agaınanya. Bali scba¿Lai ‘ Pahau- Mcrnh' menrınj tıkkan dukungan yang begitu kuat
masyarakat Bali tcı hadap ılasicnalisıne dalaıTı pcrpol itikan nasional. ' ’ Artinya,
prematuı dan tidak heralasan ınen atakan \vacana otonom i khusus Bali sebagai gcjala
separatisme. Geı akan pcl itik identitas metalui A¡ey B‹ıli dan otonom i kh rısus Bali.
tustru lrcnegaskan status ontolo¿uis polit ik identitas Bali sebagai perjuangan masyarakat
Bali dalam rclasinşa dengan negara.
Membaca pc›litîk lokal Bali ı1ıenun iukkan pentingnya peraıl antropologi datam
menyediakan catatan etnogratı meılgcnai idcntitas budava suatu kelompok. Bagainlana
kclonlpok dihentrık melalui ikatan bin-sosiologis. nilai-ni lai, dan siınbcl-simbol dalam
perbedaan dan interaksinya dcnyaıl kelonıpuk lain, sepcnuhnya adalah kerja
antropologi. Melalui deskripsi mendalam (/h/cl r/c.sr’ripıion). antropologi |uga berhasil
mengungkap persoalan-pcrsoalan idcologis }’ang hegitu abstraL: sehingga simpul-
simpul kultural } and nlendasari tertadinya politik identitas dalane kehi‹tupan sosial.
Dalam kcnteks derban sa, antrupolo i ıuga menemukan panggilanılya untuk
ıTıemaparkan nilai-nilai budala dalan keloıTıpck-keloınpok etnis yang produktif bagi
kcrukunan Masional. Olch karena itu, keberhasilan antropologi dalam ıncnyediakan
eksemplar ilu iah tcntang politik idcntitas harus diimhangi kcberhasilan } ang sana
dalam mcn}‘cdiakan kai ian-kaj ian tcntang nilai-nilai etnisitas \’anc mcnduktıng identitas
national.
Refleksi
Fengctahuan ten tang yang buruk, sana pcntingn\ a dengan pengetahuan teÜtang
}any baiL. Ke\’af:inan ini t una peılting J ikeınbangkan dalam men}’ikapi persoalan
politik identitas } ang selam melanda bangsa ini. Tidak dapat dipungk iri bahwa politik
identitas pada tai af yang paliny nıcırıl›aha}‘akan akan ınengganggtı stabilitas Leamanan
nasional. ketika huburıgan antaı -ıas. etnis, hudaya, dan agama penuh dengan prasangka,
bahkan ı11c lahirkan uiaran-rıt aran kebcnc ian. Akan tetapi, juna tidak sed iki t catatan
sejarah yang ınenunj ukkan bahaa politik identitas maınprı nıenj adi kekuatan penggerak
perjuangan untuk me›vrıj udkan kcadilan sc›sial. Oleh karenanya, politik identitas harus
diposi5ikan dalam skcma dialektik-transformatif, \akni ıT\engurai ketidaksetaraan dan
kctidakadilan yang dialanJi oleh kclompok-kelompok sosial dan mcntrasformasikan
tujuan perj rıangan ıTıercka untuk kebaikan bersama.
Politik idenf itas sebagai gejala laten datam kehidtlpan masyaraLat plural harus
dikelola dalam skema ınultikultural. baik sebagai ideolcgi maupun praktik politik.
Secara ideologis, perbedaan harus diakui sebagai rcalitas sosiokultrıral sehingga setiap
ctnis, ras, dan agam a dapat mcngartikulasikan identitasnya daIarn kssctaraan dan
keadilan. Bcgitu pula sebagai praktik politik. peı bedaan tidak bolch dimobi îisasi dan
diinstrrlmentalisasi untuk kepentin¿an pclitis sesaat, juga kebıjakan politik harus
ınampu merangkul selfırulı eleman bangsa uıltuk ikut berpartisipasi tanpa diskrim inasi.
Politik elektoral sebagai strrıkt ır kcscmpatan bagi penciptaan momen-ınowen politik
idenıitas harus dilaksanakan dengan mcngedepankan aspek brldaya dan keadaban
masyarakat (c°/\ // .doc im ). U ntuk itu. antropologi harus keınbali pada titahnya sebagai
penj ada gawang kebuda\aan sehingga nilai-nilai budaya masa arakat yang adiluhung
dapat lrıencerahi seIrıruh dimensi kehidupan bangsa dcıTıi terwu|udnya sistem
demokrasi yanki hcı pel ikemanusiaan. adil, dan heradab.

Daftar Baca a n

A bdillah, Ubed. 2002. Politik Itlenliuı.s Emi s. Peı gulrllun Tarıcla Tan ›u 1deııtila.s.
Magelang: I ndonesatera.

Anderson, Benedict. 1999. Koruın un.s-K‹›ıııııniıos mı b‹ı› uny Renıınyun Tr°nıany A.sal
Vsv// ‹I‹ın f’enycI›‹ıı’‹ın fl!‹ı.si‹›rı iii.nun. Alih Bahasa Omi Intan Naomi.
Yog¿akarta: fustaka Pelatar.

Bagris. I G tist i N gtirah.”Pertentangan Kasta dalair bentuk Barn pada Masyarakat Bal i,”
Den pasar: J urusan Antropolcg i. I 9b9.

, “Surya Kanla Modern Kau‘angsan Movement o L Thc Jaba Caste in Ba li,"


Mask arakat I ndoilesia, Vol. I I.be.2 Jakarta: LI PI, 1973.

16
Barker, Chris. 2005. € ulture Studie.s Teori dan Praktik. Yogyakarta: PT Bentang
Pustaka.

Barth, Federich. 1988. Kelomfiok Elnis Jan Bata.s annya. Jakarta: UI Press.

Daeng, Hans J. 2000. Mann.era, KehuJayaan dan Lingkungan. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.

Dau khcim, Eill ilc. 1995. The Eleiiiciil‹lin' F‹›i•iii ‹ț/ iIl‹’ f‹c°Iiyi‹›ii,s Life. Translated hy
Kai cn E. Fic lds. New Yori k: Frcc Prcs.s.

Lrikson. Thomas H} lland. 1 09s. Emi‹'ii) ‹Jii‹l .k"‹iIi‹inuIisiiie.' .4 lui ‹›p‹›l‹›yic‘ul


P‹•r.•f›e‹.ii\'c,s. LondoM and l3ouldei. C\oloradc: Plutu Prcss.

Foucault. Mie hel. 2t)(J2. Pengetahuan dan Melode. Karya-karya Penting Michel
Foucault. Paul Robinow' (ed.), terj. Arief. Yogyakana: Jalasutra.

Geertz, C lifford. 1973. The Interpretation of Culture. New York: Basic Books.

1976. The Religion ofJuva. Chicago: University of Chicago Press.

Gunadha, Ida Bagus. 2008. De.ser Pakraman Sebagai Strategi Keberiahanan Adat,
Baduya, dan Agama Hi'ndu Bali. Denpasar: Kerjasama UNHI Denpasar dan
Kanwil Departemen Agama Provinsi Bali.

Gutmann, Amy. 201. 1 . IJentity In Democracy. Princeton University Press.

Hall, Stuart. 1991. “Old and New Identities, Old and New Ethnicities”, In A. King
(Ed.). Culture, rlohalisation and the World System. Basingstoke: Macmillan.

1997. Repre.mentation.- Cultural Repre.mentation.s and Signning Practice.s.


London: Sage.

Henk Schult-Nordohlt. 2006. The Syell of Power, Sejarah Politik Bali 1650- 1940.
Jakarta: KITL V.

Hogg, Michael A and Dorn inie Abrams. 1988. Social Idc•ntification. A Social
Phy.Ecology of Intergroup and Group Proce.s’.s. London: Routledge.

Huntington, Samuel P. 2003. Benluran Antarperadaban dan Ma.sa Deyan Politik


Dtinia. Jakarta: LP3ES.

17
Husein A bdussalam, (27 I uni 20 1 8). “Faktor yang Membuat Djarot Kalah dari Edy di

Keesing, Roger H., 1994. “Theories of Culture Revisited.” In Robert Borofsky , ed.,
A.s.se,s'sing Cultural Anthropology, pp. 30 1-319. New York: McGraw-H ill

Kristianus. 20 1 6. Politik dan Strategi Budaya Etnik dalam Pilkada Serentak di


Kaliinantan Barat. Jurnal Politik Indone.ăia: Indone.sian Political Science
Revien' l (1) (2016) , 87-10 1.

Kumbara, A.A. Ngurah Anom. 20 10. Konstruk.st Wacana Ajeg Bali dalam Relasi
Those firtfpru IHeologi dan t/iopia.Orasi I lmiah Guru Besar Tetap Universitas
Udayana Bidang Epistimologi Antropologi. Universitas Udayana, Met 2010.

Kumbara, A.A. Ngurah Anoin, 20 l 8.”Trasformation of Siwa-Sisya Relationsip within


Hindu Religiosity: Religious Practices in the Globalization Era ' . International
Journal of Linguistics and Culture . Vol.4.to. 5, September 20 18, pages I -13.

Lan, Thung lu, Dedi S. Adhuri, Achm8d Fedyani SaiFuddin, Zuyani Hidayah. 2010.
Klaim, Konıe.sinsi, dan Konflik IdenıiIa,s. Lokalila.s sis-a-vic Nasionalisme.
Jakarta: Insitut Antropologi lndonesia (IAI).

Luk mantoro. Trivono. 2008. K‹ nir‹/i‹iii /’r›/i/ik Ruon,q. .1 ekarta: Koir pus.

Manuati. Yekti. 2004. /J‹ nlila s Dat tit. K‹›itio‹lifika.s i ‹lclri I’m/ilik ñ’rl1aduyaan.
Yogyakai‘ta: I.Ki S.

Marger, Martin N. 1 994. f‹rce and Ethic Relation.s. California: Wadswouth Publ i shing
Company.

McG lynn, Franck dan Arthur Tuden (ed). 2000. Pendekaian Antropologi pada Perilaku
Politik, Jakarta: U1 Press.

Nordholt, Henk Schulte dan Gerry Van K linken. 2007. Polilik Lokal di Indonesia.
Jakarta: YOI.

Nurkhoiron. M. 2007. “M inoritisasi dan Agenda Multikulturalisme di I ndonesia:


Sebuah Catatan Awal”, dalam Hak Minorita.s Multikultura1i.sme dan Dilema
Negara Bangsa. Editot: Marsudi Noorsalim, dkk. Jakarta: Yayasan
lnterseksi/The lnterseksi Foundation.

Parekh, Bhiku. 2007. Rethinking Mııltikulturalisnı Keberagaman Budaya dan Teori


Politik. Yogyakarta: Kanisius.

18

Anda mungkin juga menyukai