Anda di halaman 1dari 2

Pengenalan isu

Pada tanggal 1 Oktober 2022 terjadi tragedi kemanusiaan yang menimpa dunia persepakbolaan di
Indonesia. Kericuhan yang terjadi di stadion Kanjuruhan menewaskan sekurangnya 133 jiwa dari
segala kalangan, mulai anak-anak hingga orang dewasa. Pasca tragedi Lima di Peru pada tahun 1964
yang menewaskan kurang-lebih 328 supporters, jumlah korban jiwa di Kanjuruhan menjadi yang
tertinggi kedua dalam sejarah sepak bola dunia.

Tragedi Kanjuruhan bermula ketika tim Persebaya memenangkan pertandingan melawan Arema FC
dengan skor akhir 3-2. Hasil skor tersebut memicu reaksi dari supporters tuan rumah, Arema FC, atau
yang dikenal dengan Aremania. Dua orang Aremania turun ke lapangan menghampiri para pemain.

Tindakan turun ke lapangan yang dilakukan oleh sejumlah Aremania dilakukan untuk memberikan
dukungan moril kepada pemain Arema FC. Pihak Aremania menambahkan bahwa tidak ada niatan
untuk melakukan tindak kekerasan. Namun, sayangnya aksi turun ke lapangan yang dilakukan oleh
para supporters Arema FC tersebut, tidak disambut baik oleh aparat kepolisian yang mengamankan
pertandingan antara Arema FC dengan Persebaya.

Aparat kepolisian yang memastikan keamanan pertandingan antara Arema FC dengan Persebaya
memiliki pandangan yang berbeda dari pihak Aremania. Menurut aparat kepolisian, supporters
Arema FC yang turun dari tribun berlari mengejar para pemain. Tindakan tersebut dianggap
mengancam, sehingga aparat kepolisian bertindak represif pada para supporters yang turun ke
lapangan, dengan memukul mundur hingga menggunakan kekerasan.

Melihat adanya tindakan represif dari pihak aparat kepolisian pada pihak Aremania, memancing
supporters lain untuk ikut turun ke lapangan. Kericuhan memuncak saat polisi melontarkan gas air
mata ke berbagai penjuru stadion, hingga tribun. Menurut pihak kepolisian, gas air mata sengaja
dilepaskan untuk membuat situasi menjadi kondusif.

Tembakan gas air mata yang dilepaskan oleh aparat kepolisian membuat para supporters berlarian
mencari jalan keluar. Namun pintu yang terbuka hanya berukuran 1,5 meter. Sedangkan pintu lain
tertutup tanpa ada seorang penjaga. Akibatnya para supporters berdesak-desakan hingga menderita
patah tulang, afiksia, trauma di kepala dan leher, dan banyak yang akhirnya kehilangan nyawa.

Fakta

- Suporter turun ke lapangan dan merusak fasilitas


Kerusuhan di Stadion Kanjuruhan Malang ini juga berimbas pada rusaknya berbagai fasilitas.
Diantaranya, 13 mobil polisi rusak dan 10 lainnya adalah mobil dinas milik Polri. Selain itu,
tak sedikit pula fasilitas yang ada di dalam dan luar stadion pun rusak. Seperti pagar
pembatas hingga di area tribun penonton.
- Penembakan gas air mata oleh aparat
- Gas Air mata yang digunakan kadaluwarsa
- Pihak terkait menetapkan 6 tersangka utama, yaitu
1. irektur Utama PT Liga Indonesia Baru (PT LIB) : Ahmad Hadian Lukita
2. Ketua Panpel Arema FC : Abdul Haris
3. Security Officer : Suko Sutrisno
4. Kabag Operasi Polres Malang Kompol : Wahyu Setyo Pranoto
5. Danki III Brimob Polda Jawa Timur : AKP Hasdarman
6. Kasat Samapta Polres Malang : AKP Bambang Sidik Ahmadi.
- Tercatat jumlah korban meninggal sebanyak 132 orang dan 547 mengalami luka luka
- Adanya Intimidasi : Para korban selamat mendapat ancaman melalui sarana komunikasi
maupun secara langsung usai kejadian, hal ini dilakukan agar menimbulkan suatu ketakutan
kepada para saksi dan korban agar tidak memberikan suatu kesaksian.

Hubungan Antara Tragedi Kanjuruan dengan Identitas Nasional

1. sepakbola berkaitan dengan kematangan psikologi pribadi, psikologi massa, dan psikologi
aparat. masih ada budaya saling menyalahkan, kurang saling terbuka, keinginan selalu
menangguk keuntungan, dan jiwa yang tak mau bertanggung jawab dalam diri kita. Siapakah
penonton yang pertama kali turun ke lapangan itu, siapakah aparat yang bermain kungfu,
dan siapakah aparat yang pertama kali menyemprotkan gas air mata? Mereka tak pernah
berpikir dampak psikologis massa, ketika hal itu dilakukan.
2. kepentingan ekonomi mengalahkan kepentingan kemanusiaan. Panitia pelaksana menjual
tiket di luar kapasitas, tidak menghiraukan pesan keamanan dan standar pengelolaan
penyelenggaraan.
3. Rendahnya budaya malu bangsa kita
4. bahasa bisa mempengaruhi massa. Jika direnungkan, bagaimana pesan-pesan bahasa yang
muncul dari bibir para suporter, aparat, dan panitia pelaksana di balik pengeras suara.
Bahasa dan kata beraroma positif penting dipilih sebelum dikomunikasikan. Seringkali
kerusuhan bermula dari bahasa emosional yang tak beretika, buruk, tak jernih, emosional,
dan tak mencerminkan bahasa cinta.
5. nilai-nilai Pancasila belum menjadi nafas dalam sepakbola Tanah Air. Jika karakter yang
ingin dilekatkan pada program nasional "Pelajar Pancasila", maka masyarakat bola dan
pemain pun penting mencerminkan nilai filosofisnya.
Karakter pertama dari Pelajar Pancasila, misalnya, adalah beriman, bertakwa kepada Tuhan
YME, dan berakhlak mulia. Jika cerminan karakter pertama Manusia Pancasila ini terwujud,
maka kerusuhan hitam Kanjuruhan itu tak akan terjadi. Akhlak mulia adalah akar cinta
sesama, pintu kesadaran masyarakat, jembatan jiwa yang berbudi, dan kompas kesadaran
yang akan terus mengendalikan kebaikan, baik dalam pikiran dan perbuatan yang bijaksana.

Anda mungkin juga menyukai