Anda di halaman 1dari 53

LAPORAN AKHIR PENELITIAN OPSI

Biofoam Berkelanjutan Berbasis Selulosa Kulit Buah Rambutan dan Apel


Berperekat Pati Gadung (Dioscorea Hispida)

TIM PENELITI

KHAIRUL UMAM
AHDA SUBULA

Bidang Olimpiade Penelitian


Fisika Terapan dan Rekayasa (FTR)

SMA Negeri Unggul Subulussalam


Kota Subulussalam, Aceh
Tahun 2022
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana sifat fisik , mekanik, dan termal, pada
produk biofoam yang dihasilkan dan mengetahui efektifitas biofoam berbahan dasar kulit buah
rambutan dan kulit buah apel. Metode yang digunakan pad pembuatan biofoam ini yaitu dengan proses
pemanggangan (baking process). Pada penelitian ini, sintesis NSS dari kulit buah rambutan dilakukan
dengan beberapa tahapan yaitu proses delignifikasi, pemutihan, hidrolisis dengan asam sulfat dan
ultrasonikasi yang kemudian dikarakterisasi. NSS dari kulit buah rambutan yang diperoleh akan
dijadikan sebagai bahan pengisi pada biofoam. Biofoam dibuat dari campuran pati Pati Gadung
(Discorea hispida), dan pati gadung (Discorea hispida) sebagai matriks, dan dicampur dengan NSS
dari kulit buah rambutan sebagai pengisi denganperbandingan komposisi NSS dari kulit buah rambutan
0%, 1%, 3% dan 5% (b/b) serta variabel pati gadung (Discorea hispida) dengan komposisi 10%, 20%
dan 30% yang akan dicetak dengan alat pemanggang (oven) dengan kondisi operasi suhu 80 oC dan
waktu 60 menit. Biofoam yang telah dicetak kemudian diuji sifat fisik dan mekanik serta
karakteristiknya. Hasil karakterisasi serat kulit buah rambutan dan NSS dari kulit buah rambutan
menggunakan FTIR dapat diketahui bahwa tidak banyak mengalami perubahan kandungan senyawa
setelah mengalami pengecilan ukuran, NSS yang dihasilkan berbentuk seperti batang (rodlike) dengan
diameter partikel rata-rata 64,27 nm melalui karakterisasi TEM. Penambahan pengisi NSS dari kulit
buah rambutan dan konsentrasi pati gadung (Discorea hispida) mampu mempengaruhi nilai kekuatan
fisik dan mekanik biofoam. Nilai kekuatan tarik biofoam tertinggi pada perbandingan komposisi NSS
kulit buah rambutan dan pati gadung (Discorea hispida) 3%:10% sebesar 5,647 MPa. Persentase
penyerapan air dan kadar air terendah masing-masing pada perbandingan komposisi NSS dari kulit
buah rambutan-pati gadung (Discorea hispida) 1%:30% berturut-turut sebesar 21,505% dan 1,515%.
Nilai densitas terendah dari biofoam pada perbandingan komposisi NSS dari kulit buah rambutan dan
pati gadung (Discorea hispida) 0%:30% sebesar 1,022 g/cm3. Persentase kehilangan massa tertinggi
dari biofoam terjadi pada perbandingan komposisi NSS dari kulit buah rambutan dan pati gadung
(Discorea hispida) 5%:10% sebesar 60,256% dengan waktu degradasi selama 28 hari. Dari hasil
analisis SEM terhadap biofoam, dapat diketahui bahwa pada komposisi NSS dari kulit buah rambutan
dan pati gadung (Discorea hispida) 3%:30% terlihat permukaan patahan yang lebih halus dan juga
pengisi yang terdispersi secara cukup merata.

Kata kunci: biofoam, NSS dari kulit buah rambutan, pati Gadung (Discorea hispida), Gadung
(Discorea hispida).
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Styrofoam adalah salah satu jenis kemasan makanan plastik polystyrene yang sulit terurai di dalam
tanah. Sehingga, apabila digunakan secara kontinu dapat berdampak buruk bagi kesehatan manusia dan
lingkungan sekitar. Kandungan benzene dan styrene pada Styrofoam bersifat karsinogen dapat
berdampak buruk kesuburan tanah. Kandungan benzene yang dibalut lemak tidak dapat larut dalam air,
sehingga akan terjadi penumpukan zat yang akan memicu timbulnya penyakit kanker (Wirahadi 2017,
Kurniasari, dkk. 2021, Setiawan, dkk, 2022). Selain itu, penyakit lain yang dapat ditimbulkan dari
senyawa benzene adalah radang kelenjar tiroid (gondok), penyakit ini akan mengganggu sistem saraf
sehingga dapat menyebabkan beberapa gangguan seperti, kelelahan, ,meningkatnya detak jantung,
tubuh gemetaran, sulit tidur, dan mudah gelisah. Kandungan benzene juga dapat menyebabkan hilang
kesadaran bahkan kematian. Hal tersebut tentunya menunjukkan bahwa Styrofoam sangat berbahaya
bagi manusia. (Arisetuti, dkk. 2021).
Saat ini penanganan limbah Styrofoam dilakukan dengan cara dimanfaatkan sebagai alternatif
bahan baku pembuatan Batako. Batako dengan campuran limbah Styrofoam, cukup efektif dengan
efektif dengan presentase nilai efisiensi sebesar 72%. Campuran tersebut menghasilkan batako dengan
kualitas ringan sehingga sangat mendukung ketersediaan material rumah anti gempa. (Utami, dkk 2019,
Ardiatma, dkk 2019h). Selain itu upaya lainnya yang dilakukan dalam menekan jumlah limbah
Styrofoam adalah dengan menemukan alternatif pengganti Styrofoam yang ramah lingkungan. Biofoam
merupakan solusi yang ditawarkan untuk mengatasi banyaknya limbah Styrofoam tersebut. Biofoam
merupakan produk kemasan makanan yang terbuat dari beberapa campuran bahan nabati sehingga
mikroba mudah untuk menguraikan (Hevira dkk,2021).
Berdasarkan penelitian sebelumnya pembuatan biofoam terbuat dari beberapa kombinasi seperti,
bonggol pisang dan ubi, daun nanas dan ampas tebu, ampas tebu dan Whey, tepung meizena dan ampas
tebu, serta kulit jagung dan jerami (Irawan, dkk., 2018; Coniwanti, dkk., 2018; Hevira, dkk., 2021;
Bahri, dkk., 2021; Ruscahyani, 2020; Supriyono, dkk., 2021; dan Chofifa, dkk., 2021). Namun, pada
penelitian sebelumnya produk biofoam yang dihasilkan masih belum maksimal, hal tersebut disebabkan
masih ditemukan kekurangan pada aspek daya serap air, warna, tekstur permukaan dan biogredasi.
Disamping itu, penggunaan Pati Gadung (Discorea hispida), sebagai bahan perekat dalam pembuatan
produk Biofoam akan menimbulkan bau yang tidak nyaman (Aminah, 2020).
Salah satu bahan yang dapat digunakan dalam proses pembuatan biofoam adalah limbah kulit buah
rambutan dan apel. Pada kulit buah rambutan terkandung selulosa sebanyak 68% dan kulit buah apel
sebanyak 63% (Kusuma, 2014). Jumlah kandungan selulosa tersebut lebih besar dibandingkan jumlah
yang ditemukan pada ampas tebu dan kulit nanas yaitu sebesar 37,65% dan 62,90% (Coniwanti, 2018).
Kandungan selulosa yang tinggi pada limbah kulit buah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pembuatan
biofoam. Sementara itu, merurut data statistik pertanian yang dikeluarkan oleh Kementrian Pertanian
(2018) bahwa konsumsi buah rambutan pada tahun 2017 sebesar 0,782 kg perkapita/tahun. Sedangkan
buah apel, menurut data dari BPS pada tahun 2010 jumlah tanaman apel mencapai 2,6 juta pohon
dengan persentase limbah kulit apel yang dihasilkan dalam sekali pembuatan produk kripik sebesar
42,308%. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan kulit buah rambutan dan
apel masih belum maksimal, sehingga dibutuhkan upaya yang solutif dalam mengurangi limbah
tersebut.
Pada proses pembuatan biofoam dibutuhkan zat perekat berupa pati sebagai bahan pendukung
sehingga menghasilkan produk biofoam yang baik dan layak guna. Kandungan pati dapat diperoleh dari
ubi gadung, ubi gadung merupakan ubi hutan yang tidak banyak dimanfaatkan, dikarenakan ubi gadung
mengandung kandungan asam sianida (HCN) dengan indeks glikemik yang rendah. Selain itu, ubi
gadung mengandung karbohidrat yang tinggi yang didominasi oleh zat pati (Fitriani dkk, 2022).
Tingginya kandungan pati pada ubi gadung tersebut berpotensi sebagai bahan alternatif perekat
pengganti Pati Gadung (Discorea hispida), dalam pembuatan biofoam.
Berdasarkan permasalahan diatas dan dengan memperhatikan kelemahan pada penelitian
sebelumnya maka dilakukan sebuah penelitian dengan judul, “Biofoam Berkelanjutan Berbasis
Selulosa Kulit Buah Rambutan dan Apel Berperekat Pati Gadung (Dioscorea hispida)”

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang sebelumnya, adapun perumusan masalah dan pertanyaan penelitian
adalah sebagi berikut: 1). Bagaimana proses pembuatan biofoam berbahan dasar kulit buah rambutan
dan apel? 2). Bagaimana sifat fisik, mekanik, dan termal, pada produk biofoam yang dihasilkan? 3).
Bagaimana Efektifitas biofoam berbahan dasar kulit buah rambutan dan kulit buah apel?

1.3 TUJUAN PENELITIAN


Berdasarkan pertanyaan penelitian sebelumnya, adapun tujuan dari penelitian ini sebagai berikut:
1) Mengetahui Bagaimana proses pembuatan biofoam berbahan dasar limbah kulit buah rambutan dan
apel; 2). Bagaimana sifat fisik , mekanik, dan termal, pada produk biofoam yang dihasilkan; 3)
Mengetahui efektifitas biofoam berbahan dasar kulit buah rambutan dan kulit buah apel.

1.4 MANFAAT PENELITIAN


1. Manfaat Secara Teoritis
Bagi para akademisi bermanfaat sebagai referensi atau sumber acuan pada penelitian selanjutnya
yang menggunakan konsep dan dasar penelitian yang sama. Selain itu, dapat sebagai edukasi bagi
masyarakat dalam mengelola limbah buah, sebagai upaya peduli lingkungan.
2. Manfaat Praktis
Hasil akhir dari penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai produk alami pengganti sytrofoam dalam
menekan angka peningkatan limbah, selain itu penelitian yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai
referensi dalam melakukan proses pembuatan produk serupa.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 STYROFOAM
Styrofoam atau expanded polystyrene merupakan salah satu pilihan kemasan yang popular
dikalangan masyarakat Indonesia. Berat jenis Styrofoam bisa mencapai 1.050 kg/m3 dengan modulus
lentur mencapai 3 GN/m3, modulus geser mencapai 0.99 GN/m2 dan kuat Tarik mencapai 40 MN/m3.
Styrofoam dengan bentuk granular memiliki berat satuan sangat kecil yaitu berkisar antara 13-16 kg/m3.
Styrofoam ditemukan oleh Dr. Stasky dan Dr. Gaeth pada tahun 1980 di Jerman dan telah dipatenkan
oleh BASF dengan nama Styrofoam yang merupakan sebuah monomer, sebuah hidrokarbon cair yang
dibuat secara komersial dari minyak bumi. (Arisetuti, dkk, 2021, Hasyim dan Kartikasari, 2020).
Styrofoam memiliki beberapa kelebihan, yaitu mempunyai sifat yang tidak mudah rusak, tidak
mengalami korosi, harga yang murah, dan dapat mempertahankan bentuknya saat dipegang, juga dapat
mempertahankan kondisi makanan saat panas maupun dingin (Al Mukminah, 2019). Hal tersebut
menjadikan Styrofoam dapat ditemui dimana saja, mulai dari restoran kelas atas, restoran warabala kelas
dunia, restoran fast food, food court, hingga penjual makanan pinggir jalan (Arisetuti, dkk. 2021).
Namun, disamping itu Styrofoam memiliki kekurangan yang dapat berdampak buruk bagi kesehatan
manusia dan lingkungan. Hal tersebut selaras dengan pernyataan Irawan, dkk (2018) dan Nurfitasari
(2018) bahwa kandungan polistyrena sebesar 90-95% yang bersifat racun menjadikan Styrofoam
berbahaya bagi lingkungan dan Kesehatan. Adapun dampak negatif bagi kesehatan adalah dapat
menyebabkan kerusakan pada sistem saraf pada otak

Selain itu, keberadaan limbah Styrofoam juga menjadi kajian yang serius, berdasarkan data yang
dihimpun oleh The Environmental Protection Agency (EPA) Amerika, menujukkan bahwa Styrofoam
menghasilkan limbah sebanyak 2,6 juta ton, dan menjadi penghasil limbah ke lima berdasarkan hasil
sampingan pada proses pembuatannya (Adiyar, dkk., 2019). Sedangkan menurut data yang dilansir pada
media daring BBC Indonesia, Muhammad Reza Cordova dan Intan Suci Nurhati (ilmuan LIPI)
menyebutkan bahwa 59% limbah plastik yang ditemukan mengalir pada teluk Jakarta merupakan jenis
Styrofoam berbentuk wadah makanan.
2.2 RAMBUTAN
Rambutan (Nephilium lappaceum) adalah salah satu tanaman khas Indonesia banyak dikonsumsi
masyarakat Indonesia. Tiap jenis dari buah rambutan memiliki karakteristik fisik dan kimia yang
beragam sehingga membuat jumlah kandungan yang terdapat didalamnya juga beragam. Karakteristik
morfologi siap panen ditandai dengan perubahan warna kulit buah rambutan dari warna hijau ke warna
merah segar (Nasution, dkk, 2018). Menurut data statistik pertanian yang di keluarkan oleh menteri
pertanian (2018) total jumlah produksi rambutan di Indonesia sebesar 523.699 ton. Dari data tersebut
dapat kita simpulkan bahwa potensi rambutan di Indonesia sangat besar dan harus di manfaatkan secara
maksimal. Fakta yang terjadi dilapangan menunjukkan bahwa kebiasaan masyarakata hanya
mengkonsumsi daging buahnya saja, dan membuang kulit buah rambutan begitu saja.
Berdasarkan masalah tersebut maka beberapa peneliti melakukan inovasi dengan memanfaatkan
kulit buah rambutan menjadi sebuah produk yang bermanfaat. Salah satu potensi yang dimiliki oleh
kulit buah rambutan adalah dapat dijadikan sebagai olahan makanan dan minuman, seperti manisan,
teh, dan minuman herbal, yang bermanfaat bagi peningkatan ekonomi masyarakat (Melati, dkk., 2019;
Ramadhan dan Kholid, 2019; Anggara, dkk., 2019; dan Sunaryo, 2021). Selain untuk dikonsumsi, kulit
buah rambutan juga dapat dimanfaatkan sebagai gel tabir surya. Berdasarkan penelitian sebelumnya,
yang dilakukan oleh Aji, dkk. (2020) menunjukkan hasil yang positif dengan nilai SPF yang paling
besar terdapat pada konsentrasi 20%. Tidak hanya sebagai bahan yang dapat dikonsumsi, Kulit buah
rambutan dan kulit buah apel dapat dimanfaatkan sebagai adsorben logam Timbal (Pb), Zink (Zn) dan
Tembaga (Cu) (Setiawan, dkk., 2018; dan Almuchty, dkk., 2020)
2.3 APEL
Apel (Malus domestica) merupakan jenis buah buahan yang berasal dari Asia barat yang beriklim
tropis. Sehingga buah apel banyak tumbuh di daerah Indonesia. Menurut data da ri BPS bahwa jumlah
produksi tanaman apel tahun 2016 mencapai 542.106. Buah apel dapat di konsumsi secara langsung,
atau diolah menjadi buah kaleng, manisan apel, sirup, selai, jus, dan sari buah. Buangan dari proses
pengolahan buah apel berupa kulit dan ampas, selama ini hanya digunakan sebagai bahan pembuatan
pakan ternak, pemupukan makanan, dan anti oksidan alami (Pertiwi, dkk, 2016). Menurut data dari BPS
pada tahun 2010 jumlah tanaman apel mencapai 2,6 juta pohon dengan persentase limbah kulit apel
yang dihasilkan dalam sekali pembuatan produk kripik sebesar 42,308%.
Pada umumnya Apel hanya dimanfaatkan daging buahnya, sementara kulit buah terbuang begitu
saja. Melihat kondisi tersebut maka peneliti sebelumnya, Arifah dan Aprilia (2019) melakukan
pengembangan dengan memanfaatkan kulit buah apel sebagai pengobatan asma. Kandungan quercetin
dapat meminimalisir penyakit asma. Pada penelitian Khasanah (2019) dilakukan sebuah inovasi
pemanfaatan kulit buah apel menjadi nata, dengan variabel bebas berupa gula dengan variasi
konsentrasi sebesar 5%, 7,5%, 10% dan konsentrasi ekstrak kecambah sebesar 40%, 50%, dan 60%.
Sementara pada penelitian Oktaviananta (2018) kulit buah apel dimanfaatkan dengan mengambil
pigmen pada kulit sebagai pigmen alami pada Jelly drink. Tepung kulit apel dimanfaatkan oleh Chandra
(2018) sebagai bahan dasar pembuatan biskuit dengan perbandingan tepung terigu sebesar 30:70, 50:50
dan 70:30.

2.4 BIOFOAM
Biofoam atau biodegradable foam merupakan kemasan alternatif pengganti Styrofoam, Biofoam
juga menggunakan bahan baku yang dapat diperbaharui dan dapat terurai secara alami yakni bahan
baku yang mengandung pati, selulosa dan tambahan serat untuk memperkokoh strukturnya, jadi dengan
demikian kemasan ini tidak hanya bersifat biodegradable (dapat terurai) tetapi juga renewable (dapat
diperbaharui) (Bahri, dkk, 2021). Salah satu teknologi yang sering digunakan dalam membuat biofoam
adalah dengan cara thermopressing yang bisa menekan dan memanaskan bahan secara bersamaan.
Secara umum pemilihan bahan baku untuk membuat biofoam dilihat dari segi sifat fisik dan mekanisme
biofoam yang tidak jauh berbeda dengan Styrofoam komersial (Ritonga, 2019).
Pada penelitian terdahulu telah dilakukan pengembangan bahan alami menjadi bahan dasar
pembuatan biofoam. Bahan alami yang dimaksud berasal dari tumbuhan yang selanjutnya disintesis
sehingga diperoleh biodegradable foam. Bahan yang digunakan pada penelitian sebelumnya berupa
bonggol pisang dan ubi nagara (Irawan, dk., 2018), NaOH terkombinasi dengan serat nanas dan ampas
tebu (Coniwanti, dkk., 2018), komposit serbuk keladi dengan PATI GADUNG (DISCOREA HISPIDA),
c (Ritonga, 2019), sorgum dengan daun kering manga (Adiyar, dkk., 2019), selulosa dengan tepung
tapioka (Akmala dan Supriyo, 2020), ampas tebu dan maizena (Bahri, dkk., 2021), kulit singkong dan
daun angsana (Putri, dkk.,2021), limbah Jerami (Chofifa, dkk., 2021; Supriyono, dkk., 2021).
2.5 UBI GADUNG
Ubi gadung adalah salah satu jenis umbi umbian yang belum banyak di kenal dan manfaatkan
masyarakat. Ubi gadung termasuk golongan tanaman tropis yang tersebar di berbagai negara terutama
daratan india sampai asia tenggara, sehingga banyak di temukan di Indonesia (Fitriani, dkk, 2018). Ubi
gadung memiliki bentuk batang yang bulat, berbulu, dan berduri. Adapun umbinya berbentuk bulat
diliputi rambut akar yang besar dan kaku. Kulit dari umbi dari ubi gadung berwarna cokelat dan
dagingnya bewarna putih atau kuning. Ubi gadung memiliki kandungan pati yang tinggi, sekitar
38,80%. Selain itu, ubi gading juga memiliki kandungan asam sianida (HCN) (Fitriani, dkk, 2022).
Disamping kandungan asam sianida yang terdapat pada umbi gadung, ternyata bahan tersebut
masih dapat dimanfaatkan. Penelitian sebelumnya melakukan inovasi dengan memanfaatkan pati
gadung sebagai produk yang dapat dikonsumsi seperti gula cair, bahan pembuatan kue kering, dan
bahan substitusi untuk pembuatan cake (Fitriani, dkk., 2018; Periawan, dkk., 2019; Putri dan Mayasari,
2020). Selain untuk bahan yang dapat dikonsumsi, pati gadung juga dimanfaatkan sebagai produk
pendukung pertanian seperti penggunaan pati sebagai bahan koagulasi lateks karet alam, dan
penggunaan umbi gadung sebagai pengendali tikus (Lestari, dkk., 2018; Airlangga, dkk., 2020)
BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN


Penelitian ini dimulai pada 19 Mei 2022 dan direncanakan selama 3 bulan (selesai pada bulan
Agustus 2022) yang meliputi survei lokasi penelitian, wawancara kepada informan, penyebaran
kuesioner, dan penulisan laporan penelitian. Pengambilan data dilakukan di Pasar Buah kota
Subulussalam. Kegiatan yang telah dilakukan dan rencana penelitian yang akan dilakukan, dapat dilihat
pada tabel sebagai berikut:
Tabel 3.1 Timeline Kegiatan Penelitian yang Telah Dilaksanakan

No Waktu Tempat Kegiatan


Pasar Buah Kota
1 Mei 2022 Penemuan dan Pembahasan Masalah
Subulussalam
Club Sains SMANUSA
3 Mei 2022 Perancangan Metodologi Penelitian
(CS2)
Club Sains SMANUSA
4 Mei 2022 Pengkajian Teori dan Studi Literatur
(CS2)
Club Sains SMANUSA
5 Mei 2022 Penulisan Proposal Penelitian
(CS2)

Tabel 3.2 Timeline Rencana Kegiatan Penelitian

No Waktu Tempat Kegiatan


Club Sains SMANUSA
1 Juni 2022 Penyusunan Instrumen Penelitian
(CS2)
2 Juli 2022 Laboratorium Pengumpulan Data
Fisika USU
Club Sains SMANUSA
3 Juli 2022 Pengolahan Data
(CS2)
Club Sains SMANUSA
4 Juli 2022 Analisis Data
(CS2)
Club Sains SMANUSA
5 Agustus 2022 Penulisan Laporan Akhir
(CS2)
Tabel 3.3 Skala Timeline Kegiatan Penelitian

No Kegiatan Tahun 2022


Mei Juni Juli Agustus September Oktober
1 Pengajuan Judul
2 Penyusunan Proposal
3 Penyusunan
instrumen Penelitian
4 Pengumpulan Data
5 Pengolahan Data
6 Analisis Data
7 Penulisan Laporan Akhir
3.2 SUMBER DATA, ALAT, DAN BAHAN
Data dalam penelitian ini dihimpun melalui studi literatur, sumber bacaan berupa jurnal, dan
beberapa referensi terkait yang digunakan sebagai acuan dalam melakukan penelitian. Selain itu
terdapat data primer yang diperoleh melalui observasi. Dalam proses pembuatan biofoam mengacu dan
mengadaptasi pada penelitian Ritonga (2019) dan Sipahutar (2020)
3.2.1. Alat dan Bahan
Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian diuraikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:
Tabel 3.4 Alat dan Bahan

No Nama alat Jumlah No Nama bahan Jumlah


1 Alat tulis 1 set 1 Kulit Rambutan Secukupnya
2 Thermopress 1 buah 2 Kulit Apel Secukupnya
3 Blender 1 set 3 Sarung tangan (glove) 3 set
4 Ayakan 100 mesh 1 buah 4 Asam Asetat 2% 1 Liter
5 Beaker Glass 1 set 5 Etanol 98% 1 liter
6 Neraca Digital 1 buah
7 Oven 1 buah
8 Mixer 1 buah
9 Cetakan Sampel 1 set
10 Ultimate Tensile Machine 1 set
11 Jangka Sorong 1 buah
12 DSC 1 buah
13 FTIR 1 buah
14 Hidraulik Hot Press 1 set

3.2.2. Langkah-langkah penelitian


Penelitian dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut: 1) Dilakukan observasi
dalam menghimpun data; 2) Seluruh alat dan bahan disiapkan; 3) Dilakukan preparasi serbuk kulit buah
rambutan dan apel; 4) Dilakukan pembuatan biofoam; 5) Dilakukan pengujian sifat fisik, mekanik dan
termal; 6) Dianalisis data yang telah diperoleh; 7) Dinterpretasikan data yang telah dianalisis; 8) Dibuat
laporan akhir
3.3 METODE PEMROLEHAN DATA
Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh melalui beberapa tahap yaitu, kajian
literatur, observasi, dan eksperimen. Lebih jelasnya diuraikan sebagai berikut
3.3.1. Kajian literatur
Kajian literatur merupakan tindakan menganalisis beberapa referensi hingga diperoleh poin-poin
yang diharapkan. Dalam penelitian ini kajian literatur dilakukan dengan menganalisis jurnal terkait,
buku dan referensi lainnya. Hal tersebut ditujukan untuk memperkaya keabsahan dan kevalidan sebuah
karya. Referensi yang digunakan merupakan penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti
dengan tetap memperhatikan kaidah etika penulisan ilmiah. Referensi yang digunakan menjadi
landasan yang mendukung penelitian yang akan dilakukan.
3.3.2. Eksperimen
Eksperimen merupakan kegiatan mencari jawaban dari sebuah kasus dengan langkah-langkah
ilmiah. Eksperimen dilakukan di laboratorium Fisika Universitas Sumatera Utara (USU) dengan
melakukan pembuatan biofoam kemudian dialakukan pengujian densitas, daya serap air, sifat
biodegradasi, kuat tarik, modulus elastisitas dan pengujian sifat termal produk.
3.3.3. Dokumentasi
Kegiatan dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data melalui gambar dan catatan peneliti
berupa informasi yang selanjutnya akan digunakan sebagai data. Pada penelitian ini peneliti melakukan
pengambilan gambar produk yang telah dibuat, dan menyalin gambar dari alat FITR. Pengambilan
gambar menggunakan kamera handphone peneliti yang dibawa saat melakukan pengambilan gambar
di laboratorium Fisika Universitas Sumatera Utara (USU).

3.4 METODE PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA


Data yang telah dikumpulkan selanjutnya akan dianalisis berdasarkan metode yang sesuai dengan
pendekatan yang digunakan dalam penelitian. Pengolahan data dilakukan dengan mengelompokkan
data yang diperoleh, dalam penelitian ini data dikelompokkan dalam tiga kategori. Kategori pertama
adalah analisis sifat fisis Biofoam. Ketegori kedua adalah analisis sifat mekanik. Kemudian yang
terakhir adalah analisis sifat termal biofoam. Selanjutnya data-data yang telah diperoleh akan dianalisis
berdasarkan data yang telah dikelompokkan, metode analisis data dijelaskan sebagai berikut:
3.4.1. Analisis Sifat Fisis
Analisis sifat fisis yang dilakukan mengacu pada penelitian Ritonga (2019) terdapat beberapa
karakteristik yang dianalisis pada bagian ini, seperti densitas, daya serap air, sifat biodegradable dan
gugus fungsi. Adapun setiap analisis tersebut lebih jelasnya diuraikan sebagai berikut:
3.4.1.1. Densitas
Densitas merupakan pengukuran massa benda per unit volume. Semakin tinggi massa jenis benda
maka massa volume juga semakin besar. Pengujian densitas mengacu pada penelitian Ritonga (2019)
yaitu berdasarkan ASTM D 792-08. Adapun pengukuran densitas dihitung dengan persamaan dibawah
ini:
𝑀𝑘
ρ= (3.1)
𝑉
3.4.1.2. Daya Serap Air
Daya serap air adalah kemampuan biofoam dalam menyerap air. Semakin tinggi daya serap air
yang terjadi maka jumlah pori-pori pada biofoam juga semakin banyak. Pengujian daya serap air
mengacu pada penelitian Ritonga (2019) yaitu berdasarkan ASTM E 96, dan SNI sebesar 26,12%.
Untuk mengukur kemampuan daya serap oleh biofoam dilakukan menggunakan persamaan dibawah
ini:

𝑚𝑏 −𝑚𝑘
𝐷𝑆𝐴 = (3.2)
𝑚𝑘
Keterangan: DSA: Daya serap air (%), mk : massa sampel sebelum perendaman (gr), m b: massa sampel
setelah perendaman (gr)
3.4.1.3. Sifat Biodegredable
Sifat biodegradable merupakan kemampuan sebuah biofoam dalam terdegradasi yang disebabkan
oleh aktivitas mikroba yang terdapat di tanah maupun diperairan. Pengujian sifat biodegradasi sampel
mengacu pada penelitian Ritonga (2019) yaitu berdasarkan EN13432. Pengujian dilakukan dengan
menggunakan persamaan dibawah ini:
1. Persen pengurangan massa
𝑚𝑖 −𝑚𝑘
% 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑟𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 = × 100% (3.3)
𝑚𝑘
Keterangan: mi: massa sebelum proses biodegradasi, mk: massa setelah biodegradasi
2. Persen Degradasi
% 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑟𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎
% 𝐷𝑒𝑔𝑟𝑎𝑑𝑎𝑠𝑖 = (3.4)
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑏𝑢𝑟𝑎𝑛

3.4.2. Analisis Sifat Mekanik


Sifat mekanik merupakan penggabungan antara kekuatan yang tinggi dan nilai elastisitas yang
baik. Hal tersebut disebabkan karena adanya dua ikatan polimer yang tergabung antara ikatan atom
yang kuat dan interaksi antara rantai polimer yang rendah. Pada analisis sifat mekanik dilakukan analisis
pada uji kuat tarik, modulus elatsisitas
3.4.2.1. Kekuatan tarik
Kekuatan tarik adalah kemampuan sebuah benda dalam menerima gaya tarik suatu benda tanpa
benda tersebut menjadi rusak atau putus. Pengujian kuat tarik sampel mengacu pada penelitian Ritonga
(2019) yaitu berdasarkan ASTM D882 dan SNI 29,16%. Untuk melakukan pengujian kekuatan tarik
dilakukan dengan menggunakan persamaan (Arini, 2017) dibawah ini:
𝐹𝑚𝑎𝑘𝑠
σ= (3.5)
𝐴0
Keterangan: σ: kekuatan taik bahan (N.m-2), Fmaks: tegangan maksimum (N), dan A0: luas penampang
awal
3.4.2.2. Modulus Elastisitas
Modulus elastisitas adalah kemampuan sebuah benda dalam menahan deformasi elastik. Semakin
besar nilai modulus sebuah benda maka semakin kecil renggangan eslatik yang dihasilkan. Pengujian
modulus elastisitas sampel mengacu pada penelitian Ritonga (2019) yaitu berdasarkan ASTM D 882-
97. Untuk melakukan pengukuran modulus elastis maka dilakukan dengan persamaan dibawah ini:
𝜎
𝐸= (3.6)
𝜀
Keterangan: E: modulus elastisitas (N.m-2), σ: tegangan (N.m-2), dan 𝜀: renggangan
3.4.3. Analisis Sifat Termal
Analis sifat termal dilakukan dengan menggunakan Teknik DSC (Differential Scanning
Calorimetry). DSC merupakan Teknik pengukuran jumlah energi yang diserap atau diemisikan oleh
sebuah produk penelitian sebagai fungsi suhu atau waktu.
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Karakterisasi Nanoserat Selulosa (Nss) Dari Kulit Buah Rambutan Sebagai Pengisi

4.1.1. Karakterisasi Nanoserat Selulosa (NSS) Dari Kulit Buah Rambutan Menggunakan
Transmission Electron Microscope (TEM)

Karakterisasi NSS dari Kulit Buah Rambutan yang telah dihasilkan, diperoleh melalui beberapa
tahapan proses diantaranya yaitu delignifikasi, pemutihan, hidrolisis dengan asam sulfat dan
ultrasonikasi. Hasil karakterisasi NSS dari Kulit Buah Rambutan yang diuji dengan menggunakan TEM
dapat dilihat pada Gambar 4.1 di bawah ini:

67,53 nm

66,22 nm

59,06 nm

Gambar 4.1 Karakterisasi NSS Dari Kulit Buah Rambutan Menggunakan TEM
Transmission Electron Microscope (TEM) dengan perbesaran pembacaan 100 nm. TEM cocok
digunakan untuk pengukuran sampel dalam material padat pada resolusi atomik. Informasi struktural
diperoleh dengan pengukuran resolusi tinggi dan difraksi elektron. Ketika elektron ditumbukkan pada
sebuah permukaan material, dari permukaan tersebut akan dipancarkan elektron. Melalui pancaran
elektron ini bisa diketahui bentuk dan ukuran dari permukaan zat (Julianto dkk., 2017).
Pada penelitian ini, ukuran awal dari sampel Kulit Buah Rambutan yang digunakan yaitu Kulit
Buah Rambutan berukuran 74 μm (lolos pada ayakan mesh 200). Ukuran NSS dari Kulit Buah
Rambutan yang dihasilkan memiliki rentang 59,06 - 67,53 nm dengan 3 titik NSS tersebar yaitu 59,06
nm, 66,02 nm dan 67,53 nm, sehingga rata-rata ukuran NSS yang dihasilkan sebesar 64,27 nm. Sampel
yang diukur dengan menggunakan TEM ini telah memenuhi kriteria suatu serat berukuran nano yang
memiliki syarat panjang serat primernya kurang dari 100 nm. Partikel serat primer tersebut dapat
berbentuk bola, batang atau tabung, atau berbentuk acak (Masakke dkk., 2014).
Delignifikasi merupakan proses yang bertujuan untuk melarutkan komponen lain dari Kulit
Buah Rambutan selain selulosa. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kandungan selulosa dan
menurunkan kandungan hemiselulosa sertalignin yang terdapat pada NSS dari Kulit Buah Rambutan
(Lismeri dkk., 2018). Pada penelitian ini, delignifikasi menggunakan NaOH 12% (b/v) pada suhu yang
dijaga 90 – 95 oC selama 3 jam. Melalui proses delignifikasi, komponen seperti hemiselulosa, lignin,
holoselulosa, dan komponen lain dapat larut. NaOH dipilih karena lignin lebih larut dalam kondisi
alkali sedangkan selulosa tidak.Konsentrasi NaOH yang digunakan pada proses delignifikasi tidak
boleh melebihi 17% karena selulosa akan mengalami perubahan struktur yang sangat berbeda dari
aslinya pada konsentrasi NaOH 15 - 20% (Dewanti, 2018).
Selulosa yang diperoleh masih berwarna cokelat gelap karena masih mengandung pigmen dan
sisa lignin yang masih terikut dalam selulosa. Untuk menghilangkan pigmen dan sisa lignin, maka
dilakukan proses lanjutan yaitu proses pemutihan dengan hidrogen peroksida (H2O2). H2O2 yang
digunakan adalah larutan H2O2 10% (b/v). Pemutihan dilakukan dengan pemanasan pada suhu 85 – 90
o
C selama 90 menit. Pemutihan pada waktu kurang dari 90 menit akan menghasilkan tingkat kecerahan
selulosa yang masih rendah, akan tetapi ketika pemutihan lebih dari 90 menit, tingkat kecerahan
selulosa cenderung konstan. Sehingga, waktu 90 menit dipilih karena kondisinya paling optimum.
Begitu pula suhu yang digunakan untuk pemutihan, suhu optimum adalah 80 oC (Dewanti, 2018).
Setelah selesai proses pemutihan, didapatkan nanoserat selulosa yang berwarna kekuningan dari warna
awal Kulit Buah Rambutan cokelat pekat kehitaman.
Proses hidrolisis asam bertujuan untuk memecah bagian amorfus dari selulosa sehingga
mereduksi ukuran serat. Proses ini menggunakan larutan H 2SO4 64% atau yang dinamakan dengan
proses hidrolisis asam selama 45 menit dengan temperatur 40oC. Ketika asam sulfat berdifusi ke dalam
serat terjadi pemisahan ikatan glikosidik sehingga terjadi pemisahan fibril pada selulosa. Kondisi ini
harus dijaga agar tidak terjadi hidrolisis sempurna glukosa (Julianto dkk., 2017).
Proses utrasonikasi merupakan proses mekanik dengan daya osilasi yang digunakan untuk
menghasilkan nanoserat selulosa melalui gaya hidrodinamik dari alat ultrasonic bath (Khalil dkk.,
2014). Pada awal proses ultrasonikasi, rantai selulosa pada umumnya hanya mengalami peregangan
ikatan dan medium belum terpisah dengan baik. Semakin lama waktu ultrasonikasi, pemutusan rantai
dan dispersi material menjadi semakin sempurna dengan terbentuknya ukuran partikel yang semakin
kecil (Lismeri dkk., 2018). Pada penelitian ini digunakan kondisi ultrasonikasi selama 90 menit pada
suhu 70 oC.
Struktur morfologi NSS yang diperoleh dari hasil pembacaan pada Gambar 4.1 berbentuk
seperti batang (rodlike) yang sebagian besar masih mengalami tumpang tindih (overlapping) dan
membentuk gumpalan (aglomerasi). Terlihat dari struktur NSS yang kurang menyebar secara merata
dalam membentuk serat tunggal. Hal ini umum terjadi disebabkan karena beberapa hal seperti proses
hidrolisis asam yang kurang sempurna dan tanpa disertai dengan proses electrospinning (Muhaimin
dkk., 2014).
Ukuran nanoserat selulosa biasanya diukur dalam satuan nanometer (1 nm setara dengan 10-9
m) dan itu meliputi sistem yang ukurannya di atas dimensi molekuler dan di bawah dimensi
makroskopik (biasanya > 1 nm dan <100 nm) (Khalil dkk., 2014). Sehingga pengisi NSS Kulit Buah
Rambutan dapat diklasifikasikan sebagai serat pengisi berukuran nanometer.
4.2. Karakterisasi Kulit Buah Rambutan Menggunakan Fourier Transform Infra Red (FTIR)
Tujuan karakterisasi Fourier Transform Infra Red (FTIR) serat dan nanoserat selulosa dari
Kulit Buah Rambutan ini adalah untuk melihat gugus fungsi dan perubahan gugus fungsi dari bahan
ataupun senyawa yang digunakan. Serat awal Kulit Buah Rambutan berukuran 74 μm (lolos pada
ayakan mesh 200) dan nanoserat selulosa Kulit Buah Rambutan berukuran 64,27 nm. Pada pembahasan
ini, dilakukan pengujian FTIR dan perbandingan hasil uji antara serat Kulit Buah Rambutan dengan
nanoserat selulosaKulit Buah Rambutan untuk melihat gugus fungsi yang muncul atau hilang dari
senyawa- senyawa tersebut. Karakteristik FTIR dari serat dan nanoserat selulosa Kulit Buah Rambutan
dapat dilihat pada Gambar 4.2 di bawah ini.

Serat Ampas Teh


Nanoserat Selulosa Ampas Teh

1031,5 1028,5

Bilangan Gelombang (cm-1)


Gambar 4.2 Karakterisasi Kulit Buah Rambutan Menggunakan Fourier Transform Infra Red

Dari Gambar 4.2 terlihat bahwa terdapat beberapa puncak serapan (peak) kunci yang dapat
mengindikasikan suatu gugus sebagai ciri khusus dari sebuah senyawa. Dari hasil uji FTIR yang
dilakukan pada pengisi NSS dari Kulit Buah Rambutan menunjukkan puncak serapan yang diperoleh
mengidentifikasi keberadaan gugus fungsi khas dari kandungan serat Kulit Buah Rambutan pada
umumnya berupa unsur karbon (C) dan hidrogen (H) yang merupakan senyawa umum dari Kulit Buah
Rambutan (Cavdar dkk., 2011). Dari hasil yang diperoleh dapat disampaikan bahan pengisi NSS dari
Kulit Buah Rambutan tidak banyak mengalami perubahan kandungan senyawa setelah mengalami
pengecilan ukuran, yang ditandai dengan masih teridentifikasinya gugus senyawa dari Kulit Buah
Rambutan berupa regang molekul OH (stretching) serat Kulit Buah Rambutan dan NSS dari Kulit Buah
Rambutan dengan bilangan gelombang berturut-turut 3335,35 cm-1 dan 3325,47 cm-1, H-C alifatik
(stretching) serat Kulit Buah Rambutan dan NSS dari Kulit Buah Rambutan dengan bilangan
gelombang berturut-turut 2916,36 cm-1 dan 2915,37 cm-1, regangmolekul C-O (stretching) NSS dari
Kulit Buah Rambutan dengan bilangan gelombang 1622,50 cm-1 serta regang molekul C-O (bending)
serat Kulit Buah Rambutan dan NSS dari Kulit Buah Rambutan dengan bilangan gelombang berturut-
turut 1031,50 cm-1 dan 1028,50 cm-1 (Baldemir dkk., 2017).

4.3. KARAKTERISASI BIODEGRADABLE FOAM


4.3.1. Karakterisasi Morfologi Biofoam Dengan Menggunakan Scanning Electron Microscopy
(SEM)
Karakterisasi biofoam dengan menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM) dilakukan
untuk melihat struktur morfologi dan mengetahui interaksi yang terjadi antara bahan pengisi dan
matriks pada bagian putus dari biofoam. Karakterisasi SEM dari biofoam tanpa pengisi dan biofoam
berpengisi NSS dari Kulit Buah Rambutan dapat dilihat pada Gambar 4.3 (a) dan (b):
Mg Stearat

(a)

Mg Stearat

NSS

(b)
Gambar 4.3 Karakterisasi Morfologi Biofoam (a) Tanpa Pengisi dan (b) Dengan
Pengisi 30% NSS Dari Kulit Buah Rambutan Menggunakan SEM

Gambar 4.3 (a) menunjukkan morfologi permukaan sampel putus biofoam berpengisi NSS dari
Kulit Buah Rambutan sebesar 0% dan Pati Gadung (Discorea hispida), 30% pada perbesaran 1.500x,
terlihat permukaan sampel putus yang kasar dan padat tanpa serat. Hal ini menunjukkan bahwa biofoam
memiliki hambatan penyebaran yang rendah dan mudah rusak. Pada morfologi permukaan putus
tersebut terlihat sebagian magnesium stearat yang tersebar dengan campuran pati dan pati gadung
(Discorea hispida)
Gambar 4.3 (b) menunjukkan morfologi permukaan dari sampel putusbiofoam berpengisi NSS
dari Kulit Buah Rambutan 3% dan Pati Gadung (Discorea hispida), 30% pada perbesaran1.500x,
terlihat permukaan sampel putus yang lebih halus yang mengindikasikan ketahanan retak yang tinggi
oleh pengisi. Terlihat bahwa pengisi NSS dari Kulit Buah Rambutan telah terdisribusi/terdispersi secara
seragam pada matriks yang menunjukkan telah terjadinya ikatan antarfasa (interfacial adhesion) yang
baik antara pengisi NSS dari Kulit Buah Rambutan dan matriks berupa pati dan PATI GADUNG
(DISCOREA HISPIDA), . Interaksi pengisi NSS dari Kulit Buah Rambutan yang terdistribusi secara
seragam pada matriks memegang peran yang penting dalam meningkatkan sifat mekanik.
Pada penelitian ini, magnesium stearat yang digunakan sebagai demolding agent berfungsi
sebagai pencegah lengketnya campuran dengan cetakan sehingga menjadi lebih mudah untuk
dipisahkan. Magnesium stearat merupakan senyawa magnesium dengan campuran asam-asam organik
padat yang diperoleh dari lemak, bentuk fisik sangat halus, putih berkilau dan tidak larut dalam air
sehingga tidak dapat larut dalam campuran dan tetap berbentuk gumpalan serbuk (Natalia, 2012). Hal
ini umum terjadi pada pengisi dan campuran matriks jika terjadi perbedaan sifat kepolaran antara
keduanya (Tambunan dan Harahap, 2015). Melalui hasil analisis biofoam dengan Energy Dispersive X-
Ray (EDX) padaTabel 4.1 dapat diketahui kandungan unsur magnesium (Mg) dalam produk biofoam
sebesar 0,52 (%berat).

4.3.2. Karakterisasi Biofoam Dengan Menggunakan Fourier TransformInfra Red (FTIR)


Karakterisasi biofoam dengan menggunakan Fourier Transform Infra Red (FTIR) dilakukan
untuk melihat gugus fungsi dan perubahan gugus fungsi dari biofoam tanpa pengisi NSS Kulit Buah
Rambutan dan dengan pengisi NSS Kulit Buah Rambutan 30%. Karakterisasi dari biofoam tanpa
pengisi dan biofoam berpengisi NSS dari Kulit Buah Rambutan 30% dapat dilihat pada Gambar 4.4:

Biofoam 0% NSS Ampas Teh


Biofoam 30% NSS Ampas Teh
Transmitansi (%)

Bilangan Gelombang (cm-1)


Gambar 4.4 Karakterisasi Biofoam Menggunakan Fourier Transform Infra Red
Dari Gambar 4.4 terlihat bahwa terdapat beberapa puncak serapan (peak) kunci yang dapat
mengindikasikan suatu gugus sebagai ciri khusus dari sebuah senyawa. Dari hasil uji FTIR yang
dilakukan pada biofoam mengidentifikasikan keberadaan gugus fungsi khas dari kandungan
produk biofoam pada umumnya yaitu berupa unsur karbon (C) dan hidrogen (H) yang
merupakan senyawa umum dari biofoam karena sebagian besar bahan penyusunnya terdiri dari
unsur karbon dan hidrogen.
Dari hasil yang diperoleh dapat disampaikan bahwa bahan penyusun biofoam tidak
banyak mengalami perubahan kandungan senyawa baik tanpa perlakuan penambahan pengisi
NSS dari Kulit Buah Rambutan maupun dengan penambahan pengisi NSS dari Kulit Buah
Rambutan, yang ditandai dengan masih teridentifikasinya gugus senyawa dari biofoam berupa
regang molekul O-H biofoam berpengisi NSS dari Kulit Buah Rambutan dan tidak berpengisi
NSS dari Kulit Buah Rambutan dengan bilangan gelombang berturut-turut 3432,23 cm-1 dan
3448,44 cm-1, C-H alifatik biofoam berpengisi NSS dari Kulit Buah Rambutan dan tidak
berpengisi NSS dari Kulit Buah Rambutan dengan bilangan gelombang berturut-turut 2917,72
cm-1 dan 2920,21 cm-1, regang molekul C-O biofoam berpengisi NSS dari Kulit Buah Rambutan
dan tidak berpengisi NSS dari Kulit Buah Rambutan dengan bilangan gelombang berutut-turut
1078,63 cm-1, regang molekul C=C biofoam berpengisi NSS dari Kulit Buah Rambutan dan tidak
berpengisi NSS dari Kulit Buah Rambutan dengan bilangan gelombang berutut-turut 2343,39
cm-1 dan 2366,84 cm-1 serta regang molekul C=C biofoam berpengisi NSS dari Kulit Buah
Rambutan dan tidak berpengisi NSS dari Kulit Buah Rambutan dengan bilangan gelombang
berturut-turut 1643,64 cm-1 dan 1643,72 cm-1 (Coniwanti dkk., 2018).
Gugus fungsi yang paling banyak terdapat pada biofoam berpengisi NSS dari Kulit Buah
Rambutan dan tanpa pengisi adalah gugus fungsi alkana yang didominasi olehkeberadaan unsur
karbon (C). Hal ini didukung dengan hasil analisis biofoam dengan menggunakan Energy
Dispersive X-Ray (EDX) yang menunjukkan banyaknya kandungan karbon pada biofoam. Hasil
analisis persentase kandungan biofoam dapat dilihat pada Gambar 4.5.
cps/eV

45

40

35

30

25
Cl
K Mg
20 C O Na Cl K

15

10

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
keV

Gambar 4.5 Hasil Analisis EDX Biofoam

Pada Gambar 4.5 dapat dilihat bahwa biofoam memiliki persentase unsur (dalam persen berat).
Kandungan unsur-unsur tersebut menunjukkan bahwa kandungan karbon dan oksigen pada biofoam
memiliki persentase yang tinggi yaitu berturut-turut sebesar 65,91% dan 27,55% serta kandungan
magnesium yangberasal dari magnesium stearat sebesar 0,52%.
4.4. Pengaruh Perbandingan Komposisi NSS Dari Kulit Buah Rambutan dan Pati Gadung
(Discorea hispida), Terhadap Kekuatan Tarik (Tensile Strength) Biofoam
Pengujian kekuatan tarik dilakukan terhadap biofoam baik denganpenambahan NSS dari Kulit
Buah Rambutan maupun tanpa penambahan pengisi NSS dari Kulit Buah Rambutan. Semakin besar
nilai kekuatan tarik suatu bahan berarti dibutuhkan gaya yang lebih besar untuk menarik bahan.
Pengaruh perbandingan komposisi NSS dari Kulit Buah Rambutan dan Pati Gadung (Discorea
hispida), terhadap kekuatan tarik (Tensile Strength) biofoam seperti pada Gambar 4.6:
7

6
Kekuatan Tarik (MPa)

1
0 1 3 5

Penambahan NSS dari Kulit Buah Rambutan (%)

Pati Gadung (Discorea hispida), 10%


Pati Gadung (Discorea hispida), 20%
Pati Gadung (Discorea hispida), 30%
Gambar 4.6 Pengaruh Perbandingan NSS Dari Kulit Buah Rambutan dan Pati
Gadung (Discorea hispida), TerhadapKekuatan Tarik Biofoam

Dari Gambar 4.6 terlihat bahwa penambahan pengisi NSS dari Kulit Buah Rambutan dapat
meningkatkan nilai kekuatan tarik biofoam. Pada Gambar 4.6 terlihat bahwa nilai kekuatan tarik
biofoam meningkat seiring dengan bertambahnya komposisi pengisi NSS Kulit Buah Rambutan hingga
mencapai nilai 5,647 MPa pada perbandingan persentase komposisi NSS dari Kulit Buah Rambutan
dan Pati Gadung (Discorea hispida), sebesar 3%:10%. Hal ini disebabkan oleh komponen utama NSS
dari Kulit Buah Rambutan yaitu 21,19% serat kasar (Krisnan, 2005) dan 23,23% selulosa (Cavdar dkk.,
2011). Penambahan pengisi berupa serat yang berukuran nano pada bahan polimer dapat meningkatkan
sifat mekanik dari biofoam, dimana semakin kecil ukuran partikel dari pengisi maka luas permukaan
akan semakin besar dan daya interaksi/adhesi antara kedua bahan akan semakin besar pula sehingga
sifat-sifat mekanik akan semakin bagus. Hal ini menunjukkan bahwa hasil yang didapat dengan
penambahan NSS dari Kulit Buah Rambutandapat meningkatkan kekuatan tarik biofoam secara
mekanik. Hasil ini didukung dengan karakterisasi morfologi menggunakan SEM pada Gambar 4.3 dari
sampel putus biofoam berpengisi NSS dari Kulit Buah Rambutan yang telah terdistribusi secaramerata
dan membentuk ikatan atarfasa (interfacial adhesion) yang baik sekaligus mampu menahan gaya yang
diberikan saat pengujian kekuatan tarik, sehingga dapat meningkatkan nilai kekuatan tarik dari
biofoam.
Akan tetapi, nilai kekuatan tarik biofoam mengalami penurunan pada persentase perbandingan
NSS dari Kulit Buah Rambutan dan Pati Gadung (Discorea hispida), 5%:10% hingga mencapai nilai
1,117 MPa. Pada komposisi pengisi yang rendah, biofoam mengalami peningkatan kekuatan tarik,
namun ketika komposisi pengisi telah melewati suatu titik optimum, maka partikel pengisi akan
mengalami aglomerasi sehingga menurunkan kekuatan tarik produk. Aglomerasi sangat mungkin
terjadi karena saat penambahan NSS dari Kulit Buah Rambutan secara berlebih akan menghasilkan
interaksi antar sesama pengisi menjadi semakin kuat (filler-filler bonding) sehingga menyebabkan
interaksi antara pengisi dan matrik menjadi berkurang (Harahap dkk., 2015). Hal ini juga didukung
dengan penelitian terdahulu oleh Lani dkk., (2014) yang menyatakan bahwa penambahan NSS berupa
Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) 20% pada variabel tertinggi yaitu pada titik optimum dapat
menurunkan sifat kekuatan tarik dari biofoam.
Dari Gambar 4.6 di atas dapat diketahui pula pengaruh penambahan Pati Gadung (Discorea
hispida), terhadap kekuatan tarik biofoam. Penambahan NSS dari Kulit Buah Rambutan bersamaan
dengan penambahan Pati Gadung (Discorea hispida), juga dapat memperbaiki kualitas dari produk
biofoam dari segi fleksibilitas untuk mengurangi sifat kekakuan dari produk (Iriani dkk., 2015).
Kekuatan tarik biofoam cenderung menurun seiring dengan penambahan komposisi PATI GADUNG
(DISCOREA HISPIDA), . Hal ini disebabkan karena Pati Gadung (Discorea hispida), merupakan
senyawa sintetik biodegradable yang berfungsi sebagai plasticizer yang mampu memberikan sifat
plastis sama seperti gliserol (Merliani, 2018). Penambahan Pati Gadung (Discorea hispida), akan
memberikan sifat fleksibilitas yang tinggi sehingga cenderung menurunkan kuat tarik (Paramita, 2019).
Selain itu, sama halnya dengan penambahan NSS pada titik optimum, penambahan Pati Gadung
(Discorea hispida), juga dapat menyebabkan aglomerasi sehingga nilai kekuatan tarik biofoam
cenderung mengalami penurunan (Triyastiti dan Didik, 2018).
Berdasarkan data dari Product Information Commercial mengenai sifat mekanik dari styrofoam
konvensional, kekuatan tarik styrofoam sebesar 0,1 MPa. Sehingga produk biofoam yang dihasilkan
memiliki kekuatan tarik yang lebih besar dan memenuhui standar kekuatan tarik komersial.
4.4.1. Pengaruh Perbandingan Komposisi NSS Dari Kulit Buah Rambutan dan Pati Gadung
(Discorea hispida), Terhadap Sifat Pemanjangan Saat Putus (Elongation at Break) Biofoam
Pengujian pemanjangan saat putus dilakukan terhadap biofoam yang dihasilkan dari penelitian,
baik dengan penambahan pengisi berupa NSS dariKulit Buah Rambutan maupun tanpa penambahan
pengisi NSS dari Kulit Buah Rambutan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah bahan dapat
mengalami deformasi atau pemanjangan ketika diberikan beban. Sifat pemanjangan pada saat putus
juga dapat digunakan untuk menentukan apakah suatu beban dapat bersifat deformable sebelum bahan
mengalami putus. Pengaruh perbandingan komposisi NSS dari Kulit Buah Rambutan dan Pati Gadung
(Discorea hispida), terhadap sifat pemanjangan saat putus (Elongation at Break) dari biofoam seperti
pada Gambar 4.7 di bawah ini:

3,5

3,0
Pemanjangan Saat Putus (%)

2,5

2,0

1,5

1,0

0,5

0,0

0 1 3 5
Penambahan NSS Dari Kulit Buah Rambutan (%)

Pati Gadung (Discorea hispida), 10%


Pati Gadung (Discorea hispida), 20%
Pati Gadung (Discorea hispida), 30%

Gambar 4.7 Pengaruh Perbandingan NSS Dari Kulit Buah Rambutan dan Pati Gadung (Discorea
hispida), terhadapPersen Pemanjangan Saat Putus Biofoam
Gambar 4.7 menunjukkan bahwa penambahan NSS dari Kulit Buah Rambutan dapat
menurunkan nilai pemanjangan saat putus dari biofoam. Pada Gambar terlihat bahwa nilai pemanjangan
pada saat putus biofoam menurun pada semua variabel penambahan NSS dari Kulit Buah Rambutan.
Pada persentase perbandingan NSS dari Kulit Buah Rambutan dan Pati Gadung (Discorea hispida),
0%:30% nilai pemanjangan saat putus dari biofoam menurun dari 2,950% menjadi 1,047% pada
persentase perbandingan NSS dari Kulit Buah Rambutan dan Pati Gadung (Discorea hispida),
5%:30%. Hal ini disebabkan karena penambahan bahan pengisi menyebabkan matriks berkurang
keelastisannya, sehingga material biofoam menjadi lebih kaku (Hafizzuddin, 2014). Apabila suatu
bahan cenderung tidak elastis, maka bahan tersebut akan memiliki nilai pemanjangan saat putus yang
rendah. Hasil penelitian yang diperoleh didukung dengan penelitian terdahulu menggunakan bahan
pengisi berupa pengisi nanoserat selulosa TKKS yang ditambahkan sebanyak 10%, 15% dan 20%
massa (%wt) untuk meningkatkan sifat mekanik dari produk komposit. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa nilai pemanjangan saat putus dari produk menurun dengan meningkatnya konten pengisi
nanoserat selulosa TKKS (Lani dkk., 2014).
Dari Gambar 4.7 di atas juga dapat terlihat pengaruh penambahan Pati Gadung (Discorea
hispida), terhadap pemanjangan saat putus dari biofoam, dimana semakin tinggi persentase
penambahan Pati Gadung (Discorea hispida), yang diberikan menyebabkan nilai pemanjangan saat
putus cenderung semakin meningkat. Pada perbandingan NSS dari Kulit Buah Rambutan dan Pati
Gadung (Discorea hispida), 0%:10%, persentase pemanjangan saat putus sebesar 1,295% dan
meningkat menjadi 2,950% pada perbandingan NSS dari Kulit Buah Rambutan dan Pati Gadung
(Discorea hispida), 0%:30%. Hal ini disebabkan karena penambahan Pati Gadung (Discorea hispida),
menyebabkan bertambahnya keelastisan dari produk biofoam, sehingga material biofoam menjadi lebih
lentur karena sifat Pati Gadung (Discorea hispida), yang berfungsi sebagai plasticizer (Merliani,
2018). Apabila suatu bahan cenderung elastis, maka bahan tersebut akan memiliki nilai pemanjangan
saat putus yang tinggi.
4.4.2. Pengaruh Perbandingan Komposisi NSS Dari Kulit Buah Rambutan dan Pati Gadung
(Discorea hispida), Terhadap Densitas (Density) Biofoam
Pengujian densitas dilakukan terhadap biofoam yang dihasilkan dari penelitian, baik dengan
penambahan pengisi berupa NSS dari Kulit Buah Rambutan maupun tanpa penambahan pengisi NSS
dari Kulit Buah Rambutan dengan tujuan untuk mengetahui perbandingan massa dan volume dari
produk. Nilai densitas yang kecil dari suatu bahan pada umumnya diinginkan karena memudahkan
dalam proses penggunaannya sebagai produk. Pengaruh perbandingan komposisi NSS dari Kulit Buah
Rambutan dan Pati Gadung (Discorea hispida), terhadap densitas seperti pada Gambar 4.8 di bawah
ini:
2,4

2,2
Pati Gadung (Discorea hispida) 10%
Pati Gadung (Discorea hispida) 20%
2
Densitas (g/mL)

Pati Gadung (Discorea hispida) 30%

1,8

1,6

1,4

1,2

1
0 1 3 5
Penambahan NSS Dari Kulit Buah Rambutan (%)
Gambar 4.8 Pengaruh Perbandingan NSS Dari Kulit Buah Rambutan dan Pati Gadung (Discorea
hispida), TerhadapDensitas Biofoam
Pada Gambar 4.8 di atas dapat dilihat bahwa penambahan NSS dari Kulit Buah Rambutan dan
Pati Gadung (Discorea hispida), terhadap densitas Biofoam diperoleh nilai densitas tertinggi sebesar
1,993 g/cm3 yang didapat pada penambahan NSS dari Kulit Buah Rambutan dan Pati Gadung
(Discorea hispida), (3%:30%). Nilai densitas terendah diperoleh pada penambahan NSS dari Kulit
Buah Rambutan dan Pati Gadung (Discorea hispida), 0%:30%) yaitu sebesar 1,022 g/cm3. Namun,
nilai ini masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan densitas styrofoam konvensional yaitu sebesar
0,05 g/cm3 (AVCalc, 2020).
Berdasarkan Gambar 4.8 di atas dapat dilihat bahwa dengan semakin meningkatnya
penambahan NSS dari Kulit Buah Rambutan yang diberikan maka nilai densitas yang diperoleh akan
semakin meningkat. Hal ini karena NSS dari Kulit Buah Rambutan sebagai pengisi mampu mengisi
ruang-ruang kosong pada matriks sehingga meningkatkan kerapatan biofoam (Iriani, 2013). Hasil ini
juga didukung darianalisis morfologi putus biofoam dengan menggunakan SEM pada Gambar 4.3 yang
bisa dilihat bahwa sebagian pengisi NSS dari Kulit Buah Rambutan sudah terdistribusi secara merata
dan mengisi ruang kosong. Nilai densitas tertinggi diperoleh pada penambahan NSS Kulit Buah
Rambutan 3% dan Pati Gadung (Discorea hispida), 30%. Pada konsentrasi Pati Gadung (Discorea
hispida), yang sama, dengan penambahan NSS Kulit Buah Rambutan 5% akan mengurangi nilai
densitas biofoam yang dihasilkan. Pada saat penambahan pengisi, maka suatu saat akan tercapai titik
optimum yang membuat nilai densitas dari biofoam menjadi menurun. Hal ini disebabkan karena
semakin banyak pengisi yang digunakan maka semakin tidak merata pula interaksi antar pengisi dan
matriks sehingga ada pengisi yang tidak berikatan dengan matriksnya (Clarena dan Lizda, 2013).
Pada Gambar 4.8 diatas juga dapat dilihat bahwa dengan meningkatnya konsentrasi
penambahan Pati Gadung (Discorea hispida), pada semua variasi penambahan NSS dari Kulit Buah
Rambutan cenderung meningkatkan nilai densitas dari biofoam yang dihasilkan, haltersebut sesuai
dengan penelitian Lee dkk., (2007) dimana peningkatan konsentrasi Pati Gadung (Discorea hispida),
berpengaruh dalam menghasilkan densitas biofoam yang lebih besar. Penambahan Pati Gadung
(Discorea hispida), juga akan menghambat kemampuan ekspansi, sehingga berpengaruh terhadap nilai
densitas yang dihasilkan, yaitu cenderung meningkat (Iriani, 2013).

4.5. Pengaruh Perbandingan Komposisi NSS Dari Kulit Buah Rambutan dan Pati Gadung
(Discorea hispida), Terhadap Kadar Air (Moisture Content) Biofoam
Pengujian kadar air dilakukan terhadap biofoam yang dihasilkan dari penelitian, baik dengan
penambahan pengisi berupa NSS dari Kulit Buah Rambutan maupun tanpa penambahan pengisi NSS
dari Kulit Buah Rambutan yang bertujuan untuk mengetahui kandungan air yang terkandung di dalam
sampel. Pengaruh perbandingan komposisi NSS dari Kulit Buah Rambutan dan Pati Gadung (Discorea
hispida), terhadap kadar air (moisture content) biofoam seperti pada Gambar 4.9:
6,0

5,0
Kadar Air (%)

4,0

3,0

2,0

1,0

0,0

0 1 2 3 4
Waktu Pengeringan (Jam)

Gambar 4.9 Pengaruh Perbandingan NSS Dari Kulit Buah Rambutan dan Pati Gadung (Discorea
hispida), TerhadapKadar Air Biofoam Pada Penambahan Pati Gadung (Discorea
hispida), 30%

Berdasarkan Gambar 4.9 dapat diketahui bahwa semakin tinggi penambahan NSS dari Kulit
Buah Rambutan, maka kadar air dalam produk semakin tinggi, sedangkan semakin tinggi penambahan
Pati Gadung (Discorea hispida), maka kadar air dalam produk semakin menurun. Kadar air biofoam
pada penelitian ini berkisar antara 1,515%- 9,677%. Jika dibandingkan dengan nilai kadar air biofoam
pada penelitian Iriani (2013) yang terbuat dari tapioka murni sebesar 6,21%-8,40% dan Etikaningrum
(2017) sekitar 5,32%-8,19% maka nilai kadar air pada penelitian ini masih lebih tinggi namun tergolong
wajar. Hal ini dikarenakan pati Pati Gadung (Discorea hispida), bersifat hidrofilik sehingga dapat
menyerap banyak air dan menyebabkan kadar air biofoam tinggi dibandingkan dengan kadar air
styrofoam konvensional. Kadar air biofoam berbasis pati umumnya adalah bahan alami yang bersifat
higroskopis dan dapat menyerap kelembaban dari lingkungan (Paramita, 2019).
Hal ini yang menyebabkan nilai kadar air biofoam jauh lebih tinggi dari kadar air styrofoam
yaitu hanya sebesar 1,11% (Kaisangsri dkk., 2012). Kadar air biofoam yang paling mendekati nilai
kadar air styrofoam konvensional yaitu biofoam yang dihasilkan dengan perbandingan persentase NSS
dari Kulit Buah Rambutan danPati Gadung (Discorea hispida), 1%:30% sebesar 1,515%.
Pengaruh penambahan NSS Kulit Buah Rambutan mengakibatkan kadar air yang cenderung semakin
menurun. Pada komposisi Pati Gadung (Discorea hispida), yang sama, kadar air pada penambahan
NSS dari Kulit Buah Rambutan 1% turun drastis dari komposisi NSS dari Kulit Buah Rambutan 0%.
Hal ini disebabkan karena formula komposisi dari pati Pati Gadung (Discorea hispida), pada
penambahan 0% NSS dari Kulit Buah Rambutan masih sangat besar yaitu mencapai 23% sehingga
mendominasi dari komposisi yang lainnya, sedangkan penambahan pati yang cukup besar akan semakin
meningkatkan kadar air dari biofoam karena sifatnya yang sangat hidrofilik sehingga memiliki kadar
air yang besar pula (Paramita, 2019).
Pada penambahan 1% NSS dari Kulit Buah Rambutan pada persentase Pati Gadung (Discorea
hispida), yang sama, kadar penambahan pati Pati Gadung (Discorea hispida), juga berkurang
sehingga kadar air biofoam juga mengalami penurunan. Kadar air kembali mengalami kenaikan pada
persentase penambahan NSS dari Kulit Buah Rambutan 3% dan 5%, hal ini disebabkankarena serat
alam seperti serat Kulit Buah Rambutan memiliki sifat hidrofilik yang tinggi, sehingga penambahan
NSS dari Kulit Buah Rambutan yang semakin besar akan meningkatkan sifat hidrofilik sehingga akan
meningkatkan kadar air biofoam (Fathoni dkk., 2017).

10
Pati gadung (Discorea hispida) 10%
9
Pati gadung (Discorea hispida) 20%
8 Pati gadung (Discorea hispida) 30%
7
Kadar Air (%)

6
5
4
3
2
1
0
0 1 3 5
Penambahan NSS Dari Kulit Buah Rambutan (%)

Gambar 4.10 Pengaruh Perbandingan NSS Dari Kulit Buah Rambutan dan Pati Gadung (Discorea
hispida), TerhadapKadar Air Biofoam
Menurut Salgado dkk., (2008) nilai kadar air pada biofoam jugadipengaruhi oleh penambahan
polimer sintetik seperti Pati Gadung (Discorea hispida), . Kemungkinan besar ini disebabkan karena
Pati Gadung (Discorea hispida), bersifat lebih hidrofobik dibandingkan pati. Hal ini didukung oleh
penelitian Cinelli dkk., (2006) yang menyatakan bahwa penambahan Pati Gadung (Discorea hispida),
10%-30% pada campuran pati kentang dapat meningkatkan fleksibilitas dan ketahanan terhadap air dari
biofoam (Paramita, 2019). Sehingga seiring penambahan PATI GADUNG (DISCOREA HISPIDA), ,
kadar air dari biofoam akan semakin menurun. Persentase penurunan kadar air terbesar terjadi pada
formula NSS Kulit Buah Rambutan 0% dengan perbandingan Pati Gadung (Discorea hispida), pada
20% dan 30% yaitu dari 7,789% menjadi 5,016%.

4.6. Pengaruh Perbandingan Komposisi NSS Dari Kulit Buah Rambutan dan Pati Gadung
(Discorea hispida), Terhadap Penyerapan Air (Water Absorption) Biofoam
Pengujian penyerapan air dilakukan terhadap biofoam yang dihasilkan dari penelitian, baik
dengan penambahan pengisi berupa NSS dari Kulit Buah Rambutan maupun tanpa penambahan pengisi
NSS dari Kulit Buah Rambutan yang bertujuan untuk menunjukkan apakah biofoam dapat mengalami
kerusakan apabila digunakan pada keadaan terendam. Ketika bahan direndam dalam air, air akan
berdifusi ke dalam bahan. Hal ini dihindari karena air dapat merusak struktur bahan dari dalam sehingga
menurunkan sifat-sifat dari produk yang dihasilkan. Pengaruh perbandingan komposisi NSS dari Kulit
Buah Rambutan dan Pati Gadung (Discorea hispida), terhadap penyerapan air (water absorption)
biofoam seperti pada Gambar 4.11 di bawah ini:

45,0
40,0
Penyerapan Air (%)

35,0
30,0
25,0
20,0
15,0
10,0
5,0
0,0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Waktu Perendaman (Menit)

Gambar 4.11 Pengaruh Perbandingan NSS Dari Kulit Buah Rambutan dan Pati Gadung (Discorea
hispida), TerhadapPenyerapan Air Biofoam Pada Penambahan Pati Gadung (Discorea
hispida), 30%
Dari Gambar 4.11 terlihat bahwa penyerapan air dari biofoam meningkat dengan penambahan
komposisi bahan pengisi NSS dari Kulit Buah Rambutan dan menurun seiring dengan peningkatan
persentase komposisi penambahan pati gadung (Discorea hispida), .
Nilai penyerapan air (water absorption) meningkat dengan bertambahnya komposisi NSS dari
Kulit Buah Rambutan, hal ini disebabkan karena NSS dari Kulit Buah Rambutan memiliki sifat
higroskopis yang mampu larut dalam air. Peningkatan penyerapan air sehubugan dengan penambahan
serat menunjukkan bahwa NSS dari Kulit Buah Rambutanmemiliki tingkat hidrofilik yang sangat tinggi
(Munthoub dan Wan, 2011). Hasil daya serap air diperoleh pada konsentrasi NSS dari Kulit Buah
Rambutan 0% lebih besar. Hal ini menunjukkan bahwa biofoam tanpa NSS dari Kulit Buah Rambutan
sejalan dengan meningkatkan jumlah pati Pati Gadung (Discorea hispida), yang digunakan pada
formula penelitian ini, sehingga menyebabakan daya serap air yang meningkat karena sifat pati yang
hidrofilik dan mengakibatkan kecenderungan berikatan dengan air (Nurfitasari, 2018).
Nilai daya serap air menurun dengan penambahan 1% NSS dari Kulit Buah Rambutan
disebabkan karena konsentrasi pati Pati Gadung (Discorea hispida), yang digunakan juga berkurang.
Pada konsentrasi Pati Gadung (Discorea hispida), yang sama yaitu 30%, nilai daya serap air NSS dari
Kulit Buah Rambutan 0% mengalami penurunan terbesar pada penambahan NSS dari Kulit Buah
Rambutan 1%.
Penurunan yang terjadi yaitu dari 42,188% menjadi 21,505%. Kondisi NSS dari Kulit Buah Rambutan
1% diduga menjadi titik optimum penambahan NSS dari Kulit Buah Rambutan disebabkan pada
penambahan 3% dan 5% NSS dari Kulit Buah Rambutan, nilai daya serap air kembali mengalami
peningkatan. Berdasarkan data dari Product Information Commercial mengenai sifat mekanik dari
styrofoam konvensional, penyerapan air styrofoam sebesar 0,3%. Hal ini disebabkan karena serat alam
seperti serat Kulit Buah Rambutan memiliki sifat hidrofilik yang tinggi, sehingga penambahan NSS
dari Kulit Buah Rambutan yang semakin besar akan meningkatkan sifat hidrofilik sehingga akan
meningkatkan kadar air biofoam dan memiliki penyerapan air yang lebih besar dari styrofoam
komersial (Fathoni dkk., 2017)

70

60
Penyerapan Air (%)

50

40

30

20

10

0
0 1 3 5
Persentase Penambahan NSS (%)

Pati Gadung (Discorea hispida), 10%


Pati Gadung (Discorea hispida), 20%
Pati Gadung (Discorea hispida), 30%
Gambar 4.12 Pengaruh Perbandingan NSS Dari Kulit Buah Rambutan dan Pati Gadung (Discorea
hispida), TerhadapPenyerapan Air Biofoam

Pada Gambar 4.12 juga terlihat bahwa pada masing-masing penambahan NSS dari Kulit Buah
Rambutan yang sama, peningkatan komposisi Pati Gadung (Discorea hispida), menyebabkan
terjadinya penurunan persentase penyerapan air pada biofoam. Nilai penyerapan air pada biofoam
dipengaruhi oleh penambahan polimer sintetik seperti PATI GADUNG (DISCOREA HISPIDA), . Hal
ini disebabkan karena Pati Gadung (Discorea hispida), bersifat lebih hidrofobik dibandingkan pati.
Hal ini didukung penelitian Cinelli dkk., (2006) yang menyatakan bahwa penambahan Pati Gadung
(Discorea hispida), 10% -30% pada campuran pati kentang dapat meningkatkan fleksibilitas dan
ketahanan terhadap air dari biofoam (Paramita, 2019). Sehingga seiring penambahan PATI GADUNG
(DISCOREA HISPIDA), , daya serap air dari biofoam cenderung akan semakin menurun. Persentase
penurunan nilai penyerapan air terbesar terjadi pada formulasi NSSdari Kulit Buah Rambutan 5%
dari kadar Pati Gadung (Discorea hispida), 20% dan 30% yaitu dengan nilai penurunan dari 65,854%
menjadi 36,842%. Hasil yang diperoleh telah sesuai, dimana semakin besar penambahan NSS dari Kulit
Buah Rambutan akan menaikkan nilai penyerapan air dan penambahan Pati Gadung (Discorea
hispida), maka akan menyebabkan penurunan persentase penyerapan air biofoam.

4.7. Pengaruh Perbandingan Komposisi NSS Kulit Buah Rambutan dan Pati Gadung (Discorea
hispida), Terhadap Sifat Penguraian Alami (Biodegradasi)
Pengujian biodegradasi dilakukan terhadap biofoam yang dihasilkan dari penelitian, baik dengan
Penambahan Pengisi Berupa NSS Dari Kulit Buah Rambutan Maupun Tanpa Penambahan Pengisi NSS
dari Kulit Buah Rambutan yang bertujuan untuk mengetahui berapa banyak komponen biofoam yang
mampu terurai secara alami di tanah. Kemampuan biodegradasi akan memberikan dampak yang baik
bagi lingkungan karena mampu terurai secara alami jika dibandingkan dengan produk-produk
konvensional seperti plastik ataupun styrofoam. Pengaruh perbandingan komposisi NSS dari Kulit
Buah Rambutan terhadap sifat penguraian alami (biodegradasi) dariproduk yang dihasilkan seperti pada
Gambar 4.13:

80,0
Kehilangan Massa (%)

60,0

40,0

20,0

0,0

-20,0

-40,0

-60,0

0 7 14 21 28
Waktu Biodegradasi (Hari)

Gambar 4.13 Pengaruh Perbandingan NSS Dari Kulit Buah Rambutan Dan Pati Gadung (Discorea
hispida), TerhadapBiodegradasi Biofoam Pada Penambahan Pati Gadung (Discorea hispida), 30%.
Kemampuan rata-rata biodegradasi produk biofoam yang dihasilkan dapat terdegradasi setelah
28 hari atau kurang lebih 4 minggu menggunakan metode penimbunan di dalam tanah (soil burial)
yang dikontrol dengan penambahanbakteri dari Effective Microorganisms-4 (EM-4) yang mengandung
bakteri fotosintetik (Actinomycetes). Hasil penelitian ini memiliki laju degradasi yang lebih lama jika
dibandingkan dengan penelitian Iriani (2013) yang menjelaskan bahwa sampel biofoam dari campuran
tapioka, ampok dan Pati Gadung (Discorea hispida), baru ditumbuhi kapang pada hari ke-5 dan
terdegradasi sempurna setelah 2 minggu dengan menggunakan media PDA (potato dextrose agar).
Pada proses penambahan NSS dari Kulit Buah Rambutan pada Gambar 4.14 dengan waktu
pengujian 28 hari, hasil yang diperoleh yaitu tingkat biodegradasi paling tinggi terjadi pada
penambahan NSS dari Kulit Buah Rambutan 5% dan Pati Gadung (Discorea hispida), 10% sebesar
60,256%, tingkat biodegradasi paling rendah terjadi pada penambahan NSS dari Kulit Buah Rambutan
0% dan Pati Gadung (Discorea hispida), 30% sebesar 21,384%. Hal ini disebabkan oleh perbandingan
konsentrasi NSS dari Kulit Buah Rambutan dan Pati Gadung (Discorea hispida) , pada konsentrasi Pati
Gadung (Discorea hispida), yang konstan, semakin banyak penambahan NSS dari Kulit Buah
Rambutan pada biofoam maka akan semakin mudah terurai, karena NSS dari Kulit Buah Rambutan
merupakan biofiller yang menyebabkan produk biofoam menjadi mudah terurai di tanah atau bersifat
organik (Jati, 2013).
70
Kehilangan Massa (%) 60

50

40

30

20

10

0
0 1 3 5
Penambahan NSS Dari Kulit Buah Rambutan (%)

Pati Gadung (Discorea hispida), 10% Pati Gadung (Discorea hispida), 20%
Pati Gadung (Discorea hispida), 30%
Gambar 4.14 Pengaruh Perbandingan NSS Dari Kulit Buah Rambutan dan Pati Gadung (Discorea
hispida), TerhadapBiodegradasi Biofoam
Pada konsentrasi NSS dari Kulit Buah Rambutan yang konstan, proses penambahan Pati
Gadung (Discorea hispida), dari 10%; 20% dan 30% diperoleh tingkat biodegradasi yang semakin
menurun. Pada penambahan NSS dari Kulit Buah Rambutan 0%, diperoleh tingkatbiodegradasi dari
penambahan Pati Gadung (Discorea hispida), 10%, 20% dan 30% berturut-turut yaitu 54,717%;
24,439% dan 21,384%. Interaksi ikatan antar pati dan pengisi NSS dari Kulit Buah Rambutan akan
semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah Pati Gadung (Discorea hispida), sehingga
biofoam menjadi lebih kuat dan tidak mudah didegradasi olehmikroorganisme dalam tanah. Hal ini
disebabkan karena Pati Gadung (Discorea hispida), memiliki sifat kemampuan menjaga berbagai
komponen di dalam suatu campuran yang terkandung di dalam bahan tersebut dari kontak dengan
lingkungan sekitar termasuk bakteri dari tanah (Swandaru, 2011).
Berdasarkan Gambar di atas dapat diketahui bahwa semakin tinggi penambahan NSS dari Kulit
Buah Rambutan maka kemampuan biodegradasi biofoam semakin tinggi pula, sedangkan semakin
tinggi penambahan Pati Gadung (Discorea hispida), yang digunakanmaka kemampuan bioderadasi
biofoam semakin menurun.
Berdasarkan Data Standar Internasional (ASTM 5336), lamanya waktu yang dibutuhkan untuk
styrofoam terdegradasi yaitu membutuhkan waktu 60 hari untuk dapat terurai (Nurfitasari, 2018). Pada
penelitian ini, waktu degradasi biofoam selama 28 hari yang mendekati standar adalah konsentrasi NSS
dari Kulit Buah Rambutan 5% dan Pati Gadung (Discorea hispida), 10% dengan persen degradasi
sebesar 60,256%.
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Adapun beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini, yaitu:

1. Hasil karakterisasi serat ampas teh dan NSS dari ampas teh menggunakan FTIR dapat diketahui
bahwa tidak banyak mengalami perubahan kandungan senyawa setelah mengalami pengecilan
ukuran, NSS yang dihasilkan berbentuk seperti batang (rodlike) dengan diameter partikelrata-
rata 64,27 nm melalui karakterisasi TEM
2. Penambahan pengisi NSS dari ampas teh dan konsentrasi PVA mampu mempengaruhi nilai
kekuatan fisik dan mekanik biofoam. Nilai kekuatan tarik biofoam tertinggi pada perbandingan
persentase komposisi NSS ampas teh dan PVA 3:10 sebesar 5,647 MPa. Persentase penyerapan
air dan kadar air terendah masing-masing pada perbandingan persentase komposisi NSS dari
ampas teh dan PVA 1:30 berturut-turut sebesar 21,505% dan 1,515%. Nilai densitas terendah
dari biofoam pada perbandingan persentase komposisi NSS dari ampas teh dan PVA 0:30
sebesar 1,022 g/cm3. Persentase kehilangan massa tertinggi dari biofoam terjadi pada
perbandingan persentase komposisi NSS dari ampas teh dan PVA 5:10 sebesar 60,256%
dengan waktu degradasi selama 28 hari.
3. Dari hasil analisis SEM terhadap biofoam, dapat diketahui bahwa pada persentase komposisi
NSS dari ampas teh dan PVA 3:30 terlihat permukaan putus yang lebih halus dan juga pengisi
yang terdispersi secara cukup merata.
5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan untuk kesempurnaan penelitian ini adalah:

1. Perlunya dilakukan variasi konsentrasi asam pada proses sintesis nanoserat selulosa ampas teh
agar diketahui pengaruhnya terhadap ukuran nanoserat yang dihasilkan.

2. Perlunya dilakukan perlakuan variasi suhu pemanggangan dan waktu proses agar diketahui
pengaruhnya terhadap sifat fisik dan mekanik dari biofoam yang dihasilkan.
UCAPAN TERIMAKASIH

Dalam melakukan penelitian ini tentunya banyak pihak yang terlibat, maka
peneliti mengucapkan rasa terimakasih kepada:
1. Kedua orang tua yang selalu mendukung pencapaian peneliti dalam semua kondisi, rasa kasih
sayang dan perhatian kedua orang tua menjadi semangat yang menjadikan peneliti dapat
melakukan penelitian ini dengan baik
2. Bapak Syahri Ramadhan Pohan, S.Pd selaku Pembina KIR SMA Negeri Unggul
Subulussalam yang selalu mendukung peneliti baik secara moral maupun moril
3. Bapak Arifin Marbun, S.Pd selaku guru pembimbing yang selalu mendukung dan
mendampingi selama proses penelitian dari awal hingga akhir
4. Ahda Subula sebagai rekan tim yang semangat dan selalu mendukung proses penelitian hingga
akhir
5. Seluruh pihak terlibat yang tidak dapat disebutkan satu persatu
REFERENSI
Airlangga, P., Susanti, A., Zahro, A. M. A., Choir, S. H., Wina, W. 2022. Pemanfaatan Umbi Gadung
untuk Pengendalian Tikus di Desa Jatiwates Kecamatan Tembelang Jombang. Jumat Pertanian:
Jurnal Pengabdian Masyarakat, 3(1), 6-12.
Aji, N., Anwari, M. T., Azzahrah, N. R., Azizah, Z. N. 2020. Pemanfaatan Limbah Kulit Buah
Rambutan Sebagai Gel Tabir Surya Dan Anti Bakteri Terhadap Sthaphylococcus aureus. Journal
of Pharmacopolium, 3(2).
Al Mukminah, I. 2019. Bahaya Wadah Styrofoam dan Alternatif Penggantinya. Majalah
Farmasetika, 4(2), 32-34.
Almuchty, A. P. 2020. Pemanfaatan Kulit buah rambutan dan kulit buah apel (Nephelium lappaceum)
Sebagai Adsorben Logam Timbal (Pb). Lingkar: Journal of Environmental Engineering, 1(1), 1-
6.
Aminah, A. 2020. Studi Awal Pemanfaatan Limbah Daun Pisang Kering sebagai Wadah Makanan
dengan Berbagai Jenis Perekat [Disertasi]. Makassar: Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas
Islam Negeri Alauddin.
Anggara, D., Harianja, M. S., Musfitasari, A., Marselinha, M., Wahyudianto, F. X. A., Fernandes, A.
2020. Potensi limbah Kulit buah rambutan dan kulit buah apel (Nephelium lappaceum) Sebagai
Minuman Seduhan Herbal. Jurnal Agroteknologi, 13(02): 131-136.
Ardiatma, D., Sari, P. A., Maharani, E. S. 2020. Analisis Pemanfaatan Limbah Plastik Jenis Styrofoam
Sebagai Bahan Baku Pembuatan Batako. Prosiding Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian
kepada Masyarakat Unjani Expo (Unex) 1(1): 31-36.
Ariestuti, N., Puteri, A. D., Isnaeni, L. M. A. 2021. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Punggunaan Wadah Styrofoam Pada Penjual Makanan Di Bangkinang Kota Tahun 2021. Jurnal
Kesehatan Tambusai, 2(4): 49-61.
A'yuni'Arifah, F., Aprilia, I. R. 2019. Potensi Buah Apel (Malus domestica) Dalam Mengatasi Penyakit
Asma. Proceeding of Biology Education, 3(1): 208-212.
Bahri, S., Fitriani, F., Jalaluddin, J. 2021. Pembuatan Biofoam Dari Ampas Tebu Dan Tepung
Maizena. Jurnal Teknologi Kimia Unimal, 10(1): 24-32.
Billy, D. R. S., Hartiati, A., Admadi, B. 2020. Pengaruh Perlakuan Jenis Pelarut dan Rasio Bahan
terhadap Karakteristik Mutu Pati Ubi Gadung (Dioscorea hispida Dennst). Jurnal Rekayasa dan
Manajemen Agroindustri. ISSN: 2503 488X.
Chandra, M. O. A. 2018. Pengaruh Penambahan Tepung Kulit Apel (Malus sylvestris Mill.) Dan
Kuning Telur Pada Karakteristik Fisikokimia Dan Organoleptik Biskuit. [Disertasi] Malang:
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya.
Coniwanti, P., Mu’in, R., Saputra, H. W., RA, M. A., Robinsyah, R. 2018. Pengaruh Konsentrasi NaOH
Serta Rasio Serat Daun Nanas Dan Ampas Tebu Pada Pembuatan Biofoam. Jurnal Teknik
Kimia, 24(1): 1-7.
Fitriani, R. O., Hartiati, A., Suhendra, L. 2018. Karakteristik Gula Cair Yang Dibuat Dari Pati Ubi
Gadung (Dioscorea hispida D.) Dalam Variasi Jenis Dan Konsentrasi Asam Characteristics of
Liquid Sugar Made from Yam Gadung (Dioscorea hispida D.) In Variation of Acid Types and
Concentration. Jurnal Rekayasa dan Manajemen Agroindustri. ISSN: 2503-488X.
Hasyim, A., Kartikasari, D. 2020. Pembuatan Beton Campuran Styrofoam Menggunakan Agregat Pasir
Bengawan Solo. UKaRsT, 4(1): 27-38.
Hati, J. M. 2021. Pengolahan Limbah Jerami Sebagai Biofoam Pengganti Styrofoam Buah Dan Box
Kemasan Guna Mengurangi Limbah Jerami Di Trenggalek. Jurnal Pengabdian Vokasi, 2(2): 97-
102.
Hevira, L., Ariza, D., Rahmi, A. 2021. Pembuatan Biofoam Berbahan Dasar Ampas Tebu Dan
Whey. Jurnal Kimia dan Kemasan, 43(2): 75-81.
Irawana, C., Aliaha, A. 2018. Biodegradable Foam dari Bonggol Pisang dan Ubi Nagara sebagai
Kemasan Makanan yang Ramah Lingkungan. Jurnal Riset Industri Hasil Hutan, 10(1): 33.
Kurniasari, T., Sudartik, S., Subhan, W. 2021. Gambaran Pengetahuan dan Sikap Siswa Sman Balung
Terhadap Bahaya Styrofoam Sebagai Wadah Makanan. Jurnal Kesehatan Masyarakat Dan
Lingkungan Hidup, 6(1): 23-27.
Kusuma, P. 2014. Biodegradasi Kulit Apel, Sukun, Mangga Rambutan, Dan Sirsak Menggunakan
Enzim Selulase [Disertasi]. Yogyakarta: Fakultas Teknologi Pertanian,, Universitas Gadjah
Mada.
Lestari, F., Febrianti, Y., Wiyono, J. 2018. Pemanfaatan Sari Pati Umbi Gadung (Dioscorea hispida
Dennst) Untuk Koagulasi Lateks Karet Alam (Hevea brasiliensis). Jurnal ilmiah biologi, 6(1):
23-27.
Melati, M. P., Nuraini, S., Putri, Y. A., Mardika, B., Suyanto, A., Suproborini, A. Optimalisasi Limbah
Kulit Buah Rambutan Menjadi Subkutan Sebagai Produk Pangan Yang Berdaya
Jual. EnviroScienteae, 15(2): 235-239.
Nasution, N. H., Rosmawaty, T. 2018. Uji Karakteristik 4 Jenis Rambutan Lokal (Nephelium
sp.). Dinamika Pertanian, 34(3): 229-238.
Nurfitasari, I. 2018. Pengaruh Penambahan Kitosan dan Gelatin terhadap Kualitas Biodegradable Foam
Berbahan Baku Pati Biji Nangka (Artocarpus heterophyllus). [Disertasi]. Makassar: Fakultas
Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Alauddin.
Oktaviananta, Y. S. 2018. Ekstraksi Pigmen Kulit Apel Anna (Mallus domestica) Sebagai Pigmen
Alami Pada Jelly Drink Apel Dengan Penambahan Konsentrasi Pigmen dan Karagenan.
[Disertasi]. Malang: Fakultas Pertanian-Perternakan, Universitas Muhammadiyah Malang.
Periawan, P. A., Marsiti, C. I. R., Suriani, M. 2019. Pemanfaatan Tepung Umbi Gadung (Dioscorea
hispida Dennst) Menjadi Kue Kering Kaastengels. Jurnal BOSAPARIS: Pendidikan
Kesejahteraan Keluarga, 10(2): 84-94.
Pertiwi, R. D., Yari, C. E., Putra, N. F. 2016. Uji aktivitas antioksidan ekstrak etanol limbah kulit buah
apel (Malus domestica Borkh.) Terhadap Radikal Bebas DpPh (2, 2-Diphenyl-1-
Picrylhydrazil). Jurnal Ilmiah Manuntung, 2(1): 81-92.
Putri, E. D. H., Mayasari, C. U. 2020. Pemanfaatan Tepung Umbi Gadung (Dioscorea hispida Dennst)
Sebagai Bahan Subtitusi Dalam Pembuatan Cake. Khasanah Ilmu-Jurnal Pariwisata Dan
Budaya, 11(2): 164-171.
Ramdhan, T. W., Kholid, M. 2019. Pengolahan Limbah Kulit buah rambutan dan kulit buah apel
Menjadi Produk Minuman Dalam Meningkatkan Perekonomian Masyarakat Desa Rong Durin
Kabupaten Bangkalan. As-Sidanah: Jurnal Pengabdian Masyarakat, 1(1): 96-102.
Ritonga, A. U. M. 2019. Pembuatan dan Karakterisasi Biofoam Berbasis Komposit Serbuk Daun Keladi
yang Diperkuat oleh Polivinil Asetat (PATI GADUNG (DISCOREA HISPIDA), c).
Ruscahyani, Y. 2020. Pemanfaatan Kulit Jagung Sebagai Bahan Pembuatan Biodegradable Foam.
[Disertasi]. Surabaya: Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Sunan Ampel.
BBC News Indonesia. 2020. Sampah Plastik Terbanyak di Jakarta Berbentuk Styrofoam, Pergub DKI
Soal Plastik Sekali Pakai Tak Akan Signifikan. https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-
51192299 [09 Juni 2022].
Setiawan, I. K. A., Napitupulu, M., Walanda, D. K. 2018. Biocharcoal dari Kulit buah rambutan dan
kulit buah apel (Nephelium lappaceum L.) Sebagai Adsorben Zink Dan Tembaga. Jurnal
Akademika Kimia, 7(4): 193-199.
Setiawan, M. M., Suparni, S., Asih, T. N. 2022. Pengetahuan Dan Sikap Masyarakat Terhadap
Penggunaan Styrofoam Sebagai Wadah Makanan. Jurnal Sehat Masada, 16(1): 223-232.
Sipahutar, B. K. S. 2020. Pembuatan Biodegradable Foam dari Pati Pati Gadung (Discorea hispida),
(Durio zibethinus) dan Nanoserat Selulosa Kulit Buah Rambutan (Camellia sinensis) Dengan
Proses Pemanggangan.
Sunaryo, D. 2021. Optimalisasi Limbah Kulit buah rambutan dan kulit buah apel Menjadi Produk
Minuman Kemasan Dalam
Meningkatkan Perekonomian Masyarakat Desa Sukaratu Kabupaten Serang. Kaibon Abhinaya:
Jurnal Pengabdian Masyarakat, 3(1): 1-7.
Supriyono, R., Wiratmoko, B., Wibowo, M., Safrudin, R. 2021. Uji Coba Komposisi Dan Ketahanan
Permukaan Biofoam Terhadap Air Dari Rancangan Mesin Pengolah Jerami Menjadi
Biofoam. IMDeC: 369-369.
Utami, L. S., Islahudin, I., Zulkarnain, Z., Niswariyana, A. K., Sari, N. 2019. Pemanfaatan Limbah
Styrofoam Untuk Menghasilkan Batako Ringan Sebagai Pendukung Ketersediaan Material
Rumah Anti Gempa Desa Gontoran Kecamatan Lingsar Kabupaten Lombok
Barat. SELAPARANG Jurnal Pengabdian Masyarakat Berkemajuan. DOI. org/10.31764/jpmb.
v3i1, 1278.
Wirahadi, M. 2017. Elemen Interior Berbahan Baku Pengolahan Sampah Styrofoam dan Sampah Kulit
Jeruk. Intra, 5(2): 144-153.
Lampiran 1

L1.1 DATA NILAI KEKUATAN TARIK (TENSILE STRENGTH) [MPa]


Tabel L1.1. Data Nilai Kekuatan Tarik (Tensile Strength) [MPa]

PVA (%) NSS (%) Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Rata-Rata


10 0,232 0,733 0,779 0,581
20 0 1,396 1,257 1,296 1,316
30 1,318 1,281 1,068 1,222

10 0,983 1,001 1,164 1,049


20 1 4,246 3,128 3,381 3,585
30 1,582 2,438 3,864 2,628

10 1,708 6,317 8,917 5,647


20 3 1,693 6,951 7,608 5,417
30 2,041 2,041 8,885 4,322

10 1,970 1,346 1,234 1,517


20 5 0,947 1,015 1,428 1,130
30 1,107 1,163 1,080 1,117

L1.2 DATA NILAI SIFAT PEMANJANGAN SAAT


PUTUS(ELONGATION AT BREAK) [%]
Tabel L1.2. Data Nilai Sifat Pemanjangan Saat Putus (Elongation at
Break) [%]
PVA (%) NSS (%) Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Rata-Rata
10 1,296 1,290 1,298 1,295
20 0 2,626 1,934 2,091 2,217
30 3,190 2,990 2,670 2,950

10 1,780 0,590 1,510 1,293


20 1 1,700 1,800 2,200 1,900
30 4,050 0,470 1,980 2,167

10 1,160 1,070 0,810 1,013


20 3 0,100 1,200 2,410 1,237
30 0,978 1,508 2,389 1,625

10 0,200 0,630 0,670 0,50


20 5 1,200 1,080 1,110 1,130
30 1,130 1,100 0,910 1,047
L1.3 DATA HASIL PENGUKURAN DENSITAS (DENSITY)
Tabel L1.3. Data Hasil Pengukuran Densitas (Density) [g/cm3]

PVA (%) NSS (%) Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Rata-Rata


10 1,265 1,137 1,336 1,246
20 0 1,250 1,289 1,456 1,332
30 1,356 0,684 1,027 1,022

10 1,452 1,609 1,259 1,440


20 1 1,370 1,400 1,609 1,460
30 0,214 1,949 1,250 1,138

10 1,551 1,694 1,393 1,546


20 3 1,310 1,860 1,917 1,696
30 1,681 1,578 2,720 1,993

10 1,563 1,178 1,402 1,381


20 5 1,550 1,181 1,458 1,396
30 1,186 1,424 1,246 1,285

L1.4 DATA HASIL PENGUJIAN KADAR AIR (MOISTURE CONTENT)


Tabel L1.4. Data Hasil Pengujian Kadar Air (Moisture Content) [g]

PVA NSS 0 jam 1 jam 2 jam 3 jam 4 jam


(%) (%)
10 3,65 3,46 3,4 3,4 3,4
20 0 4,75 4,48 4,38 4,38 4,38
30 3,19 3,06 3,03 3,03 3,03

10 1,9 1,88 1,86 1,86 1,86


20 1 1,66 1,64 1,63 1,63 1,63
30 1,32 1,31 1,3 1,3 1,3

10 1,74 1,66 1,65 1,65 1,65


20 3 1,88 1,81 1,81 1,81 1,81
30 1,6 1,56 1,55 1,55 1,55

10 0,93 0,86 0,84 0,84 0,84


20 5 0,99 0,94 0,93 0,93 0,93
30 0,9 0,88 0,86 0,86 0,86
L1.5 DATA HASIL PENGUKURAN PENYERAPAN AIR (WATER
ABSORPTION)
Tabel L1.5. Data Hasil Pengukuran Penyerapan Air (Water Absorption)
[g]

PVA NSS 0 1 2 3 4 5 6 7
(%) (%) menit menit menit menit menit menit menit menit
10 1,2 1,44 1,54 1,62 1,67 1,8 1,88 1,97
20 0 1 1,1 1,16 1,21 1,23 1,27 1,42 1,46
30 1,28 1,47 1,55 1,61 1,63 1,71 1,76 1,82

10 1,09 1,24 1,26 1,35 1,37 1,44 1,51 1,51


20 1 1,85 2,01 2,08 2,12 2,16 2,2 2,25 2,3
30 0,93 1 1,01 1,05 1,07 1,1 1,13 1,13

10 1,19 1,34 1,43 1,51 1,52 1,55 1,69 1,75


20 3 1,17 1,29 1,35 1,36 1,41 1,43 1,47 1,53
30 0,97 1,06 1,11 1,14 1,15 1,18 1,25 1,32

10 1,14 1,28 1,42 1,45 1,67 1,74 1,8 1,82


20 5 0,82 0,97 1,06 1,1 1,23 1,28 1,33 1,36
30 0,95 1,01 1,06 1,09 1,18 1,23 1,25 1,3

L1.6 DATA HASIL PENGUJIAN BIODEGRADASI


Tabel L1.6. Data Hasil Pengujian Biodegradasi [g]

PVA NSS 0 hari 7 hari 14 hari 21 hari 28 hari


(%) (%)
10 1,06 1,69 1,09 0,49 0,48
20 0 4,46 6,93 5,17 3,6 3,37
30 3,18 5,72 4,22 2,77 2,5

10 1,71 2,41 1,34 0,82 0,76


20 1 1,01 1,71 0,85 0,57 0,56
30 0,95 1,7 1,3 0,69 0,67

10 3,62 5,37 3,17 2,05 1,58


20 3 0,86 1,44 0,66 0,49 0,48
30 0,75 1,21 0,89 0,51 0,49

10 0,78 1,69 0,37 0,31 0,31


20 5 1,15 1,75 1,05 0,66 0,62
30 1,17 1,88 1,1 0,78 0,73
Lampiran 2

L2.1 Flowchart Isolasi Pati Biji Durian


Flowchart isolasi pati biji durian dapat dilihat pada Gambar L2.1:

Mulai

Dikupas bagian selubung luar dan kulit ari 100 g biji durian lalu dicuci
dengan air

Dipotong biji dengan ukuran 1 cm2 lalu dihancurkan dengan blender

Dikeluarkan campuran dari blender dan disaring dengan


saringan plastik hingga diperoleh ampas dan cairan filtrat

Diendapkan suspensi selama 24-48 jam hingga pati mengendap sempurna

Disaring bagian bawah kaya pati dengan kertas saring Whatman No. 1

Dikeringkan endapan
Gambar di oven dengan
3.1 Flowchart Isolasisuhu
Pati 70
Biji°CDurian
selama 30 menit dan
diayak dengan ayakan mesh 100

Selesai

Gambar L2.1 Flowchart Isolasi Pati Biji Durian


L2.2 Flowchart Pembuatan Nanoserat Selulosa Ampas Teh

Flowchart pembuatan nanoserat selulosa ampas teh seperti pada Gambar


L2.2
Mulai

Dipreparasi ampas teh dengan cara dicuci dengan air bersih dan dikeringkan
di bawah sinar matahari dan dihaluskan sampai lolos pada ayakan mesh 200

Direndam sebanyak 10 g ampas teh hasil preparasi dalam


larutan alkali NaOH 12% pada suhu 90-95oC selama 3 jam,
dicuci sampai pH netral

Dipucatkan (bleaching) dengan H2O2 10% pada suhu 80-90oC


selama 90 menit, dicuci sampai pH netral

Tidak
Apakah bahan
menjadi pucat?

Ya

Dilakukan hidrolisis dengan H2SO4 64% pada suhu 40oC selama 45


menit. Kemudian dicuci sampai pH netral.

Dilakukan ultrasonikasi pada suhu 70oC selama 90 menit

Selesai

Gambar L2.2 Flowchart Pembuatan Nanoserat Selulosa Ampas Teh


L2.3 Flowchart Pembuatan Biodegradable Foam
Flowchart pembuatan biodegradable foam dapat dilihat pada Gambar L2.3:

Mulai

Alat oven diatur sesuai dengan kondisi operasi suhu 80oC

Dicampurkan bahan kering pati, NSS dan Mg Stearat dengan


PVA yang telah dilarutkan dalam aquadest terlebih dahulu
diaduk hingga bahan tercampur rata.

Selanjutnya adonan dimasukkan ke dalam alat oven dan ditekan dengan plat besi pada
sisi atas dan bawah masing-masing berdimensi 18 cm x 15 cm dengan ketebalan 0,5 cm
selama 60 menit dengan kondisi suhu 80oC

Dibiarkan dalam suhu ruangan selama 24 jam dan


dilakukan analisis

Selesai

Gambar L2.3 Flowchart Pembuatan Biodegradable Foam


L2.4 Flowchart Analisis Kekuatan Tarik Biodegradable Foam (Tensile
Strength)

Flowchart analisis kekuatan tarik biodegradable foam dapat dilihat pada


Gambar L2.4:

Mulai

Sampel dipotong dengan ukuran 13 mm x 57 mm dengan tebal ≤ 7 mm

Pengujian dilakukan dengan cara menempatkan spesimen pada genggaman mesin uji

Indikator ekstensi (extensomer) dipasang.

Alat pengukur regangan melintang dipasang dan dilakukan pengukuran beban

dan tegangan.

Dihitung kekutan tekan dengan Persamaan 3.1

Selesai

Gambar L2.4 Flowchart Analisis Kekuatan Tarik


L.2.5 Flowchart Analisis Kadar Air Bioderadable Foam (Moisture Content)

Flowchart Analisis kadar air dapat dilihat pada Gambar L2.5:

Mulai

Sampel putus ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselin yang telah
dikeringkan

Dimasukkan ke dalam oven pada suhu 100 - 105oC selama 1 jam

Setelah dingin dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit dan


ditimbang. Dilakukan pengulangan sampai didapatkan bobot tetap.

Selesai

Gambar L2.5 Flowchart Analisis Kadar Air

L2.6 Flowchart Analisis Densitas Bioderadable Foam

Flowchart Analisis densitas dapat dilihat pada Gambar L2.6:

Mulai

Ditimbang sampel putus dan dicatat sebagai massa (g)

Dihitung volumenya

Ditimbang sampel yang sudah dipotong kemudian dihitung dengan rumus analisis densitas

Selesai

Gambar L2.6 Flowchart Analisis Densitas


L2.7 Flowchart Analisis Penyerapan Air Bioderadable Foam (Water Absorption)
Flowchart Analisis penyerapan air dapat dilihat pada Gambar L2.7:

Mulai

Diukur massa sampel putus dan dicatat sebagai massa awal

Direndam sampel dalam air selama 60 detik

Diangkat dan dikeringkan dengan tisu

Ditimbang massa akhir sampel dan dihitung dengan rumus analisis penyerapan
air

Selesai

Gambar L2.7 Flowchart Analisis Penyerapan Air

L2.8 Flowchart Analisis Biodegradasi

Flowchart Analisis biodegradasi dapat dilihat pada Gambar L2.8:

Mulai

Disiapkan sampel putus dan ditimbang sebagai massa awal

Ditanam di bawah tanah dengan kedalaman 10 cm dan didiamkan selama 14 hari

Dibersihkan dan ditimbang hingga massanya konstan

Selesai
Gambar L2.8 Flowchart Analisis Biodegradasi
Lampiran 3. Perhitungan

L3.1 PERHITUNGAN FRAKSI MASSA BAHAN BAKU BIOFOAM


Perhitungan fraksi massa bahan baku biofoam berpengisi NSS Kulit buah
rambutan dan kulit buah apeladalah sebagai berikut:

Perbandingan bahan padat : air (%) = 60:40


Massa total padatan + air = 50 gram
Massa padatan = 60% x 50 gram
= 30 gram
Massa air = 40% x 50 gram
= 20 gram
Massa magnesium stearat = 4% massa total campuran
= 4% x 50 gram
= 2 gram

Massa NSS Kulit buah rambutan dan kulit buah apel = 1% massa total campuran
= 1% x 50 gram
= 0,5 gram
Analog untuk persentase NSS 0%, 3%, dan 5%

Massa PVA = 10% massa total campuran


= 10% x 50 gram
= 5 gram
Analog untuk persentase NSS 20%, dan 30%
Hasil perhitungan untuk variabel lain ditunjukkan pada Tabel L.3.1
Tabel L3.1 Tabulasi Hasil Perhitungan Formulasi Bahan Baku

NSS Ampas Magnesium Pati Air


PVA (g)
Teh (g) Stearat (g) (g) (g)
5 23
0 10 18
15 13
5 22,5
0,5 10 17,5
15 12,5
2 20
5 21,5
1,5 10 16,5
15 11,5
5 20,5
2,5 10 15,5
15 10,5

L3.2 PERHITUNGAN UKURAN NANOSERAT SELULOSA DARI KULIT


BUAH RAMBUTAN DAN KULIT BUAH APEL MENGGUNAKAN
TEM

Rumus:
𝑈𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛 𝑆𝑘𝑎𝑙𝑎
=
𝑃𝑎𝑛j𝑎𝑛g 𝑆𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑈𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛 𝐺𝑎𝑚𝑏𝑎𝑟 𝑆𝑒𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟𝑛𝑦𝑎
Diketahui: 𝑃𝑎𝑛j𝑎𝑛g
𝐷i𝑎𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟
𝐺𝑎𝑚𝑏𝑎𝑟

Ukuran Skala = 100 nm

1. Panjang skala = 25,40 cm


Panjang diameter gambar = 1,5 cm
25,40 100 𝑛𝑚
=
1,5 𝑥
25,40 x = 1500 nm
x = 59,06 nm

2. Panjang Skala = 37,76 cm


Panjang diameter gambar = 2,5 cm
37,76 100 𝑛𝑚
=
2,5 𝑥
37,76 x = 2500 nm
x = 66,20 nm
3. Panjang Skala = 37,02 cm
Panjang diameter gambar = 2,5 cm
37,02 100 𝑛𝑚
=
2,5 𝑥
37,02 x = 2500 nm
x = 67,53 nm

L3.3 PERHITUNGAN DENSITAS


Perhitungan densitas biofoam dengan komposisi pengisi NSS 0% dan PVA10%
adalah sebagai berikut:
Massa sampel : gram
Volume sampel dihitung berdasarkan dimensi panjang x lebar x tebal dari sampel dalam
satuan cm3, dari data pengukuran volume didapatkan panjang 1,5 cm, lebar 1 cm dan tebal
0,5 cm sehingga volume sebesar 0,75 cm3.
Massa
Perhitungan densitas =
Volume
densitas = 0,949

0,75
densitas = 1,265 g/cm3

Perhitungan untuk densitas biofoam dengan variasi komposisi yang lain sama
seperti perhitungan densitas biofoam dengan komposisi pengisi NSS 0% danPVA 10% di
atas.

L3.4 PERHITUNGAN KADAR AIR BIOFOAM


Perhitungan kadar air biofoam dengan komposisi pengisi NSS 0% dan PVA 10%
adalah sebagai berikut:
Massa awal sampel pada 0 jam : 3,65 g
Massa sampel setelah 4 jam : 3,40 g
3,65  3,40
Maka persentase kadar air = x100%  6,85%
3,65
Perhitungan untuk kadar air biofoam dengan variasi komposisi yang lain sama
seperti perhitungan kadar air biofoam dengan komposisi pengisi NSS 0% dan PVA 10%
di atas.

L3.5 PERHITUNGAN PENYERAPAN AIR BIOFOAM


Perhitungan penyerapan air biofoam dengan komposisi pengisi NSS 0% dan PVA
10% adalah sebagai berikut:
Massa awal : 1,20 g
Massa setelah 7 menit : 1,97 g
1,97  1,20
Maka persen penyerapan air = x100%  64,17%
1,20
Perhitungan untuk penyerapan air biofoam dengan variasi komposisi yang lain
sama seperti perhitungan penyerapan air biofoam dengan komposisi pengisi NSS 0% dan
PVA 10% pada waktu 1 menit di atas. Perhitungan diulang setiap 1 menit hingga
penyerapan air konstan.

L3.6 PERHITUNGAN BIODEGRADASi BIOFOAM


Perhitungan biodegradasai biofoam dengan komposisi pengisi NSS 0% dan PVA
10% adalah sebagai berikut:
Massa awal sampel pada 0 hari : 1,06 g
Massa sampel setelah 28 hari : 0,48 g
1,06  0,48
Maka persentase kadar air = x100%  54,72%
1,06
Perhitungan untuk biodegradasi biofoam dengan variasi komposisi yang lain sama
seperti perhitungan biodegradasi biofoam dengan komposisi pengisi NSS 0% dan PVA
10% di atas.
Lampiran 4. Dokumentasi Penelitian

L4.1 PENYEDIAAN PATI DARI GADUNG (DISCOREA HISPIDA)

Gambar L4.1. Penyediaan Pati Dari Gadung (Discorea hispida)

L3.2 PENYEDIAAN NANOSERAT SELULOSA DARI KULIT BUAH RAMBUTAN DAN KULIT
BUAH APEL

Gambar L4.2. Penyediaan Nanoserat Selulosa Dari Kulit buah rambutan


dan kulit buah apel
L4.3 PROSES ULTRASONIKASI DENGAN ULTRASONIC BATH

Gambar L4.3. Proses Ultrasonikasi dengan Ultrasonic Bath

L4.4 PROSES PENCETAKAN DENGAN ALAT BAKING PROCESS


(OVEN)

Gambar L4.4. Proses Pencetakan dengan Alat Baking Process (Oven)

L4.5 HASIL BIODEGRADABLE FOAM BERPENGISI NSS DARI


KULIT BUAH RAMBUTAN DAN KULIT BUAH APEL

Gambar L4.5. Hasil Biodegradable Foam Berpengisi NSS Dari Kulit buah rambutan dan
kulit buah apel
LAMPIRAN 5. Hasil Pengujian Lab Analisis DanInstrumen

L5.1 Hasil Karakterisasi Kulit buah rambutan dan kulit buah apel Menggunakan Ftir

98
96
94
92
90
88
86
84

3324.98

2916.15

1625.05

1027.42

561.50
3500 3000 2500 2000 1500 1000 500

Wavenumber cm-1

Gambar L5.1. Hasil Karakterisasi Kulit buah rambutan dan kulit buah apel
Menggunakan FTIR

L5.2 HASIL KARAKTERISASI NSS DARI AMPAS TEH


MENGGUNAKAN FTIR
98
96
94
92
90
88
86
84
82

2912.54
3322.84

1643.44

1025.04

555.31

3500 3000 2500 2000 1500 1000 500

Wavenumber cm-1

Gambar L5.2. Hasil Karakteristik NSS Dari Kulit buah rambutan dan kulit buah apel Menggunakan FTIR
L5.3 HASIL KARAKTERISASI KULIT BUAH RAMBUTAN DAN KULIT
BUAH APEL DAN NSS DARI KULIT BUAH RAMBUTAN DAN KULIT
BUAH APEL MENGGUNAKAN SEM

(a)

(b)
Gambar L5.3 Hasil Karakterisasi (a) Kulit buah rambutan dan kulit buah apel (b) NSS Dari
Kulit buah rambutan dan kulit buah apelMenggunakan SEM dengan Perbesaran 2000x
L5.4 HASIL KARAKTERISASI NSS DARI AMPAS TEH
MENGGUNAKAN TEM

Gambar L5.4. Hasil Karakterisasi NSS Dari Kulit buah rambutan dan kulit buah apel
Menggunakan TEM

L5.5 HASIL KARAKTERISASI PATI DARI BIJI DURIAN


MENGGUNAKAN FTIR

Gambar L5.5. Karakteristik Pati Dari Gadung (Discorea hispida) Menggunakan FTIR
L5.6 HASIL KARAKTERISASI BIOFOAM TANPA PENGISI DAN DENGAN
BERPENGISI NSS DARI KULIT BUAH RAMBUTAN DAN KULIT BUAH
APEL MENGGUNAKAN SEM

(a) (b)
Gambar L5.6. Hasil Karakteristasi Biofoam (a) Tanpa Pengisi NSS Dari Kulit buah
rambutan dan kulit buah apel dan (b) Berpengisi NSS Dari Kulit
buah rambutan dan kulit buah apel Menggunakan SEM

Anda mungkin juga menyukai