Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan zaman, semakin banyak industri tekstil yang


bersaing untuk memenuhi kebutuhan konsumennya dengan cara memberikan hasil
atau produk yang terbaik. Selain memberikan manfaat, industri-indutri tekstil
tersebut juga memberikan dampak negatif berupa pencemaran lingkungan.
Pencemaran lingkungan terjadi karena adanya pengolahan limbah yang kurang
baik sehingga dapat membahayakan kesehatan bagi masyarakat yang berada di
sekitar lokasi industri tersebut.
Industri tekstil ini sering menggunakan zat warna sintetis yang digunakan
dalam proses pencelupan, dimana zat warna tersebut mempunyai struktur molekul
kompleks aromatik seperti benzena, naftalena, antrasena, toluena, dan xilena.
Pewarna yang hilang dalam proses pencelupan diperkirakan 10-15% dan dibuang
dalam bentuk limbah cair. Di daerah Bandung dari sekitar 600 industri tekstil dan
produk tekstil (TPT) di DAS Citarum, hanya 10% saja yang sudah
mengoperasikan IPAL sesuai standar. Kebanyakan industri yang menyumbang
limbah cair adalah industri dari subsektor pencelupan (dyeing) yang jumlahnya
sekitar 35 % dari seluruh usaha TPT di kawasan tersebut (Gregorius, 2011).
Limbah cair hasil buangan dari industri dapat mencemari lingkungan jika dibuang
langsung ke sungai-sungai di sekitarnya karena beracun dan mungkin bersifat
karsinogenik.
Salah satu pewarna yang digunakan pada indutri untuk memberikan warna
ungu adalah pewarna methyl violet. Pewarna methyl violet digunakan pada industri
tekstil, tinta dan percetakan (Confortin, et.al, diakses dari www.create.uwe.ac.uk).
Pemberian methyl violet pada tikus dalam jangka waktu yang lama akan
menunjukkan peningkatan tumor pada organ yang berbeda, namun pada bidang
mikrobiologi methyl violet ini berfungsi untuk mengklasifikasikan bakteri karena
dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme gram positif (Anonim, 2010,
diakses dari www.merck-chemical.com).

1
Untuk menurunkan kadar zat pewarna yang mencemari lingkungan,
diperlukan suatu cara penanganan limbah secara efektif, murah, dan tidak
beracun, serta tidak menimbulkan efek samping. Salah satu cara penanganan
limbah yang efektif adalah dengan proses adsorpsi, terutama jika adsorben yang
digunakan mudah didapat (Venckatesh, et.al, 2010: 2040).
Adsorpsi adalah pengikatan suatu partikel (adsorbat) pada permukaan
adsorben dengan melibatkan interaksi baik secara fisika maupun kimia antara
molekul adsorbat dengan adsorben. Proses adsorpsi dapat terjadi secara fisika
maupun kimia (Atkins, 1997: 437). Beberapa faktor yang mempengaruhi proses
adsorpsi antara lain luas permukaan adsorben, konsentrasi adsorbat, suhu, pH, dan
waktu kontak.
Pada beberapa penelitian, adsorben yang sering kali digunakan dalam
proses adsorpsi adalah karbon aktif, silika, perlite, zeolit, tanah liat, abu layang,
dan kayu (Yuliani H.R, 2011 : 1). Pasir vulkanik belum dimanfaatkan secara
maksimal dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Selama ini pasir vulkanik hanya
digunakan sebagai bahan material bangunan. Di Indonesia, jumlah pasir vulkanik
sangat melimpah karena banyaknya gunung berapi di Indonesia. Pasir vulkanik
diharapkan dapat digunakan sebagai adsorben karena merupakan senyawa
allophan yang dapat membentuk ikatan kompleks dengan bahan organik (Sudaryo
dan Sutjipto, 2009: 716-721).
Pasir mengandung silika, alumina, dan unsur lain seperti besi, kalsium dan
magnesium. Menurut Dermatas dan Meng (2004:74) pasir dapat digunakan untuk
reservoir minyak bumi, air, dan gas karena memiliki porositas tinggi. Pada unit
pengolahan air minum (proses penjernihan), batu pasir digunakan sebagai
saringan (filter).
Sebelum digunakan sebagai adsorben, pasir vulkanik terlebih dulu
diaktivasi menggunakan asam nitrat yang berfungsi untuk meminimalisir pengotor
sehingga dapat membuka pori-pori pada pasir vulkanik. Kunti Sri Panca Dewi I.
G.A (2009) melakukan pencucian batu pasir dengan asam nitrat untuk mengetahui
kemampuan adsorpsi batu pasir yang dilapisi ferri oksida untuk mengurangi kadar
timbal. Pencucian tersebut dilakukan untuk meminimalisir pengotor pada pasir.
2
Melimpahnya pasir vulkanik sisa erupsi Merapi belum dimanfaatkan secara
maksimal. Dengan adanya kandungan allophan pada pasir vulkanik, diharapkan
pasir vulkanik dapat digunakan sebagai alternatif adsorben. Penelitian ini akan
mempelajari beberapa parameter yang berpengaruh pada adsorpsi pasir vulkanik
terhadap pewarna methyl violet yaitu waktu kontak pasir vulkanik terhadap methyl
violet dan konsentrasi methyl violet sebagai adsorbat. Sehingga dapat mengetahui
daya adsorpsi pasir vulkanik tersebut.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat


diidentifikasikan beberapa permasalahan, yaitu:
1. Sumber pasir vulkanik.
2. Pewarna yang digunakan.
3. Jenis asam yang digunakan untuk aktivasi pasir vulkanik
4. Variasi waktu kontak pasir vulkanik dengan zat warna.
5. Variasi konsentrasi pewarna.

C. Batasan Masalah

Mengingat banyaknya hal yang terkait dengan proses adsorpsi zat warna
pada penelitian ini, maka perlu dilakukan pembatasan masalah yakni sebagai
berikut:
1. Sumber pasir vulkanik berasal dari Gunung Merapi di daerah sungai Gendol,
Cangkringan.
2. Pewarna yang digunakan dalam penelitian ini adalah pewarna merek dagang
methyl violet yang didapat dari toko kimia.
3. Jenis asam yang digunakan untuk aktivasi pasir vulkanik adalah asam nitrat
(HNO3) pekat.
4. Variasi waktu kontak pasir vulkanik dengan zat warna pada proses
perendaman methyl violet dengan pasir vulkanik adalah 5, 7, 10, 20, 30, 45,
60, 90, 150, 210, 270, dan 360 menit.
5. Variasi konsentrasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 10, 20, 30,
40, 50, 60, 70, 100, 120, dan 150 ppm.
3
D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka permasalahan pokok dalam


penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana karakter pasir vulkanik yang telah diaktivasi menggunakan asam
nitrat pekat?
2. Berapakah waktu kontak maksimum pada adsorpsi methyl violet oleh pasir
vulkanik?
3. Bagaimana daya adsorpsi pasir vukanik terhadap methyl violet dengan variasi
konsentrasi pewarna methyl violet pada waktu maksimumnya?
4. Bagaimana pola adsorpsi pasir vulkanik terhadap pewarna methyl violet?

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini mempunyai tujuan untuk:


1. Mengetahui karakter pasir vulkanik setelah diaktivasi menggunakan asam
nitrat pekat.
2. Mengetahui waktu kontak maksimum pada adsorpsi methyl violet oleh pasir
vulkanik.
3. Mengetahui daya adsorpsi pasir vulkanik dengan variasi konsentrasi pewarna
warna methyl violet pada waktu kontak maksimumnya.
4. Mengetahui pola adsorpsi pasir vulkanik terhadap pewarna methyl violet.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain:


1. Menambah wawasan keilmuan dan memberikan informasi tentang
pemanfaatan pasir vulkanik sebagai alternatif adsorben khususnya adsorben
limbah dari zat warna methyl violet.
2. Memberikan informasi tentang pemanfaatan pasir vulkanik sebagai adsorben.
3. Dapat menambah dan memperluas pandangan tentang ilmu kimia dan
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari dan dapat digunakan sebagai
landasan untuk memulai penelitian dalam bidang kimia.

Anda mungkin juga menyukai