Anda di halaman 1dari 10

PATRIARKI DI ERA MODERN

Mayang Anggun Febrianti, Stefanus Diky Setyawan


mayangbahar630@gmail.com
dikisetiawan1213@gmail.com

ABSTRAK

Perkembangan teknologi di era revolusi 4.0 membuat manusia harus


berhadapan dengan ideologi atas hasil kemajuan pola pikir dan teknologi
generasi baru yang menjadi tonggak semakin majunya perkembangan
teknologi dan ilmu pengetahuan. Salah satu pola pikir yang masih terus ada
hingga saat ini adalah pola pikir patriarki dimana laki-laki selalu dianggap
lebih dominan dan wanita adalah pihak yang lemah dan hanya berhak untuk
mengikuti peraturan yang ada. Kasus perceraian Johny Deep dan Amber Heard
digunakan sebagai acuan dalam penulisan artikel ilmiah ini. Kasus perceraian
Johny Deep dan Amber Heard yang beberapa waktu lalu mejadi sorotan publik
menjadi bukti kuat untuk masyarakat bahwa patriarki juga sangat merugikan
kaum laki-laki. Yang membuat kasus ini menjadi penting dan bisa ditarik
sebuah pelajaran karena melalui kasus ini kita dapat melihat bahwa kekerasan
seksual bisa menimpa semua orang tanpa memandang ras, status sosial, atau
gender.

Artikel ilmiah PATRIARKI DI ERA MODERN menggunakan prespektif


gender dalam mengkaji permasalahan yang ada. Metode kualitatif dengan
pendekatan fenomenologis mendasari proses analisis penulisan artikel ilmiah
ini. Sudut pandang patriarki oleh Aristoteles, Walby, dan Robert H. Shmerling
digunakan dalam menyempurnakan artikel ilmiah ini.

Melihat fakta di atas, tidak hanya budaya patriarki yang merugikan perempuan,
tetapi laki-laki juga menjadi korban. Kekerasan dalam rumah tangga yang
dialami Johnny Depp mencontohkan stereotip laki-laki yang selalu harus
tampil “superior” dalam keluarga dan mudah disalahkan atas kekerasan dalam
rumah tangga. Dalam hal ini, Johnny yang kalem dan kuat sangat "lembut"
menuduh Amber melakukan kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukannya
sendiri. Dan salah satu poin terpenting adalah bahwa kekerasan dalam rumah
tangga tidak hanya mengancam perempuan, tetapi juga laki-laki bahkan anak-
anak.

Kata Kunci: Patriarki, Gender, Johny Deep, Amber Heard, Dominasi,


Superior, Inferior.

ABSTRACT

Technological developments in the 4.0 revolution era made humans have to


deal with ideology over the results of the advancement of a new generation of
mindset and technology which became the cornerstone of the increasingly
advanced development of technology and science. One mindset that continues
to exist today is the patriarchal mindset where men are always considered to be
more dominant and women are the weaker party and only have the right to
follow existing rules. The divorce case of Johny Deep and Amber Heard is
used as a reference in writing this scientific article. The divorce case of Johny
Deep and Amber Heard, which has recently been in the public spotlight, is
strong evidence for society that patriarchy is also very detrimental to men.
What makes this case important and a lesson can be drawn because through
this case we can see that sexual violence can happen to everyone regardless of
race, social status, or gender.

The scientific article PATRIARKI DI ERA MODERN uses a gender


perspective in examining existing problems. A qualitative method with a
phenomenological approach underlies the analytical process of writing this
scientific article. The patriarchal viewpoint by Aristotle, Walby, and Robert H.
Shmerling is used in enhancing this scholarly article.

Seeing the facts above, not only is patriarchal culture detrimental to women,
but men are also victims. Domestic violence experienced by Johnny Depp
exemplifies the stereotype of men who always have to appear "superior" in the
family and are easily blamed for domestic violence. In this case, the calm and
strong Johnny is very "soft" accusing Amber of self-inflicted domestic
violence. And one of the most important points is that domestic violence
threatens not only women, but also men and even children.

Keywords: Patriarchy, Gender, Johny Deep, Amber Heard, Domination,


Superior, Inferior.

1. PENDAHULUAN

Memasuki era paling baru yaitu society 5.0 atas revolusi dari revolusi industri 4.0
manusia semakin cepat harus berhadapan dengan ideologi baru atas hasil dari kemajuan pola
pikir dan teknologi generasi baru yang menjadi toggak semakin majunya perkembangan
teknologi dan ilmu pengetahuan. Semakin banyak generasi muda yang memiliki pola pikir
pesat dan modern, kebanyakan karena literasi dari barat dan juga pengaruh media yang
dewasa ini betul-betul membawa dampak besar pada masyarakat tentang apa yang
diberitakan. Gender bagi sebagian kaum masih merupakan hal yang tidak begitu mendesak
untuk diangkat ke permukaan namun bagi sebagian orang pun gender adalah hal yang krusial
untuk dibawa keluar dari kotak. Permasalahan gender di era modern ini menjadi krisis karena
walaupun jaman sudah maju dan teknologi AI menjalar sampai ke belahan dunia ketiga pun
kesetaraan masih belum terjadi. Wanita masih nomor dua dan laki-laki adalah tulang
punggung, ini menandakan cita-cita sebagian wanita untuk menjadi tulang punggung dan
cita-cita sebagian lelaki untuk mengurus rumah masih awam dan tabu untuk diwujudkan.
Apa penyebab masih banyak masyarakat berpikir begitu? Jawaban yang semua orang sudah
tahu, patriarki.

Tatanan patriarki merupakan sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki


sebagai sosok otoritas utama yang sentral dalam organisasi sosial. Tatanan ini mengabsahkan
superioritas laki-laki dan inferioritas perempuan yang tidak hanyak kita temui pada satu atau
dua kelompok masyarakat namun juga di seluruh belahan dunia. Posisi maupun peran sosial
tidak lepas dari pengaruh identitas gender yang dimiliki seseorang, laki-laki dan perempuan
akan mendapat perbedaan peran maupun posisi sosial yang ada di masyarakat. Sebenarnya
apa yang patriarki inginkan dari kita? Wanita menjadi batu yang tidak bisa bersuara atau laki-
laki menjadi hercules yang selalu gagah dan perkasa? Stereotype yang tidak masuk akal ini
bukan hanya menyakiti hak-hak wanita namun juga lelaki. Kasus perceraian Johny Deep dan
Amber Heard yang beberapa waktu lalu mejadi sorotan publik menjadi bukti kuat untuk
masyarakat bahwa patriarki juga sangat merugikan kaum laki-laki. Maka dari itu artkel
ilmiah ini ditulis guna meluruskan apa yang perlu kita lakukan terhadap paham patriarki ini.
Perlu disadari membalikan tatanan keseimbangan kekuasaan maskulin adalah hal mustahil
jika tidak dilakukan oleh kedua belah pihak karena sistem ini telah menancapkan kukunya
pada tatanan masyarakat.

2. METODE PENELITIAN

Metode Penelitian merupakan ilmu yang mempelajari tentang cara penelitian ilmu
tentang alat-alat dalam suatu penelitian. Oleh karena itu metode penelitian membahas tentang
konsep teoritis berbagai metode, kelebihan, dan kelemahan yang dalam suatu karya ilmiah
kemudian dilanjutkan dengan pemilihan metode yang akan digunakan dalam penelitian
nantinya.

Dalam artikel ilmiah ini, peneliti akan menggunakan metode kualitatif dengan
pendekatan fenomenologis mendasari proses analisis penulisan artikel ilmiah ini. Metode
penelitian kualitatif merupakan metode riset yang memberikan penjelasan lebih analisis dan
bersifat subjektif. Sedangkan pendekatan fenomenologis merupakan pendekatan penelitian
data kualitatif untuk mengungkap kesamaan makna yang menjadi esensi dari suatu konsep
dimana fenomena yang secara sadar dan individual dialami oleh sekelompok individu dalam
hidupnya. Penulis menganalisi faktor penyebab paham partriarki masih ada hingga saat ini di
masyarakat lewat studi kasus perceraian Johny Deep dan Amber Heard didukung oleh
beberapa argument pendukung dari para ahli menyikap keberadaan patriarki di kehidupan
masyarakat.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Patriarki adalah sebuah sistem konstruksi sosial yang menempatkan pria atau laki-laki
setingkat di atas wanita. Dalam budaya patriarki, laki-laki selalu dianggap lebih dominan dan
wanita adalah pihak yang lemah dan hanya berhak untuk mengikuti peraturan yang ada.
Tanpa disadari, budaya patriarki ini merupakan sistem konstruksi yang diwariskan secara
turun-temurun dan sudah ada sejak kita lahir. Ketika sosok ayah dianggap sebagai kepala
keluarga dan berhak mengurus seluruh anggota keluarganya. Mulai dari istri, anak hingga
harta benda. Selain itu, budaya patriarki yang mengakar sejak usia muda seringkali juga
menekan peran perempuan. Di sana mereka sering diidentikkan dengan barang-barang dapur,
rumah tangga, dan tempat tidur. Wanita yang ingin berkarir seringkali terhalang oleh aturan
keluarga atau tuntutan suami yang tidak menginginkan mereka bekerja. Oleh karena itu,
ketika timbul masalah dalam keluarga, seringkali perempuan yang paling lemah dan
disalahkan. Dimana dia tidak bisa membela diri, apalagi semua harta yang dia gunakan
adalah pemberian dari suami atau keluarganya. Walby kemudian menyempurnakan
pernyataan tersebut ketika dia mencatat bahwa patriarki adalah struktur sosial yang dengan
tegas mengklasifikasikan laki-laki sebagai pihak yang dominan. Bahkan Aristoteles
selanjutnya menjelaskan bahwa patriarki terkonsentrasi di tangan laki-laki tertua dari
berbagai kelompok keturunan dan penularannya melalui laki-laki, biasanya untuk
kepentingan anak sulung (organisasi patrilineal). Patriarki adalah akar dari pengkotak-
kotakan gender yang terjadi diseluruh belahan dunia. Yang awal lumrah dan sering terjadi
adalah sexism. Seksisme adalah prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atau
kelompok berdasarkan jenis kelamin atau gendernya. Ini sering kali memengaruhi
perempuan, dan ini adalah salah satu akar dari patriarki yang menjadi penyebab ketidakadilan
gender. Patriarki yang masih mengakar kuat di era modern ini sangat merugikan kedua belah
pihak, baik perempuan ataupun lelaki. Dalam kacamata kaum konservatif, semua “kodrat”
yang diberlakukan secara tidak tertulis untuk perempuan dan laki-laki adalah benar adanya.
Padahal tidak ada aturan tertulis yang mengharuskan perempuan atau laki-laki berperilaku
ataupun berlaku sedemikian rupa. Wanita yang dianggap inferior sringkali tidak diijinkan
untuk menjadi vokal dalam menyuarakan suaranya. Laki-laki yang dianggap superior tidak
diijinkan untuk menunjukkan emosi kesedihan seperti menangis. Laki-laki juga sama ruginya
karena budaya patriarki yang masih mengakar kuat ini. Kasus perceraian Johny Deep dan
Amber Heard yang beberapa waktu lalu mejadi sorotan publik menjadi bukti kuat untuk
masyarakat bahwa patriarki juga sangat merugikan kaum laki-laki. Amber selaku mantan istri
Johnny menuduhnya sebagai pelaku kekerasan rumah tangga dan dirinya adalah simbol
perempuan yang bertahan dalam budaya kekerasan di Amerika. Johnny yang terkenal sebagai
aktor Hollywood papan atas mendapat terpaan isu tak sedap dan cap ‘suami yang buruk ‘
sehingga banyak studio film dan seni menolak memberinya peran dan pekerjaan. Yang
membuat kasus ini menjadi penting dan bisa ditarik sebuah pelajaran karena melalui kasus
ini kita dapat melihat bahwa kekerasan seksual bisa menimpa semua orang tanpa memandang
ras, status sosial, atau gender.

Dalam artikelnya yang bertajuk “Amber Heard: I spoke up against sexual violence
and faced our culture’s wrath. That has to change”, yang dimuat oleh The Washington Post
pada tahun 2018 lalu, Amber menggambarkan bahwa dirinya adalah korban kebiadaban sang
suami saat mereka masih menjalani biduk rumah tangga. Memang, ketika kita melihat sosok
Johnny, ia adalah seorang pria pemalu, macho, berbadan tegap, pendiam dan tidak bisa
dipungkiri juga jika dia -mungkin saja- bertindak begitu kepada Amber. Setelah persidangan
digelar selama beberapa waktu, terkuak sebuah fakta yang mengejutkan publik: Johnny Depp
bukan pelaku kekerasan rumah tangga, justru ia adalah korban dari kekerasan tersebut.
Muncullah fakta-fakta bahwa Amber memukulnya, melecehkan dirinya sebagai badut,
meludahinya, dan yang membuat publik tercengang adalah bukti foto dan rekaman ketika
Amber melempar botol ke arah tangan Johnny hingga jarinya putus (Suara.com, 21/04/2022).
Persidangan ini membuktikan Johnny bukanlah sosok ‘monster’ seperti yang dituduhkan oleh
Amber, tapi dia adalah pria pendiam yang berusaha menutupi segala aib rumah tangganya ke
muka publik. Melalui kasus ini, kita mendapat pelajaran bahwa kekerasan dalam rumah
tangga bukan hanya menimpa perempuan, tetapi juga laki-laki. Karena rasa cinta Johnny
pada Amber, ia berusaha untuk menutupi kekerasan yang terjadi dalam rumah tangganya.
Bahkan, Johnny memaafkan ketika Amber berselingkuh beberapa kali dengan rekan kerjanya
sesama aktor. Menariknya, mengapa selama lima tahun (2018-2022) banyak yang percaya
bahwa Amber adalah korban dan Johnny adalah pelakunya? Ketika Johnny dituduh, ia
dilarang dari beberapa perusahaan produksi film dan diejek oleh orang-orang di media sosial,
meski pengadilan belum memutuskan siapa yang bersalah. Tentu saja, kita bisa mengetahui
jawabannya dari percakapan Amber dengan Johnny yang dimainkan selama persidangan:
"Kamu (Johnny Depp) adalah pria hebat dan aku wanita yang lemah. Beri tahu mereka: Saya
Johnny Depp, saya adalah korban kekerasan dalam rumah tangga dan lihat berapa banyak
orang yang percaya dan mendukung Anda? ujar Ambar (Kompas.com, 30/04/2022). Dari
percakapan di atas, Amber mencoba menggunakan konstruksi masyarakat patriarki untuk
menyembunyikan kekerasan yang dilakukannya terhadap JD. Ia percaya bahwa siapapun
yang berbicara ketika seorang perempuan bercerita tentang kekerasan yang dialaminya pasti
akan bersimpati kepada masyarakat. Laki-laki lebih baik dalam membangun budaya
patriarki. Pria melihat wanita sebagai properti, sehingga mereka memiliki hak untuk
memperlakukan wanita seperti yang mereka inginkan. Seringkali semua orang setuju bahwa
perempuan lebih mungkin menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga. Amber sangat
menyadari bahwa struktur patriarki masih diterima oleh masyarakat. Ia juga optimis
masyarakat akan mendukungnya sebagai penyintas KDRT, meski Johnny tidak pernah
melakukan kekerasan tersebut. Tidak heran ketika Washington Post menerbitkan ulasan
Amber Heard yang menggambarkan dirinya sebagai penyintas kekerasan dalam rumah
tangga, publik Amerika langsung percaya.Ya, sulit untuk menyangkal tuduhan Amber.
Johnny adalah pria yang gemuk, pendiam, dingin dan kuat. Johnny sendiri menyadari bahwa
tidak mungkin baginya untuk menyangkal stereotip negatif yang diberikan masyarakat
kepadanya. Jadi Johnny menempuh jalur hukum dan mengumumkan prosesnya.

Usai persidangan Johnny Depp dan Amber Heard, saya spontan teringat ucapan
Musdah Mulia beberapa waktu lalu ketika saya diundang ke rumahnya untuk makan siang. Ia
mengatakan, budaya patriarki tidak hanya merugikan perempuan, tetapi juga mengorbankan
laki-laki. Dalam membangun masyarakat patriarki, laki-laki harus kuat, tidak lemah, tidak
menangis. Padahal, laki-laki tidak diperbolehkan menyentuh dapur dan rumah tangga.
Akibatnya, laki-laki akhirnya kehilangan keterampilan untuk mengurus rumah dan dirinya
sendiri. Ada banyak pria di luar sana yang tidak bisa memasak, menyetrika, atau bahkan
mengurus kebutuhan sehari-hari. Dalam struktur patriarki, laki-laki dilarang menangis.
Menangis adalah sifat feminin yang tidak boleh dimiliki pria. Ada pepatah yang mengatakan
bahwa pria menangis di dalam hatinya, bukan di matanya. Ketika pria itu akhirnya
mengalami penderitaan mental yang luar biasa, dia menekan kesedihannya sampai menjadi
stres dan kehilangan akal sehatnya. Budaya patriarki juga melarang laki-laki untuk banyak
bicara. 'seperti perempuan'. Namun, efeknya berbahaya bagi pria. Mereka yang mengalami
guncangan mental yang hebat tidak dapat memberi tahu siapa pun tentang masalah mereka.
Stres mental justru membahayakan jiwa dan kesehatan tubuh. Efek berbahaya dari stres dan
tekanan psikologis telah dipelajari oleh Robert H. Shmerling, MD, peneliti dan editor
Harvard Health Publicity. Dia menyimpulkan bahwa pria cenderung memiliki rentang hidup
yang lebih pendek daripada wanita selama periode ini. Salah satunya karena tekanan sosial,
stres dan pekerjaan yang ekstrim (Idtimes.com, 05/04/2022). Melihat fakta di atas, tidak
hanya budaya patriarki yang merugikan perempuan, tetapi laki-laki juga menjadi korban.
Kekerasan dalam rumah tangga yang dialami Johnny Depp mencontohkan stereotip laki-laki
yang selalu harus tampil “superior” dalam keluarga dan mudah disalahkan atas kekerasan
dalam rumah tangga. Dalam hal ini, Johnny yang kalem dan kuat sangat "lembut" menuduh
Amber melakukan kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukannya sendiri. Dan salah satu
poin terpenting adalah bahwa kekerasan dalam rumah tangga tidak hanya mengancam
perempuan, tetapi juga laki-laki bahkan anak-anak.

Di era modern ini masyarakat dihadapkan pada kenyataan bahwa dunia semakin maju
dan pemikiran sekali lagi harus mengikuti kemajuan jaman. Mengapa patriarki masih
mengakar kuat di masyarakat? Masyarakat belum bersinergi untuk memutus rantai patriarki.
Dampak yang terjadi karenanya semakin dinormalisasi. Membentuk mental dan pemikiran
yang patriarkis sampai begitu melekat membutuhkan waktu yang sangat lama dan sistematis.
Pada akhirnya masyarakat masih banyak yang menormalisasi pola pikir yang seksis dan
patriarkal. banyak kaum konservatif yang masih terjebak dalam pola pikir yang salah dan
kuno. Budaya patriarki ini tidak hanya dalam satu aspek namun dalam banyak aspek
kehidupan. Pada aspek politik apalagi sosial, budaya patriarki ini selalu saja mengecilkan
peran salah satu gender. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan untuk menyikapi
budaya patriarki adalah melalui jalur pendidikan. Pendidikan mungkin merupakan kunci
terpenting untuk memerangi ketidakadilan sistemik. Banyak isu gender bersumber dari
ketidakmampuan perempuan untuk mandiri secara finansial, antara lain karena tingkat
pendidikan mereka yang rendah. Misalnya, banyak perempuan yang terpaksa menikah dini
karena orang tuanya kesulitan keuangan dan tidak memiliki keterampilan untuk menghidupi
diri sendiri. Pada dasarnya bagaimana membekali perempuan dengan pengetahuan dan
keterampilan untuk berdiri di atas kaki sendiri. Kebijakan pemerintah tentang pendidikan
dasar gratis juga telah meningkatkan peluang pendidikan perempuan secara signifikan. Kami
berharap ini dapat ditingkatkan ke tingkat yang lebih tinggi di masa mendatang. Pada saat
yang sama, perempuan Indonesia yang terpelajar juga mengetahui hak dan kewajibannya.
Mereka memahami tindakan mana yang dapat diterima dan mana yang tidak. Jika mereka
dianiaya, mereka tahu apa yang harus dilakukan dan kemana harus mengadu. Anak-anak
menghabiskan lebih banyak waktu di rumah daripada di sekolah, dan apa yang dikatakan dan
dilakukan oleh orang tua serta anggota keluarga lainnya secara otomatis terserap ke alam
bawah sadar. Misalnya, jika mereka diajari sejak usia dini bahwa anak laki-laki dan
perempuan harus membantu di sekitar rumah, mereka membawa nilai itu hingga dewasa.
Perlawanan terhadap patriarki sebenarnya bukanlah perempuan melawan laki-laki, melainkan
perempuan dan laki-laki yang berjuang bersama melawan sistem yang timpang. Perjuangan
ini masih panjang dan saya optimis dengan bekerja sama, masyarakat Indonesia dapat
menjadi masyarakat yang lebih setara di tahun-tahun mendatang dibandingkan saat ini.

4. SIMPULAN

Zaman sudah modern dan wanita tidak lagi berkutat hanya dengan pekerjaan rumah
tangga. Perempuan semakin sadar akan hak-haknya dan menyadari bahwa mereka memiliki
kemampuan yang sama dengan laki-laki dalam banyak hal. Mengubah stigma memang tak
semudah membalikan telapak tangan, masih banyak tantangan dan perbedaan yang
sepatutnya disadari oleh seluruh pihak. Dalam ranah personal, budaya patriarki merupakan
penyebab, bahkan akar dari munculnya berbagai macam kekerasan yang terjadi, tidak hanya
pada perempuan saja akan tetapi juga pada laki-laki. Karena label hak istimewa yang dimiliki
oleh laki-laki, banyak dari mereka yang merasa memiliki hak untuk mengeksploitasi tubuh
perempuan. Maka dari itu, masyarakat harusnya sudah sadar dan terbiasa akan perbedaan
namun sewajibnya tidak mengecilkan salah satu pihak terutama wanita.
DAFTAR PUSTAKA

Fadhillah, K. (2021, Februari). Jojonomic. Retrieved from jojonomic.com:


https://www.jojonomic.com/blog/patriarki-adalah/

Gitalia, N. (2021, july). clapeyronmedia. Retrieved from clapeyronmedia.com:


https://www.clapeyronmedia.com/blog/2021/07/08/patriarki-stigma-kelam-yang-
takkunjung-hilang/

Irfan, M. (2022, december). Media Indonesia. Retrieved from mediaindonesia.com:


https://mediaindonesia.com/opini/312499/menaklukkan-patriarki-lewat-pendidikan

Surya, R. A. (2022, juni). suarakebebasan. Retrieved from suarakebebasan.id:


https://suarakebebasan.id/pelajaran-dari-kasus-johnny-depp-laki-laki-juga-korbanbudaya-
patriarki/

Wikipedia. (2021, Oktober). Wikipedia . Retrieved from Wikipedia.org:


https://id.wikipedia.org/wiki/Patriarki

Nurmila, N. (2015). Pengaruh budaya patriarki terhadap pemahaman agama dan pembentukan
budaya. KARSA: Journal of Social and Islamic Culture, 23(1), 1-16.

Nurcahyo, A. (2016). Relevansi budaya patriarki dengan partisipasi politik dan keterwakilan
perempuan di parlemen. Agastya: Jurnal Sejarah Dan Pembelajarannya, 6(01), 25-34.

Mutiah, R. (2019). Sistem patriarki dan kekerasan atas perempuan. Komunitas, 10(1), 58-74.

Nursaptini, M. S., Sutisna, D., Syazali, M., & Widodo, A. (2019). Budaya patriarki dan akses
perempuan dalam pendidikan. Jurnal Al-Maiyyah, 12(2), 16-26.

Farida, N. (2013). Hegemoni Patriarki di Media Massa. UG Journal, 7(8).

Anda mungkin juga menyukai