Anda di halaman 1dari 3

Hasil Praktikum dan Pembahasan

Uji Kuantitatif DNA Tanaman


Berdasarkan hasil praktikum isolasi DNA tanaman padi (Oryza Sativa L) langkah pertama
yakni penghancuran (lisis) membran dinding sel pada daun yang digunakan, ekstraksi atau
pemisahan DNA dari bahan padat seperti selulosa dan protein, serta pemurnian DNA. Isolasi
DNA tanaman ini digunakan daun yang masih muda hal ini dikarenakan dipucuk daun dapat
menekan senyawa polifenol dan polisakarida sehingga dapat memperbesar kemungkinan
keberhasilan untuk
Tahap penghancuran sel atau jaringan memiliki beberapa cara yakni dengan cara fisik seperti
menggerus sampel daun dengan menggunakan mortar dan alu dalam nitrogen cair atau dengan
menggunakan metode freezing-thawing dan iradiasi (Giacomazzi et al, 2005). Penghancuran
bertujuan untuk merusak jaringan yang ada pada sel sehingga mempermudah bahan-bahan kimia
lain yang akan digunakan untuk masuk ke dalam organel-organel sel, dalam hal untuk
mengambil DNA. DNA yang diisolasi dari tanaman seringkali terkontaminasi oleh polisakarida
dan metabolit sekunder seperti tanin, pigmen, alkaloid dan flavonoid. Tahap pelisisan sel
ditambahkan buffer ekstraksi atau buffer CTAB sebanyak 800 µl dengan komposisinya yang
terdiri dari Tris-HCL, NaCl, EDTA, dan CTAB. Tris HCL berfungsi untuk mendenaturasi
protein. NaCl berfungsi untuk menghilangkan polisakarida dan sebagai bahan penetral pada gula
fosfat DNA (Ardiana, 2009). EDTA (Ethylene Diamine Tetraacetic Acid) berfungsi untuk
menginaktivasi enzim DNAse yang dapat mendenaturasi DNA yang diisolasi, EDTA
menginaktivasi enzim nuklease dengan cara mengikat ion Magnesium (Mg) dan Kalsium (Ca)
yang dibutuhkan sebagai kofaktor enzim DNAse (Pharmawati, 2009).
Larutan CTAB (Cetyl Trimetyl Ammonium Bromide) berfungsi untuk melisiskan dinding sel
tumbuhan yang terdapat dalam larutan sampel. Dalam tahap ekstraksi sel, sampel ditambahkan
kloroform : isoamil alkohol (24:1) atau CIAA sebanyak 1x volume sampel. Fungsi dari CIAA
yaitu untuk memisahkan DNA dari kontaminan lainnya terutama untuk mendenaturasi protein
dan memungkinkan untuk didapatkan DNA yang sangat murni, namun dengan ukuran yang
terbatas (20.000–50.000 bp) (Muladno, 2002).
Bettelheim dan Landesberg (2007) menyebutkan bahwa setelah sentrifugasi akan terbentuk 3
fase yang terpisah yakni fase organik pada lapisan bawah, protein dan debris berada pada lapisan
tengah serta DNA dan supernatan berada pada lapisan atas. Namun ada juga yang berpendapat
bahwa terbentuknya 2 fase setelah penambahan CIAA dan disentrifugasi yaitu fase cair
(supernatan) dan fase organik. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Pharmawati, (2009)
menyebutkan bahwa setelah sentrifugasi akan terbentuk 2 fase yang terpisah yakni fase organik
pada lapisan bawah dan fase aquoeus (air) pada lapisan atas sedangkan DNA dan RNA akan
berada pada fase aquoeus setelah sentrifugasi sedangkan protein yang terdenaturasi akan berada
pada interfase dan lipid akan berada pada fase organik.
Tahap presipitasi DNA dengan menambahkan etanol absolute dingin yang berfungsi untuk
presipitasi DNA, dimana DNA yang terpresipitasi akan terpisah dari residu-residu RNA
danprotein yang masih tersisa sehingga DNA terbebas dari kontaminan (Doyle, 1990). Saaat
penambahan isopropanol dingin terlihat benang-benang tipis DNA tanaman berwarna putih yang
melayang di larutan tersebut. Kedua senyawa tersebut akan mempresipitasi DNA pada fase
aquoeus sehingga DNA menggumpal membentuk struktur fiber dan terbentuk pelet setelah
dilakukan sentrifugasi. Menurut Heldt (2005) bahwa presipitasi berfungsi untuk menghilangkan
residu-residu kloroform yang berasal dari tahapan ekstraksi. Setelah itu ditambahkan etanol 70%
yang bertujuan untuk menghilangkan sisa kontaminan-kontaminan yang masih ada di larutan
DNA sehingga akan menghasilkan DNA yang murni. Penggunaan kloroform isoamil alkohol ini
memungkinkan untuk didapatkan DNA yang sangat murni, namun dengan ukuran yang terbatas
(20.000–50.000 bp). DNA kemudian diikat dari fase aquoeus dengan presipitasi isopropanol
(Muladno, 2002). Setelah proses ekstraksi, DNA yang didapat dapat dipekatkan melalui
presipitasi. Umumnya digunakan isopropanol dingin untuk mengendapkan, melekatkan dan
memisahkan DNA dari larutan.
Saat penambahan isopropanol dingin terlihat benang-benang tipis DNA tanaman berwarna
putih yang melayang di larutan tersebut. Kedua senyawa tersebut akan mempresipitasi DNA
pada fase aquoeus sehingga DNA menggumpal membentuk struktur fiber dan terbentuk pellet
setelah dilakukan sentrifugasi. Menurut Heldt (2005) bahwa presipitasi berfungsi untuk
menghilangkan residu-residu kloroform yang berasal dari tahapan ekstraksi. Residu tersebut juga
mengalami koagulasi namun tidak membentuk struktur fiber dan berada dalam bentuk presipitat
granular. Saat etanol atau isopropanol dibuang dan pellet dikeringanginkan dalam tabung, maka
pellet yang tersisa dalam tabung adalah DNA pekat. Proses presipitasi kembali dengan
isopropanol sebelum pellet dikeringanginkan dapat meningkatkan derajat kemurnian DNA yang
diisolasi (Farrel, 2004). Menurut Donata (2007) DNA murni yang dihasilkan adalah DNA yang
terbebas dari campuran material dan komponen intraseluler yang mengandung larutan kompleks
berupa RNA, protein, lemak dan karbohidrat.
Setelah itu ditambahkan 100 μL buffer TE ke dalam tabung yang berisi pelet. Menurut
Yuwono, (2008) prinsip-prinsip presipitasi antara lain pertama, menurunkan kelarutan asam
nukleat dalam air. Hal ini dikarenakan molekul air yang polar mengelilingi molekul DNA di
larutan aquoeus. Muatan dipole positif dari air berinteraksi dengan muatan negatif pada gugus
fosfodiester DNA. Interaksi ini meningkatkan kelarutan DNA dalam air. Isopropanol dapat
bercampur dengan air, namun kurang polar dibandingkan air, kemudian disimpan di dalam
freezer dengan suhu sekitar -20ºC. Menurut Ardiana, (2009) menyatakan bahwa buffer TE dan
penyimpanan suhu pada -20ºC bertujuan agar sampel DNA yang telah diekstraksi dapat
disimpan hingga waktu berminggu-minggu. Pharmawati, (2009) juga menjelaskan bahwa
pelarutan kembali dengan buffer TE juga dapat memisahkan antara RNA yang mempunyai berat
molekul lebih rendah dibandingkan DNA sehingga DNA yang didapatkan tidak terkontaminasi
oleh RNA dan DNA sangat stabil ketika disimpan dalam keadaan terpresipitasi pada suhu -20ºC.
Uji kuantitatif DNA dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai konsentrasi dan
kemurnian DNA. Hal ini sangat diperlukan untuk mengetahui derajat kontaminasi suatu sampel
dan apakah sampel tersebut baik untuk digunakan pada tahap selanjutnya, yaitu dalam analisis
karakter genetika. Oleh karena itu, dilakukan pengukuran terhadap kuantitas baik konsentrasi
maupun kemurnian DNA genom. Selain kemurnian dan konsentrasi DNA, metode ekstraksi
rusaknya DNA dan zat pengotor seperti fenol dan protein lainnya dalam sampel sangat
mempengaruhi pengukuran secara kuantitatif (Birren, 1997). Uji kuantitatif DNA dengan metode
spekrofotometri. Spektrofotometri merupakan suatu metode analisis untuk mengukur konsentrasi
suatu senyawa berdasarkan kemampuan senyawa tersebut mengabsorbsi berkas sinar atau
cahaya. Alat ini terdiri dari spektrofotometer dan fotometer. Spektrofotometer menghasilkan
sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu, sementara fotometer adalah pengukur
intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diabsorbsi (Fatchiyah 2011). Panjang gelombang
yang digunakan 260 nm sinar UV untuk pembacaan absorbansi molekul-molekul DNA, sedang
kontaminan protein atau fenol akan menyerap cahaya pada panjang gelombang 280 nm.
Kemurnian DNA dapat diukur dengan menghitung nilai absorbansi 260 nm dibagi dengan nilai
absorbansi 280 (Å260/Å280), dan nilai kemurnian DNA berkisar antara 1.8-2.0 (Fatchiyah,
2011).

Anda mungkin juga menyukai