Anda di halaman 1dari 76

LAPORAN KASUS

PENATALAKSANAAN ANESTESI UMUM PADA PASIEN NY. SM

DENGAN CA MAMAE SINISTRADENGANTINDAKAN INSISI BIOPSI

DI RUANG INSTALASI BEDAH SENTRAL RSUD DR MOEWARDI


SURAKARTA

Disusun oleh:

MASAIN, S.Kep,.Ners

PELATIHAN PERAWAT MAHIR ANESTESI

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI SURAKARTA

TAHUN 2020

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha
Esa atas limpahan berkat, rahmat, serta hidayah-Nya sehingga penyusun dapat
menyelesaikan Laporan Pelatihan Perawat Mahir Anestesi dengan judul
“PENATALAKSANAAN GA ( GENERAL ANESTESI ) PADA PASIEN
NY.SM DENGAN DIAGNOSA CA MAMAE SINISTRADENGAN
TINDAKANINSISI BIOPSI”.
Penyusun menyadari terselesaikannya laporan ini tidak lepas dari bantuan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sebagai rasa hormat penyusun mengucapkan
terimakasih kepada :

1. Direktur RSUD Dr. Moewardi Surakarta, yang telah memberikan izin


kepada penulis dan rekan – rekan untuk menggunakan Rumah Sakit ini
sebagai tempat untuk mengikuti pelatihan Anestesi.
2. Seluruh jajaran SMF Anestesi, Residen Anestesi dan Penata/perawat
Anestesi yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama
pelatihan.
3. Kepada DokterSeptian Adi Permana,Sp.An.,M.Kesselaku penguji,
saya mengucapkan banyak terimakasih atas bimbingan dan arahannya.
4. Kepada Bapak Tarsan Lumbantoruan S.Kep selaku pembimbing
klinik, saya mengucapkan banyak terimakasih atas bimbingan dan
motivasinya.
5. Kepada kepala IBS dan seluruh jajaran Staf IBS yang tidak bisa
disebut satu per satu.
6. Kepada Staf Apotek yang selalu membantu dan kerja sama selama
pelatihan.
7. Seluruh peserta pelatihan PerawatAnestesi yangsaling memberi
dukungan dan motivasi selama pelatihan.
8. Terimakasih kepada kedua Orang tua tercinta serta Istri dan Kedua
Anak saya, yang selalu memberi motivasi, semangat dan do’a sehingga
selama pelatihan sampai akhir pelatihan dapat berjalan dengan lancar.

i
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dari para pembaca sekalian, mudah-mudahanlaporan ini
dapat bermanfaat baik bagi penulis pribadi maupun pembaca sekalian.

Surakarta,Desember 2020

Penulis

Masain, S.kep.,Ners

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus dengan judul PENATALAKSANAAN GA ( GENERAL


ANESTESI ) PADA PASIEN NY.SM. DENGANDIAGNOSA CA MAMAE
SINISTRADENGAN TINDAKANINSISI BIOPSIini telah disetujui dan
disahkan dalam rangka memenuhi tugas dalam Pelatihan Perawat Anestesi di
Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta, Jawa Tengah.

Hari : Jumat

Tanggal : Desember 2020

Mengetahui

Penguji I Pembimbing

dr. Septian Adi Permana, Sp.An M.Kes Tarsan Lumbantoruan, S.Kep

Penanggung Jawab Pelatihan Koordinator MOT

dr. Sugeng Budi S, SpAn, KMN Sugeng Priyanto, S.Kep

iii
MOTTO

BERANGKAT DENGAN PENUH KEYAKINAN


BERJALAN DENGAN PENUH KEIKHLASAN
ISTIQOMAH DALAM MENGHADAPI COBAAN
YAKIN , IKHLAS, DAN ISTIQOMAH...

PERSEMBAHAN

iv
Terimakasih sebanyak-banyaknya & sebesar-besarnya, untuk kedua Orang
tuakuyang selalu memberi motivasi, semangat dan do’a sehingga selama pelatihan
sampai akhir pelatihan dapat berjalan dengan lancar dan Seluruh peserta pelatihan
Perawat Anestesi yang saling memberi dukungan dan motivasi selama pelatihan.

Masain, S.Kep,.Ners

DAFTAR ISI

v
COVER

KATA PENGANTAR.........................................................................................i

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ii

MOTTO................................................................................................................iv

PERSEMBAHAN ……………………………………………………………. v

DAFTAR ISI .......................................................................................................vi

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1

A. LATAR BELAKANG.................................................................................1
B. TUJUAN PENULISAN...............................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................3

A. ANESTESI UMUM.....................................................................................3
B. CA MAMAE................................................................................................16

BAB III LAPORAN KASUS..............................................................................45

A. IDENTITAS PASIEN..................................................................................45
B. ANAMNESA...............................................................................................45
C. PEMERIKSAAN FISIK..............................................................................46
D. KONSUL ANESTESI..................................................................................48
E. DIAGNOSA.................................................................................................48
F. RENCANA TINDAKAN OPERASI...........................................................48
G. RENCANA ANESTESI..............................................................................48
H. RENCANA PENGGUNAAN OBAT ANESTESI......................................48
I. KESIMPULAN PRA ANESTESI...............................................................50
J. PERSIAPAN ANESTESI............................................................................50
K. TATALAKSANA ANESTESI....................................................................51
L. ASUHAN KEPERAWATAN......................................................................56

TABEL HEMODINAMIK DURANTE OPERASI ………………………60

vi
TABEL KRITERIA PASIE SADAR DARI ANESTESI UMUM DENGAN
ALDRETE SCORE ………………………………………………………….. 61

TABEL BALANCE CAIRAN ………………………………………………. 62

BAB IV PEMBAHASAN....................................................................................63

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................65

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................66

vii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Anestesiadalahsuatutindakan menghilangkan rasa
nyeriatausakitketikamelakukantindakanpembedahan dan
berbagaiprosedurlainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh (Mansjoer
A, dkk.2014). Anestesidibagimenjadidua, yaituanestesiumum dan anestesi
local. Anestesiumumadalahsuatukondisi yang
ditandaidenganhilangnyapersepsiterhadapsemuasensasiakibatinduksiobat,
dalamhaliniselainhilangnya rasa nyeri dan kesadaran juga hilang.Anestesi
lokal yaitu suatu tindakan menghilangkan nyeri lokal tanpa disertai hilangnya
kesadaran.(Mansjoer A, dkk.2014).
Sebagianbesaroperasi (70-75%) dilakukandengananestesiumum,
sedangkanyang lain dengananestesi local atau regional.
Penggunaananestesiumumbiasanyadilakukan pada operasibesar,
operasisulitdengan status fisik yang berat, atauoperasidaerah abdominal
keatas.
Kanker payudara adalah keganasan pada sel-sel yang terdapat pada
jaringan pada payudara, berasal dari komponen kelenjarnya (epitel saluran
maupun lobulusnya) maupun komponen selain kelenjar seperti jaringan
lemak, pembuluh darah, dan persyarafan jaringan payudara(Brunner
&Suddart, 2015)
Kankerpayudaramerupakankanker yang mempunyaiinsidentertinggi
no. 1 di negara barat / maju. Angkakejadian di Amerika Serikatadalah
27/100.000, denganangkakematianlebihdari 40 ribukasuspertahun. Lima data
terakhirmenunjukanbahwakematianakibatkankerpayudaramenunjukkanurutan
keduateringgi (WHO). KementrianKesehatanmencatat, di Indonesia
angkakejadiankankerpayudara dan kankerleherrahimtertinggi di seluruh RS.
Berdasarkan SIRS jumlahpasienkankerpayudarayaitu 28, 7%.
Denganangkakejadian 100 kasusbaru per 100.000 penduduk. Data
1
empirismenunjukkankematianakibatkankerpayudaradaritahunketahunterusmen
ingkat, mencapai 19%. (Brunner &Suddart, 2015).
Mastektomimerupakanmodalitasutamapengobatankankerpayudara,
halinimemberikankesembuhansampai 65% dan
peluangterbaikuntukmencegahkekambuhan. InstalasiBedahSentral RSUP Dr.
Kariadi Semarang rata-rata melayanipembedahan 40 pasiensetiaphari, 70%
diantaranyadenganmenggunakananestesiumum, dan mastektomisebesar 3%
(Brunner &Suddart, 2015).
Denganadanyafakta diatas,
makapenulisberkeinginanuntukmemberikangambaranpenatalaksanaananestesi
umum pada pasien yang akandilakukantindakanInsisi biopsi,
dimanaakandibahasmengenaicarapemilihantehnik dan obatanestesi.
Denganharapanselamaduranteanestesitidakterjadihal-hal yang
mengganggukeselamatanpasien.

B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Tujuanumumpenulisanlaporaniniadalahuntukmendapatkanpengalamanyan
gnyatadalammemberikanasuhankeperawatananestesimulaidari pre operasi,
intraoperasiatauduranteoperasi, pada pasienbedahOnkologi
(TumorMamae) diRuang IBS dr.Moewardi Surakarta dengan General
AnestesiEndotrakheal tube dengannafaskendali dengan tindakan Insisi
Biopsi.
2. Tujuan Khusus
a. Mampumelaksanakanpengkajian,merumuskan DiagnosaKeperawatan,
danmembuatperencanaantekhnikanestesi yang
tepatterhadapkliendenganTumorpayudara.
b. Mampumengevaluasidaritindakananestesi
yangtelahdilakukanterhadapkliendenganTumorpayudara.
c. Mampumelakukanpendokumentasiantindakananestesiterhadapklienden
ganTumorpayudara.
2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANESTESI UMUM
Anestesi umum adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri / sakit
secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali
(reversible). Komponen triase anestesi ideal terdiri dari analgesia,
hipnotik dan relaksasi otot.

Cara pemberian anestesi umum :

1. Parenteral (intramuscular / intravena)


Digunakan untuk tindakan yang singkat atau induksi anestesi.
2. Anestesi Inhalasi
Anestesi dengan menggunakan gas atau cairan anestesi yang mudah
menguap (volatile agent) sebagai zat anastetik melalui udara
pernapasan. Zat anastetik yang digunakan berupa campuran gas
(dengan O2) dan konsentrasi zat anastetik tersebut tergantung dari
tekanan parsialnya.
3. Anestesi Seimbang
Anestesi seimbang adalah dimana pasien diberikan obat untuk setiap
komponen anestesi, yaitu analgetik, hipnotik, relaksasi.

Contoh Obat Anestesi Seimbang


Fungsi Anestesi Inhalasi Anestesi Intravena
Petidin, Morfin,
Analgesia N2O
Fentanyl.
N2O, Halotan, Penthotal, Propofol,
Hipnotik Sevofluran, Isofluran, Diazepam, Midazolam,
Enfluran dan desfluran. Ketamine.
Semua obat pelumpuh
Relaksasi
otot

3
Guedel (1920) membagi anestesi umum dengan eter dalam 4 stadium
(stadium 3 dibagi menjadi 4 plana), yaitu :
a. Stadium I
Stadium I (analgesia) dimulai dari saat pemberiaan zat anastetik
sampai hilangnya kesadaran. Pada stadium ini pasien masih dapat
mengikuti perintah dan terdapat analgesia (hilangnya rasa sakit).
Tindakan pembedahan ringan, seperti pencabutan gigi dan biopsi
kelenjar dapat dilakukan pada stadium ini.
b. Stadium II
Stadium II (delirium / eksitasi, hiper refleksi) dimulai dari
hilangnya bulu mata sampai pernapasan kembali teratur.
c. Stadium III
Stadium III (pembedahan) dimulai dengan teraturnya pernapasan
sampai pernapasan spontan hilang. Stadium III dibagi menjadi 4
plana, yaitu :
1 ). Plana 1
Pernapasan teratur, spontan, dada dan perut seimbang,
terjadi gerakan bola mata yang tidak menurut kehendak,
pupil midriasis, reflex cahaya ada, lakrimasi meningkat,
refleks faring dan muntah tidak ada, dan belum tercapai
relaksasi otot lurik yang sempurna (tonus otot mulai
menurun).
2 ). Plana 2
Pernapasan teratur, spontan, perut-dada, volume tidak
menurun, frekuensi meningkat, bola mata tidak bergerak,
terfiksasi di tengah, pupil midriasis, reflex cahaya menurun,
relaksasi otot sedang, dan reflex laring hilang sehingga
dikerjakan intubasi.
3). Plana 3
Pernapasan teratur oleh perut karena otot interokostal
mulai paralisis, lakrimasi tidak ada, pupil midriasis dan
4
sentral, refleks laring dan peritoneum tidak ada, relaksasi otot
lurik hampir sempurna (tonus otot semakin menurun).
4). Plana 4
Pernapasan tidak teratur oleh perut karena otot interokostal
paralisis total, pupil sangat midriasis, refleks cahaya hilang,
refleks sfingterani dan kelenjar air mata tidak ada, relaksasi
otot lurik sempurna (tonus otot sangat menurun)
d. Stadium IV
Stadium IV (paralisis medulla oblongata) dimulai dengan
melemahnya pernapasan perut dibanding stadium III plana 4.
Pada stadium ini tekanan darah tidak dapat diukur, denyut jantung
berhenti, dan akhirnya terjadi kematian. Kelumpuhan pernapasan
pada stadium ini tidak dapat diatasi dengan pernapasan buatan.

Dalam memberikan obat-obatan pada penderita yang akan menjalani


operasi, maka perlu diperhatikan tujuannya yaitu sebagai
premedikasi, induksi, manintanance, dll.

1. Persiapan Pra Anestesi


Kunjungan pra anestesi pada pasien yang akan menjalani
operasi dan pembedahan, baik elektif dan darurat mutlak harus
dilakukan untuk keberhasilan tindakan tersebut. Adapun tujuan
pra anestesi adalah : Mempersiapkan mental dan fisik secara
optimal. Merencanakan dan memilih teknik serta obat-obat
anestesi yang sesuai dengan fisik dan kehendak pasien.
Menentukan status fisik ASA (American Society of
Anesthesiologyst).

2. Premedikasi Anestesi
Premedikasi anestesi adalah pemberian obat sebelum
anestesi untuk mencegah semua penyulit yang dapat timbul
selama dan sesudah anestesi maupun pembedahan.

5
Adapun tujuan dari premedikasi antara lain :
a. Mengurangi kecemasan
b. Mengurangi nyeri
c. Mengurangi kebutuhan obat-obat anastetik
d. Mengurangi sekresi saluran pernapasan
e. Menyebabkan amnesia
f. Mengurangi kejadian mual-muntah pasca operasi
g. Membantu pengosongan lambung, mengurangi produksi asam
lambung atau meningkatkan pH asam lambung
h. Mencegah refleks-refleks yang tidak diinginkan.
Pre medikasi di kamar bedah tidak sama dengan ko induksi
(Co Induction). Ko induksi adalah pemberian obat dalam waktu
yang berdekatan sebelum pasien benar – benar terhipnosis di
bawah anestesi umum. Teknik ini menggunakan prinsip
“anestesia balans”.
Terkadang sulit membedakan antara ko induksi dengan pre
medikasi, karena seringkali obat yang digunakan sama. Sebagai
contoh, pemberian dosis kecil midazolam di kamar persiapan,
kira – kira 1 jam sebelum anestesi bukanlah ko induksi melainkan
pre medikasi. Akan tetapi pemberian midzolam 2 – 5 menit
sebelum menyuntikkan propofol adalah ko induksi. Hal ini tidak
terlalu penting untuk diperdebatkan. Yang penting adalah indikasi
yang tepat, dosis yang tepat, waktu (timing ) pemberian yang
tepat dan kesiapan praktisi terhadap setiap komplikasi yang
mungkin timbul.

Obat – obatan Premedikasi

(1) Benzodiazepine
Di antara obat-obat golongan ini adalah diazepam,
temazepam, lorazepam, dan midazolam. Benzodiazepin

6
memiliki efek yakni ansiolitik, sedatif dan amnesia.
Benzodiazepin dapat menimbulkan efek ansiolitik pada dosis
yang tidak menimbulkan efek sedasi.
Midazolam efektif sebagai sedatif dan ansiolitik 0,01 – 0,1
mg/kbB. Obat sedatif pada umumnya berpotensi
menyebabkan hipotensi. Pada pasien sehat yang mendapat
midazolam dosis rendah, efek depresi kardiovaskuler sangat
minimal. Efek signifikan kardiovaskuler dari midazolam
terjadi berhubungan dengan benzodiazepine induced
peripheral asodilation. Waktu pulih dari midazolam
meningkat pada pasien usia lanjut, obesitas dan penyakit hati
berat.
(2) Opioid
Pemberian opioid dapat menimbulkan sedasi, bukan
karena efek ansiolitik melainkan karena depresi susunan saraf
pusat. Opiat atau opioid dengan waktu paruh yang panjang
dapat pula memberikan efek analgesia pasca operasi. Bebrapa
kelemahan dari opioid adalah depresi susuna saraf pusat
secara luas, termasuk depresi nafas. Hipoventilasi dapat
mengakibatkan hipoksia dan hiperkapnia yang tentu saja
dapat berbahaya. Oleh karena itu opioid jarang digunakan
sebagai premedikasi di ruangan, kecuali jika tanda-tanda vital
diawasi dengan ketat.
Golongan opioid / Narkotik :
a. Pethidin : Digunakan sebagai analgesia dengan dosis
0,2 – 2 mg/kgBB secara I.V lambat. Memiliki potensi
10 X morphin, dengan 80 – 100 mg setara dengan 10
mg morphin I.M
b. Morphin : Dosis 2 – 5 mg I.V, dapat diulang 5 – 30
menit dan digunakan sebagai analgetik yang

7
mempunyai efek vasodilator kuat, digunakan untuk
edema paru setelah terjadinya cardiac arrest.
c. Fentanyl : 75 – 125 kali lebih poten dari morphin.
Dosis 1-2 mcg/kgBB secara I.V menghasilkan
analgesia. Dosis 2-20 mcg/kgBB secara I.V sebagai
tambahan untuk anestesi inhalasi guna menumpulkan
respon respirasi akibat intubasi trachea dengan
laringoskop direct.

(3) Anti Cholinergic


Sulfas atropine termasuk golongan anti kolinergik,
berguna untuk mengurangi sekresi lendir dan menurunkan
efek bronchial dan cardial yang berasal dari perangsangan
parasimpatis akibat obat anestesi atau tindakan operasi. Efek
lainnya, yaitu melemaskan otot polos, mendepresi vagaal
reflek, menurunkan spasme gastrointestinal, dan mengurangi
rasa mual serta muntah. Obat ini juga menimbulkan rasa
kering di mulut serta penglihatan kabur, maka lebih baik tidak
diberikan pra anestesi local maupun regional. Dalam dosis
toksik dapat menyebabkan gelisah, delirium, halusinasi,dan
kebingungan pada pasien. Tetapi hal ini dapat diatasi dengan
pemberian prostigmin 1-2 mg intravena. Sediaan :dalam
bentuk sulfas atropine dalam ampul 0,25 mg dan 0,5 mg.
Dosis 0,01 mg/KgBB. Pemberian : SC, IM, IV.

3. Induksi
Propofol adalah campuran 1% obat dalam air dan emulsi
yang berisi 10% soya bean oil, 1,2% phosphatid telur dan 2,25%
glycerol. Dosis yang dianjurkan 1-2,5 mg/KgBB untuk induksi
tanpa premedikasi. Pemberian intravena propofol ( 2 mg/KgBB )
menginduksi anestesi secara tepat. Rasa nyeri kadang-kadang
terjadi di tempat suntikan, tetapi jarang disertai plebitis atatu

8
trombosis. Anestesi dapat dipertahankan dengan infus propofol
yang berkesinambungan dengan opiat, N2O dan / atau anestetik
inhalasi lainnya propofol menurunkan tekanan arteri sistemik
kira-kira 80% tetapi efek ini disebabkan karena vasodilatasi
perifer daripada penurunan curah jantung. Tekanan sistemik
kembali normal dengan intubasi trakea. Propofol tidak merusak
fungsi hati dan ginjal. Aliran darah ke otak, metabolisme otak dan
tekanan intrakranial akan menurun. Keuntungan propofol karena
bekerja lebih cepat dari tiopental dan konfusi pasca operasi yang
minimal.pofol
Efek samping propofol pada sistem pernapasan adanya
depresi pernapasan, apnea, bronkospasme dan laringospasme.
Pada sistem kardiovaskuler berupa hipotensi, aritmia, takikardi,
bradikardi, hipertensi. Pada susunan syaraf pusat adanya
sakitkepala, pusing, euphoria, kebingungan, kejang, mual dan
muntah.

4. Obat Pelumpuh Otot


a. Rocuronium
Terutama digunakan untuk mempermudah /fasilitas
intubasi trakea karena mulai kerja cepat (1,5 menit) dan lama
kerja yang panjang (35 – 75 menit). Juga dapat dipakai untuk
memelihara relaksasi otot dengan cara pemberian kontinyu
per infus atau suntikan intermitten. Dosis untuk intubasi 0,6 –
1,2 mg/kgBB/I.V.
Komplikasi dan efek samping dari obat ini adalah :
1) Aritmia
2) Penurunan atau peningkatan tekanan darah
3) Takikardi
4) Mual dan Muntah
5) Bronkospasma
9
6) Reaksi alergi
7) Edema pada lokasi injeksi
8) Nyeri pada lokasi injeksi
b. Atracurium Besylate
Sebagai pelumpuh otot dengan struktur benzilisoquinolin
yang memiliki beberapa keuntungan, antara lain bahwa
metabolisme di dalam darah (plasma), yang disebut
Laudanosine, yang merupakan toksik untuk paru, melalui
suatu reaksi yang disebut eliminasi Hoffman dan Hidrolysis
Ether, yang tidak tergantung fungsi hati dan fungsi ginjal,
tidak mempunyai efek akumulasi pada pemberian berulang,
tidak menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskuler yang
bermakna. Menurut Chapple DJ, dkk (1987) dan Tateishi
(1989) bahwa pada binatang, atracurium tidak mempunyai
efek yang nyata pada CBF, CMR O2 atau ICP. Metabolitnya
yang disebut laudanosin, menembus blood brain barrier dan
dapat menimbulkan kejang EEG, tetapi kadar laudanosin pada
dosis klinis atracurium tidak menimbulkan efek ini. Lanier,
dkk mengatakan bahwa tidak ada perbedaan ambang kejang
dengan lidokain pada kucing yang diberikan atracurium,
pancuronium, atau vecuronium. Obat ini menurunkan MAP
tetapi tidak menyebabkan perubahan ICP. Dosis atracurium
untuk intubasi adalah 0,5 mg/kg dan dosis pemeliharaan
adalah 5 – 10 ug/kg/menit. Kemasan : 2,5 ml dan 5 ml yang
berisi 25 mg dan 50 mg atrakurium besylate. Mula kerja pada
dosis intubasi 2 – 3 menit sedangkan lama kerjanya pada
dosis relaksasi 15 – 35 menit.

10
5. Intubasi Endotrakeal
Suatu tindakan memasukkan pipa khusus kedalam trakea,
sehingga jalan nafas bebas hambatan dan nafas mudah
dikendalikan. Intubasi trakea bertujuan untuk :
a. Mempermudah pemberian anestesi.
b. Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas.
c. Mencegah kemungkinan aspirasi lambung.
d. Mempermudah penghisapan secret trakheobronkial.
e. Pemakaian ventilasi yang lama.
f. Mengatsi obstruksi laring akut.

6. Pemeliharaan/ Maintenance
a. Inhalasi
1) Nitrous Oksida/Gas Gelak ( N2O )
Merupakan gas yang tidak berwarna, berbau manis
dan tidak iritatif, tidak berasa, lebih berat daripada udara,
tidak mudah terbakar / meledak, dan tidak bereaksi
dengan soda lime absorber (pengikat CO2). Mempunyai
sifat anestesi yang kurang kuat, tetapi dapat melalui
stadium induksi dengan cepat, karena gas ini tidak larut
dalam darah. Gas ini tidak mempunyai sifat merelaksasi
otot, oleh karena itu pada operasi abdomen dan orthopedi
perlu tambahan dengan zat relaksasi otot. Terhadap SSP
menimbulkan analgesi yang berarti. Depresi nafas terjadi
pada masa pemulihan, hal ini terjadi karena Nitrous
Oksida mendesak oksigen dalam ruangan-ruangan tubuh.
Hipoksia difusi dapat dicegah dengan pemberian oksigen
konsentrasi tinggi beberapa menit sebelum anestesi
selesai. Penggunaan biasanya dipakai perbandingan atau
kombinasi dengan oksigen. Penggunaan dalam anestesi

11
umumnya dipakai dalam kombinasi N2O : O2 adalah
sebagai berikut 60% : 40% ; 70% : 30% ; 50% : 50%.
2) Ethrane (Enflurane)
Merupakan anestesi yang poten. Dapat mendepresi
SSP menimbulkan efek hipnotik. Pada kontrasepsi
inspirasi3 – 3,5% dapat menimbulkan perubahan EEG
yaitu epileptiform, karena itu sebaiknya tidak digunakan
pada pasien epilepsi. Dan dapat meningkatkan aliran
darah ke otak. Pada anstesi yang dalam dapat menurunkan
tekanan darah disebabkan depresi pada myocardium.
Aritmia jarang terjadi dan penggunaan adrenalin untuk
infiltrasi relative aman. Pada sistem pernapasan,
mendepresi ventilasi pilmoner dengan menurunkan
volume tidal dan mungkin pula meningkatkan laju nafas.
Tidak menyebabkan hiperskresi dari bronkus. Pada otot,
ethrane menimbulkan efek relaksasi moderat.
Menyebabkan peningkatan sktivitas obat pelumpuh otot
nondepolarisasi.
Keuntungan dari ethrane adalah harum, induksi
dan pemulihan yang cepat, tidak ada iritasi, sebagai
bronkodilator relaksasi otot baik, dapat mempertahankan
stabilitas dari system kardiovaskuler serta bersifat non
emetik. Sedangkan kerugiannya bersifat myocardial
depresan, iritasi pada CNS, kemungkinan kerusakan hati.
Sebaiknya dihindari pemberiannya pada pasien dengan
keparahn ginjal.
3) Halothane (Fluothane)
Berbentuk cairan jernih, sangat mudah menguap
dan berbau manis, tidak tajam dan mempunyai titik didih
50⁰ C. konsentrasi yang digunakan untuk anestesi
beragam dari 0,2 – 3 %. Merupakan zat yang poten
12
sehingga membutuhkan vaporizer yang dikalibrasi untuk
mecegah dosis yang berlebihan. Karena kurang larut
dalam darahdibandingkan dengan eter, maka saturasi
dalam darah lebih cepat, sehingga induksi inhalasi relatif
lebih cepat dan menyenangkan untuk pasien. Jika
persediaan terbatas, maka sebaiknya Halothane
digunakan untuk menstabilkan setelah induksi intravena.
Halothane memberikan induksi yang mulus, tetapi
mempunyai sifat analgesi yang buruk. Penggunaan zat ini
untuk anestesi tunggal akan menyebabkan depresi
kardiopulmoner yang ditandai dengan sianosis, kecuali
bila gas inspirasi mengandung oksigen dengan konsentrasi
tinggi. Halothane mempunyai efek relaksasi otot yang
lebih kecil dari pada eter, merupakan suatu
bronkodilator. Depresi pusat pernapasan oleh halothane
ditandai dengan pernapasan yang cepat dan dangkal,
peningkatan frekuensi pernapasan ini lebih kecil bila
diberikan premedikasi dengan opium.
Efek pada kardiovaskuler adalah depresi langsung
pada miokardium dengan penurunan curah jantung dan
tekanan darah, tetapi terjadi vasodilatasi kulit sehingga
mungkin perfusi jaringan lebih baik. Kerugian dari
halothane dapat diatasi dengan dikombinasikan dengan
N2O ( 50 – 70% ) atau trikloroetilen ( 0,5 – 1% ).
4) Isoflurane
Meninggikan aliran darah otak dan tekananintra
cranial. Peninggian aliran darah otak dan tekanan intra
cranial dapat dikurangi dengan teknik anestesi
hiperventilasi. Efek terhadap depresi jantung dan curah
jantung minimal, sehingga digemari untuk anestesi teknik

13
hipotensi dan banyak digunakan pada pasien dengan
gangguan koroner.
5) Desflurane
Sangat mudah menguap, potensinya rendah
(MAC 6,0%), bersifat simpatomimetik menyebabkan
takikardi dan hipertensi. Efek depresi nafasnya seperti
isoflurane dan etrhane.
6) Sevoflurane
Waktu induksi dan waktu pulih dari anestesi lebih
cepat dibandingkan isoflurane. Baunya tidak menyengat
dan tidak merangsang jalan nafas.

b. Obat intra vena.


Anestesi umum dilakukan sampai tingkat kedalaman obat
mencapai trias anestesi, yaitu penderita tidur, analgesik cukup,
dan terjadi realaksasi otot.
Rumatan intra vena biasanya menggunakan opioid
fentanyl 0,5–1mcg/kgBB tiap 25–30 menit. Pemberian opioid
menyebabkan pasien tidur dengan analgesia cukup,
ditambahkan memberikan pelumpuh otot seperti atracurium,
rocurunium atau vecuronium tergantung indikasi . rumatan
intra vena juga bias menggunakan opioid dosis biasa dan psien
ditidurkan dengan infus propofol 4 – 12 mg/kgBB/jam.

7. Terapi Cairan
Prinsip dasar terapi cairan adalah cairan yang diberikan
harus mendekati jumlah dan komposisi cairan yang hilang. Terapi
cairan perioperatif bertujuan untuk memenuhikebutuhan cairan,
elektrolit dan darah yang hilang selama operasi. Mengatasi syok
dan kelainan yang ditimbukan karena terapi yang diberikan.

14
Pemberian cairan operasi dibagi :
a. Pra operasi dapat terjadi defisit cairan karena kurang makan,
puasa, muntah, penghisapan isi lambung, penumpukan cairan
pada ruang ketiga seperti pada ileus obstruktif, perdarahan,
luk bakar, dan lain-lain. Kebutuhan cairan untuk dewasa
dalam 24 jam adalah 2 ml / kgBB / jam. Setiap kenaikan suhu
10⁰ celcius kebutuhan cairan bertambah 10 - 15 %.
b. Selama operasi dapat terjadi kehilangan cairan karena proses
operasi : Ringan = 4 ml/kgBB/jam. Sedang = 6 ml/kgBB/jam.
Berat = 8 ml/kgBB/jam. Bila terjadi perdarahan selama
operasi, dimana perdarahan kurang dari 10 % EBV maka
cukup digantikan dengan cairan kristaloid sebanyak 3 kali
volume darah yang hilang. Apabila perdarahan lebih dari 10
%, maka dapat dipertimbangkan pemberian plasma / koloid /
dekstran dengan dosis 1 – 2 kali darah yang hilang.
c. Setelah operasi pemberian cairan pasca operasi ditentukan
berdasarkan defisit cairan selama operasi ditambah kebutuhan
sehari – hari pasien.
d. Pemulihan pasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan
pasca operasi dan anestesi yang biasanya dilakukan di ruang
pulih sadar atau recovery room yaitu ruangan untuk observasi
pasien pasca atau anestesi. Ruang pulih sadar merupakan batu
loncatan sebelum pasien dipindahkan ke bangsal atau masih
memerlukan perawatan intensif di ICU. Dengan demikian
pasien pasca operasi atau anestesi dapat terhindar dari
komplikasi yang disebabkan karena operasi atau pengaruh
anestesinya

8. Epidural Anestesia
Anestesi epidural dihasilkan dengan  menyuntikkan obat anestesi
local kedalam ruang epidural. Blok saraf terjadi pada akar nervus

15
spinalis  yang  berasal dari medula spinalis  dan melintasi ruang
epidural. Anestetik local melewati duramater memasuki cairan
cerebro spinal sehingga menimbulkan efek anestesinya.  Efek
anesthesia yang dihasilkan lebih lambat dari anestesi spinal dan
terbentuk secara segmental.
      Anestesi epidural dapat digunakan mulai dari analgesia dengan 
blok motorik minimal sampai  anesthesia dengan blok motorik
penuh. Variasi ini dapat dikontrol dengan  pemilihan obat,
konsentrasi dan dosis. Pengunaan analgesia post operasi secara
kontinu dengan narkotik  atau local  anestesi melalui kateter
epidural  semakin popular saat ini.

B. KONSEP DASARCA MAMAE


1. PengertianTumorPayudara
Tumorpayudaraadalahgangguandalampertumbuhansel normal
dimanasel abnormal timbuldarisel-sel normal,
berkembangcepatdanmengilfiltrasikanjaringanlimfedanpembuluhdarahd
idalampayudaraBrunner &Suddart (2015).
Kankerpayudaraadalahsuatupenyakitseluler
yangdapattimbuldarijaringanpayudaradenganmanifestasi yang
mengakibatkankegagalanuntukmengontrolproliferasidanmaturasisel
(Novitayezi, (2014).
2. AnatomiFisiologiPayudara
Jaringan payudara terentang dari sekitar iga kedua sampai
keenam.Perluasan kauda (ekor) jaringan ke dalam aksila dapat
menyebabkan rasa tidaknyaman pada masa lemak dan nifas dini saat
jaringan tersebut membengkak.Konstituen utama payudara adalah sel
kelenjar disertai duktus terkait serta jaringan lemak dan jaringan ikat
dalam jumlah bervariasi. Payudara dibagimenjadi bagian atau lobus
oleh septum fibrosa, yang berjalan dari belakangputting payudara
kearah otot pektoralis. Septum ini penting untuk melokalisasiinfeksi,
16
yang sering terlihat sebagai meradang di permukaan payudara.
(Zesinovita, 2014)

Gambar 1. Anatomi Payudara


Pada payudaraterdapattigabagianutama, yaitu :
1. Korpus (badan), yaitubagian yang membesar.
Alveolus, yaitu unit terkecil yang memproduksisusu. Bagiandari
alveolus adalahselAciner, jaringanlemak, selplasma, selotot polos dan
pembuluhdarah.Lobulus, yaitukumpulandarialveolus.Lobus,
yaitubeberapalobulus yang berkumpulmenjadi 15-20 lobus pada
tiappayudara.ASIdi salurkandari alveolus kedalamsalurankecil
(duktulus), kemudianbeberapaduktulusbergabungmembentuksaluran
yang lebihbesar (duktuslaktiferus).
2. Areola, yaitubagian yang kehitaman di tengah.
Sinus laktiferus, yaitusaluran di bawah areola yang besarmelebar,
akhirnyamemusatkedalamputing dan bermuarakeluar. Di
dalamdinding alveolus maupunsaluran-saluranterdapatotot polos yang
bilaberkontraksidapatmemompa ASI keluar.

17
3. Papillaatauputing, yaitubagian yang menonjol di puncakpayudara.
4. Bentukputtingadaempat, yaitubentuk yang normal, pendek/ datar,
panjang dan terbenam (inverted).

3. Etiologi
Tidak satupun penyebab spesifik dari kanker payudara,
sebaliknya serangkaian faktor genetik, hormonal, dan kemungkinan
kejadian lingkungan dapt menunjang terjadinya kanker ini. Bukti yang
terus bermunculan menunjukan bahwa perubahan genetik belum
berkaitan dengan kanker payudara, namun apa yang menyebabkan
perubahan genetik masih belum diketahui. Perubahan genetik ini
termasuk perubahan atau mutasi dalam gen normal, dan pengaruh
protein yang menekan atau menigkatkan perkembangan kanker
payudara. Hormon steroid yang dihasilkan oleh ovarium mempunyai
peran penting dalam kanker payudara.Duahormon ovarium utama-
estradiol dan progesterone mengalami perubahan dalam lingkunga
nseluler, yang dapat mempengaruhi faktor pertumbuhan bagi kanker
payudara (Brunner dan Sudart, 2001).
Faktor resiko timbul kanker payudara terdiri dari faktor resiko
yang tidak dapat di ubah (unchangeable) dan dapat di ubah
(changeable) yaitu :
Faktor resiko yang tidak dapat di ubah (unchangable)
1) Umur
Semakin bertambahnya umur meningkat resiko kanker
payudara. Wanita paling sering terserang kanker payudara adalah usia
di atas 40 tahun. Wanita berumur di bawah wanita 40 tahun juga dapat
terserang kanker payudara, namun resikonya lebih rendah
dibandingkan wanita berusia diatas 40 tahun.
2) Menarche Usia Dini
Resiko terjadinya kanker payudara meningkat pada wanita yang
mengalami menstruasi pertama sebelum umur 12 tahun. Umur
18
menstruasi yang lebih awal berhubungan dengan lamanya paparan
hormone estrogen dan progesterone pada wanita yang berpengaruh
terhadap proses proliferasi jaringan termasuk jaringan payudara.
3) Menoupause usia lanjut
Menopause setelah usia 55 tahun meningkatkan resiko untuk
mengalami kanker payudara. Sehingga diperkirakan awal terjadinya
tumor jauh sebelum terjadinya perubahan klinis. Kurang dari 25%
kanker payudara terjadi pada masa sebelum menopause sehingga
diperkirakan awal terjadinya tumor terjadinya perubahan klinis.
4) Riwayat keluarga
Terdapat peningkatan resiko menderita kanker payudara pada
wanita yang keluarganya menderita kanker payudara tertentu. Apabila
BRCA 1 (Breast Cancer 2), yaitu suatu kerentanan terhadap kanker
payudara, untuk terjadi kanker payudara sebesar 60% pada umur 50
tahun dan sebesar 85% pada umur 70 tahun. 10% kanker payudara
bersifat familial. Pada studi genetik ditemukan bahwa kanker
payudara berhubungan dengan gen probabilitas.
5) Riwayat penyakit payudara jinak
Wanita yang menderita kelainan ploriferatif pada payudara
memiliki peningkatan resiko untuk mengalami kanker payudara.
Menurut penelitian Brinton (2008) di Amerika Serikat dengan desain
cohort, wanita yang mempunyai tumor payudara (adenosis,
fibroadenoma, dan fibrosis) mempunyai resiko 2, 0 kali lebih tinggi
untuk mengalami kanker payudara 4, 0 kali lebih besar untuk terkena
kanker payudara (RR=4, 0).

Faktor resiko yang dapat diubah / dicegah (changeable)


Penyebab kanker payudara belum diketahui secara pasti tetapi ada
beberapa faktor resiko yang memungkinkan seorang wanita terserang
penyaki tini, yakni sebagai berikut:
 Riwayat keluarga yang menderita kanker payudara.
19
 Wanita yang belum pernah hamil dan melahirkan.
 Kehamilan pertama terjadi setelah berumur 30 tahun.
 Mendapat menstruasi pertama pada usia di bawah 12 tahun dan
menopause setelahusia 55 tahun.
 Pemakaian pil KB atau terapi insulin estrogen.
 Obesitas pasca menopause dan pemakaian alkohol.
 Bahan kimia – Beberapa penelitian telah menyebutkan pemaparan
bahan kimia yang menyerupai estrogen (yang terdapat di dalam
pestisida dan produk industri lainnya) mungkin meningkatkan risiko
terjadinya kanker payudara.
 Penggunaan DES (dietilstilbestrol). Wanita yang mengonsumsi DES
untuk mencegah keguguran memiliki resiko tinggi menderita kanker
payudara.
4. Tanda dan Gejala
a. Jika payudara dipencet, maka akan keluar cairan putih seperti susu
yang tidak berbau tapi tidak ada rasa nyeri yang timbul.
b. Kulit payudara tampak seperti kulit jeruk, yaitu mengerut dengan
pori-pori kulit yang agak menonjol.
c. Terdapat benjolan yang selalu ditemukan saat memeriksa di daerah
sekitar payudara atau di bawah ketiak.
5. Patofisologi
Bukti yang terus bermunculan menunjukkan bahwa adanya
perubahan genetik berkaitan dengan kanker payudara namun apa yang
menyebabkan genetik masih belum diketahui.Meskipun belum ada
penyebab spesifik kanker payudara yang diketahui namun bisa
diindentifikasi melalui beberapa faktor resiko, faktor ini penting dalam
membantu mengembangkan program pencegahan.Hal yang selalu harus
diingat adalah bahwa 60% yang di diagnosa kanker payudara tidak
mempunyai faktor resiko yang terindentifikas kecuali lingkungan
hormonal mereka.Di masa kehidupan, wanita dianggap beresiko untuk
mengalami kanker payudara, namun mengidentifikasi faktor resiko
20
merupakan cara untuk mengidentifikasi wanita yang mungkin
diuntungkan dari kelangsungan hidup yang harus meningkat dan
pengobatan dini (Musni. 2014).
Kanker payudara berasal dari jaringan epitel dan paling sering
terjadi pada sistem duktal, mula-mula terjadi hiperplasia sel-sel dengan
perkembangan sel-sel atipik. Sel-sel ini akan berlanjut menjadi
karsinoma insitu dan menginvasi stroma. Karsinoma membutuhkan
waktu 7 tahun untuk bertumbuh dari sel tunggal sampai menjadi massa
yang cukup besar untuk dapat diraba (kira-kira berdiameter 1 cm). Pada
ukuran itu kira-kira seperempat dari karsinoma mammae telah
bermetastasis. Karsinoma mammae bermetastasis dengan penyebaran
langsung ke jaringan sekitarnya dan juga melalui saluran limfe dan
aliran darah (Musni. 2014).
Tumor / neoplasma merupakan kelompok sel yang berubah
dengan ciri:proliferasi yang berlebihan dan tak berguna, yang tak
mengikuti pengaruh jaringan sekitarnya.Proliferasi abnormal sel kanker
akan mengganggu fungsi jaringan normal dengan meninfiltrasi dan
memasukinya dengan cara menyebarkan anak sebar keorgan-organ
yang jauh.Didalam sel tersebut telah terjadi perubahan secara
biokimiawi terutama dalam maligna dan berubah menjadi sekelompok
sel ganas diantara sel normal (Musni. 2014).
Transformasi sel-sel kanker dibentik dari sel-sel normal dalam
suatu proses rumut yang disebut transformasi, yang terdiri dari tahap
inisiasi, promosi dan progresi. Pada tahap inisiasi terjadi suatu
perubahan dalam genetiksel yang memancing selmenjadi
maligna.perubahan dalam denetic sel ini disebabkan oleh suatu gen
yang disebut dengan karsinogen, yang bisa berupa bahan kimia, virus,
radiasi atau penyinaran dan sinar matahari. Tetapi, tidak semua sel
memiliki kepekaan yang sama terhadap suatu karsinogen harus
merupakan mutagen yang dapat menimbulkan mutasi pada gen
(Brunner &Suddart, 2015).
21
Apabila ditemukan suatu kesalahan maka basa-basa DNA yang
terlihat akan dipotong dan diperbaiki. Namun, kadang terjadi
transkripsi dan tidak terdeteksi oleh enzim-enzim pengoreksi. Pada
keadaan tersebut akan timbul satu atau lebih protein regulator yang
akan mengenali kesalahan resebut dan menghentikan sel dititik tersebut
dari proses pembelahan.pada titik ini, kesalahan DNA dapat diperbaiki,
atau sel tersebut deprogram untuk melakukan bunuh diri yang secara
efektif menghambat pewarisan kesalahan sel-sel keturunan jika sel
tersebut kembali lobs, maka sel tersebut akan menjadi mutasi
permanen dan bertahan di semua keturunan dan masuk ketahap
irreversible (Brunner &Suddart, 2015).
Pada tahap promosi kelainan genetik dalam sel atau bahan lainnya
yang disebut promoter, menyebabkan sel lebih rentan terhadap suatu
karsinogen. Bahkan gangguan fisik menahun pun dapat membuat sel
menjadi lebih peka untuk mengalami suatu keganasan. Promotor adalah
zat non-mutagen tetapi dapat menikkan reaksi karsinogen dan tidak
menimbulkan amplifikasi gen produksi copi multiple gen (Brunner
&Suddart, 2015). Suatu sel yang telah megalami insiasi akan menjadi
maligna. Sel yang belum melewati tahap inisiasi tidak akan
terpenngaruhi oleh promosi. Oleh karena itu, diperlukan beberapa
faktor untuk terj adinya suatu keganasan (gabungan dari sel yang akan
peka dan suatu karsinogen).
Pada tahap progresif terjadi aktivitas, mutasi, atau hilangnya
gen.pada progresif ini timbul perubahan benigna menjadi pre-maligna
dan maligna. Kanker payudara menginvasi secara lokal dan menyebar
pertama kali melalui kelenjer getah bening regional, aliran darah, atau
keduanya. Kanker payudara yang bermetastasis dapat mengenai seluruh
organ tubuh, terutama paru-paru, hepar, tulang, otak dan kulit
(Novitayezi, 2014).

22
Metastasis kanker payudara biasanya muncul bertahun-tahun atau
beberapa dekade setelah diagnosis pertama dan terapi (Novitayezi,
2014).
Stadium-stadium penyakit kanker adalah suatu keadaan dari hasil
penilaia Dokter saat mendiagnosis suatu penyakit kanker yang diderita
pasienya, sudah sejauh mana tingkat penyebaran kanker tersebut baik
ke organ maupun penyebaran ketempat jauh.Stadium hanya di kenal
pada tumor ganas atau kanker dan tidak ada tumor jinak.Untuk
menentukan suatu stadium, harus dilakukan pemeriksaan klinis dan
ditunjang dengan pemeriksaan penunjang lainnya, yaitu histopologi,
PA, rontgen, usg, dan bila memungkinkan CT Scan, Scintigrafi
(Sukarja, 2000).

6. Stadium kanker payudara


Pembagian stadium menurut Portman yang disesuaikan aplikasi
klinik yaitu:
a. Stadium I
Tumor teraba dalam payudara, bebas dari stadium jaringan
sekitarnya, tidak ada fixasi/ infiltrasi ke kulit dan jaringan yang di
bawahnya (otot). Besar tumor 1-2 cm dan tidak dapat terdeteksi dari
luar. Kelenjer getah bening regional belum teraba. Perawatan yang
sangat sistematis diberikan tujuannya agar sel kanker tidak dapat
menyebar dan tidak berlanjut pada stadium selanjutnya. Pada
stadium ini, kemungkinan penyembuhan pada penderita adalah
70%.
b. Stadium II
Tumor terbebas dalam payudara, besar tumor 2, 5-5 cm,
sudah ada atau beberapa kelenjer getah bening axila yang masih
bebas dengan diameter kurang dari 2 cm. Untuk mengangkat sel-sel
kanker biasanya dilakukan operasi dan setelah operasi dilakukan
penyinaran untuk memastikan tidak ada lagi sel-sel kanker yang
23
tertinggal. Pada stadium ini, kemungkinan sembuh penderita adalah
30-40%.
c. Stadium III A
Tumor sudah meluas pada payudara, besar tumor 5-10 cm, tapi
masih bebas di jaringan sekitarnya, kelenjar getah bening axila masih
bebas satu sama lain. Menurut data Depkes, 87% kanker payudara
ditemukan pada stadium ini.
d. Stadium III B
Tumor melekat pada kulit atau dinding dada, kulit merah, ada
edema (lebih dari sepertiga permukaan kulit payudara) ulserasi,
kelenjar getah bening axila melekat satu sama lain atau ke jaringan
sekitarnya dengan diameter 2-5 cm. Kanker sudah menyebar pada
seluruh bagian payudara, bahkan mencapai kulit, dinding dada, tulang
rusuk dan otot dada.
e. Stadium IV
Tumor seperti pada stadium I, II, III tapi sudah disertai dengan
kelenjar getah bening axila supra-klafikula dan metastasis jauh. Sel-sel
kanker sudah merembet menyerang bagian tubuh lainnya, biasanya
tulang, paru-paru, hati, otak, kulit, kelenjar limfa yang ada di batang
leher. Tindakan yang harus dilakukan adalah mengangkat payudara.
Tujuan pengobatan pada palliative bukan lagi kuratif(menyembuhkan).
7. Komplikasi
a. Limpedema
Limfedema terjadi jika saluran limfe untuk menjamin aliran
balik limfe bersirkulasi umum tidak berfungsi dengan kuat. Jika
nodus axilaris dan sistem limfe di angkat maka sistem kolater dan
axilaris harus mengambil ahli fungsi mereka. Limfedema dapat
dicegah dengan meninggikan setiap sendi lebih tinggi dari sendi
yang prokximal. Jika terjadi limfedema keluasan biasanya
berhubungan dengan jumlah saluran limfatik kolateral yang
diangkat selama pembedahan (Brunner & Suddharta, 2011).
24
b. Sidroma hiperkalsemik
Sidroma hiperkalsemik terjadi jika kanker menghasilkan
hormon yang meningkatkan kadar kalsium darah/ hormon yang
secara langsung mempengaruhi tulang. (Musni, 2014).
8. Pemeriksaan Diagnostik
Ada beberapa pemeriksaan penunjangnamun secara umum terbagi
2 yaitu non invasive dan invasive.
a. Non Invasif
1) Mammografi
Mammografi yaitu pemeriksaan dengan metode radiologis
sinar X yang diradiasikan pada payudara. Kelebihan
mammografi adalah kemampuan mendeteksi tumor yang belum
teraba (radius 0, 5cm) sekalipun masih dalam stadium
dini.Waktu yang tepat untuk melakukan mammografi pada
wanita usia produktif adalah hari ke 1-14 dari siklus haid. Pada
perempuan usia nonproduktif dianjurkan untuk kapan saja.
Ketepatan pemeriksaan ini berbeda-beda berkisar antara 83%-
95%.
2) Ultrasound
Ultrasound telah digunakan sejak awal 50-an. Alat tersebut
sangat berguna dan akurat dalam mengevaluasi densitas
payudara dan dan akurat dalam membedakan antara kista
dengan massa padat. Namun untuk masa yang lebih kecil antara
5-10 mm tidak dapat divisualisasi dan massa pada jaringan
lemak payudara sulit dievaluasi. Keuntungannya adalah tidak
ada radiasi dan tidak ada nyeri.

3) Computed Tomografi dan Magnetic Resonance Imaging Scans

25
Penggunaan CT dan MRI untuk scanning untuk mengevaluasi
kelainan payudara sekarang sudah mulai diselidiki. Teknik ini
mengambil peran dalam mengevaluasi axila, mediastinum dan
area supralivikula untuk adenopati dan membantu dalam
melakukan stging pada proses keganasan.
b. Invasif
1) Sitologi Aspirasi
Sitologi aspirasi dilakukan menggunakan jarum halus
(ukuran 20 atau yang lebih kecil) dengan spuit untuk
mengaspirasi sel pada area yang dicuriga, lalu dismear di atas
slide dan difiksasi segera dan diwarnai untuk evaluasi sitologi.
Jika specimen diambil secara tepat, prosedur ini sangat akurat.
Namun pemeriksaan ini tidak dapat untuk memeriksa gambaran
histopatologi jaringan sebab pemeriksaan ini tidak mampu
mengambil struktur jaringan sekitar. Teknik stereotaktik untuk
sampling lesi nonpalble sudah menjadi hal umum diamerika
serikat. Kelemahan teknik ini adalah ketidakmampuan untuk
menentukan secara akurat resptor estrogen dan progesterone
pada specimen yang sangat kecil. Untuk menegtahui reseptor
menggunakan teknik ini sudah dikembangkan namun masih
belum merata keberadaanya dilaboratorium patologi anatomi.
2) Core Needle Biopsi (CNB)
Biopsi jarum dengan menggunakan jarum bor yang besar
sering dilakukan. Hal tersebut lebih invasive dibandingkan
dengan aspires jarum. CNB lebih akurat dan bisa digunakan
untuk menentukan reseptor estrogen dan progesterone serta bisa
dilakukan untuk memeriksa gambaran histopatologi.
3) Biopsi
Ini bisa dilakukan secara stereotaktik atau dengan bantuan
ultrasound. Biopsi Terbuka terdapat berbagai macam teknik
biopsi terbuka yaitu:
26
a) Biopsi Eksisi
Istilah biopsi Eksisi merujuk pada istilah yang berarti
dengan mengangkat seluruh massa yang terlihat dan
biasanya dengan sedikit batas jaringan yang sehat. Hal
tersebut perlu direncanakan secara hati-hati dan curiga
lesinya bersifat gana. Kebanyakan boipsi bisa dilakukan
dengan lokal anestesi. Namun dengan kenyamanan pasien
biasa dilakukan dengan sedasi intravena. Poting beku biasa
dilakukan dan bisa disimpan untuk tes resptor estrogen dan
progesterone.
b) Biopsi Insisi
Untuk lesi yang besar dan sulit untuk dilakukan biopsi
eksisi biasanya dilakukan biopsi insisi dengan hanya
mengambil sedikit jaringan. Hal ini bisa dilakukan dalam
anestesi lokal dan cukup nyaman pada pasien poli.
c) Needle-Guided Biopsi (GNB)
Skrinning mammografi bisa digunakan untuk melihat
lesi mencurigakan sebelum muncul secara klinis. Dan hal
tersebut bisa dijadikan petokan dalam melakukan biopsi
jarum dengan bantuan mammografi. Teknik ini dilakukan
atas dasar prinsip menghilangkan lesi secara presisi tanpa
mengorbankan jaringan sehat sekitar. Pasien dilakukan
mamografi yang disesuaikan dengan film aslinya dan
dilakukan introduks berdasarkan gambaran film tersebut.
Jadi bisa disimpulkan NGB merupakan biopsi dengan
bantuan mamograf.
d) Ultrasound-Guided Biopsi (UGB)
Untuk lesi yang tidak teraba anamun terlihat
gambarannya melalui ultrasound. Bisa dilakukan dengan
pasien pada posisi supine, dan payudara discan
menggunakan tranducer. Lalu kulitnya ditandai dengan
27
pensil; lalu dilakukan biopsi secara standard. Aspirasi kista
juga bisa dilakukan dengan bantuan ultrasound.
e) Nipple Discharge Smear (NDS)
Setelah menekan daerah puting maka akan keluar
cairan .cairan yang bisa keluar bisa diusap pada gelas kaca
difikasi dan dapat dilihat untuk dievaluasi secara sitologi.
Dilaporkan, sitologi dari NDS memiliki hasil negative
palsu sebesar 18% dan positif sebesar 2, 5% jadi dibutuhkan
ketelitian dan kehatihatian dalam menginterprestasi hasil
tersebut.
f) Nipple Biopsi
Perubahan epithelium dari puting sering terkait
dengan gatal atau nipple discharge biasa diperbolehkan
untuk dilakukan biopsi puting. Sebuah potongan nipple
/areola complex bisa dieksisi dalam lokal anatesi dengan
tepi minimal.

9. Penatalaksanaan
Adanya beberapa cara pengobatan kanker / tumor payudara yang
penerapannya tergantung pada stadium klinik payudara. Pengobatan
kanker payudara biasanya meliputi pembedahan/ operasi, radioterapi/
penyinaran, kemoterapi, dan terapi hormonal. Penatalaksanaan medis
biasanya tidak dalam bentuk tunggal, tetapi dalam beberapa kombinasi.
1.    Pembedahan/operasi
Pembedahan dilakukan untuk mengangkat sebagian atau
seluruh payudara yang terserang kanker payudara. Pembedahan
paling utama dilakukan pada kanker payudara stadium I dan II.
Pembedahan dapat bersifat kuratif (menyembuhkan) maupun
paliatif (menghilangkan gejala-gejala penyakit).
Tindakan pembedahan atau operasi kanker payudara dapat
dilakukan dengan 4cara yaitu:
28
a. Mastektomi radikal (lumpektomi), yaitu operasi
pengangkatan sebagian dari payudara. Operasi ini selalu diikuti
dengan pemberian pemberian terapi. Biasanya lumpektomi
direkomendasikan pada penderita yang besar tumornya kurang
dari 2 cm dan letaknya di pinggir payudara.
b. Mastektomi total (masetomi), yaitu operasi pengangkatan
seluruh payudara saja, tetapi bukan kelenjer di ketiak.
c. Modified Mastektomi radikal, yaitu operasi pengangkatan
seluruh payudara, jaringan payudara di tulang dada, tulang
selangka dan tulang iga, serta benjolan disekitar ketiak.
d. Eksisi dan biopsi, mengambil sbagian / keseluruhan benjolan
tumor, untuk kemudian dilakukan pemeriksaan atas sampel
yang diambil tersebut.
2.      Radioterapi
Radiologi yaitu proses penyinaraan pada daerah yang terkena
kanker dengan menggunakan sinar X dan sinar gamma yang
bertujuan membunuh sel kanker yang masih terisisa di payudara
setelah payudara.tindakan ini mempunyai efek kurang baik seperti
tubuh menjadi lemah, nafsu makan berkurang, warna kulit
disekitar payudara menjadi hitam, serta Hb dan leukosit cendrung
menurun sebagai akibat dari radiasi. Pengobatan ini biasanya
diberikan bersamaan dengan lumpektomi atau Mastektomi .
3.      Kemoterapi
Kemoterapi merupakan proses pemberian obat-obatan anti
kanker dalam bentuk pil cair atau kapsul atau melalui infuse yang
bertujuan membunuh sel kanker. Sistem ini diharapkan mencapai
target pada pengobatan kanker yang kemungkinan telah menyebar
ke bagian tubuh lainnya. Dampak dari kemoterapi adalah pasien
mengalami mual dan muntah serta rambut rontok karena pengaruh
obat-obatan yang diberikan pada saat kemoterapi.

29
4.      Terapi hormonal
Pertumbuhan kanker payudara bergantung pada suplai
hormone estrogen, oleh karena itu tindakan mengurangi
pembentukan hormone dapat menghambat laju perkembangan sel
kanker, terapi hormonal disebut juga dengan therapi anti estrogen
karena system kerjanya menghambat atau menghentikan
kemampuan hormone estrogen yang ada dalam menstimulus
perkembangan kanker pada payudara.
10. Pencegahan Tumor Payudara
Pencegahankankerpayudaraadalahpencegahan yang
bertujuanmenurunkaninsidenskankerpayudara dan
secaratidaklangsungakanmenurunangkakematianakibatkankerpayudara.
Pencegahan Primodial
Pencegahan primodial yaitu upaya pencegahan yang ditujukan
kepada orang sehat yang memiliki faktor resiko. Upaya yang
dimaksudkan dengan menciptakan kondisi pada masyarakat yang
memungkinkan kanker payudara tidak mendapat dukungan dasar dari
kebiasaan, gaya hidup dan faktor resiko lainnya. Pencegahan primodial
dilakukan melalui promosi kesehatan yang ditunjukan pada orang sehat
melalui upaya pola hidup sehat.
Pencegahan Primer
Pencegahan primer pada kanker payudara dilakukan pada orang
sehat yang sudah memiliki faktor resiko untuk terkena kanker payudara.
Pencegahan primer dilakukan melalui upaya menghindari diri dari
keterpaparan berbagai faktor resiko dan melaksanakan pola hidup sehat.
Konsep dasar dari pencegahan primer adalah menurunkan insiden
kanker payudara yang dapat dilakukan dengan:
1. Mengurangi makanan yang mengandung lemak tinggi.
2. Memperbanyak aktivitas fisik dengan berolahraga.
3. Menghindari terlalu banyak terkena sinar X atau jenis radiasi
lainnya.
30
4. Mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak serat.Serat akan
menyerap zat- zat yang bersifat karsinigen dan lemak, yang
kemudian membawanya keluar melalui feces.
5. Mengkonsumsi produk kedelai serta produk olahan seperti tahu atau
tempe. Kedelai mengandung flonoid yang berguna untuk mencegah
kanker dan genestein yang berfungsi sebagai ektrogen nabati
(fitoestrogen). Ektrogen nabati ini akan menempel pada reseptor
estrogen sel-sel epitel saluran kelenjer susu, sehingga akan
menghalangi estrogen asli untuk menempel pada saluran susu yang
akan merangsang tumbuhnya sel kanker.
6. Memperbanyak mengkonsumsi buah-buahan dan sayuran, terutama
yang mengandung vitamin C, zat antioksidan dan fitokimia, seperti
jeruk, wortel, tomat, labu, pepaya, mangga, brokoli, lobak,
kangkung, kacang-kacangan dan biji-bijian.
Hampir setiap kanker payudara ditemukan pertama kali oleh
penderita sendiri dari pada oleh dokter. Karena itu, wankita hares
mewaspadai setiap [perubahan yang terjadi pada payudara. Untuk
mengetahui perubahan-perubahantersebut dilakukan pemeriksaan
sederhana yang disebut pemeriksaan payudara sendiri (SADARI).
SADARI sebaiknya dilakukan setiap bulan secara teratur. Cara ini
sangat efektif di Indonesia karena tidak semua rumah sakit
menyediakan fasilitas pemeriksaan memadai. Kebiasaan ini
memudahkan kita untuk menemukan perubahan pada payudara dan
bulan ke bulan. Pemeriksaan optimum dilakukan pada sekitar 7-14 hari
setelah awal siklus menstruasi karena pada masa itu retensi cairan
minimal dan payudara dalam keadaan lembut dan tidak membengkak
sehingga jika ada pembengkakan akan lebih mudah ditemukan.
Jikasuadah menopause maka pilihlah satu hari tertentu, misalnya hari
pertama untuk mengingatkan melakukan SADARI setiap bulan.

SADARI dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut


31
 langkah 1 : Berdiri didepan cermin, pandanglah kedua payudara.
Letakkan kedua tangan dipinggang dan dorong siku ke depan agar
otot-otot dada menegang. Perhatikan kemungkinan adanya
perubahan yang tidak biasa seperti cairan dari puting, pengerutan,
penarikan ataupengelupasan kulit
 langkah 2 : Lebih diarahkan perhatian kecermin, tangkaplah kedua
tangan di belakang kepala dan tekan ke depan.
 langkah 3 : Angkat lengan kanan. Pergunakan 3-4 jari tangan kiri
untuk memeriksa payudara kanan secara lembut, hati hati dan
secara menyeluruh. Dimulai dari bagian tepi sisi luar, tekankan
ujung jari tangan membentuk lingkaran itu secara lambat seputar
payudara. Secara bertahap lakukan kearah puting. Pastikan
mencakup seluruh payudara. Berikan perhatian khusus di daerah
antara payudara dengan ketiak, termasuk bagian ketiak kiri. akan
untuk setiap ganjalan yang tidak biasa atau di bawah kulit.
 langkah 4 : Dengan lembut, pijit puting susu dan lihat jika ada
cairan yang keluar. Tidak normal apabila keluar darah atau adanya
cairan yang spontan.
 langkah 5 : Ulangi langkah (3) dan (4) dengan posisi berbaring.
Berbaringlah di tempat dengan permukaan rata. Berbaringlah
dengan lengan kanan dibelakang kepala dan bantal kecil atau
lipatan handuk diletakan di bawah pundak. Posisi menyebabkan
payudara menjadi rata dan membuat pemeriksaan lebih mudah.
Lakukan gerakan melingkar yang sama seperti pada tahap (3) dan
(4). Lakukan pula untuk payudara kiri.
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan untuk mengobati para
penderita dan mengurangi akibat-akibat yang lebih serius dari
penyakit kanker payudara melalui diagnosa dan deteksi dini dan
pemberian pengobatan.

32
TEHNIK ANESTESI PADA PEMBEDAHAN TUMOR MAMAE
1. Persiapan Pre Operasi
a. Persiapan fisik
Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap
pasien sebelum operasi antara lain :
1) Status kesehatan fisik secara umum : Pemeriksaan status
kesehatan secara umum meliputi identitas klien, riwayat
penyakit, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik
lengkap; antara lain status hemodinamika, status
kardiovaskuler, status pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik,
fungsi endokrin dan fungsi imunologi. Selain itu pasien harus
istirahat yang cukup karena pasien tidak akan mengalami stres
fisik dan tubuh lebih rileks sehingga bagi pasien yang memiliki
riwayat hipertensi, tekanan darah pasien dapat stabil serta bagi
pasien wanita tidak akan memicu terjadinya haid lebih awal.
2) Status Nutrisi : Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan
mengukur tinggi badan dan berat badan, lipat kulit trisep,
lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan
globulin) dan keseimbangan nitrogen. Segala bentuk defisiensi
nutrisi harus dikoreksi sebelum pembedahan untuk
memberikan protein yang cukup bagi perbaikan jaringan.
Segala bentuk defisiensi nutrisi harus dikoreks sebelum
pembedahan untuk memberikan protein yang cukup untuk
perbaikan. Protein sangat penting untuk mengganti massa otot
tubuh selama fase katabolik setelah pembedahan, memulihkan
volume darah dan protein plasma yang hilang, dan untuk
memenuhi kebutuhan yang meningkat untuk perbaikan
jaringan dan daya tahan terhadap infeksi. Kondisi gizi buruk
dapat mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi
pasca operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama
dirawat di rumah sakit. Komplikasi yang paling sering terjadi
33
adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi (terlepasnya jahitan
sehingga luka tidak bisa menyatu), demam dan penyembuhan
luka yang lama. Pada kondisi yang serius pasien dapat
mengalami sepsis yang bisa mengakibatkan kematian.
3) Keseimbangan cairan dan elektrolit : Keseimbangan cairan
dan elektrolit perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input
dan output cairan. Demikian juga kadar elektrolit serum harus
berada dalam rentang normal. Kadar elektrolit yang biasanya
diperiksa adalah kadar natrium serum (normal : 135 – 145
mmol/l), kadar kalium serum (normal:3, 5– 5mmol/l) dan
kadar kreatinin serum (0, 70 – 1, 50 mg/dl). Keseimbangan
cairan dan elektrolit berkaitan erat dengan fungsi ginjal. Ginjal
berfungsi mengatur mekanisme asam basa dan ekskresi
metabolit obat-obatan Anestesi. Jika fungsi ginjal baik maka
operasi dapat dilakukan dengan baik. Namun jika ginjal
mengalami gangguan seperti oliguri atau anuria, insufisiensi
renal akut, nefritis akut maka operasi harus ditunda menunggu
perbaikan fungsi ginjal, kecuali pada kasus-kasus yang
mengancam jiwa.
4) Kebersihan lambung dan kolon : Lambung dan kolon harus
dibersihkan terlebih dahulu. Intervensi keperawatan yang bisa
diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan dan dilakukan
tindakan pengosongan lambung dan kolon dengan tindakan
enema atau lavement. Lamanya puasa berkisar antara 6- 7 jam.
Tujuan pengosongan lambung dan kolon adalah untuk
menghindari aspirasi (masuknya cairan lambung ke paru-paru)
dan menghindari kontaminasi feses ke area pembedahan
sehingga menghindarkan terjadi infeksi pasca pembedahan.
Khusus pada pasien yang menbutuhkan operasi CITO (segera)
seperti pada pasien kecelakaan lalu lintas, pengosongan

34
lambung dapat dilakukan dengan cara pemasangan NGT (naso
gastric tube).
5) Personal Hygine : Kebersihan tubuh pasien sangat penting
untuk persiapan operasi karena tubuh yang kotor dapat menjadi
sumber kuman dan mengakibatkan infeksi pada daerah yang
dioperasi. Pada pasien yang kondisi fisiknya kuat diajurkan
untuk mandi sendiri dan membersihkan daerah operasi dengan
lebih seksama. Sebaliknya, jika pasien tidak mampu memenuhi
kebutuhan personal hygiene secara mandiri maka perawat akan
memberikan bantuan pemenuhan kebutuhan personal hygiene.
6) Pengosongan kandung kemih : Pengosongan kandung kemih
dilakukan dengan melakukan pemasangan kateter. Selain
untuk pengosongan isi bladder tindakan kateterisasi juga
diperlukan untuk mengobservasi keseimbangan cairan.
7) Latihan Fisik Pra operasi : Berbagai latihan sangat
diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal ini sangat penting
sebagai persiapan pasien dalam menghadapi kondisi
pascaoperasi, seperti nyeri daerah operasi, batuk dan banyak
lendir pada tenggorokan. Latihan yang diberikan pada pasien
sebelum operasi antara lain latihan nafas dalam, latihan batuk
efektif dan latihan gerak sendi. Perubahan posisi dan gerakan
tubuh aktif. Tujuannya adalah untuk memperbaiki sirkulasi,
mencegah statis vena, dan menunjang fungsi pernafasan yang
optimal. Pasien ditunjukkan bagaimana cara untuk berbalik
dari satu sisi ke sisi lainnya dan cara untuk mengambil posisi
lateral. Latihan ekstremitas meliputi ekstensi dan fleksi lutut
dan sendi panggul, telapak kaki diputar seperti membuat
lingkaran sebesar mungkin menggunakan ibu jari kaki. Siku
dan bahu dilatih untuk ROM.
Latihan yang diberikan kepada pasien sebelum operasi antara lain :

35
a) Latihan nafas dalam dan batuk, Salah satu tujuan dari asuhan
keperawatan praoperatif adalah untuk mengajarkan pada
pasien mengenai cara untuk meningkatkan ventilasi paru dan
oksigenasi darah setelah Anestesi umum. Pernafasan
Diafragmatik, Pernafasan diafragmatik mengacu pada
pendataran diafragma selama inspirasi dengan mengakibatkan
pembesaran abdomen bagian atas sejalan dengan desakan
udara masuk. selam ekspirasi otot abdomen berkontraksi.

b) Batuk
Condong sedikit ke depan dari posisi duduk di tempat tidur,
jalinkan jari-jari tangan dan letakkan tangan melintang letak
insisi untuk bertindak sebagai bebat ketika batuk.
batuk dengan kuat satu atau dua kali. Hal ini membantu
membersihkan sekresi dari dada. Bermanfaat untuk
menghilangkan ketegangan dan ansietas yang berlebihan.
Kontrol kognitif tersebut seperti : imajinasi dan distraksi. Pada
kontrol kognitif imajinasi, pasien dianjurkan untuk
berkonsentrasi pada pengalaman yang menyenangkan.
Sedangkan kontrol kognitif distraksi, pasien dianjurkan untuk
memikirkan cerita yang dapat dinikmati.
b. Pemeriksaan mental
Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya
dalam proses persiapan operasi karena mental pasien yang tidak
siap atau labil dapat berpengaruh terhadap kondisi fisiknya.
Tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial maupun
aktual pada integritas seseorang yang dapat membangkitkan reaksi
strees fisiologis maupun psikologis. (Novitayezi, 2014).
a. Tindakanpembedahanmerupakanancamanpotensialmaupunaktu
al pada integeritasseseorang yang
dapatmembangkitkanreaksistresfisiologismaupunpsikologis

36
(Novitayezi,2014). Contoh perubahan fisiologis yang muncul
akibat kecemasan/ketakutan antara lain:
Pasien dengan riwayat hipertensi jika mengalami kecemasan
sebelum operasi dapat mengakibatkan pasien sulit tidur dan
tekanan darahnya akan meningkat sehingga operasi bisa
dibatalkan.
b. Pasien wanita yang terlalu cemas menghadapi operasi dapat
mengalami menstruasi lebih cepat dari biasanya, sehingga
operasi terpaksa harus ditunda. Setiap orang mempunyai
pandangan yang berbeda dalam menghadapi pengalaman
operasi sehingga akan memberikan respon yang berbeda pula,
akan tetapi sesungguhnya perasaan takut dan cemas selalu
dialami setiap orang dalam menghadapi pembedahan.
Berbagaialasan yang dapat menyebabkan ketakutan/kecemasan
pasien dalam menghadapi pembedahan antaralain :
a) Takut nyeri setelah pembedahan
b) Takut terjadi perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan
tidak berfungsi normal (body image)
c) Takut keganasan (bila diagnosa yang ditegakkan belum
pasti)
d) Takut/cemas mengalami kondisi yang sama dengan orang
lain yang mempunyai penyakit yang sama.
e) Takut/ngeri menghadapi ruang operasi, peralatan
pembedahan dan petugas.
f) Takut mati saat dibius/tidak sadar lagi.
g) Takut operasi gagal.
Ketakutan dan kecemasan yang mungkin dialami
pasien dapat dideteksi dengan adanya perubahan-
perubahan fisik seperti: meningkatnya frekuensi nadi dan
pernafasan, gerakan-gerakan tangan yang tidak terkontrol,
telapak tangan yang lembab, gelisah, menanyakan
37
pertanyaan yang sama berulang kali, sulit tidur, sering
berkemih. Perawat perlu mengkaji mekanisme koping
yang biasa digunakan oleh pasien dalam menghadapi stres.
Disamping itu perawat perlu mengkaji hal-hal yang bisa
digunakan untuk membantu pasien dalam menghadapi
masalah ketakutan dan kecemasan ini, seperti adanya
orang terdekat, tingkat perkembangan pasien, faktor
pendukung/support system.
Untuk mengurangi dan mengatasi kecemasan pasien,
perawat dapat menanyakan hal-hal yang terkait dengan
persiapan operasi, antara lain :
a) Pengalaman operasi sebelumnya
b) Pengertian pasien tentang tujuan/alasan tindakan
operasi
c) Pengetahuan pasien tentang persiapan operasi baik
fisik maupun penunjang.
d) Pengetahuan pasien tentang situasi/kondisi kamar
operasi dan petugas kamar operasi.
e) Pengetahuan pasien tentang prosedur (pre, intra, post
operasi)
f) Pengetahuan tentang latihan-latihan yang harus
dilakukan sebelum operasi dan harus dijalankan setalah
operasi, seperti : latihan nafas dalam, batuk efektif,
ROM, dll.
Persiapan mental yang kurang memadai dapat
mempengaruhi pengambilan keputusan pasien dan keluarganya.
Sehingga tidak jarang pasien menolak operasi yang sebelumnya
telah disetujui dan biasanya pasien pulang tanpa operasi dan
beberapa hari kemudian datang lagi ke rumah sakit setalah merasa
sudah siap dan hal ini berarti telah menunda operasi yang mestinya
sudah dilakukan beberapa hari/minggu yang lalu. Oleh karena itu
38
persiapan mental pasien menjadi hal yang penting untuk
diperhatikan dan didukung oleh keluarga/orang terdekat pasien.
Persiapan mental dapat dilakukan dengan bantuan keluarga
dan perawat. Kehadiran dan keterlibatan keluarga sangat
mendukung persiapan mental pasien. Keluarga hanya perlu
mendampingi pasien sebelum operasi, memberikan doa dan
dukungan pasien dengan kata-kata yang menenangkan hati pasien
dan meneguhkan keputusan pasien untuk menjalani operasi.
a) Peranan perawat dalam memberikan dukungan mental dapat
dilakukan dengan berbagai cara:
Membantu pasien mengetahui tentang tindakan-tindakan yang
dialami pasien sebelum operasi, memberikan informasi pada
pasien tentang waktu operasi, hal-hal yang akan dialami oleh
pasien selama proses operasi, menunjukkan tempat kamar
operasi.
Dengan mengetahui berbagai informasi selama operasi maka
diharapkan pasien mejadi lebih siap menghadapi operasi,
meskipun demikian ada keluarga yang tidak menghendaki
pasien mengetahui tentang berbagaihal yang terkait dengan
operasi yang akan dialami pasien.
b) Memberikan penjelasan terlebih dahulu sebelum setiap
tindakan persiapan operasi sesuai dengan tingkat
perkembangan. Gunakan bahasa yang sederhana dan jelas.
Misalnya: jika pasien harus puasa, perawat akan menjelaskan
kapan mulai puasa dan samapai kapan, manfaatnya untuk apa,
dan jika diambil darahnya, pasien perlu diberikan penjelasan
tujuan dari pemeriksaan darah yang dilakukan, dll. Diharapkan
dengan pemberian informasi yang lengkap, kecemasan yang
dialami oleh pasien akan dapat diturunkan dan mempersiapkan
mental pasien dengan baik.

39
c) Memberi kesempatan pada pasien dan keluarganya untuk
menanyakan tentang segala prosedur yang ada. Dan memberi
kesempatan pada pasien dan keluarga untuk berdoa bersama-
sama sebelum pasien di antar kekamar operasi.
d) Mengoreksi pengertian yang salah tentang tindakan
pembedahan dan hal-hal lain karena pengertian yang salah
akan menimbulkan kecemasan pada pasien.
e) Kolaborasi dengan dokter terkait dengan pemberian obat pre
medikasi, seperti valium dan diazepam tablet sebelum pasien
tidur untuk menurunkan kecemasan dan pasien dapat tidur
sehingga kebutuhan istirahatnya terpenuhi. Pada saat pasien
telah berada di ruang serah terima pasien di kamar operasi,
petugas kesehatan di situ akan memperkenalkan diri sehingga
membuat pasien merasa lebih tenang. Untuk memberikan
ketenangan pada pasien, keluarga juga diberikan kesempatan
untuk mengantar pasien samapai kebatas kamaroperasi dan
diperkenankan untuk menunggu di ruang tunggu yang terletak
di depan kamar operasi.
c. Pemeriksaan Penunjang
Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari tindakan pembedahan. Tanpa adanya hasil
pemeriksaan penunjang, maka dokter bedah tidak mungkin bisa
menentukan tindakan operasi yang harus dilakukan pada pasien.
Pemeriksaan penunjang yang dimaksud adalah berbagai
pemeriksaan radiologi, laboratorium maupun pemeriksaan lain
seperti ECG, dan lain-lain.
Sebelum dokter mengambil keputusan untuk melakukan
operasi pada pasien, dokter melakukan berbagai pemeriksaan
terkait dengan keluhan penyakit pasien sehingga dokter bisa
menyimpulkan penyakit yang diderita pasien. Setelah dokter bedah
memutuskan untuk dilakukan operasi maka dokter anstesi berperan
40
untuk menentukan apakan kondisi pasien layak menjalani operasi.
Untuk itu dokter Anestesi juga memerlukan berbagai macam
pemrikasaan laboratorium terutama pemeriksaan masa perdarahan
(bledding time) dan masa pembekuan (clotting time) darah pasien,
elektrolit serum, Hemoglobin, protein darah, dan hasil
pemeriksaan radiologi berupa foto thoraks dan EKG.
Dibawah ini adalah berbagai jenis pemeriksaan penunjang
yang sering dilakukan pada pasien sebelum operasi (tidak semua
jenis pemeriksaan dilakukan terhadap pasien, namun tergantung
pada jenis penyakit dan operasi yang dijalani oleh pasien).
Pemeriksaan penunjang antara lain :
a. PemeriksaanRadiologi dan diagnostik, seperti : Fotothoraks,
abdomen, fototulang (daerah fraktur), USG (Ultra SonoGrafi),
CT scan (computerized Tomography Scan), MRI (Magnrtic
Resonance Imagine), BNO-IVP, Renogram, Cystoscopy,
Mammografi, CIL (Colon in Loop), EKG/ECG (Electro
Cardio Grafi), ECHO, EEG (Electro EnchephaloGrafi), dll.
b. Pemeriksaan Laboratorium, berupa pemeriksaan darah :
hemoglobin, angka leukosit, limfosit, LED (laju endap darah),
jumlah trombosit, protein total (albumin dan globulin),
elektrolit (kalium, natrium, dan chlorida), CT BT, ureum
kretinin, BUN, dll. Bisa juga dilakukan pemeriksaan pada
sumsum tulang jika penyakit terkait dengan kelainan darah.
c. Biopsi, yaitu tindakan sebelum operasi berupa pengambilan
bahan jaringan tubuh untuk memastikan penyakit pasien
sebelum operasi. Biopsi biasanya dilakukan untuk memastikan
apakah ada tumor ganas/jinak atau hanya berupa infeksi kronis
saja.
d. Pemeriksaan Kadar GulaDarah (KGD),
Pemeriksaan KGD dilakukan untuk mengetahui apakah kadar
gula darah pasien dalam rentang normal atau tidak. Uji KGD
41
biasanya dilakukan dengan puasa 10 jam (puasa jam 10 malam
dan diambil darahnya jam 8 pagi) dan juga dilakukan
pemeriksaan KGD 2 jam PP (post prandial).
d. Pemeriksaan Status anestesi
Pemeriksaaan status fisik untuk dilakukan pembiuasan
dilakukan untuk keselamatan selama pembedahan. Sebelum
dilakukan Anestesi demi kepentingan pembedahan, pasien akan
mengalami pemeriksaan status fisik yang diperlukan untuk menilai
sejauh mana resiko pembiusan terhadap diri pasien. Pemeriksaan
yang biasa digunakan adalah pemeriksaan dengan menggunakan
metode ASA (American Society of Anasthesiologist). Pemeriksaan
ini dilakukan karena obat dan teknik Anestesi pada umumnya akan
mengganggu fungsi pernafasan, peredaran darah dan sistem saraf.
Berikut adalah tabel pemeriksaan ASA :
ASA grade I : Status fisik : tidak ada gangguan organik, biokimia
dan psikiatri. Misalnya penderita dengan hernia inguinalis tanpa
kelainan lain, orang tua sehat, bayi muda yang sehat. Mortaly
(%) : 0, 05.
ASA grade II : Status fisik : Gangguan sistemik ringan sampai
sedang yang bukan disebabkan oleh penyakit yang akan dibedah.
Misalnya, penderita dengan diabetes melitus atau bronkitis yang
akan dilakukan appendiktomi. Mortality (%) ; 0, 4
ASA grade III : Status fisik : penyakit sistemik berat, misalnya
penderita diabetes melitus dengan komplikasi pembuluh darah dan
datang dengan Appendisitis akut.
Mortality (%) : 4, 5
ASA grade IV : Status fisik : Penyakit/ gangguan sisitemik berat
yang membahayakan jiwa yang tidak selalu dapat diperbaiki
dengan pembedahan, misalnya : insufiensi koroner atau infark
miokard. Mortality (%) : 25

42
ASA grade V : status fisik : penyakit/gangguan sistemik berat yang
membahakan jiwa yang tidak selalu dapat diperbaiki dengan
pembedahan, misalnya : insufiensi koroner atau infark miokard.
Mortality (%) : 50
e. Inform concent
Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang
terhadap pasien, hal lain yang sangat penting terkait dengan aspek
hukum dan tanggung jawab dan tanggung gugat, yaitu Inform
Consent. Baik pasien maupun keluarganya harus menyadari bahwa
tindakan medis, operasi sekecil apapun mempunyai resiko.
Oleh karena itu setiap pasien yang akan menjalani tindakan
medis, wajib menuliskan surat pernyataan persetujuan dilakukan
tindakan medis (pembedahan dan Anestesi).Meskipun
mengandung resiko tinggi tetapi seringkali tindakan operasi tidak
dapat dihindari dan merupakan satu-satunya pilihan bagi pasien.
Dan dalam kondisi nyata, tidak semua tindakan operasi
mengakibatkan komplikasi yang berlebihan bagi klien. Bahkan
seringkali pasien dapat pulang kembali ke rumah dalam keadaan
sehat tanpa komplikasi atau resiko apapun segera setelah
mengalami operasi. Tentunya hal ini terkait dengan berbagai faktor
seperti: kondisi nutrisi pasien yang baik, cukup istirahat,
kepatuhan terhadap pengobatan, kerjasama yang baik dengan
perawat dan tim selama dalam perawatan.
Inform Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit
menjunjung tinggi aspek etik hukum, maka pasien atau orang yang
bertanggung jawab terhdap pasien wajib untuk menandatangani
surat pernyataan persetujuan operasi. Artinya apapun tindakan
yang dilakukan pada pasien terkait dengan pembedahan, keluarga
mengetahui manfaat dan tujuan serta segala resiko dan
konsekuensinya. Pasien maupun keluarganya sebelum
menandatangani surat pernyataan tersut akan mendapatkan
43
informasi yang detail terkait dengan segala macam prosedur
pemeriksaan, pembedahan serta pembiusan yang akan dijalani. Jika
petugas belum menjelaskan secara detail, maka pihak
pasien/keluarganya berhak untuk menanyakan kembali sampai
betul-betul paham. Hal ini sangat penting untuk dilakukan karena
jika tidak meka penyesalan akan dialami oleh pasien/keluarga
setelah tindakan operasi yang dilakukan ternyata tidak sesuai
dengan gambaran keluarga.
f. Obat- obatan Pre Medikasi
Sebelum operasi dilakukan pada esok harinya. Pasien akan
diberikan obat-obatan permedikasi untuk memberikan kesempatan
pasien mendapatkan waktu istirahat yang cukup. Obat-obatan
premedikasi yang diberikan biasanya adalah valium atau diazepam.
Antibiotik profilaksis biasanya di berikan sebelum pasien di
operasi. Antibiotik profilaksis yang diberikan dengan tujuan untuk
mencegah terjadinya infeksi selama tindakan operasi, antibiotika
profilaksis biasanya di berikan 1-2 jam sebelum operasi dimulai
dan dilanjutkan pasca beda 2-3 kali. Antibiotik yang dapat
diberikan adalah ceftriakson 1gram dan lain-lain sesuai indikasi
pasien.

44
BAB III

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : NY.SM
Umur : 52 tahun
No. RM : 0151xxx
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Polokarto-sukoharjo
Agama : Islam
Tanggal Masuk : 24 November 2020
Tanggal Operasi : 26 November 2020
Diagnosa & Tindakan : Ca Mamae (S)&Insisi Biopsi

B. Anamnesa
1. Keluhan Utama.
Benjolan di payudara kiri keluar luka dan keluar nanah, kadang terasa
nyeri.
2. Riwayat penyakit sekarang.
Pasien datang dengan keluhanbenjolan di payudara kiri sejak 1 tahun yang
lalu, kadang terasa sakit. Mulai muncul luka dan keluar nanah sejak 3
bulan ini.
3. Riwayat penyakit dahulu.
HT (+)/ DM (-)/ Asma (-)/ Sesak (-)/ Alergi (-)/ Op (-). Riw Kemo (-)
4. Riwayat penyakit keluarga.
Pasien mengatakan tidak ada keluarga yang memiliki penyakit seperti
yang dia derita.
5. Riwayat Anestesi
Tidak ada.

45
C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Kesadaran : Compos mentis GCS 15 ( E4, V5, M6)
Vital Sign
Tekanan Darah : 138/68 mmHg
Suhu : 36,50C
Nadi : 91x/menit
Respiratory Rate (RR) : 20 x/mnt
Berat Badan (BB) : 45 kg
Tinggi Badan (TB) : 155 cm
SpO2 : 98% udara bebas, posisi Supine.
2. Head to toe
Kepala : Mesocephal, tidak ada hematom
Mata : CA (-/-) SI (-/-), pupil isokor(2mm/2mm),RC(+/+)
Hidung : Patensi (+/+), secret (-/-), NCH(-), NGT(-)
Telinga : Simetris, serumen ( - / - )
Mulut : Kemerahan,Sianosis ( - ), gigi atas ompong ( - ), gigi
palsu(-),mallampati 2
Airway : Jalan nafas bersih, mallampati 2, buka mulut 3 jari.
Leher : Gerak leher bebas, massa(-), TMD(3-3-2)
Jantung : Bunyi jantung I - II reguler, bising (-), Turgor kulit kembali
cepat <2
Pulmo : Pengembangan dada kanan kiri simetris, suara tambahan
(- )
Abdomen :Supel, timpani,BU(+), NT(-)
Ektremitas : Akral hangat +/+, Oedem: sup (-/-) inf (-/-)
Status ASA fisik : ASA II (pasien normal, dengan penyakit sistemik
ringan, tidak ada keterbatasan fungsional).

46
3. Data Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 24 November2020
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 12,2 g/dl 14.0 – 17.5
Hematokrit 37 % 33 – 45
Leukosit 14,8 ribu/ul 4.5 – 14,5
Trombosit 356 ribu/ul 150 – 450
Eritrosit 4,70 juta/ul 3,80 – 5.80
Golda A Rh + -
HEPATITIS
HBsAg Non Non Reaktif
Reaktif
LAIN - LAIN
Anti SARS-COV-2 Negatif Negatif
(Rapid)

Pemeriksaan laboratorim tanggal 25 November 2020


Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
HEMOSTASIS
PT 12,8 Detik 10.0 –15,0
APTT 27,1 Detik 20,0 – 40,0
INR 0,930 -

KIMIA KLINIK
Gula Darah Sewaktu 147 Mg/dl 60 – 140
Creatinin 0,8 Mg/dl 0,6 – 1,1
Urium 18 Mg/dl < 50

ELEKTROLIT
Kalium Darah 3.3 Mmol/L 3,3 – 5,1
Chlorida Darah 98 Mmol/L 98 – 106

47
b. Toraks 25 Oktober 2020
1. Cor dan Pulmo tak tampak kelainan
2. Soft tissue mass di dinding dada lateral kiri
c. Hasil EKG 24 November2019
Sinus Rhythm, HR 90 bpm, normoaxis
d. USG Abdomen9 November 2020
1. Tak tampak intraabdominal metastase
2. Tak tampak efusi pleura bilateral maupun ascites
3. Tak tampak limpadenopati di paraaorta
4. Hepar/GB/Lien/Pankreas/Ren bilateral/VU/Uterus tak tampak
kelainan

D. Konsul Anestesi
Jawaban konsul anestesi pada tanggal 25 November2020
Pada prinsipnya setuju untuk dilakukan GA = General Anestesi pada pasien
tersebut dengan status pasien ASA II.
Saran inform consent, puasa 6 jam, pasang IV line no 18 dengan transfusi set,
persediaan darah (-), analgetik post operasi paracetamol 1gr/ 8 jam/iv,
Fentanyl 100 mcgr dalam RL 20 tpm, post operasi bangsal.

E. Diagnosa
Ca Mamae Sinistra Dengan Insisi Biopsi

F. Rencana Tindakan Operasi


Insisi Biopsi

G. Rencana Anestesi
Setelah dilakukan pemeriksaan fisik pada pasien, maka ditentukan Rencana
Anestesi dengan menggunakan GA =General Anestesi, dengan intubasi ETT.

H. Rencana Penggunaan Obat Anestesi


1. Persiapan operasi
(a) Persetujuan operasi dan anestesi tertulis ( + )

48
(b) Periksa tanda vital dan keadaan umum
(c) Puasa > 6 jam
(d) Pasang IV line no. 18 transfusi set
(e) Premedikasi diberikan di kamar operasi
2. Jenis anestesi
GA =General anestesi
3. Teknik anestesi
Semi closed inhalasi dengan Endotracheal Tube no 7.0 / Oral
4. Premedikasi
(a) Anti-spasme intubasi :
Dexamethason 0,1 mg / kgBB secara I.V( 5 mg)
(b) Anti-emetik durante dan post :
ondancentron 0,1 mg / kgBB secara I.V ( 4 mg )
5. Ko-induksi
Analgetik :Fentanyl 1 -3 mcg / kgBB secara I.V ( 90 mcg )
6. Induksi
Propofol 1 – 2,5 mg/ kgBB secara I.V ( 50 mg )
7. Maintenance
O2 :N2O = 2L : 2L ( Fraksi O2 : 50 % ), Sevoflourane 2 vol %
8. Pelumpuh otot
Atracurium 0.5 mg / kgBB ( 25 mg )
9. Monitoring
Tanda vital selama operasi tiap 5 menit, kedalaman anestesi, cairan dan
perdarahan.
Setting Mesin Anestesi : VT = 6 – 8 ml / kgBB ( 7 x 45 kg = 315 ml )
MV = 100 ml/kgBB ( = 4500 ml )
RR = MV/VT = 4500 / 315 = 14 x/m
PEEP = 5 mmHg ; I:E = 1:2
10. Pemantauan kebutuhan cairan pasien selama operasi
Stress operasi : 2x45 = 90 ml/jam
Maintenance : 2x45 = 90 ml/jam
49
Pengganti puasa dianggap tercukupi karena sudah terpasang infus sejak
sebelum puasa, sehingga cairan pemeliharaan yang diperlukan : 180
ml/jam.
11. Perhitungan kebutuhan tranfusi
a. Estimated Blood Volume ( EBV )
65 ml/kgBB x 45ml kg : 2925 ml
b. Allowable Blood Lost (ABL)
(37 – 30) x 3 x 2925 : 614 ml
100
12. Pengawasan pasca anestesi di ruang pulih sadar.
13. Analgetik Post Op : Paracetamol 1 gr/ 8 jam, Fentanyl 100 mcgr drip
dalam RL 20 tpm.

I. Kesimpulan Pra Anestesi


Pasien jenis kelamin Perempuan, usia 52 tahun dengan Ca Mamae sinistra
Pro Insisi Biopsi,dengan status fisik : ASA II.

J. Persiapan Anestesi
1. Alat
a) Mesin anestesi dihubungkan dengan sumber gas serta mengecek ulang
kelengkapan dan fungsinya. Pastikan vaporizer sudah terisi dan soda
lime masih baik, belum kadaluarsa dan berubah warna. Cek dan
pastikan mesin berfungsi dengan baik dan tidak ada kebocoran serta
sirkulasi gas buang keluar.
b) Face Mask sesuai ukuran ( No. 5 )
S : Stetoskop dewasa, Laringoskop Mac, Blade No. 2
T :Tube = ETT no. 7.0 / 7.5
A :Airway = Mayo / Guedel ( warna kuning )
T :Tape = Plester
I :Introducer = Stilet, Magil Forcep
C : Connector ( Tipe L ), spuit 20 cc untuk Udara kunci Cuff ETT
50
S : Suction dengan kanul No. 12 ( Warna Putih )
2. Persiapan obat
Premedikasi : Dexamethason 5 mg dan ondancentron 4 mg
Analgetik/Sedasi : Fentanyl 100 mcg
Induksi : Propofol 200 mg
Pelumpuh otot : Atracurium 50 mg
Maintenance : O2, N2O, Sevoflourane, Isofluran

K. Tata Laksana Anestesi


1. Di ruang persiapan / Ruang Transit Penerimaan Pasien
(a)Dilakukan verifikasi ulang dengan tujuan keselamatan pasien dengan
pemeriksaan kembali identitas pasien (dengan mengecek BarCode di
gelang identitas pasien Perempuan berwarna pink, berisi data : Nama
Pasien, No. RM, dan Alamat Pasien ), persetujuan operasi dan anestesi,
lama puasa makanan padat > 6 jam dan cairan > 4 jam, melepas
perhiasan pasien jika ada, seperti gigi palsu,asesoris ( gelang, cincin,
kalung ), lembar konsul anestesi, obat – obatan, alkes yang dibawakan
(jika ada) dan perlengkapan yang diperlukan, seperti hasil pemeriksaan
penunjang ( hasil Lab, Rontgen, USG, EKG, dll ).
(b) Pemeriksaan tanda - tanda vital
TD : 140/80 mmHg
HR : 82 x /mnt
RR : 18 x / mnt
T : 36,5⁰C
SpO2 : 100 % udara ruang
Terpasang cairan infusNacl 500 ml dengan transfusi set no. 20,
mengganti pakaian pasien dengan pakaian operasi, pasang topi
operasi. Sambil menunggu persiapan kamar operasi, infus Nacl 500 ml
tadi di-loading ( dipercepat ) untuk rehidrasi / cairan pengganti puasa
pasien ( pasien puasa sejak pukul 04.00 WIB dini hari, berarti 6 jam,
cairan yang sudah diberikan di bangsal sekitar 500 cc )

51
14. Di ruang operasi
Sesaat sebelum pasien dimasukkan ke dalam kamar operasi, memastikan
dan mengecek ulang kelengkapan Alkes STATICS dan obat-obatan
anestesi yang akan dipakai, mesin anestesi, monitor, CO2 Absorber,
Volatile Agent terisi, Breathing Circuit bebas dari air.
Jika sudah siap semua, lakukan verifikasi dengan Form Surgical Safety
Checklist.
a) Sign In ( dilakukan sebelum induksi anestesi, dihadiri oleh minimal
perawat dan ahli anestesi )
(1) Mengkonfirmasi / mengecek ulang kebenaran identitas pasien
sambil melihat gelang identitas pasien, prosedur dan memastikan
sudah ada inform consent prosedur bedah dan anestesi sudah terisi
dengan benar.
(2) Memastikan penandaan lokasi yang akan operasi.
(3) Memberitahu bahwa mesin anestesi dan obat anestesi sudah siap.
(4) Pulse oxymetri sudah terpasang dan berfungsi dengan baik.
(5) Pasien menyatakan bahwa tidak punya riwayat alergi obat maupun
makanan.
(6) Antisipasi kesulitan jalan nafas dan resiko aspirasi, serta
ketersediaan peralatan/bantuan untuk itu
(7) Pasien mulai puasa jam 04.00 WIB( dini hari ), berarti sudah 6 jam
puasa.
(8) Pasien Terpasang IV line 1 jalur dengan IV cath no. 20
menggunaklan transfusi set. IV line menetes lancar dan tidak ada
bubble, terpasang cairan Nacl 100 ml sisa dari bangsal.
b) Jam 14.00 WIB, posisi pasien terlentang di ruang operasi dan pastikan
pasien nyaman, lalu dipasang alat monitor tanda vital ( EKG, monitor
tekanan darah dan pulse oksimetri ).
c) Time out pasien di beri tahu pembiusan dan operasi segera di mulai
pasien dan seluruh anggota tim berdoa untuk kelancaran operasi.

52
d) Sebelum premedikasi oksien di pasang atau oksigenasi. Premedikasi
jam 14.05 dengan pemberian dexamethason 5 mg serta ondancentron
4 mg secara I.V.
e) Induksi jam 14.15 dengan fentanyl 90 mcg dan propofol 50 mg secara
I.V, face mask No. 5 didekatkan pada hidung dengan O2 6 l/mnt.
Setelah reflek bulu mata menghilang, kemudian memasang sungkup
muka untuk pre oksigenasi.
f) Setelah airway terkuasai, jam 14.20 obat pelumpuh otot Atracurium
dimasukkan 25 mg secara I.V lansung nafas kendali dilakukan
ventilasi. Setelah sampai onset Atracurium ( 2,5-3 menit ) jam 14.23
dilakukan intubasi Endo Tracheal Tube No 7.0 dengan Orotracheal.
Setelah terpasang ETT, kemudian cek kedalaman dan pengembangan
dada auskultasi dengan stetoskop pada kedua apeks paru kanan dan
kiri untuk memasikan udara yang masuk sama, kemudian fiksasi ETT
dengan mengembangkan balon kunci sekitar 10 cc dan melakukan
plester. Sambungkan ETT dengan breathing sirkuit.
g) Jam 14.30 anestesi sudah cukup dalam ( nafas teratur, pupil medriasis
dan terfiksasi sentral, ahli bedah dipersilahkan memulai operasi.
Selama operasi dimonitor tanda vital dan SpO2 tiap 5 menit.
Hemodinamika selama operasi terlampir.
h) Maintenance dengan N2O : O2 = 2 L : 2 L, Fraksi O2 50 %,
Sevoflurane 2 Vol %, paracetamol 1 gram. Monitoring dilakukan tiap
5 menit ( Tabel Hemodinamika Durante Terlampir ).
i) Pemantauan kebutuhan cairan ( Tabel Balance Cairan terlampir ).
j) Pengakhiran anestesi
(1) Operasi selesai jam 15.00 WIB ( 30 Menit )
(2) Ventilasi Tekanan positif / bagging manual, dengan menurunkan
Katup/ Valve VTP menjadi 8 - 10, sampai Muncul Trigger
(tanda) nafas spontan.
(3) Setelah 15 menit, muncul sedikit tanda nafas spontan dan tidak
dilakukan reverse, yang menandakan efek Relaxan sudah hilang
53
sebagian dari reseptor acetilcholine, lakukan suction intra-ET,
lalu intra-oral, matikan N2O, naikkan O2 menjadi 6 lt/m dengan
fraksi O2 100 %.
(4) Setelah pasien bernapas spontan secara adekuat (tidal volume
cukup, frekuensi nafas tercapai, pernafasan sudah thorakal ), yang
menandakan efek Relaxan sudah hilang totaldari reseptor
acetilcholine, karena teknik ekstubasi dalam, maka injeksikan
Fentanyl 20 mcg dan Propofol 20 mg / IV perlahan, dengan
tujuanmenurunkan reflek airway, seperti respon batuk, mual,
muntah, atau bahkan spasme, dan menghindari peningkatan
tekanan darah dan nadi saat ekstubasi.
(5) Suctioning ulang intra-oral dan pastikan sudah bersih.
(6) Kempeskan balon kunci ETT dan lepas perekat plester kemudian
lepas ETT.
(7) Lakukan Jaw Thrustdan beri O2 6 L/mnt dengan facemask
sampai nafas adekuat dilihat dari pengembangan dada dan bag.
(8) Suctioning ulang intra-oral dan pastikan sudah bersih.
(9) Bangunkan pasien dengan memanggil namanya atau berikan
rangsang nyeri, dengan sedikit menyubit kulit dada / aurikula
telinga bagian bawah.
(10) Pukul 15.15 WIB Anestesi selesai ( 60 menit).
(11) Transfer pasien ke Recovery Room untuk pemantauan kesadaran
dan hemodinamik, lalu serah terima dengan petugas Recovery
Room.

k) Intruksi pasca anestesi


(1) Di Recovery Roomsampai dengan dijemput Bangsal.
(a) Pasien diposisikan dengan terlentang kepala ekstensi ( ganjal
bahu) diberikan O2 3-4 L/mnt dengan nasal kanul.
(b) Terpasang Infus RL dengan kecepatan 20 tpm.

54
(c) Terpasang alat monitoring vital sign dengan TD: 135/75
mmHg dan HR: 90 x/menit.
(d) Terpasang Blanket Warme rdengan suhu 37 0C, untuk
menghindari hipotermi post Operatif.
(e) Setelah kurang lebih 30 menit, pantau kesadaran dan
hemodinamik, jika sudah pulih total dan stabil, sambil
lakukan scoring kesadaran pasien Dewasa dengan Aldrete
Score.
(g) Scoring Aldrete Score.sudah mencukupi dengan nilai >8 maka
dilakukan transfer kembali ke bangsal, segera lakukan
pelaporan kepada dokter anestesi untuk persetujuan
pemindahan, dan pastikan tidak ada perdarahan pada luka
operasi maupun plester luka terlepas / basah, lalu hubungi
petugas bangsal per telfon untuk menjemput pasien

(2) Setelah Petugas Bangsal datang menjemput, lakukan Hand Over


transfer pasien, meliputi advis pot operasi dari pihak prosedur
bedah maupun anestesi :
(a) Boleh makan bertahap, asalkan dipastikan pasien tetap sadar
penuh sesampai di bangsal ( tidak nganuk / tertidur lagi ),
bising usus / peristaltik (+ ), flatus ( + ), batuk ( - ),pusing (-),
mual ( - ), muntah ( - ).
(b) Observasi tanda – tanda vital dan kesadaran tiap 1 jam
selama 24 jam di bangsal, jika ada ketidaknormalan
kesadaran, hemodinamik, dll, segera laporkan ke dokter
anestesi penanggungjawab.
(c) Awasi perdarahan tiap 1 jam sampai 24 jam di bangsal.
(d) Posisi tidur supine, dengan bantal, boleh miring kanan kiri,
boleh mobilisasi bertahap, tidak perlu bedrest total.
(e) Obat analgesia post op

55
Paracetamol 1 gr / 8 jam, Fentanyl 100 mcgr dalam RL 20
tetes/menit.
l) Pasien pindah ruangan
Jam 15.45 serah terima pasien dengan perawat bangsal Flamboyan

L. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pre Anestesi
Analisa Data :
No Waktu Data Masala Penyebab
h
1 Rabu, DS:Pasien Cemas
Rencana
25/11/20
mengatakan takut tindakan
operasi pembedahan
14.30 DO: tampak cemas
Diagnosa: Cemas b.d rencana tindakan pembedahan.

2. Durante Anestesi
No. Waktu Data Masalah Penyebab
1 Kamis, DS: Resiko Berada
26/11/2020 - Hipotermi Diruangan
DO: Dengan yang Dingin
14.15 – HR : 90x/m Faktor
15.15 TD:125/65 mmHg
Resiko
Suhu kamar
operasi : 18 oC
Diagnosa: Resiko Hipotermi dengan Faktor Resiko b.d Berada
Diruangan Yang Dingin

3. Post Anestesi
Analisa Data :
No. Waktu Data Masalah Penyebab
1 Kamis, DS: Nyeri Diskontinuitas
26/11/2020 Pasien jaringan
56
mengeluh sakit
15.30 pada lukanya.
DO:
Pasien tampak
sedikit meringis
VAS = 4-5 (Nyeri
sedang)
Diagnosa: Nyeri berhubungan dengan diskontinuitas jaringan.

57
Diagnosa Tujuan
No Intervensi Implementasi Evaluasi
Keperawatan
Pre-Operatif

1 Cemas b.d rencana Setelah dilakukan a. Kaji tingkat kecemasan a. Melakukan identifikasi 25 November 2019
tindakan tindakan keperawatan, pasien untuk menetukan tingkat kecemasan Jam 14.00
pembedahan. diharapkan tingkat alternatif tindakan. pasien dengan
kecemasan pasien b. berikan penejelasan membina hubungan S:
berkurang atau hilang. kepada pasien mengenai baik dengan pasien. pasien mengatakan
Dengan kriteria hasil : hal - hal yang akan dialami b. memberikan sudah siap untuk
a. pasien tampak selama dilakukan tindakan penjelasan yang operasi.
tenang anestesi. sederhana tentang O:
b. Pasien c. ciptakan lingkungan yang prosedur anestesi dan Pasien tampak tenang,
mengatakan nyaman dan kenalkan pembedahan. TTV dalam batas
cemas berkurang pasien kepada ruangan c. menciptakan normal
atau hilang dan tim operasi. lingkungan yang aman T:135/ 79 mmHg
c. ekspresi wajah d. perlihatkan empati dan serta mendampingi N : 85 x/m
tidak tegang bicara dengan lembut. dengan memberi S : 36 C
d. TTV dalam batas motivasi dan nasehat RR :16 x/m
normal agar pasien lebih A:
tenang. Masalah teratasi
d. meningkatkan
perhatian dan empati P:
untuk membantu Pertahankan kondisi
ketenangan pasien yang ada.

58
Intra-Operatif

2 Resiko Hipotermi Setelah dilakukan a. Atur suhu ruangan yang a. Mengatur suhu ruangan 26 November 2020
dengan factor resiko tindakan keperawatan, nyaman. yang nyaman. Jam 14.15 – 15.15
diharapkan Resiko b. Lindungi area diluar b. Melindungi area diluar
b.d Berada diruangan S: -
Hipotermi dengan wilayah operasi. wilayah operasi.
yang dingin factor resiko tidak
terjadi. Dengan kriteria O:a. HR = 80 – 90x/m
hasil : b.TD = 100/60 mmHg
a. HR = 80 – 90x/m sampai130/70 mmHg
b. TD = 100/60 c.Temperatur ruangan
mmHg sampai nyaman
130/70 mmHg d.Tidakterjadi hipotermi
c. Temperatur
ruangan nyaman
d. Tidak terjadi A: Masalah teratasi
hipotermi
P:Pertahankan kondisi
yang ada.

Post –Operatif

3 Nyerib.d setelah dilakukan a. identifikasi skala, lokasi a. Mengkaji skala nyeri, 25 November 2020

59
diskontinuitas jaringan tindakan keperawatan, dan karakteristik nyeri. skala nyeri 4. jam 15.45
diharapakan tingkat b. Ajarkan teknik distraksi. b. Mengajarkan teknik S:
nyeri post operasi c. Kolaborasi dalam distraksi yaitu dengan Pasien mengatakan
dapat berkurang pemberian analgetik mengajak pasien masih merasakan nyeri
dengan kriteria hasil : sesuai dengan indikasi. berbicara. luka operasinya.
a. keluhan nyeri d. Monitor TTV c. Berkolaborasi dengan
menurun. dokter anestesi dalam O:
b. Pasien tampak memberikan analgetik Pasien masih meringis.
tenang post operasi yaitu Skala nyeri 3-4.
c. Skala nyeri ringan ekstra fentanyl 20 Nadi : 72 x/menit
=3 mcg/IV di RR. Spo2 : 100%
d. TTV dalam batas d. Melakukan monitoring TD : 120/70 mmhg
normal tanda tanda vital. RR: 18 x/menit
Aldretescore = 10 A:
Aktivitas motorik 2
Respirasi 2 masalah teratasi
Kesadaran 2 sebagian.
Warna Kulit 2 P:
Sirkulasi 2
TTV Lanjutkan Intervensi
TD = 110/70 mmhg
N = 72 x/menit

60
TABEL HEMODINAMIKA DURANTE OPERASI
Tekanan
Jam HR RR SPO2 Catatan
Darah

Anti-SpasmeIntubasi& Anti-Emetik

Dexa 5 mg
14.10 130/70 99 14 100
Ondan 4 mg

Ko-induksi, AnalgetikIntubasi&Pembedahan

Fentanyl 90 mcg
14.15 130/70 99 14 100

Agent Induksi& NMBA

Propofol 50 mg
14.18 120/65 100 14 100
Atrac 25 mg

14.25 100/50 85 14 100 INTUBASI

AnalgetikPembedahan

OPERASI DIMULAI

14.30 130/70 95 14 100 Paracetamol 1gr

Fentanyl 25 mcg

14.05 120/60 90 14 100

14.10 120/60 99 14 100

14.15 120/60 98 14 100

14.45 120/60 95 14 100

15.00 130/70 99 14 100 OPERASI SELESAI

Analgetikekstubasidalam

Fentanyl 25 mcg
15 .05 130/70 99 14 100
Propofol 20 mg

60
15.10 130/70 99 14 100

15.15 130/70 99 14 100 EKSTUBASI

TABEL KRITERIA PASIEN SADAR DARI ANESTESIUMUM


DEWASA ALDRETE SCORE

No YANG DINILAI NILAI


1 AKTIFITAS MOTORIK
Mampumenggerakkan 4 ekstremitasdenganperintah 2
Mampumenggerakkan 2 ekstremitasdenganperintah 1
Tidakmampumenggerakkansemuaekstremitas 0
2 RESPIRASI
Nafasadekuat dan dapatbatuk 2
Nafaskurangadekuat / hipoventilasi 1
Apnea / tidakbernafas 0
3 SIRKULASI
Tekanandarahberbeda ± 20% darisemula 2
Tekanandarahberbeda ± 20% – 30% darisemula 1
Tekanandarahberbeda> 50% darisemula 0
4 KESADARAN
Sadarpenuh 2
Bangunjikadipanggil 1
Tidakadarespon 0
5 WARNA KULIT
Kemerahan 2
Pucat 1
Sianosis 0
Boleh Transfer / pindah Unit / Bangsal, jika Scoring > 8

61
BALANCE CAIRAN

NAMA : Ny. SM PUASA : 6 jam x 2 x 45 kg = 540 cc = tercukupi


UMUR :52 Th STRESS OP :2 x 45 kg = 90
BERAT BADAN :45 kg MAINTENANCE :2 x 45 kg = 90 cc
EBV :65 x 45 kg = 2925 cc KEBUTUHAN CAIRAN JAM I : 180 cc
( 35−30 )
ABL : X 3 cc X 2 .925 cc=614 cc KEBUTUHAN CAIRAN JAM II : 180 cc
100
KEBUTUHAN CAIRAN JAM III : 180 cc
INPUT OUTPUT

JAM KRISTALOID KOLOID IN OUT BALANCE


TRANSFUSI PENDARAHAN URIN MAINTENANCE
I II III I II

10.45 NaCl

10 cc 180 cc 350 190 +160 cc

11.45 500 cc

62
BAB IV
PEMBAHASAN

Banyak hal yang harus diperhatikan dalam melaksanakan tindakan anestesi


pada kass ini :
1. Pemeriksaan pra anestesi
Pada pasien ini telah dilakukan persiapan yang cukup, antara lain :
a. Puasa lebih dari 6 jam makanan padat dan 4 jam untuk cairan;
b. Pemeriksaan penunjang, yaitu laboratorium darah dan foto thorax.
2. Pre medikasi
a. Anti-inflamasi / anti –spasme saat intubasi
Dexamethason 5 mg / I.V
( dosis 0,1 – 0,5 mg/kgBB = 0,1 x 45 kg = 4,5 mg = 5 mg ).
b.Anti-emetik durante dan post operasi
Ondancentron 4mg / IV (0,1 mg/kgBB = 0,1 x 45 kg = 4,5 mg = 4 mg )
3. ko induksi
Opiat : Fentanyl 90 mcg /I.V Untuk mengurangi rasa sakit pada saat
dilakukan intubasi.
4. Induksi
propofol 50 mg /I.V ( dosis 1 – 2,5 mg/kgBB ) karena tidak ada kontra-
indikasi seperti disfungsi hepar / renal, memiliki induksi yang cepat, masa
pulih sadar yang cepat, dengan distribusi dan eliminasi yang cepat juga,
serta ada sedikit efek anti-emetik.
5. Muscle Relaxan
Atracurium 2,5 mg / I.V (0.5 mg/kgBB) , karena tidakada kontra-indikasi
seperti tidak ada alergi, dan tidak ada masalah ginjal, selain itu atrac lebih
ekonomis dibanding NMBA yang lain.
6. Maintenance
Maintenance dengan GasN2O dan O2 dengan perbandingan 2 L : 2 L,
dengan Fraksi O2 50 %, serta Sevoflurane 2 vol%.

63
7.Terapi Cairan
a. Cairan puasa 6 jam ( 6 jam X 2 cc X 45 kg = 540 cc ) sudah tercukupi
oleh cairan infus RLdari bangsal, dan tersisa sedikit terbawa ke IBS.
b. Kebutuhan cairan selama operasi
Stress operasi = 2X45 kg = 90 cc
Maintenance = 2 X45 kg = 90cc
Kebutuhan cairan jam ke I = 180 cc
EBV = 65 cc X 45 kg = 2925 cc
ABL = ( 37 – 30 ) X 3 cc X 2925cc = 614 cc

100
8. Analgetik post Op : Paracetamol 1gr/8 jam dan Fentanyl 100 mcgr drip dalam
RL 20 tpm.

64
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Pemeriksaan pra anestesi memegang peranan penting pada setiap operasi
yang melibatkan anestesi. Pemeriksaan yang teliti memungkinkan kita
mengetahui kondisi pasien dan memperkirakan masalah yang mungkin timbul
sehingga dapat mengantisipasinya.
Pada Laporan kasus ini disajikan kasus penatalaksanaan anestesi dengan
GA =General Anestesi intubasi pada pasienCa Mamae SinistraDengan Tindakan
Insisi Biopsi. Untuk mencapai hasil maksimal dari anestesi, permasalahan yang
ada diantisipasi terlebih dahulu sehingga kemungkinan timbulnya komplikasi
anestesi dapat ditekan seminimal mungkin.
Dalam kasus ini selama operasi berlangsung, terjadi perdarahan yang
minimal. Tetapi perdarahan harus diperhatikan dan di observasi selama pasca
operasi.Penulis mampu mengelola pasien Ca Mamae Sinistradengan GA
=General Anestesi, mulai dari :
1. Melakukan kunjungan pra anestesi.
2. Mempersiapkan kebutuhan pasien.
3. Mempersiapkan mesin dan alat anestesi.
4. Mempersiapkan obat pasien.
5. Monitoring anestesi mulai dari pra bedah sampai pasca bedah.
6. Monitoring pasien selama di ruang pemulihan atau recovery room.
7. Melakukan Transfer Hand Over Pasien dari Recovery Room ke Bangsal
dengan Scoring.

B. SARAN
1. Kunjungan pra Anestesi, harus selalu dilakukan untuk menentukan status
fisik/klinis pasien sebelum dilakukan tindakan operasi dan anestesi.
2. Persiapan kebutuhan pasien harus selalu dipernuhi, seperti edukasi pre op
untuk mengurangi cemas.

65
3. Persiapan mesin dan alat Anestesi harus selalu dilakukan untuk keamanan
pasien yang akan dilakukan tindakan anestesi.
4. Persiapan obat pasien harus selalu disesuaikan dengan rencana/teknik
tindakan anestesi yang akan dilakukan, termasuk persiapan obat-obatan
emergency nya.
5. Monitoring Anestesi di kamar operasi mulai dari pra bedah sampai pasca
bedah harus selalu dilakukan untuk keamanan pasien.
6. Monitoring pasien selama di ruang pemulihan atau recovery room. harus
selalu dilakukan untuk keamanan pasien.
7. Lakukan Transfer Hand Over Pasien dari Recovery Room ke Bangsal dengan
Scoring sesuai tingkat umur, dan SOP pemindahan pasien pot op dari RR ke
Bangsal / Unit Pelayanan Intensif.

66
DAFTAR PUSTAKA

Brunner &Suddart, (2015), BukuAjar KeperawatanMedikalBedah, Edisi 8,


volume 4, Jakarta, EGC

Mansjoer A, dkk.(2014). IlmuAnestesi. Dalam :KapitaSelektaKedokteran FKUI.


Jilid2. Edisikelima. Jakarta : Media Aesculapius.

Dorland. (2014). KamusSakuKedokteranEdisi 30. Jakarta: EGC

Novitayezi, (2014), PenelitiantentangkankerPayudara,


http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/109/jtptunimus-gdl-zesinovita-5422-2-
babii.pdf

Musni. (2014). AsuhanKeperawatan Ca Mamae, Padang :RSUP DR. M.DJAMIL


PADANGhttp://musnierlinda.blog.com/2014/09/asuhan-keperawatan-
camamae.html

Morgan G.E., Mikhail M.S., (2013). Clinical Anesthesiology. 5th ed. A Large
Medical Book
Smeljer,s.c Bare, B.G ,2014Buku ajar KeperawatanMedikalBedah

67

Anda mungkin juga menyukai