Berikut ini beberapa hal yang diketahui terkait tragedi Stadion Kanjuruhan
Malang sejauh ini.
Nico mengatakan karena suporter kecewa timnya kalah, mereka lalu turun
ke tengah lapangan dan berusaha mencari para pemain dan ofisial untuk
melampiaskan kekecewaannya. "Oleh karena pengamanan melakukan
upaya-upaya pencegahan dan melakukan pengalihan supaya mereka tidak
masuk ke dalam lapangan mengincar para pemain," ujarnya.
Polisi lalu menembakkan gas air mata karena para suporter anarkis.
Aremania, kata Nico, menyerang petugas kepolisian hingga merusak
sejumlah fasilitas stadion.
"(Lalu) Mereka pergi keluar di satu titik, di pintu keluar yaitu kalau nggak
salah pintu 10.. kemudian terjadi penumpukan. Di dalam proses
penumpukan itulah terjadi.. kurang oksigen yang oleh tim medis dan tim
gabungan ini dilakukan upaya penolongan yang ada di dalam stadion
kemudian juga dilakukan evakuasi ke beberapa rumah sakit," terang Nico.
Jumlah Korban Tragedi Kanjuruhan Malang
"Saat ini data terakhir hasil pengecekan verifikasi Dinkes jumlahnya 125,
tadi 129, karena ada tercatat ganda. Kemudian tentunya kami lakukan
langkah-langkah lanjutan dengan tim DVI kemudian tim penyidik
melakukan pendalaman lebih lanjut untuk menginvestigasi secara tuntas dan
nanti hasilnya kita sampikan ke seluruh masyarakat," kata Sigit saat jumpa
pers di Malang, Jawa Timur, Minggu (10/2) malam.
"Yang jelas kami serius dan usut tuntas tentunya. Ke depan terkait proses
penyelenggaraan dan pengamanan yang akan didiskusikan, akan menjadi
acuan dalam proses pengamanan," imbuhnya.
Penyebab Tragedi Stadion Kanjuruhan Malang
"Jngan sampai ada lagi tragedi kemanusiaan seperti ini di masa yg akan
datang," kata Jokowi dalam YouTube Sekretariat Presiden, Minggu (2/10).
"Saya telah meminta Menteri Kesehatan dan Gubernur Jawa Timur untuk
memonitor khusus pelayanan medis bagi korban yang sedang dirawat di
rumah sakit agar mendapatkan pelayanan terbaik," ujar Jokowi.
Jokowi juga meminta Menpora, Kapolri dan Ketum PSSI untuk melakukan
evaluasi menyeluruh tentang pelaksanaan pertandingan sepakbola. Selain
itu, Jokowi memerintahkan agar Liga 1 disetop sementara.
Tembakan gas air mata dari aparat telah menyebabkan ratusan suporter
bola kehilangan nyawa di Stadion Kanjuruhan Malang pada 1 Oktober
2022, tepat sebulan silam.
Semua menyebut peristiwa itu sebagai Tragedi Kanjuruhan Malang.
Setidaknya sudah 135 korban Tragedi Kanjuruhan dinyatakan tewas. Masih
ada sejumlah orang dirawat intensif di rumah sakit. Belum lagi, para korban
yang mengalami luka dan membekas hingga kini.
Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) yang dibentuk oleh
Presiden Joko Widodo telah menerbitkan laporan. Namun itu seperti tak
berarti. Kasus yang menyebabkan ratusan nyawa melayang itu hingga kini
seperti mandek jalan di tempat.
Malam Tragedi Kanjuruhan
Sejumlah suporter kemudian ada yang turun ke lapangan ketika tim dan
ofisial Arema FC menghampiri tribun untuk meminta maaf kepada para
pendukungnya karena kekalahan tersebut.
Komnas HAM menyebut peristiwa dimulai sekitar pukul 22.08.59 WIB atau
kira-kira 20 menit setelah peluit pertandingan selesai dibunyikan.
Pada menit itulah gas air mata pertama ditembakkan aparat untuk menghalau
suporter di lapangan. Namun, bukan hanya di lapangan, dari rekaman yang
beredar terlihat pula gas air mata itu ditembakkan ke arah tribun penonton.
Aparat --termasuk Kapolda Jatim kala itu Irjen Pol Nico Afinta-- mengklaim
gas air mata itu ditembakkan untuk mengamankan situasi atas kericuhan
suporter yang turun ke lapangan. Nico, Minggu (2/10), bahkan mengklaim
penembakan gas air mata oleh aparat sudah sesuai prosedur.
Namun, klaim itu terbantahkan baik dari temuan Komnas HAM maupun
TGIPF yang laporannya telah diserahkan ke Jokowi.
Terlebih, aparat tak hanya menembak pada satu titik, mereka juga
menembak ke berbagai arah, termasuk tribun. Ada 11 tembakan gas air mata
yang dilepaskan.
Satu per satu gas air mata ditembakkan, membuat stadion mengepul.
Semakin banyak pula suporter yang panik.
Mereka berlarian ke arah pintu, berharap bisa menghindari gas air mata dan
menyelamatkan diri. Namun, keluar dari stadion saat itu tak mudah.
Ditambah, pintu stadion yang terbuka ukurannya kecil. Ada dua helai pintu
kecil yang terbuka. Masing masing mempunyai ukuran dimensi 75 cm dan
tinggi 180 cm.
Puluhan ribu suporter pun harus melewati tangga yang curam dan
berhimpitan untuk bisa lolos keluar dari pintu.
Banyak suporter yang sesak nafas akibat kondisi tersebut. Ruang gerak
sempit, sementara efek gas air mata masih terasa.
Komnas HAM mencatat ada enam pintu yang menjadi titik paling banyak
ditemukannya korban berjatuhan, yakni pintu 3, 9, 10, 11, 12 dan 13.
Mahfud pun mengumumkan TGIPF dengan anggota lintas sektor. TGIPF itu
kemudian dipatenkan lewat Keppres 19/2022 yang diteken Jokowi pada 4
Oktober 2022.
Tim itu pun telah menyelesaikan tugasnya, dan menyerahkan laporan setebal
124 halaman ke Jokowi pada 14 Oktober 2022.
Selain itu, TGIPF juga menyoroti peran PSSI, sebagai sebagai federasi
sepakbola profesional di Indonesia. Menurut TGIPF, PSSI tidak melakukan
sosialisasi/ pelatihan yang memadai tentang regulasi FIFA dan PSSI kepada
penyelenggara pertandingan, baik kepada panitia pelaksana, aparat
keamanan dan suporter.
Selain itu, PSSI juga tidak mempertimbangkan faktor risiko saat menyusun
jadwal kolektif penyelenggaraan Liga-1.
Adapun beberapa rekomendasinya adalah Ketua Umum PSSI dan seluruh
jajaran Komite Eksekutif harus mengundurkan diri sebagai bentuk
pertanggungjawaban moral.
Selain itu, TGIPF merekomendasikan agar proses hukum pidana bagi pihak
pihak yang terbukti bersalah dan menyebabkan ratusan korban berjatuhan
terus dilakukan sampai tuntas.
Namun, tak semua rekomendasi TGIPF itu dilaksanakan sejauh ini. Padahal,
TGIPF dibentuk langsung oleh presiden dengan landasan yang jelas, yakni
Keppres Nomor 19 Tahun 2022.
Pakar Hukum Tata Negara dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera
Bivitri Susanti menilai setelah keluarnya rekomendasi dari TGIPF,
seharusnya semua pihak terkait menerima dan menjalankannya.
Komnas HAM juga tengah meminta keterangan dari FIFA. Selain itu,
mereka juga mempertimbangkan untuk membawa tragedi ini langsung ke
Dewan HAM PBB di Jenewa.
Para tersangka itu adalah: Dirut PT LIB Ahmad Hadian Lukita, Ketua
Panpel Arema Abdul Haris, dan Security Officer Arema Suko Sutrisno.
Kemudian tersangka dari kepolisian adalah Kompol Wahyu Setyo Pranoto
selaku Kabag Ops Polres Malang, AKP Bambang Sidik Achmadi , dan
Danki Brimob Polda Jatim AKP Hasdarman.
Dalam perkara ini, keenam tersangka dijerat dengan Pasal 359 dan Pasal 360
KUHP tentang Kelalaian. Selain itu mereka juga dijerat Pasal 103 Juncto
Pasal 52 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan.
"Tidak ada satu pun yang menyebutkan bahwa penyebab kematian adalah
gas air mata," kata Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo, Senin (10/10).
Sementara itu, PT LIB dan Indosiar saling lempar soal penetapan jadwal
pertandingan. Pasalnya, pihak Polres Malang sempat meminta agar jadwal
pertandingan dimundurkan karena alasan keamanan.
Ketiganya dikenakan Pasal 359 KUHP dan atau Pasal 360 KUHP dan atau
Pasal 130 ayat 1 Jo Pasal 52 UU Nomor 11 Tahun 2022.
Kemudian tiga tersangka lain, yaitu Kabag Ops Polres Malang Kompol
Wahyu Setyo Pranoto, Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik
Achmadi, serta Komandan Kompi Brimob Polda Jawa Timur AKP
Hasdarman. Mereka dikenakan dengan Pasal 359 KUHP dan atau Pasal 360
KUHP.
Selain itu sejumlah pejabat polisi pun telah dicopot dan dimutasi
pascatragedi Kanjuruhan itu termasuk Kapolres Malang AKBP Ferli Hidayat
dan Kapolda Jatim Irjen Pol Nico Afinta.
Di satu sisi, Komnas HAM masih mencari siapa yang paling bertanggung
jawab. Komnas HAM menyorot soal perencanaan pengamanan.
Mereka pun mendalami sejumlah aturan, terutama soal perjanjian kerja sama
(PKS) antara kepolisian dan PSSI. Menurutnya, kedua lembaga/organisasi
itu tak bisa saling lempar tanggung jawab karena ada aturan bersama yang
telah disepakati.
Namun, dalam PKS itu tidak ada klausul larangan masuknya gas air mata ke
stadion. Padahal, hal itu dilarang FIFA dalam statuta mereka.
Salah satu tuntutan aksi yang dilakukan pada Kamis lalu adalah mereka
menolak hasil rekonstruksi Tragedi Kanjuruhan yang dilakukan di Mapolda
Jatim. Diketahui dalam rekonstruksi itu tak ada adegan penembakan gas air
mata ke arah tribun penonton.
Selain itu rencana autopsi dua korban yang sejatinya dilakukan pada Kamis
(20/10) batal dilakukan dengan alasan dari pihak keluarga. Pihak keluarga
korban mengaku salah satu pembatalan itu karena merasa terintimidasi.
"Saya eman (sayang) keluarga kalau ada apa-apa," kata orang tua korban, D,
saat berbincang dengan CNNIndonesia.com, Rabu (19/10).
"Biar baju anak saya jadi buktinya. Dan azab Allah yang membalas,"
pungkas D.
Tapi D tak didampingi secara penuh, hingga saat dia didatangi beberapa
orang dan diduga diintimidasi. D akhirnya meminta pendampingan KontraS.
"Sebelumnya dia punya lawyer, selama dia jadi kliennya enggak ada
pendampingan apapun, itu membuat dia semakin takut. Tapi sampai
sekarang secara formil surat kuasa belum dicabut. Tapi dua hari belakangan
D ke sini dan minta pendampingan," kata Andy.
Dua anggota keluarga sejak jauh hari telah meminta permohonan autopsi
jenazah korban Kanjuruhan untuk mengetahui secara pasti penyebab
kematian.
Keduanya dinilai melanggar Pasal 359 KUHP, Pasal 360 ayat (1) KUHP dan
Pasal 360 ayat (2) KUHP juncto Pasal 103 ayat 1 juncto Pasal 52 Undang-
Undang No 11 tahun 2022.
Berikut daftar putusan hakim terhadap dua terdakwa dalam perkara Tragedi
Kanjuruhan.
Ketua Panpel Arema Divonis 1 Tahun 6 Bulan Bui
Abdul Haris divonis hukuman pidana 1,5 tahun penjara lantaran telah lalai
hingga menyebabkan seratusan orang meninggal dunia, dan lebih dari 600
korban luka-luka.
Putusan ini lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum yang
menginginkan Abdul dihukum enam tahun delapan bulan penjara.
Terdakwa lainnya yaitu Suko Sutrisno divonis hukuman pidana satu tahun
penjara lantaran terbukti bersalah dalam tragedi mematikan usai
pertandingan antara Arema FC vs Persebaya.
Serupa vonis untuk Haris, hukuman bagi Suko jauh lebih ringan dari
tuntutan jaksa penuntut umum yang menginginkan Suko dihukum enam
tahun delapan bulan penjara.
Akhmad Hadian sendiri telah lepas dari tahanan polisi karena masa
penahanannya habis sejak Desember 2022. Meskipun dilepas dari tahanan,
kepolisian memastikan status Akhmad Hadian masih tersangka.