Anda di halaman 1dari 7

ARTIKEL

KONFLIK TRAGEDI KANJURUHAN

Mata Pelajaran Sosiologi


KONFLIK TRAGEDI KANJURUHAN

Hooliganisme sepak bola memiliki sejarah panjang di Indonesia, dengan puluhan suporter
tewas sejak tahun 1990-an. Klub-klub penggemar beberapa tim memiliki apa yang disebut
"komandan", dan unit polisi anti huru hara hadir di banyak pertandingan, dengan suar sering
digunakan untuk membubarkan kerumunan kerusuhan yang menginvasi lapangan. Pada tahun
2018, kerusuhan di Kanjuruhan setelah pertandingan antara Arema Malang dan
Persib mengakibatkan korban jiwa setelah polisi anti huru hara menggunakan gas air mata
untuk membubarkan kerumunan massa. Meskipun peraturan FIFA 19b menyatakan bahwa
gas air mata tidak boleh digunakan di stadion oleh petugas di pinggir lapangan atau polisi,gas
air mata tetap digunakan oleh unit anti huru hara kepolisian Indonesia untuk mengamankan
pertandingan sepak bola. Peraturan FIFA bersifat opsional ketika sebuah asosiasi atau
konfederasi mengatur sebuah acara dengan peraturan kompetisinya sendiri. Oleh karena itu,
peraturan tersebut hanya dapat berfungsi sebagai pedoman.

Arema dan Persebaya Surabaya, dua klub yang sudah lama bersaing dalam Derbi Super Jawa
Timur, dijadwalkan untuk memainkan pertandingan musim reguler Liga 1 di Stadion
Kanjuruhan Malang yang berkapasitas 42.000 orang pada tanggal 1 Oktober. Karena masalah
keamanan, polisi telah meminta agar pertandingan diadakan lebih awal pada sore hari pukul
15:30 WIB (08:30 UTC), bukan pukul 20:00 (13:00 UTC), dan hanya 38.000 orang yang
diizinkan untuk menonton; namun permintaan itu tidak diterima oleh ofisial Liga 1 dan
penyelenggara pertandingan, dan 42.000 tiket dicetak. Namun, mengikuti saran polisi, tiket
pertandingan tidak disediakan untuk para pendukung Persebaya. Kapolres Malang sempat
melakukan pembicaraan via telepon dengan Direktur Operasional LIB, Sujarno, yang
mengatakan pertandingan harus tetap digelar pada malam hari.

Selama pertandingan berlangsung, situasi pengamanan berjalan lancar dan tanpa insiden
besar. Setelah pertandingan berakhir, di mana Persebaya mengalahkan Arema 3-2
kemenangan pertama Persebaya saat tandang ke Arema, empat penonton dari tribun 9 dan 10
masuk ke lapangan untuk berfoto bersama pemain Arema. Menurut seorang saksi, mereka
dikejar oleh polisi, yang menarik baju mereka dan memukuli mereka; hal ini memicu suporter
lain untuk masuk ke area lapangan. Sekitar 3.000 pendukung Arema, yang dijuluki Aremania,
menginvasi lapangan. Grup suporter pertama yang menyerbu lapangan berasal dari tribun 12.
Mereka berpencar di sekitar lapangan mencari pemain dan ofisial tim mereka, menuntut
penjelasan tentang kekalahan "setelah 23 tahun tidak terkalahkan dalam pertandingan
kandang" melawan rivalnya, Persebaya. Petugas keamanan dan polisi mencoba mengalihkan
lebih banyak Aremania menjauh dari lapangan, namun gagal. Kemudian Aremania mulai
melemparkan benda-benda, merusak kendaraan polisi dan menyalakan api di dalam
stadion, memaksa para pemain Persebaya bergegas berlindung di dalam ruang ganti dan lalu
dilarikan lagi ke dalam mobil personel lapis baja milik polisi selama satu jam sebelum
mereka bisa meninggalkan stadion. Setelah "tindakan pencegahan" gagal, polisi mulai
menggunakan gas air mata dalam upaya untuk membubarkan para perusuh di lapangan.
Awalnya, polisi menembakkan gas air mata ke arah tribun 12, dengan tribun 10,11, dan 14
kemudian ditargetkan, diikuti oleh tribun selatan dan utara. Ini mengakibatkan para aremania
yang berada di sana berlarian ke arah pintu keluar (gerbang 12-14) untuk menghindari gas air
mata. Semua gerbang dikunci kecuali gerbang 14, menyebabkan penumpukan,
penghimpitan dan asfiksia, dengan sebagian besar korban ditemukan di gerbang 13 dan 14.
Gas air mata juga dikerahkan di luar stadion. Listyo mengklaim 11 gas air mata ditembakkan
dalam bencana ini (7 tembakan ke selatan, 1 tembakan ke utara dan 3 tembakan ke lapangan).
sementara The Washington Post melaporkan bahwa polisi menembakkan sedikitnya 40
peluru gas air mata ke arah kerumunan dalam waktu 10 menit. Pihak kepolisian mengatakan
bahwa sepuluh kendaraan polisi dan tiga kendaraan pribadi hancur dirusak oleh Aremania.
Sesaat setelah kerusuhan, ruang lobi dan ruang ganti pemain digunakan sebagai posko
evakuasi darurat, dengan para pemain dan ofisial Arema membantu mengevakuasi korban
yang masih berada di dalam stadion. Para korban dibawa ke rumah sakit dengan ambulans
dan truk TNI. Banyak yang meninggal dalam perjalanan ke atau selama perawatan.

Pada tanggal 5 Oktober 2022, Kepolisian Republik Indonesia mengkonfirmasi 131 korban
jiwa akibat bencana ini. Data ini senada dengan laporan sebelumnya dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Malang yang menyebutkan sebanyak 131 orang meninggal akibat bencana ini.
Sementara itu, 133 kematian dilaporkan oleh Posko Pusat Krisis Postmortem, yang didirikan
oleh pemerintah Kabupaten Malang. Aremania membantah angka resmi tersebut, dan
menduga bahwa lebih dari 200 orang kemungkinan tewas, karena beberapa jenazah yang
tewas langsung dikembalikan ke keluarga mereka alih-alih dibawa ke rumah sakit. Sebanyak
39 orang berusia 3 sampai 17 tahun juga termasuk dalam korban tewas. Jumlahnya
diperkirakan akan meningkat karena beberapa korban yang ditangani situasinya
"memburuk". Hingga 18 Oktober 2022, jumlah korban yang dilaporkan adalah 583 orang
terluka dan 133 orang tewas. Korban ke-135 meninggal pada 24 Oktober 2022.
Pemerintah Kota Malang membiayai perawatan medis para korban. Rumah Sakit Daerah
Kepanjen dan Rumah Sakit Wava dilaporkan penuh dengan korban dari bencana tersebut,
yang menyebabkan beberapa dikirim ke rumah sakit lain di sekitar kota.
Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, mengumumkan bahwa pemerintah Jawa
Timur akan memberikan kompensasi finansial bagi keluarga korban. Setiap keluarga terdekat
dari korban meninggal akan menerima Rp 10 juta, sementara korban luka-luka akan
menerima Rp 5 juta. Pada tanggal 4 Oktober 2022, Jokowi mengumumkan pemberian
kompensasi finansial tambahan sebesar Rp 50 juta dari pemerintah pusat kepada setiap
keluarga terdekat korban yang meninggal.

Disimpulkan bahwa tragedi ini kejadian jika dikaitkan dengan isu hukumnya menggunakan
tataran dogmatik yang berkaitan dengan ketentuan hukum relevan sesuai dengan fakta.
Menyikapi hal tersebut, bahwa ada hikmah besar atas tragedi di stadion Kanjuruhan, yaitu
momentum untuk berbenahnya industri sepakbola tanah air. Dan dari sisi suporter,
seyogianya bisa lebih memahami bahwa sepak bola adalah permainan. Kalah atau menang
dalam permainan itu biasa. Tidak perlu meluapkan kekecewaan dengan tindakan tidak perlu,
apalagi sampai membahayakan diri sendiri dan orang lain. Sementara dari sisi petugas
keamanan, pemahaman akan aturan main itu mutlak. Regulasi FIFA mengatur secara jelas
prosedur pengamanan. Penggunaan gas air mata seperti yang terjadi di Kanjuruhan sangat
terlarang. Pengelola liga dan PSSI juga harus mengevaluasi kesiapan panitia pelaksana.
Jadwal pertandingan yang kerap dimainkan larut malam juga harus ditinjau kembali. Semoga
peristiwa memilukan seperti ini tidak terjadi lagi di Indonesia. Satu nyawa saja terlalu mahal
untuk sebuah kesenangan bernama sepak bola.
PEMETAAN KONFLIK TRAGEDI KANJURUHAN

Pemetaan ini memberikan gambaran umum tentang peristiwa dan dampak konflik kanjuruhan
yang terjadi di Indonesia. Penting untuk diingat bahwa pemetaan ini bersifat umum serta
kompleksitas konflik bisa dipahami melalui ringkasan mendalam.

1. Pemicu - Kekerasan Polisi


- Komunikasi Buruk
- Pengaturan Stadion Yang Tidak
Memadai
- Penyalahgunaan Gas Air Mata

2. Peristiwa Utama - Pertandingan Arema FC Melawan


Persebaya
- Kericuhan Suporter
- Penumpukan Masa Hingga Terinjak-
Injak

3. Reaksi Pemerintah - Terpukul Atas Tragedi Ini


- Membentuk Tim Pencari Fakta

4. Penyelesaian Konflik - Memberikan Dana Santunan Terhadap


Korban/Keluarga Korban
- Menindak Lanjuti Dengan Persidangan

5. Pihak – Pihak Yang Terlibat - Direktur Utama PT Liga Indonesia


Baru
- Ketua Pansel FC
- Security Officer
- Operasi Polres Malang Kompol
- Danki 3 Brimob Polda Jatim AKP
- Kasap Samapta Polres Malang AKP
- Aparat Kepolisian

6. Dampak – Dampak - Dampak Terhadap Masa Depan Sepak


Bola Indonesia
- Dampak Psikologis
- Dampak Ekonomi

7. Rekonsiliasi dan Pembelajaran - Sikap Dewasa Menghadapi Berbagai


Hasil Pertandingan
- Jam Kickoff Yang Terlalu Malam
Untuk Laga Berisiko Tingi
- Prosedur Keamanan
- Kapasitas Stadion dan Penonton Yang
Hadir
ANALISIS KONFLIK TRAGEDI KANJURUHAN

A. Kronologi

Pertandingan, yang berjalan pada 1 Oktober 2022 pukul 20.00 WIB hingga selesai tersebut
berakhir dengan skor 2-3 untuk kemenangan tim tamu. Proses pertandingan semua lancar,
namun saat akhir pertandingan muncul reaksi dari suporter terkait hasil yang ada. Muncul
beberapa penonton yang masuk lapangan dan kemudian tim melakukan pengamanan
khususnya kepada ofisial dan pemain Persebaya Surabaya dengan menggunakan empat unit
kendaraan taktis barakuda. lanjutnya, pada saat yang bersamaan juga semakin banyak
penonton yang turun ke lapangan sehingga, akhirnya kemudian anggota yang bertugas mulai
melakukan kegiatan penggunaan kekuatan. Dengan semakin bertambahnya penonton,
beberapa personel menembakkan gas air mata. Tembakan itu, mengakibatkan para penonton,
terutama yang ada di tribun kemudian panik dan berusaha meninggalkan arena. Penonton
yang kemudian berusaha untuk keluar, khususnya di pintu 3, 10, 11, 12, 13 dan 14
mengalami kendala karena pintu yang terbuka hanya kurang lebih selebar 1,5 meter.
Kemudian, para penjaga pintu, tidak berada di tempat Akibat kondisi tersebut, terjadi desak-
desakan yang menyebabkan sumbatan di pintu keluar itu hampir 20 menit. Akibat berdesakan
ditambah adanya gas air mata, banyak korban yang mengalami patah tulang, trauma di kepala
dan leher.

B. Korban

Analisis sebaran umur korban meninggal dunia

Rentang Umur (tahun) Jumlah


0-9 1
10-19 71
20-29 50
30-39 9
40-49 4
Jumlah 135

Analisis sebaran jenis kelamin korban meninggal dunia

Jenis Kelamin Jumlah


Laki – Laki 93
Perempuan 42
Jumlah 135

C. Hasil Persidangan

Persidangan pertama diselenggarakan pada 16 Januari 2023. Seluruh prosedur persidangan,


termasuk rekonstruksi, digelar di Surabaya. Proses persidangan dipimpin oleh hakim Abu
Achmad Sidqi Amsya. Pada prosesnya, persidangan dilakukan tertutup dan tidak dilakukan
siaran langsung. Meskipun begitu, awak media diperbolehkan memasuki ruang sidang
dengan keamanan yang ketat. Hanya enam orang yang didakwa atas tragedi ini, meskipun
pemerintah melalui TGIPF telah berjanji untuk menambah terdakwa selama proses investigas
berlangsung. Terlepas dari hasil fakta temuan tim independen (seperti Narasi, Antara News,
dan The Washington Post) yang menemukan tabung gas air mata di dalam tribun penonton,
kejaksaan menyatakan bahwa "Angin yang bersalah" atas kematian pada tragedi. Dua polisi
dibebaskan karena alasan ini.

Tuntutan Tanggal Hukuma


Nama Jabatan Catatan Ref.
JPU putusan n

Dibebaskan pada
23 Desember
2022 karena
Ahmad
Direktur PT Dibebaska berkas perkara
Hadian – – [110]
LIB n tidak lengkap
Lukita
dan mens
rea tidak
ditemukan.
Kepala Melanggar Pasal
Suko
Keamanan 1 tahun 359 KUHP, Pasal
Sutrisno
Arema FC 360 ayat (1)
KUHP dan Pasal
360 ayat (2)
6 tahun, 8 9 Maret [111][112]
KUHP juncto [113]
Ketua Panitia bulan 2023
Abdul 1 tahun, 6 Pasal 103 ayat 1
Penyelenggar juncto Pasal 52
Haris bulan
a Arema FC Undang-Undang
Nomor 11 tahun
2022
Melanggar Pasal
359, Pasal 360
ayat 1, dan Pasal
360 ayat 2
Komandan KUHP, yaitu
Hasdarma 1 tahun, 6
Brimob Jawa karena
n bulan
Timur kelalaiannya
mengakibatkan
matinya orang
lain atau luka-
16 Maret luka. [108][114]
3 tahun [109][115]
2023
Kepala
Wahyu Bagian
Setyo Operasional –
Pranoto Polres
Malang Dibebaska
Kepala n
Bambang Satuan
Sidik Samapta –
Achmadi Polres
Malang
D. Kesimpulan

Kesimpulannya adalah peristiwa Kanjuruhan merupakan pelanggaran HAM yang terjadi


akibat tata kelola yang diselenggarakan dengan cara tidak menjalankan, menghormati dan
memastikan prinsip dan norma keselamatan dan keamanan," kata Anam saat konferensi
pers di kantornya, Jakarta, Rabu (2/11). Pelanggaran HAM ini, kata Anam, salah satunya
terkait penggunaan kekuatan yang berlebihan termasuk penggunaan gas air mata di dalam
Stadion Kanjuruhan."Penggunaan gas air mata pada proses pengamanan pertandingan di
stadion merupakan bentuk penggunaan kekuatan berlebihan dikarenakan pada pasal 19
aturan FIFA soal safety and security itu dilarang," kata Anam. Anam mengatakan
terdapat sistem keamanan yang menyalahi aturan PSSI dan FIFA dengan pelibatan
kepolisian dan TNI. Sistem keamanan itu antara lain masuknya gas air mata serta
penembakan, penggunaan simbol-simbol yang dilarang dan fasilitas kendaraan, termasuk
barakuda. Pelanggaran aturan PSSI dan FIFA ini terjadi karena desain seluruh
pertandingan sepakbola yang jadi tanggung jawab PSSI didesain tanpa memedulikan
prinsip keselamatan dan keamanan yang terdapat dalam regulasi PSSI dan FIFA.

Tragedi Kanjuruhan terjadi pada Sabtu (1/10) malam usai pertandingan lanjutan BRI Liga
1 antara Arema FC dan Persebaya Surabaya.

Peristiwa itu menewaskan 135 orang dan melukai ratusan korban lainnya. Tragedi terjadi
ketika suporter berdesak-desakan hendak keluar karena panik menghindari tembakan gas
air mata aparat.

Gas air mata itu ditembakkan aparat ke arah tribun setelah penonton memasuki lapangan

Anda mungkin juga menyukai