Anda di halaman 1dari 12

ESAI PUBLIKASI

Filsafat dan Etika Administrasi

Tragedi Kanjuruhan:
Kronologi Hingga Kaitannya dengan Etika

Kelompok 5
1. Anees Al Kareem Prayoga (2106652796)
2. Diandra Widyasanti (2106650645)
3. Nasyifa Puan Ardana (2106630731)

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI


UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sabtu, 1 Oktober 2022 merupakan tanggal yang akan selalu diingat oleh para penggemar
sepak bola bahkan oleh seluruh rakyat Indonesia. Saat itu, dunia sepak bola diramaikan
oleh tragedi yang terjadi pada Stadion Kanjuruhan saat pertandingan Arema FC melawan
Persebaya berlangsung. Asal mula tragedi tersebut masih simpang siur antara dipicu oleh
Aremania yang kecewa dengan kekalahan klub kesayangannya dari Persebaya atau pihak
kepolisian yang salah mengambil tindakan untuk menangani kericuhan yang telah terjadi.
Banyaknya fakta dan bukti video yang tersebar dalam dunia maya membuat banyak
orang memiliki berbagai spekulasi sendiri dan memihak yang mereka anggap benar.

Menurut kabar yang beredar, tragedi tersebut bermula ketika para suporter tidak terima
akan hasil pertandingan Arema FC melawan Persebaya sehingga membuat banyak
suporter yang turun masuk ke dalam lapangan. Situasi yang sudah mulai ricuh membuat
pihak kepolisian mengambil tindakan yang berharap dapat meredakan situasi yang sudah
terjadi. Pihak kepolisian mengambil tindakan eksesif dengan menembakkan gas air mata
ke arah kericuhan dan juga tribun penonton. Tindakan yang diambil oleh pihak kepolisian
tersebut menuai pro dan kontra dari masyarakat. Pasalnya, tindakan penembakan gas air
mata yang diambil oleh pihak kepolisian dinilai memperkeruh suasana dalam stadion.
Setelah ditelusuri, ternyata memang tindakan tersebut melanggar peraturan yang sudah
ditetapkan oleh pihak FIFA.

Sangat disayangkan, pertandingan sepak bola yang seharusnya menjadi momen berkesan
bagi pemain maupun penontonnya, berakhir dengan tragedi yang mengenaskan bagi
banyak pihak. Kericuhan yang terjadi pada Stadion Kanjuruhan memakan ratusan korban
jiwa. Tragedi ini melibatkan banyak pihak, namun hingga saat ini masih belum dapat
dipastikan siapa yang harus bertanggung jawab. Penelitian ini akan mencoba untuk
meninjau tragedi Kanjuruhan melalui kacamata teori etika dengan terlebih dahulu
membahas kronologi yang sebenarnya terjadi pada malam itu. Keluaran dari penelitian
ini diharapkan dapat menjadi rujukan dan pembelajaran, baik bagi aparatur negara
maupun masyarakat luas.

B. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan bersumber dari data
sekunder, yaitu studi pustaka. Kelebihan dari metode kualitatif deskriptif adalah metode
ini bersifat detail dan mendalam sehingga hasil penelitian dapat menggambarkan
pandangan yang realistis. Creswell (2015) mengatakan bahwa penggunaan metode
kualitatif pada penelitian dapat memberi hasil yang menyeluruh, menciptakan gambaran
yang kompleks dan rinci ketika memahami masalah yang ada di lingkungan sosial. Pada
penelitian kali ini, peneliti mengambil artikel berita, video investigasi, dan sumber
pendukung lainnya yang memiliki keterkaitan informasi dengan topik yang kami bahas,
yaitu tragedi Kanjuruhan serta hubungannya dengan kode etik berbagai pihak yang
bersangkutan pada tragedi tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kronologi
Kronologi dari tragedi Kanjuruhan memiliki banyak versi. Baik dari pihak kepolisian,
liga, hingga suporter menyampaikan peristiwa yang terjadi menurut pandangan mereka
masing-masing. Dari sekian banyak pernyataan, kami telah mencoba merangkum
kronologi sebenarnya atas tragedi Kanjuruhan berdasarkan data dan sumber yang valid.
Tragedi ini dimulai jauh sebelum hari pertandingan antara Arema dan Persebaya. Pada
tanggal 12 September 2022, Panitia Pelaksana Arema FC mengirim surat kepada Polres
Malang untuk meminta agar pertandingan dilaksanakan pada tanggal 1 Oktober 2022
pukul 20.00 WIB. Polres telah melakukan tindakan preventif dengan alasan keamanan,
yaitu meminta panitia untuk mengubah jadwal pertandingan ke pukul 15.30 WIB.
Namun, hal ini ditolak oleh PT Liga Indonesia Baru (LIB) karena alasan penayangan
siaran langsung serta kerugian ekonomi yang akan terdampak. Oleh karena itu, Polres
Malang menyiapkan personel lebih banyak dari rencana awal untuk mengamankan
pertandingan.

1 Oktober 2022 menandakan sejarah baru bagi Persebaya yang setelah 23 tahun akhirnya
dapat mengalahkan Arema FC di stadion Kanjuruhan Malang dengan skor akhir 3-2.
Beberapa detik setelah peluit tanda pertandingan selesai dibunyikan, para pemain
Persebaya langsung berlari masuk ke ruang ganti. Di waktu yang sama, para pemain
Arema berjalan ke arah Aremania untuk meminta maaf atas kekalahannya. Beberapa
Aremania yang kecewa akhirnya turun ke lapangan, tetapi sama sekali tidak ada tindak
kekerasan yang terjadi. Seiring berjalannya waktu, semakin banyak suporter dari tribun
timur yang turun ke lapangan. Lonjakan massa yang turun ke lapangan membuat para
pemain Arema masuk ke ruang ganti. Setelah semua pemain Arema diamankan ke
ruangan, polisi kemudian membuat barikade agar suporter tidak dapat masuk. Dari sini
mulai terjadi dorong-dorongan dan gesekan antara polisi dan suporter. Polisi kemudian
mengerahkan anjing huru-hara untuk membubarkan suporter dan di sisi lain TNI juga
mulai proaktif membubarkan massa yang berkumpul di depan pintu ruang ganti
menggunakan stik. Sampai saat ini kondisi masih kondusif dan massa dengan tertib mulai
kembali ke tribun.

Di tengah penanganan massa itu, tiba-tiba dari arah tenggara segerombol massa masuk
lagi ke lapangan dan membuat kericuhan. Akibat momen ini lah terjadi perubahan sikap
oleh aparat, dimana TNI mulai bertindak represif terhadap suporter. Kemudian satu
pleton Brimob yang berjaga di selatan tiba-tiba menembakkan gas air mata secara acak
ke tribun selatan, dimana suporter disana sama sekali tidak membuat keributan. Tindakan
ini kemudian diikuti personel Brimob lainnya yang mulai menembakkan gas air mata ke
arah tribun berdiri. Sampai disini belum ada tembakan yang diarahkan ke massa di
lapangan. Rentetan tembakan gas air mata ke dalam tribun akhirnya memicu kepanikan.
Penonton mulai berhamburan untuk mencoba keluar stadion. Namun terdapat fakta
mengejutkan, yaitu aparat kemudian juga menembakkan gas air mata ke arah pintu
keluar. Hal ini telah dipastikan kebenarannya oleh saksi mata. Setelah itu, rentetan
tembakan oleh Brimob masih terus terjadi hingga kemudian salah satu personel Polres
Malang juga ikut menembakkan gas air mata. Hal ini bertentangan dengan arahan
Kapolres Malang AKBP Ferli Hidayat yang melarang anak buahnya untuk menembakkan
gas air mata.

Di sisi lain, Mabes Polri sudah mengakui bahwa mereka menggunakan beberapa gas air
mata yang sudah kadaluarsa sejak tahun 2021. Itulah mengapa, ketika 55 tabung gas air
mata ini ditembakkan secara masif ke tribun selatan, efeknya jauh lebih terasa dan lebih
parah. Pada saat yang sama ketika aparat menembakkan gas air mata, kondisi di 14 titik
pintu sangat ricuh akibat pintu keluar yang dikunci. Padahal seharusnya lima menit
sebelum pertandingan berakhir, seluruh pintu keluar sudah harus dibuka sesuai dengan
regulasi keselamatan PSSI yang berlaku. Penonton akhirnya terhimpit dan terjepit akibat
banyaknya massa yang berbondong-bondong untuk keluar stadion tapi terhalang.
Sehingga artinya, tembakan gas air mata ini dilakukan aparat di lapangan pada saat
ribuan orang sedang berebut mencari jalan untuk keluar dari stadion melalui pintu yang
terkunci. Dari sinilah kemudian muncul banyak korban yang mengalami patah tulang,
trauma, kepala retak, hingga meninggal dunia akibat asfiksia.

Polisi berdalih bahwa tembakan gas air mata yang dilakukan merupakan bentuk respons
atas tindakan massa yang ingin menyerang dan membuat kericuhan serta khawatir
tindakan tersebut akan membahayakan para pemain Persebaya. Padahal saat kejadian
penembakan ini, para pemain Persebaya sudah diamankan di dalam kendaraan taktis
baracuda dan mulai bergerak meninggalkan stadion. Sehingga alasan yang dilontarkan
oleh kepolisian dipastikan tidak valid. Pun jika memang itu alasan di balik penembakan
yang terjadi, tindakan yang diambil terlalu eksesif melihat jumlah proyektil gas air mata
yang ditembakkan malam itu mencapai kurang lebih 80 buah.

Akibat dari penembakan gas air mata yang terjadi di stadion Kanjuruhan bulan Oktober
lalu, banyak korban jiwa dan luka-luka yang berguguran. Hingga kini, tercatat terdapat
kurang lebih 133 korban jiwa dan 622 korban luka-luka yang terdampak oleh insiden ini.
Seluruh korban yang ada telah dirujuk ke rumah sakit terdekat dan ditangani oleh tenaga
medis profesional. Namun meski begitu, luka yang dialami oleh keluarga korban akan
terus tinggal dan mereka masih meminta pertanggung jawaban yang setimpal dari pihak
yang berwenang.
B. Penyebab
Penyebab dari Tragedi Kanjuruhan tidak bisa hanya kita lihat dari satu sudut pandang
saja, namun juga harus melihat dari sudut pandang penonton atau suporter, kepolisian,
hingga penyelenggara pertandingan bola Arema melawan Persebaya. Penyebab awal
tragedi ini ditimbulkan karena sekitar 3.000 penonton memasuki area lapangan bola
setelah Arema FC kalah melawan Persebaya pada pertandingan Liga 1. Hal tersebut
menjadi penyebab terjadinya kerusuhan karena suporter dari Arema FC tidak bisa
menerima kekalahan atas Persebaya dengan sikap lapang dada dan memilih untuk turun
ke lapangan. Apabila hal ini tidak dilakukan oleh penonton maka pertandingan tersebut
tidak akan memakan banyak korban.

Lalu, pihak kepolisian yang melihat kericuhan sudah semakin tak terkendali membuat
kepolisian menggunakan gas air mata di dalam stadion dengan menembakkannya ke arah
tribun penonton, padahal di dalam aturan FIFA tertulis akan larangan penggunaan gas air
mata di dalam stadion. Hal tersebut terdapat di dalam peraturan “FIFA Stadium Safety
and Security”, Pasal 19 Nomor b yang berbunyi “No firearms or crowd control gas shall
be carried or used”. Peraturan tersebut sudah sangat menjelaskan larangan untuk
membawa senjata api atau gas pengendali massa. Di tambah lagi terdapat beberapa gas
air mata yang kadaluarsa namun masih digunakan oleh pihak kepolisian. Penembakan gas
air mata tersebut semakin membuat penonton panik dan berlarian mencari jalan keluar
dari stadion. Hal tersebut membuat kepadatan di lorong tangga yang mengarah ke pintu
keluar. Pintu keluar yang terbatas dan terkunci membuat banyak penonton yang
berdesakan, melakukan tindak saling dorong antar penonton, serta kepadatannya
membuat sesak nafas sehingga banyak korban jiwa berjatuhan. Pada saat itulah mulai
banyak korban yang berjatuhan hingga harus kehilangan nyawa dan korban luka-luka.
Langkah penembakan gas air mata oleh polisi merupakan hal yang salah karena akan
membuat kepanikan di dalam stadion. Apabila hal tersebut tidak terjadi, maka dapat
meminimalisir banyaknya korban jiwa.

Selain itu, PSSI yang menjadi induk persatuan sepak bola dan PT LIB sebagai
penyelenggara berjalannya Liga Indonesia masih kurang memberikan arahan dan
sosialisasi kepada polisi yang menjadi penanggung jawab keamanan selama berjalannya
pertandingan Liga terkait penggunaan gas air mata di dalam stadion. Merujuk pada
komentar yang dilontarkan Kapolda Jawa Timur, Irjen Nico Afinta dalam konferensi pers
dimana Irjen Nico Afinta menyebut penembakan gas air mata yang dilakukan sudah
sesuai prosedur yang berlaku. Sebagai induk tertinggi bidang sepak bola di Indonesia
sudah seharusnya PSSI dapat memberi arahan yang jelas kepada PT LIB terkait
kemungkinan terjadinya kerusuhan pada suatu pertandingan yang berjalan, melihat
kejadian seperti ini sudah terbilang lumrah terjadi di beberapa pertandingan sebelumnya.
Terlebih lagi pertandingan yang berjalan di hari tersebut dilakukan pada waktu malam
hari. Adanya kejadian ini akan membawa pelajaran untuk PSSI dan PT LIB supaya dapat
segera berbenah secara keseluruhan. Penonton yaitu suporter dari berbagai klub sepak
bola juga harus lebih sadar bahwa nyawa seseorang lebih berharga dibandingkan
rivalitas. Semua pihak yang turut serta harus saling melakukan evaluasi supaya kejadian
seperti ini tidak akan terjadi di masa yang akan datang.

C. Dampak
Tragedi yang terjadi pada 1 Oktober lalu tentunya memiliki dampak yang besar bagi
masyarakat secara luas, keluarga korban, kepolisian, hingga keberlangsungan sepak bola
di Indonesia. Tercatat korban tewas dalam tragedi Kanjuruhan sebanyak 133 orang, sudah
pasti hal tersebut sangat berbekas pada masyarakat terutama kepada keluarga korban
yang ditinggalkan dan berpengaruh terhadap psikologis keluarga yang ditinggalkan.
Setelah tragedi tersebut, pastinya muncul dan berkembang stereotip baru dalam
masyarakat terhadap sepak bola yang akan berdampak terhadap sepak bola Indonesia
secara tidak langsung. Selanjutnya, tragedi Kanjuruhan juga memberikan dampak
terhadap sepak bola Indonesia. Setelah tragedi tersebut, PSSI memutuskan untuk
memberhentikan liga 1, tindakan tersebut diputuskan karena banyaknya korban jiwa
setelah tragedi tersebut. Tidak hanya itu, dari sisi ekonomi, terdapat penurunan
pendapatan para stakeholders yang bekerja pada industri sepak bola Indonesia. Dari
dampak-dampak yang dirasakan oleh berbagai pihak mulai dari masyarakat hingga sepak
bola Indonesia, seluruh pemangku kepentingan perlu untuk berpikir ke depan untuk
memperbaiki tata kelola dalam dunia sepak bola Indonesia agar kedepannya kita dapat
mencetak prestasi dalam sepak bola Indonesia dan agar kejadian seperti tragedi tersebut
tidak terulang lagi.

Pihak selanjutnya yang terlibat dalam tragedi Kanjuruhan dan terdampak adalah
Kepolisian Negara Republik Indonesia. Tidak hanya suporter, tetapi juga terdapat 2
anggota Polri yang gugur dalam tragedi Kanjuruhan. Selain dampak tersebut, terdapat
beberapa dampak pasca tragedi Kanjuruhan. Sebanyak 9 anggota Brimob yang
dinonaktifkan, sebagai bentuk pertanggung jawaban, Kapolres Malang AKBP Ferli
Hidayat juga dimutasi ke pamen Staf SSDM. Total sebanyak 38 anggota Polri yang
dicopot dan dinonaktifkan dari jabatannya setelah tragedi tersebut Kepolisian sebagai
pihak yang memerintahkan dan menembakkan gas air mata yang ditargetkan kepada
suporter sudah melanggar kode etik yang ditetapkan oleh Kepolisian Negara Republik
Indonesia sendiri, sehingga terdapat 3 anggota Polri yang menjadi tersangka seperti yang
sudah ditetapkan pada Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 Pasal 12 terkait
pelanggar kode etik. Dampak yang dirasakan oleh Polri secara keseluruhan pasca tragedi
tersebut adalah menurunkan kepercayaan terhadap Polri dari masyarakat Indonesia. Polisi
merupakan pihak yang seharusnya menegakkan hukum serta melindungi masyarakat
sebagai bentuk pengabdiannya terhadap negara Indonesia, namun tragedi ini tidak
mencerminkan tugas dari Polri tersebut. Sehingga, kepercayaan masyarakat dan
pandangan beberapa masyarakat terhadap polisi pasca tragedi tersebut menjadi buruk.

D. Kaitannya dengan Etika


Dalam tragedi yang terjadi pada 1 Oktober 2022 di Stadion Kanjuruhan tersebut banyak
sekali pihak yang terlibat dan terdapat kaitannya dengan teori Etika. Etik atau “ethos”
merupakan dapat dikatakan dengan karakter moral, professional practices yang sesuai
dengan profesinya yang tidak berubah-ubah dan bersifat universal. Salah satu bentuk
etika terapan dalam administrasi adalah teori Etika Struktural atau Ethics of Structure
dimana dalam praktiknya, penerapan pertanggungjawaban etika secara individu dianggap
tidak relevan. Dalam praktik Etika Struktural akan selalu terdapat deviasi oleh individu
atau bentuk penyimpangan terhadap peraturan yang menyimpang dari norma yang
merupakan kebijakan organisasi dan individu tersebut dalam organisasi bertindak atas
nama jabatan.

Yang dapat kita garis bawahi dalam kaitan tragedi Kanjuruhan dengan teori Etika adalah
bagaimana Kepolisian Negara Republik Indonesia melanggar kode etik Polri. Tercatat
bahwa sebanyak 38 anggota Polri terlibat dalam tragedi Kanjuruhan yang menewaskan
133 orang dan 3 dari 38 orang anggota Polri tersebut ditetapkan sebagai tersangka karena
memerintahkan untuk menembakan gas air mata yang akhirnya berimbas hingga
menimbulkan korban jiwa. Dalam kode etik Polri terdapat Etika Kemasyarakatan dimana
di dalamnya tertulis bahwa Polri perlu senantiasa memelihara keamanan dan ketertiban
masyarakat dan menegakkan hukum serta melindungi, mengayomi, dan melayani
masyarakat seperti yang tercantum dalam UUD 1945 Pasal 30 ayat 4. Dalam kode etik
polri lingkup kemasyarakatan, terdapat aturan bahwa setiap anggota Polri wajib untuk
menghormati harkat dan martabat manusia berdasarkan prinsip dasar hak asasi manusia.
Dalam tragedi Kanjuruhan, 20 personel Polri diduga melakukan pelanggaran kode etik
yaitu dengan memerintahkan penembakan gas air mata dan menembakkan gas air mata di
dalam stadion dengan sasaran tribun suporter. Awalnya tindakan Polri untuk
mengamankan pemain adalah dengan menghadang para suporter yang mulai masuk ke
area lapangan dan pihak keamanan juga sudah menggiring para pemain untuk masuk ke
dalam ruang ganti. Namun, pihak Polri tiba-tiba memerintahkan untuk menembakkan gas
air mata ke arah tribun penonton hingga menimbulkan kepanikan para suporter.
Kepanikan suporter ditambah dengan akses keluar stadion yang tidak memadai
menyebabkan banyaknya korban jiwa dalam tragedi Kanjuruhan ini. Hal tersebut
termasuk ke dalam pelanggaran kode etik dalam operasi pengamanan laga Arema FC
melawan Persebaya. Polri seharusnya menjadi penegak hukum yang mencerminkan etika
serta moral yang baik dengan menjadi pelindung yang humanis.
FIFA sebagai lembaga sepak bola yang membawahi seluruh liga sepak bola di seluruh
dunia memiliki peraturan dalam dokumen ‘FIFA Stadium Safety and Security’ dimana
tertuang Pasal 19 Nomor b tentang Pitchside stewards, yang berbunyi “No firearms or
“crowd control gas” shall be carried or used” yang berarti dalam suatu pertandingan
sepak bola, tidak boleh menggunakan gas air mata sebagai bentuk pengamanan. Polri
sebagai pihak pengamanan pertandingan AREMA FC melawan Persebaya tersebut sudah
melanggar kebijakan yang dibuat oleh pihak FIFA. Tindakan dari anggota Polri sebagai
pihak yang memerintahkan maupun menembakkan gas air mata tersebut merupakan
bentuk devisiasi dari Etika Struktural yang sudah ditetapkan oleh Kepolisian Negara
Republik Indonesia itu sendiri dan FIFA sebagai pihak pembuat kebijakan. Peraturan
yang mendasari yaitu kode etik Polri dan Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 Pasal
12 terkait pelanggar kode etik tersebut.

E. Tindakan agar tragedi tersebut tidak terjadi lagi


Tragedi Kanjuruhan tentunya menimbulkan luka kepada masyarakat khususnya keluarga
yang ditinggalkan oleh korban-korban dari tragedi tersebut, sudah pasti seluruh pihak
yang terlibat bahkan seluruh masyarakat tidak ingin hal tersebut terulang kembali.
Berikut adalah hal-hal yang dilakukan maupun yang dapat dilakukan agar tragedi tersebut
tidak terulang kembali. Tim Gabungan Independen Pencari Fakta menyebutkan bahwa
momen ini merupakan momentum untuk melakukan perubahan struktural secara
keseluruhan di Indonesia dengan harapan dapat terciptanya peradaban sepak bola
Indonesia yang lebih baik dan dapat memajukan sepak bola Indonesia. Atas perintah
Presiden Republik Indonesia, TGIPF mempelajari regulasi-regulasi FIFA untuk
mengevaluasi dengan apa yang terjadi di lapangan pada saat tragedi tersebut. Salah satu
objek perubahan dalam regulasi tersebut adalah keberadaan polisi pada saat pengamanan,
yang dievaluasi adalah tindakan polisi yang menghadang para suporter ke lapangan saat
terjadi keributan dan menembakkan gas air mata ke arah tribun penonton sehingga para
suporter tersebut berbondong-bondong berusaha untuk keluar stadion. Padahal, dalam
ketentuan FIFA nyatanya jika terjadi keributan dalam stadion, orang-orang lebih
disarankan untuk pindah ke tengah lapangan. Selanjutnya, dalam aturan FIFA tertulis
bahwa jumlah polisi sebagai pengaman dalam lapangan seminimal mungkin dan
sebaiknya tidak menggunakan atribut yang agresif dan seharusnya tidak berada dalam
titik-titik yang mudah terlihat.

Dari segi regulasi, untuk kedepannya dari pihak pengamanan perlu lebih memahami
regulasi-regulasi dari FIFA. Minimnya sosialisasi terkait penggunaan gas air mata dalam
stadion berujung petaka karena peraturan FIFA terkait penggunaan gas air mata dalam
stadion tidak diketahui oleh aparat kepolisian. Penting dari pihak Polri sebagai pihak
pengamanan untuk mengetahui regulasi dari FIFA secara keseluruhan terkait pengamanan
maupun tindakan preventif dan apa saja tindakan yang tidak boleh dilakukan agar
kejadian seperti tragedi Kanjuruhan tidak terulang kembali.

Evaluasi atas tragedi Kanjuruhan tidak hanya diperuntukkan oleh Kepolisian Negara
Republik Indonesia tetapi pihak FIFA juga mengambil langkah. FIFA akan melakukan
kolaborasi dengan Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC) dan pemerintah Indonesia untuk
membenahi penyelenggaraan kompetisi sepak bola di Indonesia. Dalam surat yang
disampaikan kepada Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, FIFA mengatakan
bahwa mereka akan memformulasikan standar protokol keamanan serta prosedur
pengamanan yang berstandar internasional untuk seluruh stadion yang ada di Indonesia.
Selain itu, pihak FIFA juga akan melakukan sosialisasi dan diskusi terkait langkah
tersebut dengan klub-klub sepak bola yang ada di Indonesia, juga perwakilan suporter
untuk meminta saran serta sebagai bentuk komitmen bersama.

Kelompok kami melakukan beberapa riset terkait hal-hal yang dapat dilakukan
kedepannya dari pihak pengamanan agar kejadian seperti tragedi Kanjuruhan tidak
terulang kembali. Melihat dari negara-negara maju yang lazim menggunakan kuda untuk
berpatroli dalam pertandingan sepak bola, menurut kami, dalam pertandingan sepak bola
besar di Indonesia selanjutnya, pihak pengamanan juga dapat menggunakan kuda untuk
berpatroli dibandingkan menggunakan alat-alat yang agresif. Dalam penelitian “Making
and Breaking Barriers: Assessing the value of mounted police units in the UK”
disebutkan bahwa terdapat 2 faktor mengapa kuda dipilih sebagai hewan untuk berpatroli
dalam pertandingan sepak bola. Yang pertama, dengan menggunakan kuda untuk
berpatroli cenderung memberikan kesan menenangkan bagi massa. Yang kedua, lebih
mudah bagi pihak keamanan untuk melihat situasi dengan jangkauan secara luas dengan
menggunakan kuda. Dari kedua faktor tersebut, yang dapat digarisbawahi adalah
bagaimana kuda dapat memberikan kesan menenangkan bagi massa dan membuat massa
merasa dekat dengan pihak keamanan, dibandingkan jika pihak keamanan menggunakan
alat-alat agresif dan berada dalam tempat yang tersorot.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tragedi Kanjuruhan yang terjadi di Malang merupakan malapetaka bagi sejarah sepak
bola Indonesia. Setelah dilakukan analisis lebih mendalam atas apa yang sebenarnya
terjadi malam itu, masyarakat menemukan banyak fakta baru dan mengejutkan terkait
tindakan yang diambil oleh aparatur negara. Sudah seharusnya berbagai pihak yang
terlibat di dalam suatu pertandingan sepak bola, mulai dari penonton, pihak keamanan,
penyelenggara pertandingan, hingga induk persatuan sepak bola di Indonesia melakukan
banyak perubahan ke arah yang lebih baik setelah adanya kejadian tersebut. Hal ini harus
dilakukan sebagai langkah preventif agar kedepannya kejadian seperti ini tidak akan
terjadi lagi dan dapat membuktikan kualitas sepak bola Indonesia di mata dunia.

Tragedi yang terjadi pada 1 Oktober tersebut memberi dampak bagi banyak pihak mulai
dari keluarga korban, masyarakat, Kepolisian Negara Republik Indonesia, hingga FIFA.
Tragedi tersebut tentu berdampak bagi psikologis keluarga korban dan akan menjadi
momen yang tidak akan dilupakan oleh masyarakat Indonesia. Pandangan dan
kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap Kepolisian Negara Republik Indonesia juga
akan menurun karena kelalaian Polri dalam melakukan tindakan pengamanan pada saat
pertandingan sepak bola kemarin berlangsung. Berbagai tindakan dan keputusan diambil
oleh Polri kepada pihak yang bersangkutan sebagai bentuk pertanggungjawaban dari
tindakannya yang melanggar kode etik Polri dan kebijakan FIFA. FIFA sendiri akan turun
tangan untuk memperbaiki penyelenggaraan pertandingan sepak bola di Indonesia
dengan membangun standar keamanan di seluruh stadion Indonesia serta akan
memformulasikan standar protokol dan keamanan berstandar internasional. Pihak
Kepolisian Negara Republik Indonesia perlu melakukan banyak evaluasi dan melakukan
sosialisasi terhadap isi dari regulasi FIFA sebagai pihak keamanan pertandingan sepak
bola di Indonesia agar tragedi tersebut tidak terjadi lagi.
Referensi

CNN Indonesia. 2022. CNN Indonesia. October 3. Accessed December 7, 2022.


https://www.cnnindonesia.com/nasional/20221003190656-12-855873/28-anggota
-polri-diduga-langgar-etik-dalam-tragedi-kanjuruhan.
Salim, Maburi Pudyas. 2022. Liputan6. October 03. Accessed December 7, 2022.
https://hot.liputan6.com/read/5086773/regulasi-fifa-tentang-pengamanan-pertandi
ngan-termasuk-penggunaan-gas-air-mata.
Chris Giacomantonio, Ben Bradford, Matthew Davies, Richard Martin. 2015. "Making
and Breaking Barriers: Assessing the value of mounted police units in the UK ."
Faqih, A. (2022, October 4). Tragedi Kanjuruhan, Siapa yang Pantas Disalahkan?
Retrieved from Indonesia Business News: https://businessnews.co.id/2022/10/04/
tragedi-kanjuruhan-siapa-yang-pantas-disalahkan/
Detik News. (2022, October 2). Tragedi Stadion Kanjuruhan: Kronologi, Penyebab dan
Korban. Retrieved from Detik News: https://www.dw.com/id/kerusuhan-
kanjuruhan/a-63310801

Anda mungkin juga menyukai