Anda di halaman 1dari 41

Oleh :

Ir. Jantje Bernhard Mangare, MT


BAB I
HITUNG VEKTOR

1.1. PENDAHULUAN
1.1.1. Deskripsi Singkat
Didalam bab ini akan dibahas tentang pengertian Besaran Skala dan Besaran Vektor,
Penjumlahan Vektor secara Grafis, Komponen Vektor, dan Penjumlahan Komponen Vektor.

1.1.2. Tujuan Instruksional Khusus


Setelah mempelajari bab ini, Anda diharapkan mampu :
a) Menjelaskan mengenai pengertian Besaran Skala dan Besaran Vektor
b) Menentukan Penjumlahan vektor
c) Menjelaskan komponen vektor dan penjumlahan komponen vektor

1.2. PENYAJIAN
1.2.1. Uraian Materi
1.2.1.1. Pengertian Besaran Skala dan Besaran Vektor
BESARAN SKALA dalam besaran fisis, dapat diartikan sebagai besaran yang hanya
memiliki besar. Contoh besaran skalar : jumlah siswa dalam kelas, banyak gula dalam tempat
gula, dan lain sebagainya.
BESARAN VEKTOR dalam besaran fisis, dapat diartikan selain memiliki besar,
memiliki arah pula. Misalnya : vektor perpindahan (vector displacement)

1.2.1.2. Penjumlahan Vektor


Dalam menentukan penjumlahan vektor, ada 2 (dua) metode, yaitu :
a) Penjumlahan vektor secara grafis (metode poligon)
Pada cara ini resultan sejumlah vektor diperoleh dengan menggambarkan anak panah-anak
panah vektor secara sambung-menyambung dengan memperhatikan panjang maupun arah
anak panah yang bersangkutan. Resultan vektor-vektor ini dinyatakan dengan anak panah
yang ekornya adalah ekor anak panah pertama dan ujungnya adalah ujung anak panah
terakhir yang ditambahkan.

1
b) Penjumlahan vektor dengan metode jajaran genjang
Untuk menjumlahkan dua buah vektor : Resultan dua vektor yang berpotongan adalah
diagonal jajaran genjang dengan kedua vektor tersebut sebagai sisi jajaran genjang.

1.2.1.3. Komponen Vektor


Komponen vektor adalah nilai vektor tersebut dalam arah tertentu. Sebagai contoh,
komponen x suatu perpindahan adalah perpindahan sejajar sumbu x sesuai vektor perpindahan
tersebut. Suatu vektor dapat dipandang sebagai resultan vektor-vektor komponennya dalam arah-
arah tertentu.

1.2.1.4. Penjumlahan Komponen Vektor


Penjumlahan beberapa vektor dapat dicapai dengan menjumlahkan komponen-
komponennya. Setiap vektor diuraikan menjadi komponen x, y dan z, dengan catatan bahwa
komponen dengan arah negatif, diberi tanda negatif pula. Maka komponen Rx vektor resultan
adalah jumlah aljabar semua komponen x. Demikian pula komponen y dan komponen z vektor
resultan. Dengan mengetahui komponen-komponennya, maka besar vektor resultan R adalah :

R= Rx2 + Ry2 + Rz2

Untuk vektor dalam dua dimensi, sudut θ yang dibentuk vektor resultan dengan sumbu x adalah :
Ry
tan θ =
Rx

Vektor satuan i, j, dan k masing-masing ditetapkan terhadap sumbu-sumbu x, y, dan z.


Kesimpulannya vektor R dapat dituliskan sebagai R = Rxi + Ryj + Rzk.

2
1.2.2. Rangkuman
1. Dalam besaran fisis dikenal dua besaran, yaitu Besaran Skala dan Besaran Vektor. Besaran
Skala diartikan sebagai besaran fisis yang hanya memiliki besar. Sedangkan Besaran
Vektor diartikan sebagai besaran fisis yang selain memiliki besar juga memiliki arah pula.
2. Penjumlahan vektor dapat dilakukan dengan pendekatan 2 (dua) metode, yaitu :
Penjumlahan Vektor secara Grafis (Metode Poligon) dan Penjumlahan Vektor dengan
Metode Jajaran Genjang.
3. Penentuan arah vektor dapat pula menggunakan Komponen-komponen vektor, dengan
mengacu pada arah sumbu x, y, dan z. Sehingga didapatkan resultan vektor x, resultan
vektor y, dan resultan vektor z. Penentuan arah vektor ini juga mengacu pada fungsi
Trigonometri, sehingga didapatkan nilai Sinus, Cosinus dan Tangen.

1.2.3. Latihan
1. Lima gaya sebidang tampak pada gambar dibawah ini yang bekerja pada suatu obyek.
Tentukan resultan kelima gaya tersebut.

y
15 N
16 N

45° 60°
30° 19 N x

11 N
22 N

Gambar 1.1
2. Tiga buah gaya yang bekerja pada sebuah partikel dinyatakan sebagai berikut F1 = 20i – 36j
+ 73k N, F2 = -17i + 21j – 46k N, dan F3 = -12kN. Carilah resultannya dalam bentuk
komponen dan juga besarnya resultan tersebut.

3
1.2. PENUTUP
1.3.1. Kunci jawaban
1. Tentukan komponen x dan y setiap gaya sebagai berikut :
Gaya Komponen x Komponen y
19 N 19 0
15 N 15 cos 60° = 7,5 15 sin 60° = 13
16 N - 16 cos 45° = - 11,3 16 sin 45° = 11,3
11 N - 11 cos 30° = - 9,5 - 11 sin 30° = -5,5
22 N 0 - 22
Perhatikan tanda + dan – yang menunjukkan arahnya
Komponen vector R adalah Rx = 𝝨 Fx dan Ry = 𝝨 Fy, dimana 𝝨 Fx berarti “jumlah semua
komponen gaya dalam arah x”. Sehingga :
Rx = 19 + 7,5 – 11,3 – 9,5 + 0 = 5,7 N
Ry = 0 + 13 + 11,3 – 5,5 – 22 = - 3,2 N
Besar gaya resultan adalah :

R = Rx2 + Ry2 = 6,5 N

2. Rx = 𝝨 Fx = 20 – 17 + 0 = 3 N
Ry = 𝝨 Fy = -36 + 21 + 0 = -15 N
Rz = 𝝨 Fz = 73 – 46 – 12 = 15 N
Penggabungan vektor satuan
R = Rxi + Ryj + Rzk = 3i – 15j + 15k
Sesuai teori pythagoras tiga dimensi, maka :

R = Rx2 + Ry2 + Rz2 = 21,4 N

4
DAFTAR PUSTAKA
a. Frederick J Bueche, Ph.D. Teori dan Soal-Soal Fisika Seri Buku Schaum, Edisi Kedelapan.
Badan Penerbit : Erlangga, Tahun 1989.
b. Sutrisno, Tan Ik Gie, Fisika Dasar, Seri Fisika, Badan Penerbit : ITB, Tahun 1979

SENARAI
Besaran skala
Besaran vector
Metode grafis
Metode polygon

5
BAB II
KESEIMBANGAN DI BAWAH PENGARUH
GAYA-GAYA YANG BERPOTONGAN

2.1. PENDAHULUAN
2.1.1. Deskripsi Singkat
Didalam bab ini akan dibahas tentang keseimbangan benda, penentuan posisi benda dengan
menggunakan prinsip trigonometri, dan koefisien gesek yang menyertainya.
2.1.2. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mempelajari bab ini, Anda diharapkan mampu :
a) Menjelaskan mengenai gaya-gaya berpotongan
b) Menjelaskan mengenai benda yang dalam keadaan seimbang
c) Menjelaskan mengenai metode penyelesaian masalah gaya-gaya yang berpotongan
d) Menjelaskan mengenai klasifikasi gaya
e) Menjelaskan mengenai koefisien gesek

2.2. PENYAJIAN
2.2.1. Uraian Materi
2.2.1.1. Gaya-gaya Berpotongan
Adalah gaya-gaya yang garis kerjanya berpotongan di satu titik. Gaya-gaya yang
bekerja pada benda titik bersifat demikian karena semua melewati titik yang sama, yakni benda
titik.

2.2.1.2. Benda yang dalam Keadaan Seimbang


Benda dalam keadaan seimbang, khususnya dibawah pengaruh gaya-gaya yang
berpotongan apabila :
1. Benda itu diam dan tetap diam (keseimbangan statik / static equilibrium)
2. Benda itu bergerak dengan vector kecepatan yang tetap (keseimbangan translasi /
translational equilibrium)

6
Syarat pertama keadaan seimbang adalah 𝝨F = 0, dalam bentuk komponen, yaitu :
�Fx = �Fy = �Fz = 0
yakni, resultan semua gaya luar yang bekerja pada benda adalah nol.

2.2.1.3. Metode Penyelesaian Masalah Gaya-gaya yang Berpotongan


Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah :
1) Pisahkan benda yang dibahas
2) Gambarkan gaya-gaya yang bekerja pada benda yang dipisahkan pada diagram (diagram
benda bebas)
3) Tentukan komponen setiap gaya
4) Tulis syarat pertama keseimbangan dalam bentuk persamaan
5) Tentukan besaran yang sedang dicari

2.2.1.4. Klasifikasi Gaya


Klasifikasi gaya dalam penentuan benda pada gaya-gaya yang berpotongan adalah
sebagai berikut :
1) Gaya Gesek (f)
1. Bentuk awal benda sebelum diberi gaya

F F

Secara matematika konsep tegangan (stress) dituliskan sbb. :


T = F/ A
dimana :
F = gaya tekan/tarik (Newton)
A = Luas penampang (m2)
Τ = Tegangan/stress (Nm-2)

7
2.2.1.5. Regangan (Strain)
Regangan adalah perbandingan antara pertambahan panjang L terhadap panjang mula-
mula (L0). Regangan dinotasikan dengan e dan tidak mempunyai satuan. Bentuk benda saat
diberi regangan antara lain :
1. Keadaan awal benda yang panjangnya L0 diberi gaya (F) pada bidang A
L0

F F

Secara matematika konsep regangan (strain) dituliskan dengan rumus sbb.:


e = ΔL/L0
dimana :
e = regangan (strain)
ΔL = pertambahan panjang benda dalam (m)
L0 = panjang mula-mula dalam (m)

2.2.1.6. Modulus Elastisitas


Adalah perbandingan antara tegangan dan regangan dari suatu benda. Modulus
elastisitas dilambangkan dengan (E) dan satuannya Nm-2. Modulus elastisitas disebut juga
Modulus Young.
Secara matematis konsep modulus elastisitas :
E = T/e
E = F.L0/ΔL.A
E = k. L0/A
Dimana :
F = gaya pada benda (Newton)
k = konstanta bahan (Newton)
A = Luas penampang (m2)
E = Modulus elastisitas (Nm-2)

8
Table modulus elastisitas berbagai zat

No. Zat Modulus Elastis (N/m2)


1 Besi 100 x 10^9
2 Baja 100 x 10^9
3 Perunggu 100 x 10^9
4 Aluminium 100 x 10^9
5 Marmer 50 x 10^9
6 Granit 45 x 10^9
7 Kayu (Pinus) 10 x 10^9
8 Nilon 5 x 10^9
9 Tulang muda 15 x 10^9
10 Batu bara 14 x 10^9

2.3. Latihan Soal


1. Sebuah kawat yang panjangnya 2m dan luas penampang 5 mm2 ditarik gaya 10N. tentukan
besar tegangan yang terjadi pada kawat ?
2. Sebuah kawat panjangnya 100 cm ditarik dengan gaya 12 N, sehingga panjang kawat
menjadi 112 cm. tentukan regangan yang dihasilkan kawat ?
3. Seutas kawat luas penampangnya 4 mm2 ditarik oleh gaya 3,2 N sehingga kawat tersebut
mengalami pertambahan panjang sebesar 0,04 cm. jika panjang kawat pada mulanya 80 cm.
tentukan modulus young kawat tersebut ?

2.3.1. Kunci Jawaban


1. Diket : A = 5 mm2 = 5.10-4
F = 10 N
Ditanya : T ?
Jawab :
T = F/A = 10 N/5.10-4 m2 = …..???

9
BAB III
GERAK YANG DIPERCEPAT BERATURAN dan
HUKUM-HUKUM NEWTON

3.1. PENDAHULUAN
3.1.1. Deskripsi Singkat
Didalam bab ini akan dibahas tentang Gerak lurus berubah beraturan dan hukum-hukum newton
3.1.2. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mempelajari bab ini, Anda diharapkan mampu :
a) Menjelaskan mengenai pengertian gerak lurus berubah beraturan
b) Menjelaskan perbedaan masing-masing hukum newton

3.2. PENYAJIAN
3.2.1. Uraian Materi
3.2.1.1. Gerak Lurus Berubah Beraturan
Gerak lurus berubah beraturan adalah Setiap benda yang bergerak dengan kecepatan yang
berubah secara teratur, maka kecepatan akan berubah tiap detik dengan bilangan yang sama.
Contoh :
Seorang anak yang naik sepeda pada jalan datar tanpa direm. Apa yang akan terjadi ?
Tentu sepeda itu akan meuluncur, makin lama makin cepat. Jadi gerakannya merupakan gerak
lurus berubah beraturan.
Perhatikan hasil pengamatan pada table berikut ini :
Kecepatan 3 m/s pada detik ke-1
Kecepatan 6 m/s pada detik ke-2
Kecepatan 9 m/s pada detik ke-3
Kecepatan 12 m/s pada detik ke-4

Perubahan Kecepatan (∆v) Perubahan (∆t)


3 – 0 = 3 m/s 1
6 – 3 = 3 m/s 1
9 – 6 = 3 m/s 1
12 – 9 = 3 m/s 1

10
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa :
Percepatan, a = dv/dt
Secara umum dapat ditulis :
Vt = Vo + at

Vt Vt

Vo Vo

t
Gambar 3.1

Dari gambar diatas, dapatlah dijelaskan bahwa gerakan dimulai dengan kecepatan awal Vo dan
setelah t detik kecepatannya menjadi Vt. Maka terlihat grafik membentuk segmen luas berbentuk
TRAPESIUM. Trapesium dapat dibagi dua, bentuk empat persegi panjang dan segitiga.
Panjang empat persegi panjang dinyatakan dengan waktu t dan lebar menyatakan kecepatan awal
Vo. Luasnya menjadi : Vo.t. Sedangkan untuk segitiga, panjang alas t dan tingginya Vt – Vo.
Luas segitiga = ½ t (Vt – Vo)
= ½ t (Vo + at – Vo)
= ½ at2
Maka Luas Trapesium = Luas segitiga + Luas empat persegipanjang
= ½ at2 + Vo. t
Secara umum persamaannya adalah :
x = ½ at2 + Vo.t

3.2.1.2. Hukum-hukum Newton


a) Hukum Newton I
Hukum Newton I disebut juga hukum kelembaman (Inersia).
Sifat lembam benda adalah sifat mempertahankan keadaannya, yaitu keadaan tetap diam
atau keadaan tetap bergerak beraturan.
Definisi Hukum Newton I adalah :

11
Setiap benda akan tetap bergerak lurus beraturan atau tetap dalam keadaan diam jika tidak
ada resultan gaya (F) yang bekerja pada benda itu. Sehingga dapat disimpulkan, jika :
𝝨F = 0, maka :
a = 0 karena v=0 (diam), atau v= konstan (GLB)
b) Hukum Newton II
Definisi Hukum newton II adalah :
Setiap benda yang bergerak lurus beraturan akan menghasilkan resultan gaya (F) apabila
terdapat variable penentu yaitu massa benda (m) dan percepatan benda itu sendiri (a).
Sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut :
�F = m x a
Keterangan :
𝝨F = jumlah gaya-gaya pada benda
m = massa benda
a = percepatan benda

Rumus ini sangat penting karena pada hampir semua persoalan gerak {mendatar/translasi
(GLBB) dan melingkar (GMB/GMBB)} yang berhubungan dengan percepatan dan massa
benda dapat diselesaikan dengan rumus tersebut.
c) Hukum Newton III
Definisi hukum newton III adalah :
Jika suatu benda mengerjakan gaya pada benda kedua maka benda kedua tersebut
mengerjakan juga gaya pada benda pertama, yang besar gayanya = gaya yang diterima
tetapi berlawanan arah. Perlu diperhatikan bahwa kedua gaya tersebut harus bekerja pada
dua benda yang berlainan.
Fs adalah gaya yang bekerja pada sebuah benda yang bergerak melingkar dimana arah F.
selalu menuju ke pusat lingkaran. Maka menghasilkan persamaan sebagai berikut :
Fs = m x as
Fs = m x v2/R = m x ω2 x R
Sedangkan untuk menentukan percepatan sentripetal, dapat dicari dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut :
as = v2/R

12
Reaksi dari gaya sentripetal disebut gaya sentrifugal, yang besarnya sama tetapi arahnya
berlawanan dengan arah gaya sentripetal.

3.2.2. Rangkuman
a. Dalam menentukan gerak yang dipercepat, ada tiga hal yang harus diperhatikan antara
lain adalah perubahan kecepatan, perubahan waktu dan juga percepatan
b. Gerak lurus beraturan dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan hukum
newton I, hukum newton II, hukum newton III

3.2.3. Latihan
1. Sebuah benda mula-mula diam kemudian bergerak dengan percepatan 2 m/s2.
Tentukan besar perpindahan dan kecepatannya pada saat t sama dengan 5 detik?
2. Gaya resultan pada sebuah kereta luncur bergerak dengan jumlah gaya yang berbeda-
beda. Dimana Fx = 20 N dan Fy = 30 N, sedangkan mx = 5 kg dan my = 5 kg. Tentukan
berapakah percepatan kereta luncur tersebut?

3.3.PENUTUP
3.3.1. Kunci jawaban
1. Karena besar percepatan tetap maka gerakannya lurus berubah beraturan. Maka berlaku
hubungan :
a) Perpindahan
x = ½ at2 + Vo.t, dalam hal ini Vo = 0
x = ½ at2, untuk t = 5
x = ½. 2. 52 = 25 m
b) Untuk kecepatan berlaku hubungan :
V = Vo + a x t
= 0 + 2x5
= 10 m/s

13
DAFTAR PUSTAKA
a. Frederick J Bueche, Ph.D. Teori dan Soal-Soal Fisika Seri Buku Schaum, Edisi Kedelapan.
Badan Penerbit : Erlangga, Tahun 1989.
b. Sutrisno, Tan Ik Gie, Fisika Dasar, Seri Fisika, Badan Penerbit : ITB, Tahun 1979

SENARAI
Perubahan kecepatan
Perubahan waktu
Percepatan
Gaya sentripetal
Gaya sentrifugal

14
BAB IV
USAHA (KERJA) DAN ENERGI

4.1. PENDAHULUAN
4.1.1. Deskripsi Singkat
Didalam bab ini akan dibahas tentang usaha, kerja dan energy disertai dengan beberapa definisi
dan aplikasinya.
4.1.2. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mempelajari bab ini, Anda diharapkan mampu :
a) Menjelaskan mengenai pengertian usaha, kerja dan energy
b) Menjelaskan prinsip usaha-energi

4.2. PENYAJIAN
4.2.1. Uraian Materi
4.2.1.1.Usaha, Kerja dan Energi
Jika sebuah benda menempuh jarak sejauh S akibat gaya F yang bekerja pada benda
tersebut maka dikatakan gaya itu melakukan usaha, dimana arah gaya F harus sejajar dengan
arah jarak tempuh S.
USAHA adalah hasil kali (dot product) antara gaya dengan jarak yang ditempuh. Dirumuskan
sebagai berikut :
W = F S = |F| |S| cos θ
dimana :
θ = sudut antara F dan arah gerak
Satuan usaha/energi : 1 Nm = 1 Joule = 107 erg
Dimensi usaha energi: 1W] = [El = ML2T-2
Kemampuan untuk melakukan usaha menimbulkan suatu ENERGI (TENAGA).
Energi dan usaha merupakan besaran skalar. Beberapa jenis energi di antaranya adalah :

1. ENERGI KINETIK (Ek)


Ek trans = 1/2 mv2
Ek rot = 1/2 Iω2

15
Keterangan :
m = massa
v = kecepatan
I = momen inersia
ω= kecepatan sudut

2. ENERGI POTENSIAL (Ep)


Ep = m g h
Keterangan :
m = massa
g = gaya gravitasi
h = tinggi benda terhadap tanah

3. ENERGI MEKANIK (EM)


EM = Ek + Ep
Nilai EM selalu tetap/sama pada setiap titik di dalam lintasan suatu benda.
Pemecahan soal fisika, khususnya dalam mekanika, pada umumnya didasarkan pada HUKUM
KEKEKALAN ENERGI, yaitu energi selalu tetap tetapi bentuknya bisa berubah; artinya jika
ada bentuk energi yang hilang harus ada energi bentuk lain yang timbul, yang besarnya sama
dengan energi yang hilang tersebut.

4.2.1.2. Prinsip Usaha – Energi


Jika pada peninjauan suatu soal, terjadi perubahan kecepatan akibat gaya yang bekerja
pada benda sepanjang jarak yang ditempuhnya, maka prinsip usaha-energi berperan penting
dalam penyelesaian soal tersebut.
W tot = Ek   F.S = Ek akhir - Ek awal
W tot = jumlah aljabar dari usaha oleh masing-masing gaya
= W1 + W2 + W3 + .......

ΔEk = perubahan energi kinetik = Ek akhir - Ek awal

ENERGI POTENSIAL PEGAS (Ep)


Ep = 1/2 k Δx2 = 1/2 Fp Δx

16
Fp = - k Δx
Keterangan :
Δx = regangan pegas
k = konstanta pegas
Fp = gaya pegas

Tanda minus (-) menyatakan bahwa arah gaya Fp berlawanan arah dengan arah regangan x.
sedangkan 2 (dua) buah pegas dengan konstanta K1 dan K2 disusun secara seri dan paralel:

Persamaan konstanta pegas seri dan paralel :

SERI 1 = 1 + 1
Ktot K1 K2

PARALEL Ktot = K1 + K2

Note :
Energi potensial tergantung tinggi benda dari permukaan bumi. Bila jarak benda jauh lebih kecil
dari jari-jari bumi, maka permukaan bumi sebagai acuan pengukuran. Bila jarak benda jauh lebih
besar atau sama dengan jari-jari bumi, make pusat bumi sebagai acuan.

4.2.2. Rangkuman
1. Dalam menentukan usaha, kerja dan energy yang harus diperhatikan adalah sejuh mana
benda berpindah, kemudian dianalisa sesuai dengan jarak dan gaya yang ditempuh
2. Prinsip usaha-energi dapat dijabarkan dengan menggunakan prinsip energy potensial
pegas. Konstanta pegasnya dibedakan menjadi dua yaitu persamaan konstanta pegas seri
dan konstanta pegas paralel

4.2.3. Latihan
1. Sebuah palu bermassa 2 kg berkecepatan 20 m/det. menghantam sebuah paku, sehingga
paku itu masuk sedalam 5 cm ke dalam kayu. Berapa besar gaya tahanan yang disebabkan
kayu ?
2. Benda 3 kg bergerak dengan kecepatan awal 10 m/s pada sebuah bidang datar kasar. Gaya
sebesar 20√5 N bekerja pada benda itu searah dengan geraknya dan membentuk sudut

17
dengan bidang datar (tg α = 0.5), sehingga benda mendapat tambahan energi 150 joule
selama menempuh jarak 4m.
3. Sebuah pegas agar bertambah panjang sebesar 0.25 m membutuhkan gaya sebesar 18
Newton. Tentukan konstanta pegas dan energi potensial pegas !

4.3. PENUTUP
4.3.1. Kunci jawaban
1. Karena paku mengalami perubahan kecepatan gerak sampai berhenti di dalam kayu, maka
kita gunakan prinsip Usaha-Energi:
F. S = Ek akhir - Ek awal
F . 0.05 = 0 - 1/2 . 2(20)2
F = - 400 / 0.05 = -8000 N
(Tanda (-) menyatakan bahwa arah gaya tahanan kayu melawan arah gerak paku ).
2. Uraikan gaya yang bekerja pada benda:
Fx = F cos  = 205 = 40 N
Fy = F sin  = 205 . 15 = 20 N
 Fy = 0 (benda tidak bergerak pada arah y)
Fy + N = w  N = 30 - 20 = 10 N
Gunakan prinsip Usaha-Energi
 Fx . S = Ek
(40 - f) 4 = 150  f = 2.5 N

DAFTAR PUSTAKA
c. Frederick J Bueche, Ph.D. Teori dan Soal-Soal Fisika Seri Buku Schaum, Edisi Kedelapan.
Badan Penerbit : Erlangga, Tahun 1989.
d. Sutrisno, Tan Ik Gie, Fisika Dasar, Seri Fisika, Badan Penerbit : ITB, Tahun 1979

SENARAI
Dot product
Energy kinetic
Energy potensial
Energy mekanik
Konstanta dan regangan

18
BAB V
IMPULS dan MOMENTUM

5.1. PENDAHULUAN
5.1.1. Deskripsi Singkat
Didalam bab ini akan dibahas tentang Impuls dan momentum, disertai penjelasan secara teori
maupun aplikasinya.
5.1.2. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mempelajari bab ini, Anda diharapkan mampu :
a) Menjelaskan mengenai perbedaan momentum linier dan momentum angular serta impuls
b) Menjelaskan Hukum Kekekalan Momentum ditinjau dari keelastisannya

5.2. PENYAJIAN
5.2.1. Uraian Materi
5.2.1.1. Momentum Linier dan Momentum Angular
a) Momentum Linier (p)
Momentum Linier (p) adalah hasil kali massa dan kecepatannya. Jadi setiap benda yang
memiliki kecepatan pasti memiliki momentum. Dalam persamaan momentum linier,
dirumuskan:
P=mxv
Momentum merupakan besaran vektor, dengan arah p = arah v
b) Momentum Angular (L)
MOMENTUM ANGULER (L) adalah hasil kali (cross product) momentum linier dengan
jari jari R. Jadi setiap benda yang bergerak melingkar pasti memiliki momentum anguler.
L = m v R = m w R2
L=pxR
Momentum anguler merupakan besaran vektor dimana arah L tegak lurus arah R sedangkan
besarnya tetap.
Jika pada benda bekerja gaya F tetap selama waktu t, maka IMPULS I dari gaya itu adalah:
t1
I = ∫ F dt = F (t2 - t1)

19
t2
I = Perubahan momentum
Ft = m v akhir - m v awal
Impuls merupakan besaran vektor. Pengertian impuls biasanya dipakai dalam peristiwa besar
dimana F >> dan t <<. Jika gaya F tidak tetap (F fungsi dari waktu) maka rumus I = F . t tidak
berlaku.
Impuls dapat dihitung juga dengan cara menghitung luas kurva dari grafik gaya F vs waktu t.
Jika sebuah benda menempuh jarak sejauh S akibat gaya F yang bekerja pada benda tersebut
maka dikatakan gaya itu melakukan usaha, dimana arah gaya F harus sejajar dengan arah jarak
tempuh S.

5.2.1.2. Hukum Kekekalan Momentum


Hukum kekekalan momentum diterapkan pada proses tumbukan semua jenis, dimana
prinsip impuls mendasari proses tumbukan dua benda, yaitu I1 = -I2.
Jika dua benda A dan B dengan massa masing-masing MA dan MB serta kecepatannya masing-
masing VA dan VB saling bertumbukan, maka :
MA VA + MB VB = MA VA + MB VB
VA dan VB = kecepatan benda A dan B pada saat tumbukan
VA dan VB = kecepatan benda A den B setelah tumbukan.
Dalam penyelesaian soal, searah vektor ke kanan dianggap positif, sedangkan ke kiri dianggap
negatif.
Dua benda yang bertumbukan akan memenuhi tiga keadaan/sifat ditinjau dari keelastisannya,
antara lain :
a. ELASTIS SEMPURNA : e = 1
e = (- VA' - VB')/(VA - VB)
e = koefisien restitusi.
Disini berlaku hukum kekekalan energi den kekekalan momentum.
b. ELASTIS SEBAGIAN: 0 < e < 1
Disini hanya berlaku hukum kekekalan momentum.
Khusus untuk benda yang jatuh ke tanah den memantul ke atas lagi maka koefisien
restitusinya adalah:

20
e = h'/h
h = tinggi benda mula-mula
h' = tinggi pantulan benda
c. TIDAK ELASTIS: e = 0
Setelah tumbukan, benda melakukan gerak yang sama dengan satu kecepatan v',
MA VA + MB VB = (MA + MB) v'
d. ELASTISITAS KHUSUS DALAM ZAT PADAT
Zat adalah suatu materi yang sifat-sifatnya sama di seluruh bagian, dengan kata lain, massa
terdistribusi secara merata. Jika suatu bahan (materi) berupa zat padat mendapat beban luar,
seperti tarikan, lenturan, puntiran, tekanan, maka bahan tersebut akan mengalami perubahan
bentuk tergantung pada jenis bahan dan besarnya pembebanan. Benda yang mampu kembali
ke bentuk semula, setelah diberikan pembebanan disebut benda bersifat elastis.
Suatu benda mempunyai batas elastis. Bila batas elastis ini dilampaui maka benda akan
mengalami perubahan bentuk tetap, disebut juga benda bersifat plastis.

5.2.2. Rangkuman
1. Setiap benda yang memiliki besaran fisis, yaitu massa dan gaya, bias dikategorikan sebagai
momentum. Momentum dibagi menjadi 2 (dua), yaitu : momentum linier (p) dan
momentum angular (L).
2. Impuls akan terjadi apabila terjadi perubahan momentum. Hal ini disebabkan karena impuls
merupakan besaran vector. Rumus yang digunakan adalah I = F x t.
3. Hukum kekekalan momentum diterapkan pada proses tumbukan semua jenis, dimana prinsip
impuls mendasari proses tumbukan dua benda, yaitu I1 = -I2.
4. Dua benda yang bertumbukan akan memenuhi tiga keadaan/sifat ditinjau dari
keelastisannya,
antara lain :
a. Elastis sempurna : e = 1
b. Elastis Sebagian : 0 < e < 1
c. Tidak Elastis : e = 0
d. Elastisitas Khusus Dalam Zat Padat

21
5.2.3. Latihan
1. Sebuah bola dengan massa 0.1 kg dijatuhkan dari ketinggian 1.8 meter dan mengenai
lantai, kemudian dipantulkan kembali sampai ketinggian 1.2 meter. Jika g = 10 m/det2.
Tentukanlah :
a. impuls karena berat bola ketika jatuh.
b. koefisien restitusi
2. Sebuah bola massa 0.2 kg dipukul pada waktu sedang bergerak dengan kecepatan 30 m/det.
Setelah meninggalkan pemukul, bola bergerak dengan kecepatan 40 m/det berlawanan arah
semula. Hitung impuls pada tumbukan tersebut !
3. Sebuah peluru yang massanya M1 mengenai sebuah ayunan balistik yang massanya M2.
Ternyata pusat massa ayunan naik setinggi h, sedangkan peluru tertinggal di dalam ayunan.
Jika g = percepatan gravitasi, hitunglah kecepatan peluru pada saat ditembakkan !

5.3. PENUTUP
5.3.1. Kunci jawaban
1. a. Selama bola jatuh ke tanah terjadi perubahan energi potensial menjadi energi kinetik.
Ep = Ek
m g h = 1/2 mv2 → v2 = 2 gh
→ v = √2 g h
impuls karena berat ketika jatuh :
I = F . Δt = m . Δv
= 0.1√2gh = 0.1 √(2.10.1.8) = 0.1.6 = 0,6 N det.
b. Koefisien restitusi :
e = √(h'/h) = √(1.2/1.8) = √(2/3)
2. Impuls = F . t = m (v2 - v1)
= 0.2 (-40 - 30)
= -14 N det
Tanda negatif berarti arah datangnya berlawanan dengan arah datangnya bola.
3. 1. Gerak A - B.
Tumbukan peluru dengan ayunan adalah tidak elastis jadi kekekalan momentumnya:
M1VA + M2VB = (M1 + M2) V

22
M1VA + 0 = (M1 + M2) V
VA = [(M1 + M2)/M1] . v
2. Gerak B - C.
Setelah tumbukan, peluru dengan ayunan naik setinggi h, sehingga dapat diterapkan
kekekalan energi:
EMB = EMC
EpB + EkB = EpC + EkC
0 + 1/2 (M1 + M2) v2 = (M1 + M2) gh + 0
Jadi kecepatan peluru: VA = [(M1 + M2)/M1] . √(2 gh)

DAFTAR PUSTAKA
a. Frederick J Bueche, Ph.D. Teori dan Soal-Soal Fisika Seri Buku Schaum, Edisi Kedelapan.
Badan Penerbit : Erlangga, Tahun 1989.
b. Sutrisno, Tan Ik Gie, Fisika Dasar, Seri Fisika, Badan Penerbit : ITB, Tahun 1979

SENARAI
Momentum Linier
Momentum Angular
Impuls
Koefisien restitusi
Elastisitas

23
BAB VI
GERAK SUDUT DALAM BIDANG

6.1. PENDAHULUAN
6.1.1. Deskripsi Singkat
Didalam bab ini akan dibahas tentang Gerak Sudut dalam Bidang, disertai penjelasan secara teori
maupun aplikasinya.
6.1.2. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mempelajari bab ini, Anda diharapkan mampu :
a) Menjelaskan mengenai perpindahan sudut
b) Menjelaskan kecepatan sudut
c) Menjelaskan mengenai percepatan sudut
d) Menjelaskan hubungan antara besaran sudut dan besaran tangensial
e) Menjelaskan percepatan sentripetal
f) Menjelaskan gaya sentripetal

6.2. PENYAJIAN
6.2.1. Uraian Materi
6.2.1.1.Perpindahan Sudut
Perpindahan sudut (θ) dalam trigonometri biasanya dinyatakan dalam radian, derajat atau
putaran.
1 putaran = 360° = 2πrad, dan 1 rad = 57,3°
Satu radian adalah sudut datar pada pusat lingkaran diantara dua buah jari-jari yang mencakup
busur sepanjang jari-jari pada keliling lingkaran. Jadi sudut θ dalam radian dinyatakan dalam
panjang busur s yang masuk pada lingkaran dengan jari-jari r, sehingga dirumuskan dengan :
θ = s /r
ukuran radian dari suatu sudut adalah bilangan tak berdimensi.

24
6.2.1.2. Kecepatan Sudut
Kecepatan sudut (ω) sebuah benda adalah perubahan koordinat sudut, yakni perpindahan sudut θ,
per satuan waktu. Jika θ berubah dari θ0 menjadi θf dalam waktu t, maka kecepatan sudut rata-
rata adalah :
θf - θ0
ω=
t
satuan ω adalah rad/s, °/s, atau putaran/menit (rpm), yakni satuan sudut yang selalu dibagi satuan
waktu. Seperti pada umumnya persamaan, maka ω (dalam rad/s) = 2πf
dimana f adalah frekuensi putaran dinyatakan dalam putaran/s.

6.2.1.3. Percepatan Sudut


Percepatan sudut (α) sebuah benda adalah perubahan kecepatan sudut benda per satuan waktu.
Jika kecepatan sudut benda berubah beraturan dari harga ω0 menjadi ωf dalam waktu t, maka :
ωf - ω 0
α=
t
satuan α adalah rad/s2, putaran/menit2.

6.2.1.4. Hubungan Antara Besaran Sudut dan Besaran Tangensial


Hubungan ini terjadi apabila roda dengan jari-jari r berputar melalui porosnya, maka
suatu titik pada tepi roda digambarkan dengan menyatakan panjang busur s yang ditempuhnya,
laju tangensialnya p, dan percepatan tangensialnya a. besaran-besaran ini berhubungan dengan
besaran θ, ω dan α yang menggambarkan perputaran roda itu, melalui hubungan-hubungan
berikut ini :
s = θr ; v = ωr ; a = αr

6.2.1.5. Percepatan Sentripetal


Percepatan sentripetal terjadi apabila massa pada titik m yang bergerak melingkar dengan
kecepatan yang tetap v dalam lingkaran berjari-jari r mengalami suatu percepatan. Meskipun
besar kecepatannya tidak berubah, namun arah kecepatannya selalu berubah. Perubahan vector

25
kecepatan ini menimbulkan suatu percepatan ac pada massa itu yang arahnya menuju titik pusat
lingkaran. Persamaan percepatan dirumuskan sebagai berikut :
ac = v2/r
dimana :
v adalah laju massa pada keliling lingkaran.
6.2.1.6. Gaya Sentripetal
Adalah gaya (yang tidak mempunyai gaya reaksi) yang harus bekerja pada massa m yang
bergerak melingkar, agar massa itu mengalami percepatan sentripetal sebesar v2/r. dari hubungan
F = ma, diperoleh :
Gaya sentripetal = Fc = mv2/r = mω2r

6.2.2. Rangkuman
1. Percepatan sudut dinyatakan dalam radian, derajat, atau putaran.
2. Kecepatan sudut suatu benda adalah perubahan koordinat sudut, yakni perpindahan sudut θ,
per satuan waktu.
3. Percepatan sudut sebuah benda adalah perubahan kecepatan sudut per satuan waktu.
4. Hubungan antara besaran sudut dan besaran tangensial dinyatakan dengan besaran θ, ω dan
α
5. Percepatan sentripetal terjadi apabila ada titik pertemuan antara laju tangensial dan jari-jari
lingkaran pada suatu lingkaran.
6. Gaya sentripetal adalah gaya (yang tidak mempunyai gaya reaksi) yang harus bekerja pada
massa m yang bergerak melingkar.

6.2.3. Latihan
1. Sebuah kipas angina berputar dengan 900 rpm (putaran per menit).
Tentukan :
a) Kecepatan sudut titik di baling-baling tersebut ?
b) Laju massa titik ujung baling-baling kalau panjang baling-baling adalah 20 cm ?

26
6.3. PENUTUP
6.3.1. Kunci jawaban
1. a) ω = 900 putaran/min = 15 putaran/s = 94 rad/s (untuk semua titik pada baling-baling)
b) kecepatan tangensial adalah ωr, dimana ω dinyatakan dalam rad/s, maka :
v = ω x r = (94 rad/s) x (0,20m) = 18,8 m/s

DAFTAR PUSTAKA
a. Frederick J Bueche, Ph.D. Teori dan Soal-Soal Fisika Seri Buku Schaum, Edisi Kedelapan.
Badan Penerbit : Erlangga, Tahun 1989.
b. Sutrisno, Tan Ik Gie, Fisika Dasar, Seri Fisika, Badan Penerbit : ITB, Tahun 1979

SENARAI
Radian, derajat atau putaran
Kecepatan sudut rata-rata
Frekuensi putaran

27
BAB VIII
GERAK HARMONI SEDERHANA dan PEGAS

8.1. PENDAHULUAN
8.1.1. Deskripsi Singkat
Didalam bab ini akan dibahas tentang pengertian Gerak Harmonik Sederhana dan Pegas, disertai
dengan definisi pada masing-masing variable yang mendukung dalam penentuan hasil akhirnya.
8.1.2. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mempelajari bab ini, Anda diharapkan mampu :
d) Menjelaskan mengenai pengertian Periode (T)
e) Menjelaskan mengenai Frekuensi (f)
f) Menjelaskan mengenai Simpangan (Perpindahan)
g) Menjelaskan mengenai Gerak Harmonik Sederhana (GHS)
h) Menjelaskan mengenai Pegas (Spring) Hooke
i) Menjelaskan mengenai perubahan bentuk energy, kecepatan, percepatan pada GHS
j) Menjelaskan mengenai periode pada GHS
k) Menjelaskan mengenai Bandul Matematik dan gerakan sinusoida

8.2. PENYAJIAN
8.2.1. Uraian Materi
8.2.1.1. Periode (T)
Periode pada suatu system yang bergetar adalah waktu yang diperlukan untuk
melakukan suatu getaran lengkap. Waktu ini adalah waktu total untuk melakukan gerak bolak
balik.
8.2.1.2. Frekuensi (f)
Adalah jumlah getaran yang dilakukan dalam waktu satu detik. Karena t adalah waktu
untuk melakukan satu getaran, maka f = 1/T. satu getaran/detik dinamakan satu hertz (Hz).

28
8.2.1.3. Simpangan (Perpindahan)
Simpangan dalam arah sumbu x maupun sumbu y pada benda yang bergetar adalah jarak
benda terhadap titik keseimbangannya, yakni titik pusat lintasan getaran. Simpangan maksimum
disebut amplitude.
Amplitudi = y0

Simpangan (y)

y = y0 a b Waktu
e
f
y=0 T c d

Keadaan Keseimbangan

8.2.1.4. Gerak Harmonik Sederhana (GHS)


Adalah gerak getar suatu system yang memenuhi Hukum Hooke. Hooke seringkali
dihubungkan dengan system pegas (spring), artinya dalam aplikasinya, apabila pegas ditarik
(diperpanjang) sebanyak x, maka gaya pemulih yang dilakukan pegas dapat dirumuskan sebagai
berikut :
F = - kx
Dimana :
K adalah suatu konstanta positif disebut tetapan pegas (spring constant) (N/m atau lb/ft)
Catatan : kalau pegas ditekan, maka x adalah negative dan kebalikannya.

8.2.1.5. Perubahan Bentuk Energi, Kecepatan dan Percepatan pada GHS


Perubahan bentuk energy dinyatakan dalam hokum kekekalan energy mekanis, yaitu :
EK + EPE = Konstan
Untuk sebuah massa m diujung pegas (massa pegas diabaikan), rumus ini menjadi :
½ mv2 + ½ kx2 = ½ kx02

29
x0 adalah amplitude getaran.
Dari perubahan bentuk energy pada GHS timbul suatu laju massa yang bergetar pada
system tersebut dan dirumuskan dengan :
v = √ (x02 – x2) . k/m
apabila system bergetar, maka percepatan yang dialami massa yang bergetar diperoleh
dari hokum hooke, yaitu : F = - kx dan hokum newton, yaitu : F = m.a. maka dapat
disederhanakan menjadi persamaan berikut ini :
a = - k/m x.
8.2.1.6. Periode GHS
Periode (T) GHS adalah waktu yang diperlukan titik P untuk berkeliling satu kali pada
lingkaran acuan. Maka :
T = 2πr/v0 = 2πx0/ v0
Namun jika v0 berada pada kecepatan maksimum, dan x = 0, maka :
v0 = x0 √k/m
maka periode maksimum GHS yang memenuhi hokum hooke adalah :
T = 2π√m/k
Setelah diperoleh periode yang maksimum, dapat ditentukan pula percepatan yang yang
dinyatakan dalam (T). dengan cara dieliminasi antara persamaan a = - k/m x. dan T = 2π√m/k.
sehingga didapatkan persamaan sebagai berikut :
a = - (4π2/T2)x

8.2.1.7. Bandul Matematik


Gerak bandul ini mendekati GHS jika sudut simpangannya tidak terlalu besar. Periode
getaran bandul matematik sepanjang L di tempat di mana percepatan gravitasi adalah g. maka :
T = 2π√L/g

8.2.1.8. Gerak Sinusoida


Dapat dibedakan menjadi 2 persamaan dalam sumbu x dan y. yaitu :
Pada komponen sumbu x, dirumuskan sebagai berikut :
x = x0 cos 2πft = x0 cos ωt

30
Pada komponen sumbu y, dirumuskan sebagai berikut :
y = x0 sin 2πft = x0 sin ωt

8.3. Latihan Soal


Sebuah benda 50 g melakukan GHS pada ujung pegas. Amplitude getaran 12 cm, periode
getaran 1,7 s. Tentukan :
a) Frekuensi
b) Tetapan pegas
c) Kecepatan maksimum benda
d) Percepatan maksimum benda
e) Kecepatan pada saat perpindahan benda 6 cm
f) Percepatan benda pada saat x = 6 cm
8.3.1. Kunci Jawaban
a) f = 1/T = 1/1,7 s = 0,588 Hz
b) dasar rumus : T = 2π√m/k, maka jika k yang harus dicari, hasil substitusinya :
k = 4π2m/T2 = 4π2 (0,05 kg)/(1,7s)2 = 0,68 N/m
c) v0 = x0√k/m = (0,12m)√(0,68 N/m)/(0,05 kg) = 0,44 m/s
d) dari hubungan a = - (k/m)x tampak bahwa a akan maksimum kalau x maksimum, jadi pada
ujung getaran x = ± x0, sehingga :
a0 = (k/m)x0 = (0,68 N/m/0,05 kg). (0,12 m) = 1,63 m/s2
e) dari hubungan
v = √ (x02 – x2) . k/m, diperoleh hasil akhir = 0,38 m/s
f) dengan rumus :
a = - (k/m).x, diperoleh hasil akhir = - 0,082 m/s2

31
BAB IX
KERAPATAN dan ELASTISITAS

9.1. PENDAHULUAN
9.1.1. Deskripsi Singkat
Didalam bab ini akan dibahas tentang pengertian kerapatan dan elastisitas, disertai dengan
definisi pada masing-masing variable yang mendukung dalam penentuan hasil akhirnya.
9.1.2. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mempelajari bab ini, Anda diharapkan mampu :
l) Menjelaskan mengenai pengertian Rapat Massa (�)
m) Menjelaskan mengenai berat jenis (BJ) (Spesific Gravity) (sp gr)
n) Menjelaskan mengenai elastisitas
o) Menjelaskan mengenai Tegangan (Stress)
p) Menjelaskan mengenai Regangan (Strain)
q) Menjelaskan mengenai Modulus elastisitas
9.2. PENYAJIAN
9.2.1. Uraian Materi
9.2.1.1. Rapat Massa (�)
Rapat massa suatu zat adalah massa zat per satuan volume. Secara umum persamaan
matematisnya adalah sebagai berikut :
� = m/V
Satuan SI rapat massa adalah kg/m3 atau 1000 kg/m3 = 1 g/cm3. Untuk rapat massa air adalah
sekitar 1000 kg/m3.
9.2.1.2. Berat Jenis (BJ) (Spesific Gravity) (sp gr)
Suatu zat adalah perbandingan rapat zat itu dengan rapat sesuatu zat baku. Zat baku ini
untuk cairan biasanya adalah air pada suhu 40C, dan untuk gas biasanya adalah udara.
Sp gr = �/�baku
sp gr adalah perbandingan yang tidak berdimensi.
9.2.1.3. Elastisitas

32
Elastisitas adalah : Kecenderungan pada suatu benda untuk berubah dalam bentuk baik
panjang, lebar maupun tingginya, tetapi massanya tetap, hal itu disebabkan oleh gaya-gaya yang
menekan atau menariknya, pada saat gaya ditiadakan bentuk benda kembali seperti semula.
Karet, pegas, pelat logam merupakan contoh benda elastis(lentur), karena memiliki sifat
elastisitas, yaitu sifat suatu benda yang jika diberi gaya luar akan mengalami perubahan bentuk
dan bila gaya luar yang bekerja dihilangkan, maka benda kembali kebentuk semula.
Benda elastis juga dapat bersifat plastis(tidak dapat kembali kebentuk semula). Ini
berarti batas elastisitas benda sudah terlampaui, yang disebabkan gaya yang bekerja diperbesar
terus. Mengakibatkan karet atau pegas patah.
9.2.1.4. Tegangan (Stress)
Tegangan adalah perbandingan antara gaya tarik yang bekerja terhadap luas penampang
benda. Tegangan dinotasikan dengan (sigma/T), satuannya adalah Nm-2. Bentuk benda saat
diberi tegangan antara lain :
4. Bentuk awal benda sebelum diberi gaya

F F

Secara matematika konsep tegangan (stress) dituliskan sbb. :


T = F/ A
dimana :
F = gaya tekan/tarik (Newton)
A = Luas penampang (m2)
Τ = Tegangan/stress (Nm-2)
9.2.1.5. Regangan (Strain)
Regangan adalah perbandingan antara pertambahan panjang L terhadap panjang mula-
mula (L0). Regangan dinotasikan dengan e dan tidak mempunyai satuan. Bentuk benda saat
diberi regangan antara lain :
2. Keadaan awal benda yang panjangnya L0 diberi gaya (F) pada bidang A
L0

F F

33
Secara matematika konsep regangan (strain) dituliskan dengan rumus sbb.:
e = ΔL/L0
dimana :
e = regangan (strain)
ΔL = pertambahan panjang benda dalam (m)
L0 = panjang mula-mula dalam (m)
9.2.1.6. Modulus Elastisitas
Adalah perbandingan antara tegangan dan regangan dari suatu benda. Modulus
elastisitas dilambangkan dengan (E) dan satuannya Nm-2. Modulus elastisitas disebut juga
Modulus Young.
Secara matematis konsep modulus elastisitas :
E = T/e
E = F.L0/ΔL.A
E = k. L0/A
Dimana :
F = gaya pada benda (Newton)
k = konstanta bahan (Newton)
A = Luas penampang (m2)
E = Modulus elastisitas (Nm-2)
Table modulus elastisitas berbagai zat
No. Zat Modulus Elastis (N/m2)
1 Besi 100 x 10^9
2 Baja 100 x 10^9
3 Perunggu 100 x 10^9
4 Aluminium 100 x 10^9
5 Marmer 50 x 10^9
6 Granit 45 x 10^9
7 Kayu (Pinus) 10 x 10^9
8 Nilon 5 x 10^9
9 Tulang muda 15 x 10^9
10 Batu bara 14 x 10^9

34
9.3. Latihan Soal
2. Sebuah kawat yang panjangnya 2m dan luas penampang 5 mm2 ditarik gaya 10N. tentukan
besar tegangan yang terjadi pada kawat ?
5. Sebuah kawat panjangnya 100 cm ditarik dengan gaya 12 N, sehingga panjang kawat
menjadi 112 cm. tentukan regangan yang dihasilkan kawat ?
6. Seutas kawat luas penampangnya 4 mm2 ditarik oleh gaya 3,2 N sehingga kawat tersebut
mengalami pertambahan panjang sebesar 0,04 cm. jika panjang kawat pada mulanya 80 cm.
tentukan modulus young kawat tersebut ?
9.3.1. Kunci Jawaban
2. Diket : A = 5 mm2 = 5.10-4
F = 10 N
Ditanya : T ?
Jawab :
T = F/A = 10 N/5.10-4 m2 = …..???

35
BAB X
STATIKA dan DINAMIKA FLUIDA

10.1. PENDAHULUAN
10.1.1. Deskripsi Singkat
Didalam bab ini akan dibahas tentang Statika fluida dan prinsip-prinsip yang ada didalamnya
serta dinamika fluida disertai dengan penjelasan baik secara teori maupun aplikasinya.
10.1.2. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mempelajari bab ini, Anda diharapkan mampu :
r) Menjelaskan mengenai pengertian Tekanan pada Statika Fluida
s) Menjelaskan mengenai Prinsip-prinsip pada Statika Fluida
t) Menjelaskan mengenai Aliran pada Dinamika Fluida
u) Menjelaskan mengenai Persamaan Kontinuitas pada Dinamika Fluida
v) Menjelaskan mengenai Viskositas pada Dinamika Fluida
w) Menjelaskan mengenai Hukum Poiseuille pada Dinamika Fluida
x) Menjelaskan mengenai Persamaan Bernoulli pada Dinamika Fluida

10.2. PENYAJIAN
10.2.1. Uraian Materi
10.2.1.1.Tekanan pada Statika Fluida
Tekanan pada statika fluida dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu :
 Tekanan rata-rata
Tekanan rata-rata pada permukaan seluas (A) adalah gaya dibagi luas, dengan catatan
gaya tersebut berarah tegaklurus pada permukaan.
 Tekanan udara baku
Tekanan pada permukaan sebesar 1,01 x 105 Pa yang ekivalen dengan 14,7 lb/inci2.
Tekanan lain yang dipakai adalah :
Tekanan 1 atomesfer (atm) = 1,013 x 105 Pa
1 torr = 1 mm raksa (mmHg) = 133,32 Pa
1lb/in2 = 6,895 kPa
 Tekanan hidrostatik

36
Tekanan ini terjadi pada permukaan yang berisi cairan setinggi h dengan rapat massa �
adalah : P = h�g
10.2.1.2. Prinsip-prinsip pada Statika Fluida
Prinsip-prinsip pada Statika Fluida antara lain :
 Prinsip Pascal
Apabila tekanan pada fluida (cairan atau gas) dalam ruang tertutup diubah, maka
tekanan pada segenap bagian fluida berubah dalam jumlah yang sama.
 Prinsip Archimedes
Benda yang seluruhnya atau sebagian tenggelam dalam fluida mengalami gaya apung
sebesar berat fluida yang dipindahkan. Gaya apung ini dianggap bekerja dalam arah
vertical ke atas dan melalui titik pusat gravitasi fluida yang dipindahkan.
Fapung = berat fluida yang dipindahkan
10.2.1.4. Aliran (atau pelepasan) Fluida (Q)

Apabila fluida di dalam pipa mengalir dengan kecepatan rata-rata v, maka Q = Av,
dimana A adalah luas penampang pipa. Satuan Q adalah m3/s dalam SI. Q disebut kepesatan
aliran (rate of flow) atau kepesatan pelepasan (discharge rate).
10.2.1.5. Persamaan Kontinuitas
Persamaan kontinuitas akan terjadi apabila suatu fluida yang tidak dapat dimampatkan
(incompressible = rapat massanya konstan) mengalir dalam pipa dan mengisi seluruh pipa.
Misalkan sebuah penampang pipa adalah A1 di suatu tempat dan A2 di tempat lain. Karena aliran
fluida melalui A1 haruslah sama dengan aliran fluida melalui A2, sehingga berlaku persamaan :
Q = A1v1 = A2v2 = tetap
v1 dan v2 adalah kepesatan rata-rata fluida di A1 dan di A2

10.2.1.6. Viskositas (kekentalan �)


Adalah suatu ukuran besarnya tegangan geser (shear stress) yang diperlukan untuk
menghasilkan satu satuan kepesatan geser (shear rate). Satuannya adalah satuan tegangan (stress)
per satuan “kepesatan geser” atau Pa. det di dalam SI. Suatu satuan SI lainnya adalah N.det./m 2
(atau kg/m.det.) dan disebut poiseuille (P1) : 1 P1 = 1 kg/m.det = 1 Pa.det.

37
10.2.1.7. Hukum Poiseuille
Hokum poiseuille digunakan pada aliran fluida yang melalui pipa berbentuk silinder
sepanjang L dengan jari-jari penampang r . dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :
πr4 (p1 – p2)
Q=
8𝜂L

p1 – p2 adalah beda tekanan antara kedua ujung pipa

10.2.1.8. Persamaan Bernoulli


Berlaku untuk aliran stasioner fluida yang kontinu. Bisa diartikan bahwa fluida tersebut
tidak dapat dimampatkan dan tidak memiliki viskositas, sehingga berlaku persamaan :
p1 + ½ �v12 + h1�g = p2 + ½ �v22 + h2�g
𝜌1 = 𝜌2 = 𝜌 dan g percepatan gravitasi

38
BAB XI
GAS IDEAL

11.1. PENDAHULUAN
11.1.1. Deskripsi Singkat
Didalam bab ini akan dibahas tentang Gas ideal dan penerapannya
11.1.2. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mempelajari bab ini, Anda diharapkan mampu :
y) Menjelaskan mengenai pengertian Gas Ideal dan hukum gas ideal
z) Menjelaskan mengenai keadaan normal gas ideal

11.2. PENYAJIAN
11.2.1. Uraian Materi
11.2.1.1. Gas Ideal dan Hukum Gas Ideal
a) Gas Ideal
Suatu gas ideal disebut ideal jika memenuhi hokum gas ideal. Pada tekanan-tekanan rendah
sampai menengah, dan pada suhu-suhu yang tidak terlalu rendah, gas berikut ini dapat dianggap
merupakan gas ideal, yaitu : udara, nitrogen, oksigen, helium dan neon. Hampir semua gas yang
stabil secara kimia, bersifat ideal, jika keadaannya jauh dari keadaan dimana gas itu dapat
mengembun atau bahkan membeku.
Acuan yang digunakan dalam penentuan gas ideal adalah bagaimana menentukan nilai mol
gr
( /mr)
b) Hukum Gas Ideal
Hokum gas ideal terdiri dari variable tekanan absolut/mutlak p dari n kilomol gas yang
mempunyai volume V, da nada hubungannya dengan temperature mutlak T. rumusnya adalah :
pV = nRT
dimana : R = 8314 J/kmol.K dan disebut konstanta gas universal. Bila volume tersebut berisi m
kilogram gas yang mempunyai massa molekul (atau massa atomic) M, maka n = m/M.
sedangkan perbandingan yang digunakan apabila n konstan, adalah :
p1V1/T1 = p2V2/T2

39
Soal Latihan
1. Sejumlah gas oksigen pada tekanan luar 101 kPa, suhu 50C ternyata bervolume 0,0200 m3.
Berapakah volumenya bila tekanan diubah menjadi 108 kPa dan suhunya dinaikkan menjadi
300C?
2. Tekanan ukur (gauge pressure) didalam ban mobil adalah 305 kPa waktu temperaturnya
adalah 150C. setelah berjalan pada kecepatan tinggi, ban menjadi panas dan tekanannya
adalah 360 kPa. Berapakah temperature gas dalam ban?Misalkan, tekanan atmosfer (udara
luar) adalah 101 kPa.
3. Sebuah alat manometer menunjukkan tekanan luar adalah 76 cmHg, alat ukur tekanan
(manometer terbuka) menunjukkan bahwa tekanan di dalam tanki adalah 400 cmHg. Suhu
gas dalam tanki itu 90C. kalau suhu tanki, karena pemanasan sinar matahai, naik sampai
310C, sedangkan tanki itu tidak bocor, berapakah tekanan ditunjukkan manometer?
4. Sebuah tabung bervolume 30mL berisi setetes nitrogen cair bermassa 2 mg pada suhu yang
rendah sekali. Tabung kemudian ditutup rapat. Kalau tabung dipanasi sampai 200C,
berapakah tekanan nitrogen dalam tabung?nyatakan dalam atmosfer. (M untuk nitrogen = 28
kg/kmol)
5. Sebuah tangki bervolume 590 liter berisi gas oksigen pada suhu 200C dan tekanan 5 atm.
Tentukan massa oksigen dalam tangki itu. M = 32 kg/kmol untuk oksigen

40

Anda mungkin juga menyukai