B
NIM : 2105421053
Kelas : ABT 2B
Mata Kuliah : Pengantar Logistik dan Supply Chain
Bullwhip Effect adalah gangguan yang terjadi pada supply chain yang bisa membuat
permintaan tidak akurat, sehingga terjadi permintaan yang tidak stabil atau mengalami
perubahan. Bullwhip effect juga menjadi salah satu pendorong untuk mendorong aktivitas
ketidakefisiennya permintaan dalam kesejahteraan ekonomi perusahaan atau distorsi.
Adanya distorsi membuat perusahaan labil dalam mengkodisikan ekonomi. Jika permintaan
naik turun yang tidak menentu akan membuat pemasokan barang pada penyimpanan
menumpuk membuat penambahan biaya, belum tentu juga jika penyimpanan dapat
tersimpan dengan baik, apabila tidak tersimpan dengan baik akan membuat barang menjadi
rusak atau masih banyak faktor lain yang terjadi.
Dalam proses pentransferan atau kerjasama dengan agen juga dapat membuat banyak
kerugian besar yang terjadi, seperti halnya pada supplier yang menyetok barang tidak selalu
akan akurat dikarenakan yang biasanya perusahaan membeli jumlah yang sama menjadi
tidak sama, consumer yang mungkin karena terlalu bosan dengan product itu saja membuat
permintaan menurun, dan pendistribusian barang pada distributor akan mengalami
gangguan. Untuk itu, perlu adanya pemahaman yang lebih baik lagi dalam mempelajari
bullwhip effect agar tahu penyebabnya.
Secara umum, bullwhip effect disebabkan oleh beberapa penyebab diantaranya adalah
pembaharuan demand forecast, pembulatan pemesanan, fluktuasi harga, dan rationing and
gaming. Di bawah adalah penjelasan lebih rinci atas bullwhip effect.
Pembaharuan demand forecast dilakukan secara individual oleh anggota-anggota
yang terkait dalam sebuah supply chain. Setiap anggota memperbaharui demand
forecast sesuai dengan customer order atau pesanan yang diterima dari masing-
masing pihak di supply chain tersebut. Semakin banyak pihak yang terkait dalam
supply chain tersebut, demand forecast akan semakin tidak mencerminkan kondisi
yang sebenarnya.
Pembulatan pesanan terjadi ketika setiap anggota dalam supply chain menerima
jumlah pesanan yang diterima dari pelanggannya lalu disesuaikan dengan batasan
produksi seperti waktu penyiapan peralatan atau jumlah tenaga kerja. Semakin
banyak anggota dalam supply chain yang melakukan pembulatan jumlah pesanan
semacam itu, semakin banyak distorsi yang terjadi dari jumlah asli yang diminta.
Fluktuasi harga karena faktor inflasi, diskon kuantitas, atau penjualan cenderung
mendorong pelanggan untuk membeli jumlah yang lebih besar daripada yang
mereka butuhkan. Perilaku ini cenderung menimbulkan ketidakpastian dalam
variabilitas ke jumlah yang dipesan dan demand forecast.
Rationing dan gaming adalah ketika penjual mencoba membatasi jumlah pesanan
dengan hanya menerima sejumlah persentase dari pesanan yang dilakukan oleh
pembeli. Dari perspektif pembeli, mengetahui bahwa penjual hanya menerima
sebagian kecil dari pesanan yang dipesan, karena mencoba untuk mempermainkan
sistem dengan membuat penyesuaian ke atas terhadap kuantitas pesanan. Rationing
dan gaming menciptakan distorsi dalam informasi pemesanan yang diterima oleh
anggota dalam supply chain.
1) Melakukan penerapan information sharing, hal ini dapat dilakukan dengan mudah
apabila terjadi hubungan yang baik antar semua pihak dan melakukan pengumpulan
informasi sebanyak-banyaknya agar tidak terjadi miss communication atau
kesalahpahaman.
2) Dengan cara memperpendek atau melakukan pengubahan struktur supply chain. Cara ini
agar mempermudah dalam menganalisis data dan melakukan distributor barang secara akurat
sesuai supply product yang diminta oleh consumer dan apabila adanya pengubahan struktur
juga membantu dalam melakukan pengubahan kinerja yang ada.
3) Melakukan pengurangan pada fixed cost. Melalui pendekatan ini dapat mempermudah
kita menjalankan anggaran biaya yang sudah ditetapkan tidak mengalami pemborosan secara
signifikan, dikarenakan adanya perbedaan permintaan consumer yang berbeda. Pengurangan
fixed cost juga dapat diartikan sebagai startegi dalam melakukan penekanan biaya yang
mengalami pelonjakkan untuk memaksimalkan biaya yang lainnya.
4) Pendekatan dengan cara stabilitas data. Stabilitas data adalah batas kemampuan produk
sepanjang periode yang telah ditetapkan untuk penyimpanan atau penggunaan. Dalam hal ini
data harus secara valid agar akurat. Pada stabilitas data juga harus memperhatikan faktor-
faktor yang dapat mempengaruhinya agar tidak terjadi kendala baik secara langsung maupun
secara tidak langsung.
5) Melakukan pendekatan memperpendek lead time. Lead time merupakan waktu untuk
pemesanan atau pengirimian produk secara berkala. Dalam hal ini harus memperhatikan
permintaan coustomer agar tidak terjadi over cost. Selain itu, perlu adanya integrasi pada
supply chain. Integrasi pada waktu untuk memproduksi barang, memproses barang, dan
memproses pemesanan.
4. Contoh studi kasus dari bullwhip effect pada Dealer Ari Motor
Berdasarkan data di atas diketahui bahwa terjadinya Bullwhip Effect pada Dealer Arie
Motor adalah sebagai berikut:
1) Penjualan lebih besar dari pada persediaan Rata rata penjualan sepeda motor merk
vario adalah 12,333 dan rata rata persediannya adalah 11,500. Pada sepeda motor
merk Beat rata rata penjualan 9,083 dan rata rata persediannya adalah 8,667.
Sedangkan untuk sepeda motor Mio rata rata penjualan 5,250 dan rata rata
persediaannya 3,333. Angka tersebut memperlihatkan bahwa jumlah penjualan lebih
besar dari pada jumlah persediaan, sehingga hal tersebut yang menimbulkan Bullwhip
Effect. Rata rata penjualan sepeda motor lebih besar daripada persediaan barang dapat
terjadi karena pada Dealer Arie Motor apabila permintaan konsumen terhadap suatu
jenis motor tidak tersedia, maka dari pihak Dealer Arie Motor akan mencarikan
sepeda motor pada jaringan bisnis yang lain. Namun dalam pencatatan pada arsip
Dealer Arie Motor hal tersebut dimasukkan pada data penjualan miliknya. Sehingga
dapat sebagai acuan untuk periode periode selanjutnya.
Sumber : http://e-journal.janabadra.ac.id/index.php/jurnalefektif/article/view/
1518/1004