Anda di halaman 1dari 15

Tragedi Kanjuruhan

Azis Saputra XI AKL


TRAGEDI KANJURUHAN

Sedikitnya ada delapan peristiwa maut di dalam stadion sepak bola


yang didahului oleh panik akibat penggunaan gas air mata untuk
meredakan suporter yang beringas.

Delapan kejadian itu adalah di Peru pada 1964 yang menewaskan 318
orang, Tripoli pada 1968 yang menewaskan 30 orang, Haiti pada 1976
yang menewaskan enam orang, Brazil pada 1985 yang menewaskan
tiga orang, Zimbabwe pada 2000 yang menewaskan 13 orang.
Lalu tiga tragedi lain di Afrika Selatan, Kongo dan Ghana yang
semuanya terjadi pada 2001 dengan terparah di Ghana dengan 126
orang tewas.

Dalam kasus Ghana, ketika dua tim terkuat Accra Hearts of Oak dan
Asante Kotoko berhadapan, pihak keamanan sebenarnya sudah
mengantisipasi potensi rusuh dengan memperketat pengamanan.

Namun, begitu laga dimenangkan Accra dengan 2-1, pendukung


Kotoko marah dengan melemparkan kursi stadion dan botol plastik
ke dalam lapangan.
Polisi mengendalikan situasi dengan menembakkan gas air mata ke
arah penonton.
Tapi yang terjadi kemudian, suporter panik dengan spontan
berlarian menghindari paparan gas air mata dan berusaha
keluar dari stadion.

Desain stadion yang hanya memiliki sedikit pintu keluar,


kemudian menjadi apa yang disebut Ghana Institue of Architects
sebagai "perangkap maut" setelah ribuan orang menumpuk di
depan pintu keluar stadion laksana efek leher botol.

126 orang tewas pun karena asfiksia, yakni kondisi ketika kadar
oksigen dalam tubuh berkurang dengan salah satu
penyebabnya adalah paparan asap atau zat kimia.
Korban tewas yang demikian banyak juga karena tiadanya tenaga medis
yang merawat langsung korban karena ternyata mereka meninggalkan
stadion begitu kerusuhan terjadi.

Segera setelah kejadian ini Presiden Ghana John Agyekum Kufuor


menyatakan hari berkabung nasional selama tiga hari, sedangkan liga
utama sepak bola negara itu dihentikan selama satu bulan.

Beberapa waktu kemudian penyelidikan menyimpulkan polisi telah


bertindak berlebihan dengan sembrono menembakkan gas air mata tanpa
pandang bulu.
Namun pengadilan hanya menyatakan asfiksia sebagai semata
penyebab kematian ratusan suporter itu sehingga mengecualikan
faktor penggunaan gas air mata yang kentara membuat penonton
panik untuk kemudian saling injak.

Komisi penyelidikan sendiri merekomendasikan peningkatan sistem


keamanan stadion yang lalu mendorong renovasi stadion sampai
sesuai dengan standard FIFA.
GAS AIR MATA DI
Gas air mata KANJURUHAN
pula yang dianggap sejumlah kalangan di Indonesia
sebagai pemicu seratus lebih suporter Arema FC tewas setelah
kekacauan di Stadion Kanjuruhan, Kepanjen, Kabupaten Malang,
seusai pertandingan Arema melawan Persebaya pada 1 Oktober yang
dimenangkan Persebaya 3-2.

Peristiwa ini masih diselidiki oleh pihak berwajib Indonesia, sementara


PSSI dan PT Liga Indonesia Baru langsung menghentikan sementara
kompetisi Liga 1 Indonesia dan melarang Arema FC bermain di
kandangnya sampai musim 2022-2023 ini selesai.
Presiden Joko Widodo pun memerintahkan peristiwa yang merenggut
korban begitu banyak termasuk anak-anak dan remaja ini diusut tuntas

Mencari penyebab kejadian ini pun menjadi bagian sangat penting, dan
salah satu faktor yang tak bisa dikesampingkan adalah penggunaan gas
air mata.
FIFA melarang gas air mata digunakan di stadion
Mungkin karena kejadian seperti itu sering terjadi, badan pengelola
sepak bola dunia (FIFA) melarang gas air mata digunakan di dalam
stadion.

Oleh karena itu, terlepas anarkisme dari sebagian suporter sepak bola
Indonesia yang banyak di antaranya remaja yang masih memerlukan
pendampingan termasuk dari orang tuanya, situasi panik akibat
penggunaan gas air mata haruslah menjadi perhatian.

Untuk itu pula penyebab pasti tragedi ini harus diungkapkan kepada
publik, selain mesti ada yang bertanggung jawab dalam peristiwa ini.
Langkah ini ditempuh demi mencegah peristiwa buruk itu terulang di
kemudian hari sehingga semua orang lebih siap dan lebih berhati-hati
lagi dalam bertindak, termasuk dalam memastikan stadion diisi tidak
melebihi kapasitasnya.

Upaya mengendalikan suporter yang beringas mestinya juga dipahami


sebagai tugas semua pihak yang berkaitan dengan sepak bola.

Dalam soal ini, membuat dan kemudian konsisten menerapkan aturan


yang tegas untuk suporter sepak bola dan semua pihak yang berkaitan
dengan suporter, termasuk klub, perkumpulan suporter dan
penyelenggara liga, adalah keharusan.
FIFA dan badan-badan sepak bola sendiri umum menjatuhkan sanksi
kepada negara, klub atau asosiasi sepak bola untuk peristiwa-
peristiwa yang berkaitan dengan perilaku penonton.

Dengan cara ini, FIFA memaksa klub, asosiasi sepak bola nasional atau
negara untuk tegas meredam massa berbuat beringas atau tidak
terpuji, entah dengan membuat aturan sama kerasnya kepada orang
yang berbuat onar maupun dengan membuat sistem dan lingkungan
stadion yang ramah dengan keselamatan fisik dan psikis.
Dalam perspektif ini, otoritas publik dan sepak bola Indonesia mesti
juga konsisten menerapkan aturan yang ada guna menekan
anarkisme tak saja di dalam stadion tapi juga di luar stadion,
termasuk konvoi suporter yang merusak fasilitas publik dan
mengganggu masyarakat yang tak ada kaitannya dengan situasi di
stadion.

Suporter sepak bola Indonesia jelas masih sangat butuh edukasi.


Kendati demikian, fokus tentu bukan kepada suporter semata,
karena suporter cuma salah satu bagian dari sistem besar kompetisi
sepak bola.
POTRET TRAGEDI KANJURUHAN
Saya pribadi juga mengucapkan turut berduka cita atas
terjadinya tragedi kanjuruhan ini, semoga sepak bola
indonesia kedepannya semakin baik dan semakin maju, aamiin
THANKS

Anda mungkin juga menyukai