PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Untuk menurunkan kadar zat pewarna yang mencemari lingkungan,
diperlukan suatu cara penanganan limbah secara efektif, murah, dan tidak
beracun, serta tidak menimbulkan efek samping. Salah satu cara penanganan
limbah yang efektif adalah dengan proses adsorpsi, terutama jika adsorben yang
digunakan mudah didapat (Venckatesh, et.al, 2010: 2040).
Adsorpsi adalah pengikatan suatu partikel (adsorbat) pada permukaan
adsorben dengan melibatkan interaksi baik secara fisika maupun kimia antara
molekul adsorbat dengan adsorben. Proses adsorpsi dapat terjadi secara fisika
maupun kimia (Atkins, 1997: 437). Beberapa faktor yang mempengaruhi proses
adsorpsi antara lain luas permukaan adsorben, konsentrasi adsorbat, suhu, pH, dan
waktu kontak.
Pada beberapa penelitian, adsorben yang sering kali digunakan dalam
proses adsorpsi adalah karbon aktif, silika, perlite, zeolit, tanah liat, abu layang,
dan kayu (Yuliani H.R, 2011 : 1). Pasir vulkanik belum dimanfaatkan secara
maksimal dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Selama ini pasir vulkanik hanya
digunakan sebagai bahan material bangunan. Di Indonesia, jumlah pasir vulkanik
sangat melimpah karena banyaknya gunung berapi di Indonesia. Pasir vulkanik
diharapkan dapat digunakan sebagai adsorben karena merupakan senyawa
allophan yang dapat membentuk ikatan kompleks dengan bahan organik (Sudaryo
dan Sutjipto, 2009: 716-721).
Pasir mengandung silika, alumina, dan unsur lain seperti besi, kalsium dan
magnesium. Menurut Dermatas dan Meng (2004:74) pasir dapat digunakan untuk
reservoir minyak bumi, air, dan gas karena memiliki porositas tinggi. Pada unit
pengolahan air minum (proses penjernihan), batu pasir digunakan sebagai
saringan (filter).
Sebelum digunakan sebagai adsorben, pasir vulkanik terlebih dulu
diaktivasi menggunakan asam nitrat yang berfungsi untuk meminimalisir pengotor
sehingga dapat membuka pori-pori pada pasir vulkanik. Kunti Sri Panca Dewi I.
G.A (2009) melakukan pencucian batu pasir dengan asam nitrat untuk mengetahui
kemampuan adsorpsi batu pasir yang dilapisi ferri oksida untuk mengurangi kadar
timbal. Pencucian tersebut dilakukan untuk meminimalisir pengotor pada pasir.
2
Melimpahnya pasir vulkanik sisa erupsi Merapi belum dimanfaatkan secara
maksimal. Dengan adanya kandungan allophan pada pasir vulkanik, diharapkan
pasir vulkanik dapat digunakan sebagai alternatif adsorben. Penelitian ini akan
mempelajari beberapa parameter yang berpengaruh pada adsorpsi pasir vulkanik
terhadap pewarna methyl violet yaitu waktu kontak pasir vulkanik terhadap methyl
violet dan konsentrasi methyl violet sebagai adsorbat. Sehingga dapat mengetahui
daya adsorpsi pasir vulkanik tersebut.
B. Identifikasi Masalah
C. Batasan Masalah
Mengingat banyaknya hal yang terkait dengan proses adsorpsi zat warna
pada penelitian ini, maka perlu dilakukan pembatasan masalah yakni sebagai
berikut:
1. Sumber pasir vulkanik berasal dari Gunung Merapi di daerah sungai Gendol,
Cangkringan.
2. Pewarna yang digunakan dalam penelitian ini adalah pewarna merek dagang
methyl violet yang didapat dari toko kimia.
3. Jenis asam yang digunakan untuk aktivasi pasir vulkanik adalah asam nitrat
(HNO3) pekat.
4. Variasi waktu kontak pasir vulkanik dengan zat warna pada proses
perendaman methyl violet dengan pasir vulkanik adalah 5, 7, 10, 20, 30, 45,
60, 90, 150, 210, 270, dan 360 menit.
5. Variasi konsentrasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 10, 20, 30,
40, 50, 60, 70, 100, 120, dan 150 ppm.
3
D. Rumusan Masalah
E. Tujuan Penelitian
F. Manfaat Penelitian