Anda di halaman 1dari 4

OPINI

*Dari Seluruh Dunia Untuk Kanjuruhan Malang*

Sejumlah pihak di belahan nusantara ikut prihatin dan berduka dengan adanya insiden berdarah di
Stadion Kanjuruhan Malang usai laga bigmatch liga 1 BRI 2022-2023 yang mempertemukan Arema FC vs
Persebaya Surabaya yang dimenangkan pasukan Bajul Ijo dengan skor 2-3. Sabtu (1/10/2022) malam.

Tidak hanya di nusantara, bahkan bisa dikatakan seluruh dunia turut berkabung. Bagaimana tidak,
terlihat sejumlah media official resmi klub liga eropa mulai dari Manchester City, Liverpool, Manchester
United, Inter Milan, Juventus, AC Milan, Barcelona, Real Madrid, dan lain sebagainya ikut berbela
sungkawa melalui cuitan medsos twitter mereka mulai dari hari Minggu (2/10/2022), bahkan otoritas
sepakbola tertinggi FIFA melalui siaran pers turut mengucapkan bela sungkawa atas terjadinya insiden
Kanjuruhan Malang.

Pun tak kalah terenyuh di kancah nasional negeri kita sendiri, berbagai panjatan doa dan taburan bunga
terus mengalir untuk 127 Aremania-aremanita yang menjadi korban dari keganasan insiden berdarah
Kanjuruhan. Ya, selasa malam (3/10/2022) sejumlah suporter dan elemen di Medan, Makassar,
Semarang, Bali, Surabaya, Mojokerto, Jombang dan daerah lain sebagai bentuk soliditas dan solidaritas
ikut mendoakan dan menabur bunga untuk aremania dan aremanita yang meninggal tragis. Semua
atasnama 'kemanusiaan'.

Tak akan pernah dilupakan, 1 Oktober 2022 menjadi sejarah baru yang kelam bagi persepakbolaan
tanah air bahkan kedua terdahsyat di dunia setelah tragedi paling dahsyat di Estadio Nacional, Peru,
pada tahun 1964 juga terjadi karena penembakan gas air mata di dalam stadion. Dikutip dari BBC,
pertandingan tersebut menjadi bencana di stadion terburuk yang paling dahsyat.
Keputusan dari wasit asal Uruguay Ángel Eduardo Pazos yang menganulir gol Peru ke gawang Argentina
itu membuat marah para penggemar Peru, yang memutuskan untuk menyerbu lapangan. Akhirnya Polisi
menembakkan gas air mata ke kerumunan untuk mencegah lebih banyak penggemar menyerbu
lapangan permainan. Namun hal itu justru menyebabkan kepanikan hingga berakibat berdesak-desakan
saat berusaha untuk keluar stadion. Penonton yang panik menuruni tangga dan pintu sedang tertutup.
Semua yang meninggal dunia sebagian besar karena pendarahan internal atau asfiksia. Jumlah korban
tewas resmi adalah 328, kronologisnya persis dengan insiden Kanjuruhan Malang.

*Salah dan Tanggung Jawab Siapa?*

Terlepas dari berbagai spekulasi yang muncul, mulai dari penyebab meninggalnya ratusan korban
seperti sesak napas akibat gas air mata yang ditembakkan aparat kepolisian ke kerumunan penonton di
berbagai titik. Sementara disatu sisi ternyata FIFA melalui FIFA Stadium Safety and Security Regulations
dengan tegas melarang penggunaan gas air mata untuk mengendalikan massa. Pada pasal 19 b) tertulis,
“No firearms or ‘crowd control gas’ shall be carried or used“.

Belum lagi ada yang menyebut dari informasi yang didapat bahwa kepolisian setempat sudah meminta
untuk mengubah jadwal pertandingan menjadi sore hari, hal itu terlihat dari selebaran surat
permohonan dari Polres Malang yang tertuju kepada pihak panpel Arema FC karena ditengarai rawan
chaos jika dilaksanakan malam hari, namun permintaan tersebut tidak digubris bahkan ditolak PT Liga
Indonesia Baru sebagai penyelenggara kompetisi. Belum lagi ada informasi bahwa panpel Arema FC
mencetak tiket melebihi kapasitas tempat duduk di stadion Kanjuruhan Malang yang semula
berkapasitas 38 ribu menjadi 42 ribu.

Apapun spekulasi yang muncul, kemudian muncul pertanyaan siapa yang salah dan siapa yang
bertanggung jawab? Dalam konteks ini, negara harus bertanggung jawab. Semua elemen dan instrumen
yang ada dalam regulasi ini harus bertanggung jawab, mulai dari Presiden, Menteri Pemuda dan
Olahraga, PSSI, aparat TNI - Polri, Kepala daerah Provinsi, Kepala daerah kabupaten/kota semua wajib
bertanggung jawab. Tidak akan selesai jika kemudian kita saling menyalahkan, saling tuding satu sama
lain. Selain itu, semua pihak elemen bangsa juga wajib saling bahu-membahu meringankan derita
korban dan keluarganya.

Karena itu masuk konteks ranah pelanggaran KUHP dan HAM hingga mengakibatkan nyawa seseorang
melayang, biarkan tim investigasi independen yang digawangi Menkopolhukam Mahfud MD yang akan
bekerja menyelidiki kasus insiden di Stadion Kanjuruhan Malang. Publik dan keluarga korban tinggal
menunggu temuan apa yang diperoleh dan keputusan apa yang disampaikan tim investigasi independen
dalam pekan ini.

*Ibrah dan Hikmah dibalik Insiden Kanjuruhan*

Insiden Kanjuruhan Malang merupakan Insiden Kemanusiaan dan sejarah kelam bagi persepakbolaan
tanah air. Seyogyanya semua pihak pasti berharap jangan sampai insiden serupa terjadi lagi
kedepannya. Tentu juga berbagai pihak sering menggaungkan bahwa Sepakbola adalah alat pemersatu
bangsa, namun masih ada segelintir oknum yang merusak bahkan menjadikan Sepakbola sebuah alat
politik untuk menahbiskan kekuasaan mereka.

Seringkali kita disuguhkan dengan berbagai warna dinamika yang tidak elok dalam pemandangan
pertandingan sepakbola, mulai dari suap, pengaturan skor, sepakbola gajah, wasit yang bisa diatur,
kecewa dengan kekalahan sehingga berakhir bentrok antar suporter fanatik yang tidak menjunjung
tinggi sportifitas.

Dengan terjadinya insiden Kanjuruhan, suporter fanatik yang mendukung tim kesayangannya harus lebih
dewasa lagi, jadikan rivalitas pertandingan hanya ada dalam lapangan, kalah dan menang adalah hal
yang biasa meski ada rasa kecewa. Begitu pula oknum PSSI, official klub yang harus sadar sejak dini dan
dalam hati sanubari, jangan sampai mengotori sepakbola dengan hal-hal yang menciderai regulasi dan
konstitusi. Polri sebagai pihak pengamanan juga harus paham tentang aturan yang sudah ditetapkan
dalam regulasi FIFA. Setelah kasus Irjen Sambo, citra kepolisian jangan sampai dirusak kembali akibat
ulah oknum yang tidak sportif dan humanis dalam melakukan pengamanan.

Dengan adanya tulisan ini, penulis juga sedikit mengimbau sekaligus mengajak para suporter fanatik
sepakbola di tanah air untuk berangkulan, bergandengan tangan yang erat dan menjunjung tinggi
sportifitas. Menjaga persaudaraan antar suporter atasnama kemanusiaan jauh lebih tinggi dari sebuah
rivalitas dalam lapangan sepakbola

Semua hal yang tidak mendewasakan potret sepakbola itu kini harus dihilangkan agar insiden
Kanjuruhan Malang tidak terulang kembali. Sebaliknya, ayo jadikan insiden tersebut sebuah 'Ibrah' buat
kita semua, buat seluruh elemen dan instrumen bangsa Indonesia. Untuk rekan-rekan suporter
Aremania, semoga kita semua dapat memetik ibrah dan hikmah dibalik insiden ini, karena pertandingan
sepak bola tidak bisa ditukar dengan nyawa manusia, begitulah kira-kira!

Oleh:

Moch. Atha`Illah Ibnu Salim, S.Pd

Anda mungkin juga menyukai