Anda di halaman 1dari 1

Tragedi Kanjuruhan

Hari Sabtu, tertanggal 1 Oktober 2022, menjadi hari yang sangat kelam dalam dunia
persepakbolaan Indonesia. Hari ini Indonesia berhasil mengukir sejarah dalam kecelakaan
terbesar kedua sepanjang sejarah sepak bola dunia. Menurut sumber yang ada, per 5 Oktober
2022, terdapat 131 korban yang harus menerima nasib naas tersebut. Sayangnya, beberapa
pihak masih menanggapinya dengan setengah serius peristiwa kelam tersebut. Beberapa hal
terkait regulasi berjalannya acara juga segera menjadi sorotan yang mencolok bercermin dari
reaksi polisi dan kinerja panitia pelaksana. Di sisi lain, pihak suporter juga dituding atas
peran mereka sebagai provokator dan pemicu kerusuhan yang berlapis di areal Stadion
Kanjuruhan. Dari beberapa masalah tersebut, akhirnya korban yang tidak memiliki kaitan
atas kejadian harus terimbas oleh ‘hujan angin’ yang terjadi di panggung tragedi tersebut.

Dari sudut pandang suporter, polisi lah yang menjadi masalah utama dalam tragedi
tersebut. Hal tersebut karena mereka menganggap GAM (Gas Air Mata) merupakan
penyebab utama kematian para penonton dan suporter di Kanjuruhan. Adapun, dari sudut
pandang polisi, terdapat dua kubu, ada yang bersikukuh bahwa suporter lah yang menjadi
masalah utama dalam penyerangan polisi terhadap suporter dan penonton yang turun ke
lapangan, dan ada juga yang menegur rekan polisi-nya yang telah melakukan kekerasan
terhadap para penonton dan suporter yang turun ke lapangan, apalagi mereka telah melanggar
peraturan tertulis ke-19 di regulasi FIFA bahwa penggunaan GAM merupakan pelanggaran.
Para suporter pun berdalih, bahwa turunnya suporter ke lapangan adalah tidak lain untuk
memeluk dan memberi dukungan terhadap pemain AREMA FC. Terdapat sudut pandang
yang saling bentrok sehingga sumber yang pasti atas penyebab tragedi di Kanjuruhan tidaklah
jelas.

Dari segala aspek yang menjadi penyebab terjadinya kericuhan dan kematian di
Kanjuruhan, sepatutnya segala institusi dan entitas merefleksikan kejadian tersebut. Sekitar
131 korban bukanlah angka yang sedikit. Dari aspek hukum, misalnya, sosialisasi atas
peraturan-peraturan internasional harus dilakukan secara menyeluruh, begitupun juga regulasi
atas pengadaan acara. Mungkin kita dapat bercermin dari peraturan-peraturan di Inggris yang
memiliki elemen yang secara spesifik menyinggung keamanan seperti Public Order Act 1986
dan Criminal Justice and Public Order Act 1994. Di sisi lain, para lembaga dan organisasi
seharusnya tidak menyalahkan satu sama lain, dan menunjukkan nurani terhadap masyarakat
ketimbang memberikan pernyataan yang berkepentingan.

Anda mungkin juga menyukai