Anda di halaman 1dari 6

PENGARUH KONSENTRASI ADSORBEN TERHADAP UJI SERAP

MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS


Windi Riyadi
Prodi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Jl. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat 15412 Jakarta, Indonesia.

Email: windiriyadi@gmail.com

Abstrak
Abu dan pasir vulkanik adalah bahan material vulkanik jatuhan yang disemburkan ke udara saat terjadi suatu letusan.
Tanah vulkanik/tanah gunung berapi adalah tanah yang terbentuk dari lapukan materi dari letusan gunung berapi yang
subur mengandung unsur hara yang tinggi. Material yang keluar dari erupsi Merapi mengandung silika kristalin yang
bervariasi pada berbagai sampel. Beberapa kegunaan adsorben diantaranya adalah untuk memurnikan udara dan gas,
memurnikan pelarut, penghilangan bau dalam pemurnian minyak nabati dan gula, penghilangan warna produk -produk
alam dan larutan, serta untuk penjerap zat warna dalam pengolahan limbah industri tekstil. Berkembangnya industri
tersebut diikuti dengan makin tingginya kebutuhan terhadap adsorben. Pada penelitian ini adsorben dibuat dari pasir
vulkanik yang berasal dari daerah Gunung Bromo, Jawa Tengah. Penelitian ini dilakukan aktivasi kimia menggunakan
larutan NaOH dengan variasi konsentrasi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh konsentrasi adsorben dalam
uji penyerapan berbagai logam serta perubahan warna larutan uji. Uji serap pada penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan Spektrometer UV-VIS. Konsentrasi NaOH yang digunakan pada penelitian ini adalah NaOH 0,5 N,
NaOH 2 N dan NaOH 4. Pada penelitian ini didapatkan hasil terbaik yaitu pada konsentrasi 0,5 N, zat warna yang
diserap sebesar 0,032 A. Pada konsentrasi 2 N, zat warna yang diserap sebesar 0,007 A dan pada konsentrasi 4 N zat
warna yang diserap sebesar 0,005 A.
Kata Kunci: pasir vulkanik, adsorben, Uv-vis

I.

PENDAHULUAN

Abu dan pasir vulkanik adalah bahan


material vulkanik jatuhan yang disemburkan ke udara
saat terjadi suatu letusan. Abu maupun pasir vulkanik
terdiri dari batuan berukuran besar sampai berukuran
halus, yang berukuran besar biasanya jatuh di sekitar
kawah sampai radius 5-7 km dari kawah, sedangkan
yang berukuran halus dapat jatuh pada jarak mencapai
ratusan kilometer bahkan ribuan kilometer dari kawah
disebabkan oleh adanya hembusan angin (Sudaryo dan
Sutjipto, 2009).
Tanah vulkanik/tanah gunung berapi adalah
tanah yang terbentuk dari lapukan materi dari letusan

gunung berapi yang subur mengandung unsur hara


yang tinggi. Jenis tanah vulkanik dapat dijumpai di
sekitar lereng gunung berapi. Tanah yang berkembang
dari abu vulkanik umumnya dicirikan oleh kandungan
mineral liat allophan yang tinggi. Allophan adalah
aluminosilikat amorf yang dengan bahan organik
dapat membentuk ikatan kompleks (Sudaryo dan
Sutjipto, 2009).
Material yang keluar dari erupsi Merapi
mengandung silika kristalin yang bervariasi pada
berbagai sampel. Jumlah silika kristalin yang paling
banyak terdapat pada sampel yang di dalamnya
terkandung 3-6 % kristobalit (Horwell, Damby dan
Baxter, 2011). Kandungan unsur logam dalam tanah

vulkanik di daerah Cangkringan, kabupaten Sleman,


provinsi Yogyakarta untuk aluminium (Al) berkisar
antara: 1,8-5,9 %; magnesium (Mg): 1-2,4 %; silika
(Si): 2,6-28 % dan besi (Fe): 1,4-9,3 % (Sudaryo dan
Sutjipto, 2009). Kandungan mineral berlimpah yang
terdapat dalam batuan dari gunung berapi adalah
feldspar. Rumus umum feldspar alkali adalah
MAlSi3O8 dimana M adalah logam alkali, yaitu Na
(albit) atau K (ortoklas) (Awala dan Jamal, 2011).
Umumnya struktur feldspar tersusun dari
sebuah cincin yang terdiri dari empat buah struktur
tetrahedral. Kalium dan natrium feldspar mempunyai
tiga buah silikon tetrahedral dan sebuah aluminium
tetrahedral, sedangkan pada kalsium feldspar
mempunyai dua buah silikon tetrahedral dan dua buah
aluminium tetrahedral. Permukaan feldspar terdiri dari
muatan positif, yaitu ion Na+ pada albit dan ion K+
pada ortoklas; dan muatan negatif, yaitu gugus silanol
atau siloksan (Prasanphan dan Nuntiya, 2006).
Pengertian adsorpsi secara umum adalah
proses terakumulasinya atom atau molekul pada
permukaan. Zat yang mengadsorpsi disebut adsorbat,
sedangkan material tempat terakumulasinya adsorbat
disebut adsorben (Atkins, 1996:427). Adsorpsi terjadi
pada permukaan zat padat karena adanya gaya tarik
antar atom atau molekul zat padat. Energi potensial
permukaan akan turun dengan mendekatnya molekul
ke permukaan (Farrington, 1983:254). Adsorpsi
dipengaruhi oleh sifat fisika dan kimia adsorben
seperti ukuran molekul adsorbat, karakteristik
adsorbat, waktu, pengadukan, konsentrasi adsorbat,
suhu, pH dan luas permukaan adsorben. Semakin luas
permukaan adsorben maka semakin banyak adsorbat
yang teradsorpsi (Asep Saepudin, 2009).
Adsorpsi merupakan peristiwa penjerapan
suatu zat pada permukaan zat lain yang terjadi karena
adanya
ketidakseimbangan gaya tarik pada permukaan zat
tersebut (Siaka 2002). Zat yang menjerap disebut
adsorben, sedangkan zat yang tejerap disebut adsorbat.
Adsorben dapat berupa zat padat maupun zat cair.
Adsorben padat diantaranya adalah silica gel, alumina,
platina halus, selulosa, dan arang atau arang aktif.
Adsorbat dapat berupa gas dan zat cair. Adsorben
dapat digunakan di bidang industri pangan maupun
non pangan. Beberapa kegunaan adsorben diantaranya
adalah untuk memurnikan udara dan gas, memurnikan
pelarut, penghilangan bau dalam pemurnian minyak
nabati dan gula, penghilangan warna produk -produk
alam dan larutan (Lynch 1990), serta untuk penjerap
zat warna dalam pengolahan limbah industri tekstil.
Berkembangnya industri tersebut diikuti dengan
makin tingginya kebutuhan terhadap adsorben.
Demikian pula kebutuhan terhadap arang aktif sebagai
salah satu jenis adsorben juga akan terus meningkat
dan belum bisa terpenuhi secara maksimum. Untuk

mengatasi hal tersebut perlu diupayakan keragaman


sumber bahan baku adsorben sehingga dapat
mengimbangi kebutuhan industri-industri terhadap
adsorben.
Adsorpsi dapat dikelompokkan menjadi dua
(Zahrul Mufrodi, Nur Widiastuti, dan Ranny Cintia
Kardika, 2008), yaitu:
1. Adsorpsi fisik (physical adsorption), yaitu
berhubungan dengan gaya Van der Waals dan
merupakan suatu proses bolak-balik apabila daya tarik
menarik antara zat terlarut dan adsorben lebih besar
dari daya tarik menarik antara zat terlarut dengan
pelarutnya maka zat yang terlarut akan diadsorpsi pada
permukaan adsorben.
2. Adsorpsi kimia (chemical adsoption), yaitu reaksi
kimia yang terjadi antara zat padat dan zat terlarut
yang teradsorpsi.
Menurut Benefield (1982) dalam Asep Saepudin
(2009:17-18), faktor-faktor yang mempengaruhi
proses adsorpsi, antara lain:
1. Luas permukaan adsorben
Semakin luas permukaan adsorben maka semakin
banyak adsorbat yang teradsorpsi sebab semakin
banyak pula situs-situs aktif yang tersedia pada
adsorben untuk kontak dengan adsorbat. Luas
permukaan sebanding dengan jumlah situs aktif
adsorben.
2. Ukuran molekul adsorbat
Molekul yang besar akan lebih mudah teradsorpsi
daripada molekul yang kecil. Tetapi, pada difusi pori
molekul-molekul yang besar akan mengalami
kesulitan untuk teradsorpsi akibat konfigurasi molekul
yang tidak mendukung. Sehingga adanya batas ukuran
molekul adsorpsi tertentu pada setiap adsorpsi.
3. Konsentrasi adsorbat
Konsentrasi adsorbat yang tinggi akan
menghasilkan daya dorong (driving force) yang tinggi
bagi molekul adsorbat untuk masuk ke dalam situs
aktif adsorben.
4. Suhu
Karena adsorpsi merupakan proses kinetika maka
pengaturan suhu akan mempengaruhi kecepatan
proses adsorpsi.
5. pH
pH mempengaruhi terjadinya ionisasi ion
hidrogen dan ion ini sangat kuat teradsorpsi. Asam
organik lebih mudah teradsorpsi pada pH rendah
sedangkan basa organik terjadi pada pH tinggi.
6. Waktu pengadukan
Waktu pengadukan yang relatif lama akan
memberikan waktu kontak yang lebih lama terhadap
adsorben untuk berinteraksi dengan adsorbat.
Methylene blue yang memiliki rumus kimia
C16H18ClN3S, adalah senyawa hidrokarbon aromatik
yang beracun dan merupakan zat warna kationik
dengan daya adsorpsi yang sangat kuat. Pada

umumnya methylene blue digunakan sebagai pewarna


sutra, wool, tekstil, kertas, peralatan kantor dan
kosmetik. Senyawa ini berupa kristal berwarna hijau
gelap. Ketika dilarutkan, methylene blue dalam air
atau alkohol akan menghasilkan larutan berwarna biru.
Methylene blue memiliki berat molekul 319,86 gr/mol,
dengan titik lebur di 105C dan daya larut sebesar
4,36 x 104 mg/L (Endang Palupi, 2006:6). Struktur
methylene blue tertera pada Gambar 3.

interaksi antara materi dengan cahaya. Peralatan yang


digunakan
dalam
spektrofotometri
disebut
spektrofotometer. Cahaya yang dimaksud dapat
berupa cahaya visibel, UV dan inframerah, sedangkan
materi dapat berupa atom dan molekul namun yang
lebih berperan adalah elektron valensi (Mukti
Kusnanto).

II.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei


2015 di Laboratorium Kimia Pusat Laboratorium
Terpadu (PLT) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Molekul zat warna merupakan gabungan dari
zat organik tidak jenuh dengan kromofor sebagai
pembawa warna. Zat organik tidak jenuh yang
dijumpai dalam pembentukan zat warna adalah
senyawa aromatik antara lain senyawa hidrokarbon
aromatik dan turunannya, fenol dan turunannya serta
senyawa-senyawa hidrokarbon yang mengandung
nitrogen (Renita Manurung, Rosdanelli Hasibuan, dan
Irvan, 2004).
Gugus kromofor adalah gugus yang
menyebabkan molekul menjadi berwarna. Kromofor
zat warna reaktif biasanya merupakan sistem azo dan
antrakuinon dengan berat molekul relatif kecil. Daya
serap terhadap serat tidak besar. Sehingga zat warna
yang tidak bereaksi dengan serat mudah dihilangkan.
Gugus-gugus penghubung dapat mempengaruhi daya
serap dan ketahanan zat warna terhadap asam atau
basa. Gugus-gugus reaktif merupakan bagian-bagian
dari zat warna yang mudah lepas. Dengan lepasnya
gugus reaktif ini, zat warna menjadi mudah bereaksi
dengan serat kain. Pada umumnya agar reaksi dapat
berjalan dengan baik maka diperlukan penambahan
alkali atau asam sehingga mencapai pH tertentu
(Renita Manurung, Rosdanelli Hasibuan, dan Irvan,
2004).
Spektrofotometri UV-Vis adalah anggota
teknik analisis spektroskopik yang memakai sumber
REM (radiasi elektromagnetik) ultraviolet dekat (190380 nm) dan sinar tampak (380-780 nm) dengan
memakai
instrumen
spektrofotometer.
Spektrofotometri
UV-Vis
melibatkan
energi
elektronik yang cukup besar pada molekul yang
dianalisis, sehingga spektrofotometri UV-Vis lebih
banyak dipakai untuk analisis kuantitatif dibandingkan
kualitatif.
Spektrofotometri merupakan salah satu
metode dalam kimia analisis yang digunakan untuk
menentukan komposisi suatu sampel baik secara
kuantitatif dan kualitatif yang didasarkan pada

Alat dan Bahan


Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah oven, beaker gelas, labu erlenmeyer, gelas
kimia, pipet tetes, gelas ukur, tabung reaksi, rak
tabung reaksi, kristalisasi disk, kertas saring, corong,
gelas kimia, spatula, timbangan analitik, fortex, botol
semprot, kantung plastic, alumunium foil, indikator
pH dan Spektrofotometri UV-Vis.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini
terdiri dari bahan uji, bahan penguji dan bahan kimia.
Bahan uji berupa metilen blue, K2CrO4 0,01 M,
KMnO4 0,1 M, CuCl2 0,05 M dan MTB 10 ppm.
Bahan penguji pasir vulkanik yang diambil dari
Gunung Bromo pada bulan Mei 2015. Bahan kimia
yang digunakan terdiri dari aquadest, Natrium
Hidroksida (NaOH) 0,5 N, NaOH 2N dan NaOH 4N.
Cara Kerja
Pasir vulkanik dikeringkan didalam oven dengan
suhu 37oC. Pasir ditimbang sebanyak 7 gram dan
masing-masing dimasukkan kedalam gelas kimia.
Gelas kimia pertama diberi nama A dan dimasukkan
larutan NaOH 0,5 N sebanyak 50 mL. Gelas kimia
kedua diberi nama B dan dimasukkan larutan NaOH 2
N sebanyak 50 mL. Gelas kimia ketiga diberi nama C
dan dimasukkan larutan NaOH 4 N sebanyak 50 mL.
Setiap gelas kimia yang sudah berisi pasir dan larutan
NaOH ditutup dengan plastik kemudian dirapatkan
dengan alumunium foil. Didiamkan ketiga gelas kimia
berisi sampel selama 24 jam. Setelah 24 jam, adsorben
dicuci dengan menggunakan air panas dan dilakukan
pengujian pH menggunakan indicator pH. Setelah
ketiga sampel dicuci hingga pH normal yakni 7, ketiga
sampel dikeringkan dengan 73 oC selama 1,5 jam.

Untuk uji serap menggunakan berbagai larutan


uji, ditimbang terlebih dahulu sampel atau adsorban
sebanyak 2 gram dan dimasukkan kedalam 12 tabung
reaksi. Tabung reaksi ini masing-masing telah berisi
larutan uji yakni, 4 buah tabung reaksi berisi larutan
K2CrO4 0,1 M, 4 buah tabung reaksi berisi larutan
CuCl2 0,05 M, 4 buah tabung reaksi berisi larutan
metilen blue 10 ppm dan 4 buah tabung reaksi berisi
larutan KMnO4 0,01 M. Adsorban yang telah
ditimbang masing-masing dimasukkan kedalam 12
tabung reaksi yang sudah berisi larutan uji, dengan 4
tabung reaksi yang berisi larutan uji yang berbeda
sebagai larutan standar. Masing-masing tabung yang
sudah dimasukkan adsorban, dikocok menggunakan
fortex dan didiamkan selama tiga hari. Setelah itu
dilakukan uji serap masing-masing larutan
menggunakan Spektrofotometri UV-VIS dengan
panjang gelombang 660 nm.

III.

HASIL PENGAMATAN
PEMBAHASAN

DAN

Tabel I. Pengaruh Konsentrasi NaOH Terhadap


Perubahan Warna Larutan Uji
Perubahan Warna
No.

Bahan
Uji

CuCl2
0,05
M

K2CrO4
0,1 M

KMnO4
0,01 M

MTB
10
ppm

Larutan
Standar

Biru
Muda

Kuning

Ungu

Biru

Sampel
A

Biru
Muda

Kuning

Ungu

Bening

Sampel
B

Biru
Muda

Kuning

Ungu

Bening

Sampel
C

Biru
Muda

Kuning

Ungu

Bening

Pada penelitian ini digunakan abu vulkanik


yang mengandung berbagai mineral didalamnya.
Mineral-mineral ini disebut feldspar yang tersusun
dari natrium, kalium, silicon dan alumunium. Mineralmineral ini lah yang digunakan untuk menyerap
berbagai logam maupun zat warna dalam berbagai

bentuk limbah. Mineral dalam abu vulkanik ini


mampu dijadikan bahan untuk mengurangi
konsentrasi limbah dengan dilakukan aktivasi terlebih
dahulu. Dalam penelitian ini telah dilakukan aktivasi
adsorben dari abu vulkanik dengan perbedaan
konsentrasi NaOH yaitu 0,5 N, 2 N dan 4 N.
Aktivasi dengan NaOH dilakukan agar poripori permukaan mineral dapat terbuka lebih lebar
sehingga mampu menyerap berbagai zat atau logam.
Untuk mengaktivasi adsorben diperlukan konsentrasi
optimum untuk mendapatkan hasil serapan yang
bagus. Pada penelitian ini konsentrasi NaOH optimum
adalah 0,5 N. Pada konsentrasi ini zat warna pada
larutan metilen blue dapat terserap cukup banyak.
Penelitian ini berhasil menyerap banyak zat warna
pada larutan uji metilen blue dan larutan CuCl2 0,05
M. Namun pada penelitian ini hanya dilakukan uji
serap pada larutan metilen blue saja karena larutan
metilen blue memberikan perbedaan warna yang
begitu spesifik.
Pada percobaan ini didapatkan hasil yang
berbeda pada larutan metilen blue. Pada larutan uji ini,
semua warna larutan terserap atau dengan kata lain
warna biru pada metilen menjadi pudar atau bening.
Namun pada larutan uji yang lain warna tetap sama
atau hanya sedikit terjadinya penyerapan warna atau
ion logam. Dikarenakan pada larutan uji yang lain ini
tidak merubah warna serapan, sehingga pada
percobaan ini hanya dilakukan uji dengan
spektrometer uv-vis pada larutan metilen blue standar
beserta larutan metilen blue yang sudah teradsorbsi
oleh pasir vulkanik.
Pada penelitian ini dilakukan uji penyerapan
warna larutan metilen blue agar dapat diketahui
seberapa banyak zat yang warna yang diserap dengan
pengaruh konsentrasi NaOH dalam mengaktivasi
adsorben. Dan ternyata waktu kontak adsorben dengan
larutan uji atau metilen blue sangat berpengaruh. Hal
ini juga dapat mempengaruhi nilai adsorbansi yang
didapat melalui uji instrument menggunakan
spektrofotometri uv-vis. Dikarenakan untuk menguji
larutan yang telah terserap dengan spektrometer uv-vis
cukup lama, jadi waktu kontak adsorben terhadap
larutan uji pun lebih lama dari waktu kontak yang telah
ditetapkan.

Grafik I. Hubungan Konsentrasi Larutan NaOH dengan Absorbansi


0.035
0.03

Absorbansi (A)

0.025
0.02
0.015
0.01
0.005
0

0.5

1.5

2.5

3.5

4.5

Konsentrasi (N)

Berdasarkan data yang diperoleh dalam


grafik, didapatkan nilai adsorbansi tertinggi pada
adsorben yang teraktivasi oleh NaOH dengan
konsentrasi 0,5 N. Sebanyak 0,032 A larutan metilen
blue yang terserap oleh adsorben yang diaktivasi
dengan NaOH 0,5 N. Pada larutan metilen blue yang
terserap oleh Sampel B, adsorbansi yang didapatkan
sebesar 0,007 A. Sedangkan pada larutan metilen blue
yang terserap oleh Sampel C adalah sebanyak 0,005
A. Hal ini berarti semakin dikit konsentrasi NaOH
yang digunakan untuk mengaktivasi adsorben pari
vulkanik, semakin banyak zat warna yang diserap oleh
adsorben.

IV.

SIMPULAN

Pada penelitian ini adsorben yang berasal


dari pasir vulkanik hanya mampu menyerap zat warna
pada larutan metilen blue. Konsentrasi NaOH terbaik
yang digunakan dalam aktivasi kimia sebesar 0,5 N.
Pada konsentrasi NaOH 0,5 N didapatkan nilai
adsorbansi sebesar 0,032 A, konsentrasi NaOH 2 N
sebesar 0,007 A dan pada konsentrasi NaOH 4 N
sebesar 0,005 A.

DAFTAR PUSTAKA
Atkins, P.W. 1996. Kimia Fisik. Jilid 2. Jakarta:
Erlangga.
Awala, H. A. dan El Jamal, M. M.. 2011.
Equilibrium and Kinetics Study of Adsorption of
Some Dyes onto Feldspar. Journal of the
University of Chemical Technology and

Metallurgy. Vol. 46 No. 1. Hlm. 4552.Farrington, Daniels. 1983. Kimia Fisika 1.


Jakarta: Erlangga.
Fasyir, M.R. 2012. Skripsi: Adsorpsi Pewarna
Methylene Blue Menggunakan Pasir Vulkanik
Gunung Merapi. Jurusan Kimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Negeri Yogyakarta.
Horwell, Claire, Damby, David dan Baxter, Peter.
2011. A Mineralogical and Toxicological
Assessment of The Health Hazard of Ash from
The 2010 Merapi Eruption. Geophysical
Research Abstracts-EGU General Assembly
2011. Vol. 13, EGU2011-2552-3.
Lynch CT. 1990. Practical Handbook of Material
science. Ed ke-2. New York: CRC Pr.
Mukti Kusnanto. Analisis Spektroskopis UV-VIS
Penentuan Konsentrasi Permanganat (KMnO4).
Jurusan Fisika, FMIPA Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
Palupi, Endang. 2006. Degradasi Methylene Blue
Dengan Metode Fotokalisis Dan
Fotoelektrokatalisis Menggunakan Film TiO2.
Bogor: Departemen Fisika IPB.
Prasanphan, Sitthisak dan Nuntiya, Apinon. 2006.
Electrokinetic Properties of Kaolins, Sodium
Feldspar and Quartz. Chiang Mai J.Sci. Vol
33(2). Hlm. 183-190.
Renita Manurung, Rosdanelli Hasibuan dan Irvan.
2004. Perombakan Zat Warna Azo Reaktif
secara Anaerob-Aerob. e-USU Repository
2004Universitas Sumatera Utara. Hlm. 1-19.
Saepudin, Asep. 2009. Skripsi: Uji Kinerja
Adsorben Histidin-Bentonit dalam Prototipe
Kemasan Flow dan Batch terhadap Pestisida
Endosulfan dalam Air Minum. Program Studi
Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Universitas Pendidikan


Indonesia.
Siaka M, Sukadana IM, Rahayu KS. 2002. Arang
Kulit Kacang Tanah Sebagai Adsorben Alternatif
Untuk Adsorpsi Larutan Nitrat. Chemical
review: 67-73 Vol V. Universitas Udayana.
Sudaryo dan Sutjipto. 2009. Identifikasi dan
Penentuan Logam pada Tanah Vulkanik di
Daerah Cangkringan Kabupaten Sleman dengan
Metode Analisis Aktivasi Neutron Cepat.

Seminar Nasional V SDM Teknologi Nuklir


Yogyakarta, 5 November 2009. ISSN 19780176. Hlm. 715-722.
Zahrul Mufrodi, Nur Widiastuti dan Ranny Cintia
Kardika. 2008. Adsorpsi Zat Warna Tekstil
dengan Menggunakan Abu Terbang (Fly Ash)
untuk Variasi Massa Adsorben dan Suhu
Operasi. Prosiding Seminar Nasional Teknoin
2008 Bidang Teknik Kimia dan Tekstil. ISBN:
978-979-3980-15-7. Hlm. B90-B93.

Anda mungkin juga menyukai