Nama Lengkap
e-mail@mail.com
Abstrak
Tragedi di Stadion Kanjuruhan Malang pada 1 Oktober 2022 diwarnai
dengan aksi massa yang mematikan usai pertandingan sepak bola antara Arema
dan Persebaya Surabaya. Insiden itu membuat sekitar 3.000 suporter Arema turun
ke lapangan dan kerusuhan pun terjadi, berujung pada penyerangan terhadap
pemain dan staf tim. Polisi menggunakan gas air mata untuk memadamkan
kerusuhan tersebut, namun hal ini malah membuat massa berkumpul di pintu
keluar stadion, mengakibatkan banyak korban meninggal dan luka-luka.
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif,
dengan menggunakan skor Pancasila sebagai dasar analisis. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk menganalisis penyebab tragedi tersebut, memahami konsekuensi
hukum dari peristiwa tersebut dan mengevaluasi praktik keamanan yang
digunakan di stadion. Hasil penelitian ini menyajikan fakta-fakta terkait tragedi
Stadion Kanjuruhan, termasuk jumlah korban tewas dan cedera, proses
persidangan terhadap para tersangka, serta tanggapan dari pemerintah dan otoritas
sepak bola Indonesia. Penelitian ini juga menyoroti masalah hooliganisme sepak
bola di Indonesia dan penggunaan gas air mata oleh polisi dalam pengamanan
pertandingan.
Kata Kunci : Tragedi, Stadion Kanjuruhan, Malang.
PENDAHULUAN
Hooliganisme sepak bola di Indonesia telah menjadi masalah serius selama
beberapa dekade terakhir. Tragisnya, puluhan suporter telah kehilangan nyawa
mereka dalam kerusuhan yang terjadi seputar pertandingan sepak bola sejak tahun
1990-an. Fenomena ini memunculkan keprihatinan yang mendalam terhadap
keamanan dan keselamatan di dunia sepak bola Indonesia.
Hooliganisme dapat didefinisikan sebagai tindakan kekerasan, kerusuhan,
dan perilaku merusak yang dilakukan oleh sekelompok suporter sepak bola yang
fanatik dan ekstrem. Di Indonesia, beberapa klub memiliki apa yang disebut
"komandan" atau pemimpin kelompok suporter. Mereka memiliki peran sentral
dalam mengorganisir aksi-aksi hooliganisme, dan sering kali memobilisasi
suporter untuk melakukan tindakan yang merusak dan berpotensi berbahaya.
Dalam upaya untuk mengatasi masalah ini, unit polisi anti huru-hara
sering hadir dalam pertandingan sepak bola. Mereka dilengkapi dengan peralatan
dan taktik khusus untuk mengendalikan dan membubarkan kerusuhan yang
mungkin terjadi di lapangan. Sayangnya, penggunaan kekerasan dan gas air mata
oleh aparat keamanan dalam menangani kerusuhan juga telah mengakibatkan
korban jiwa.
Di Indonesia, beberapa tragedi kericuhan olahraga yang terjadi selama
beberapa tahun terakhir telah mengejutkan dan menimbulkan keprihatinan di
masyarakat. Berikut adalah beberapa contoh tragedi kericuhan olahraga yang
tercatat di Indonesia:
a). Tragedi Kanjuruhan, Malang (2018).
Pada pertandingan antara Arema Malang dan Persib Bandung di Stadion
Kanjuruhan, kerusuhan pecah antara suporter kedua tim. Kerumunan massa
melintasi pagar pemisah dan masuk ke lapangan, yang mengakibatkan bentrokan
dengan aparat keamanan. Gas air mata digunakan polisi untuk membubarkan
kerumunan, dan menyebabkan beberapa korban jiwa.
b). Tragedi Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta (2015)
Saat pertandingan final Piala Presiden antara Persib Bandung dan
Sriwijaya FC di Stadion Gelora Bung Karno, kerusuhan pecah di antara suporter
kedua tim. Bentrokan fisik terjadi di dalam dan di sekitar stadion, menyebabkan
kekacauan dan cedera serius. Aparat keamanan terpaksa menggunakan kekerasan
untuk mengendalikan situasi.
c). Tragedi Trunojoyo, Madura (2012)
Pertandingan sepak bola antara Persela Lamongan dan Persebaya
Surabaya di Stadion Trunojoyo, Madura, berakhir dengan kerusuhan yang
melibatkan suporter kedua tim. Massa suporter melemparkan batu dan benda-
benda berbahaya lainnya, dan bentrokan pecah di dalam dan di luar stadion.
Beberapa suporter dan petugas keamanan mengalami luka-luka.
d). Tragedi Brawijaya, Kediri (2006)
Pertandingan sepak bola antara Persik Kediri dan PSIM Yogyakarta di
Stadion Brawijaya, Kediri, berakhir dengan kerusuhan yang mengakibatkan
korban jiwa. Bentrokan fisik terjadi antara suporter kedua tim di dalam stadion
dan lanjut di luar stadion setelah pertandingan. Tragedi ini menimbulkan kecaman
dan keprihatinan dalam masyarakat.
Pada tanggal 1 Oktober 2022, terjadi sebuah insiden tragis di Stadion
Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, yang melibatkan kerumunan setelah
pertandingan sepak bola. Setelah Arema kalah dari rivalnya Persebaya Surabaya,
sekitar 3.000 pendukung Arema memasuki lapangan. Dalam kejadian tersebut,
terjadi kerusuhan dan serangan terhadap para pemain dan official tim oleh para
pendukung, yang kemudian menyebabkan aparat keamanan berusaha untuk
melindungi pemain serta menghentikan kerusuhan tersebut. Namun, situasi
semakin memanas ketika massa pendukung bentrok dengan aparat keamanan
(Hayat, 2022).
Polisi menggunakan gas air mata untuk mengendalikan kerusuhan.
Sayangnya, beberapa gas air mata dilemparkan ke tribun selatan yang tidak
terlibat kerusuhan, sehingga penonton harus lari menghindari tribun. Situasi ini
menyebabkan kerumunan orang berkumpul di pintu keluar, yang akhirnya
mengakibatkan beberapa pengikut tercekik atau menderita kelaparan oksigen
(Delyarahmi, 2023).
Hingga 24 Oktober, tragedi tersebut telah menewaskan 135 orang dan
melukai 583 orang. Kejadian ini merupakan salah satu bencana sepak bola
terburuk dalam sejarah dunia sejak tragedi di Estadio Nacional di Peru pada tahun
1964 yang menewaskan 328 orang. Oleh karena itu, peristiwa ini dianggap
sebagai bencana sepak bola terparah di kawasan Asia, khususnya di Indonesia dan
belahan bumi bagian timur.
Insiden ini menggambarkan dampak yang tragis dari kerusuhan sepak bola
dan menyoroti perlunya tindakan yang serius untuk mengatasi hooliganisme serta
meningkatkan keamanan dan pengawasan selama pertandingan. Hal ini juga
menekankan pentingnya keterlibatan semua pihak, termasuk pemerintah, klub
sepak bola, dan suporter, dalam menciptakan lingkungan sepak bola yang aman,
santun, dan bebas dari kekerasan. Stadion Kanjuruhan di Malang menjadi saksi
dari kerusuhan yang mengerikan saat pertandingan sepak bola antara dua klub
terkenal di Indonesia. Dalam pertandingan tersebut, terjadi bentrok antara
kelompok suporter yang diduga terkait dengan kedua tim. Bentrokan tersebut
semakin memanas dan berubah menjadi kerusuhan massal yang melibatkan ribuan
penonton.
Akibat kerusuhan tersebut, puluhan orang tewas dan ratusan lainnya
mengalami luka-luka. Korban jiwa termasuk para suporter sepak bola yang datang
untuk mendukung tim kesayangan mereka. Selain itu, kerusuhan ini juga
menyebabkan kerusakan properti, kepanikan di antara penonton, dan
ketidakstabilan di dalam stadion.
Tragedi ini mencerminkan beberapa masalah serius yang ada dalam
pengelolaan stadion olahraga di Indonesia. Salah satu masalah utamanya adalah
kurangnya keamanan dan pengawasan yang memadai di dalam stadion. Tidak
adanya sistem pengawasan yang efektif dan ketidaksiapan aparat keamanan dalam
menghadapi kerusuhan massal menjadi faktor penyebab tragedi ini.
Selain itu, kurangnya koordinasi antara pihak-pihak terkait seperti
kepolisian, pihak stadion, dan otoritas olahraga juga menjadi masalah yang perlu
diperhatikan. Koordinasi yang baik antara semua pihak terkait sangat penting
dalam menjaga keamanan dan keselamatan di dalam stadion olahraga.
Selain faktor-faktor internal, tragedi ini juga mengungkapkan beberapa
masalah sosial yang ada dalam budaya suporter sepak bola di Indonesia.
Bentrokan antara suporter yang terlibat dalam kerusuhan menunjukkan adanya
rivalitas yang berlebihan dan ketegangan antara kelompok-kelompok suporter.
Hal ini menunjukkan perlunya pendekatan yang lebih holistik dalam mengatasi
permasalahan sosial yang mendasari kerusuhan olahraga.
Tragedi Stadion Kanjuruhan Malang bukanlah satu-satunya insiden
kerusuhan olahraga yang menimbulkan korban jiwa di Indonesia. Sebelumnya,
terdapat beberapa peristiwa serupa seperti Tragedi Gelora Bung Karno pada tahun
1996 yang juga menimbulkan korban jiwa. Peristiwa-peristiwa tersebut
mengingatkan kita akan pentingnya menjaga keamanan dan keselamatan di dalam
stadion olahraga.
Dampak tragedi kerusuhan olahraga yang menimbulkan korban jiwa
sangat luas. Selain kehilangan nyawa yang tak tergantikan, keluarga korban juga
mengalami penderitaan yang mendalam. Tragedi ini juga mempengaruhi citra
sepak bola Indonesia di mata internasional dan memicu diskusi yang lebih luas
tentang keamanan stadion olahraga.
Dalam menghadapi masalah ini, penting bagi pemerintah, otoritas
olahraga, klub sepak bola, dan masyarakat untuk bekerja sama dalam
meningkatkan keamanan dan pengelolaan stadion olahraga di Indonesia.
Peningkatan pengawasan, pelatihan aparat keamanan, koordinasi yang lebih baik,
dan pendekatan sosial yang holistik dapat menjadi langkah-langkah yang
diperlukan untuk mencegah tragedi serupa di masa depan.
Penelitian ini akan mendalami tragedi Stadion Kanjuruhan Malang dan
masalah yang berkaitan dengan keamanan dan pengelolaan stadion olahraga di
Indonesia. Dengan pemahaman yang lebih dalam tentang peristiwa ini, diharapkan
dapat ditemukan solusi yang efektif untuk mencegah kejadian serupa terjadi
kembali dimasa depan dan menjaga keselamatan penonton di dalam stadion
olahraga
Peraturan internasional seperti yang ditetapkan oleh FIFA menyatakan
bahwa polisi atau petugas pinggir lapangan tidak diperbolehkan menggunakan gas
air mata di dalam stadion. Namun, di Indonesia, penggunaan gas air mata oleh
polisi masih terjadi sebagai upaya untuk menjaga keamanan dalam pertandingan
sepak bola. Peraturan FIFA dalam hal ini bersifat opsional dan dapat disesuaikan
oleh asosiasi sepak bola setempat, sehingga seringkali hanya berfungsi sebagai
pedoman tanpa konsekuensi yang tegas.
METODOLOGI
Objek kajian dalam penelitian ini adalah tragedi kericuhan sepak bola
yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, pada tanggal
1 Oktober 2022. Fokus penelitian adalah pada insiden penghimpitan kerumunan
yang menyebabkan korban jiwa dan cedera. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis penyebab terjadinya kericuhan, respons aparat keamanan, dan
dampaknya terhadap masyarakat dan dunia sepak bola di Indonesia.
Langkah pertama dalam penelitian ini adalah mengumpulkan sumber-
sumber yang relevan dan terpercaya. Sumber-sumber ini dapat berupa laporan
berita, artikel, publikasi ilmiah, laporan investigasi, dan sumber informasi lainnya
yang berkaitan dengan tragedi kericuhan tersebut. Pengumpulan sumber
dilakukan melalui pencarian daring, konsultasi dengan ahli, dan pengumpulan
data primer jika memungkinkan.
Setelah sumber-sumber terkumpul, langkah selanjutnya adalah melakukan
verifikasi terhadap keabsahan dan keandalan sumber tersebut. Hal ini dilakukan
dengan memeriksa kredibilitas sumber, reputasi penerbit, dan mengecek apakah
sumber tersebut memiliki dukungan data atau bukti yang dapat
dipertanggungjawabkan. Verifikasi sumber dilakukan untuk memastikan bahwa
data yang digunakan dalam penelitian ini dapat diandalkan dan valid.
Setelah sumber-sumber terverifikasi, langkah berikutnya adalah
melakukan analisis terhadap data yang terdapat dalam sumber-sumber tersebut.
Data yang diperoleh akan dianalisis secara kritis dan komprehensif untuk
mengidentifikasi penyebab terjadinya kericuhan, faktor-faktor yang
mempengaruhi respons aparat keamanan, dan dampaknya terhadap masyarakat
dan dunia sepak bola di Indonesia. Analisis ini akan dilakukan dengan
menggunakan pendekatan yang relevan dan alat analisis yang sesuai.
Setelah dilakukan analisis terhadap sumber-sumber yang dikumpulkan,
langkah selanjutnya adalah melakukan interpretasi temuan. Hasil analisis akan
digunakan untuk memahami secara mendalam penyebab terjadinya kericuhan,
respons aparat keamanan, dan dampaknya terhadap masyarakat dan dunia sepak
bola di Indonesia. Interpretasi temuan akan melibatkan penghubungan antara data
yang ditemukan dengan teori-teori terkait dan konteks sosial yang relevan.
Berdasarkan interpretasi temuan, penelitian ini akan menghasilkan
kesimpulan yang menyajikan ringkasan temuan utama yang relevan dengan objek
kajian. Kesimpulan ini akan memberikan gambaran menyeluruh tentang faktor-
faktor penyebab kericuhan, efektivitas respons aparat keamanan, serta dampak
sosial dan sepak bola dari tragedi tersebut.
Kajian ini menggunakan pendekatan kombinasi antara analisis kualitatif
dan kuantitatif. Pendekatan kualitatif digunakan untuk memahami konteks sosial,
politik, dan budaya yang melingkupi tragedi kericuhan tersebut. Melalui
pendekatan ini, peneliti akan menganalisis narasi-narasi yang muncul dalam
sumber-sumber yang dikumpulkan, mengidentifikasi pola perilaku suporter, dan
menganalisis faktor-faktor sosial yang mempengaruhi terjadinya kericuhan.
Pendekatan kuantitatif digunakan untuk menganalisis data statistik yang
terkait dengan korban jiwa, cedera, dan dampak sosial ekonomi dari tragedi
kericuhan tersebut. Dengan menggunakan pendekatan ini, peneliti akan
mengumpulkan dan menganalisis data-data numerik yang tersedia, seperti jumlah
korban, tingkat keparahan cedera, dan dampak ekonomi yang ditimbulkan.
Pendekatan kombinasi antara analisis kualitatif dan kuantitatif diharapkan
dapat memberikan pemahaman yang lebih komprehensif tentang tragedi
kericuhan sepak bola di Stadion Kanjuruhan. Pendekatan ini akan memungkinkan
peneliti untuk melihat gambaran yang lebih lengkap tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya kericuhan, respons aparat keamanan, dan dampaknya
terhadap masyarakat dan dunia sepak bola di Indonesia.
Melalui langkah-langkah penelitian ini, diharapkan peneliti dapat
mengidentifikasi penyebab terjadinya kericuhan, menganalisis respons aparat
keamanan, serta memahami dampaknya terhadap masyarakat dan dunia sepak
bola di Indonesia. Hasil penelitian ini dapat menjadi dasar untuk mengembangkan
langkah-langkah pencegahan dan penanganan kericuhan di masa depan, serta
memberikan wawasan yang berharga dalam upaya mempromosikan keamanan
dan kedamaian dalam pertandingan sepak bola.
SIMPULAN
Tragedi Stadion Kanjuruhan Malang merupakan peristiwa yang
mengguncang dunia sepak bola Indonesia dan menjadi titik balik kesadaran akan
pentingnya keselamatan penonton di stadion. Kejadian ini terjadi pada 1 Oktober
2022 saat pertandingan Arema FC melawan Persebaya Surabaya di Stadion
Kanjuruhan Malang.
Insiden ini merupakan salah satu bencana paling mematikan dalam sejarah
sepak bola Indonesia dengan banyak korban luka dan kematian. Tragedi ini
melukai puluhan orang dan menewaskan 132 orang. Kejadian ini mengejutkan
publik dan menyebabkan gelombang kecemasan dan kemarahan di seluruh negeri
.
Pasca kejadian tragis ini, aparat kepolisian segera mengambil tindakan.
Polisi segera melakukan penyelidikan dan meninjau rekaman CCTV dari enam
gerbang stadion, yang menunjukkan bahwa sebagian besar korban berada di
gerbang tersebut. Pada 6 Oktober 2022, enam orang ditetapkan sebagai tersangka,
antara lain Ahmad Hadi Lukita, Ketua PT Liga Indonesia Baru, yang dituding
lalai dalam pemeriksaan stadion, dan Ketua Panitia, yakni Abdul Haris Arema,
selaku penyelenggara. pertandingan yang dituding dinilai tidak mengindahkan
aturan keamanan bagi penonton.
Selain itu, tiga oknum polisi ditetapkan sebagai tersangka, termasuk
Komandan Kompi III Brimob Polda Jatim AKP Hasdarman, yang memerintahkan
penggunaan gas air mata di tribun. Semua tersangka dijerat pasal 359 dan 360
KUHP dan pasal 103 dan 52 UU RI No. 11/2022 tentang olahraga. Tindakan
hukum ini merupakan upaya untuk memastikan akuntabilitas dan keadilan atas
peristiwa tragis ini
Penyelidikan mengungkap fakta mengejutkan tentang penggunaan gas air
mata oleh polisi. Polisi mengaku gas air mata yang digunakan habis masa
berlakunya pada 10/10/2022. Tim investigasi mengumpulkan sampel tetesan air
mata dari tiga gudang terpisah untuk dianalisis. Tujuannya untuk mengetahui
kemungkinan racun atau senyawa berbahaya di dalam gas tersebut. Hasil analisis
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan laporan akhir tim pendataan
menegaskan bahwa konsentrasi gas air mata yang tinggi menjadi penyebab utama
korban luka dan kematian dalam peristiwa ini.
Selain itu, tim pencari fakta juga menemukan indikasi upaya penutupan
bukti dengan adanya rekaman CCTV yang dihapus. Hal ini menimbulkan dugaan
adanya pemalsuan dan penutupan fakta terkait tragedi ini. Fakta ini menyoroti
pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam proses penyelidikan serta
perlunya reformasi dalam pengelolaan keamanan di stadion.
Tragedi Stadion Kanjuruhan Malang menjadi momentum penting bagi
Indonesia untuk mengevaluasi dan memperbaiki sistem pengawasan,
pengamanan, dan keselamatan di stadion. Kejadian ini menimbulkan desakan bagi
PSSI (Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia) dan pihak terkait untuk
melakukan perubahan dan perbaikan dalam pengelolaan pertandingan sepak bola.
Perubahan struktural dan kebijakan yang lebih ketat terkait keamanan dan
keselamatan penonton harus diimplementasikan untuk mencegah kejadian serupa
di masa depan.
Tragedi Stadion Kanjuruhan Malang adalah peringatan yang tragis tentang
pentingnya mengutamakan keselamatan penonton dalam setiap pertandingan
sepak bola. Perubahan signifikan harus terjadi untuk memastikan bahwa stadion
menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi para penggemar sepak bola. Semua
pihak terkait, termasuk pemerintah, federasi sepak bola, panitia penyelenggara,
dan penegak hukum, perlu bekerja sama untuk memastikan tragedi seperti ini
tidak terjadi kembali.
DAFTAR PUSTAKA