Anda di halaman 1dari 5

ASAS “PACTA SUNT SERVANDA”

Oleh
Prof. Dr. Sutan Remy Sjahdeini, S.H.

I. PENGERTIAN ASAS “PACTA SUNT SERVANDA”

Menurut hukum perjanjian, berlaku asas “pacta sunt servanda”. Maxim “pacta sunt
servanda” adalah maxim dalam bahasa Latin yang artinya “semua perjanjian wajib
dilaksanakan” yang dalam bahasa Inggris adalah “agreements must be kept”.1

Maxim “pacta sunt servanda” berasal dari maxim dalam bahasa Latin yang lebih panjang
yaitu: “pacta convent quae neque contra leges neque dolo mal initasunt oemnimodo
observanda sunt” yang terjemahannya dalam bahasa Inggris adalah “Agreements which are
neither contrary to the laws norentered into fraudulently should be observed in every
manner”.2

Asas tersebut merupakan dasar dari semua hukum internasional yang tanpa asas tersebut,
maka perjanjian internasional tidak akan mengikat dan dapat ditegakkan.3

Dalam hukum internasional (international law), berlakunya asas tersebut menegaskan bahwa
semua kewajiban dalam perjanjian internasional (treaty obligations) wajib dilaksanakan
dengan itikad baik. Semua subjek dalam hukum internasional wajib melaksanakan perjanjian
diantara mereka diwajibkan semua hak dan kewajiban mereka dengan itikad baik.

II. ASAS “PACTA SUNT SERVANDA” DALAM KUH PERDATA INDONESIA

Asas “pacta sunt servanda” merupakan asas hukum yang fundamental dalam tradisi civil
law. Asas tersebut merujuk kepada hukum perjanjian. Asas tersebut menentukan bahwa

1
Black's Law Dictionary (8th ed. 2004), cfm Wikipedia, Pacta Sunt Servanda, cfm
https://en.wikipedia.org/wiki/Pacta_sunt_servanda
2
OpenJurist,org, Pacta Sunt Servanda, available at https://openjurist.org/law-dictionary/pacta-conventa-quae-
neque-contra-leges-neque-dolo-malo-inita-sunt-omni-modo-observanda-sunt last seen on 05/03/2018., cfm
Shaisir Divatia, Application of Pacta Sunt Servanda in International Investment Law,
https://www.researchgate.net/publication/331860540_Application_of_Pacta_Sunt_Servanda_in_Internationa
l_Investment_Law
3
Like the Declaration of London, 1871., cfm Shaisir Divatia, Application of Pacta Sunt Servanda in International
Investment Law,
https://www.researchgate.net/publication/331860540_Application_of_Pacta_Sunt_Servanda_in_Internationa
l_Investment_Law
klausul dalam suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak tidak boleh diingkari oleh pihak
yang manapun dari perjanjian yang dibuat oleh mereka. Asas ini dalam KUH Perdata
Indonesia, ditentukan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang berbunyi:

Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya.

Berkenaan dengan asas “itikad baik”, yang berlaku dalam KUH Perdata tercantum dalam
Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata yang menentukan:

Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik

Asas pacta sunt servanda didalmnya mengandung asas itikad baik. Tetapi dalam KUH Perdata
kedua asas tersebut dipisahkan, yaitu asas “pacta sunt servanda” dicantumkan sebagai
ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata sedangkan asas itikad baik dicantumkan dalam
Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata.

III. “PACTA SUNT SERVANDA” DALAM TRADISI COMMON LAW

Asas pacta sunt servanda dalam tradisi common law dirujuk dengan istilah “Sanctity of
Contract”.4 Sanctity of Contract adalah asas bahwa sekali para pihak sudah membuat
“contract” (perjanjian), maka mereka yang membuat perjanjian harus mematuhi
kewajibannya.5

IV. “PACTA SUNT SERVANDA” DALAM AL-QUR’AN DAN AL-HADITS

Pacta sunt servanda yaitu maxim yang mewajibkan semua perjanjian dipenuhi atau tidak
boleh diingkari, bukan saja terdapat dalam perundang-undangan, baik nasional maupun
internasional, tetapi juga terdapat dalam Al-Qur’an dan hadits. Artinya, umat islam
diwajibkan untuk menepati janjinya kepada orang lain. Apabila seseorang yang telah terikat
janji dengan orang lain dan ternyata dia tidak menepati janjinya, menurut ajaran islam
perbuatan tersebut merupakan dosa.

4
Muhammad Najih Vargholy, Mengenal Prinsip Pacta Sunt Servanda Dalam Perjanjian, cfm
https://rumahkeadilan.co.id/mengenal-prinsip-pacta-sunt-servanda-dalam-perjanjian-2/
5
Legal Information Institute, Sanctity of contract, cfm https://www.law.cornell.edu/wex/sanctity_of_contract
Menurut ajaran islam, manusia dapat berjanji dengan Allah SWT dan dapat berjanji dengan
sesama manusia. Berkenaan dengan janji manusia dengan Allah SWT sang pencipta, Allah
SWT berfirman dalam Surah An-Nahl ayat 91 – 92, yang artinya:

"Dan tepatilah perjanjian dengan Allah, apabila kamu berjanji, dan janganlah kamu
membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah
menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpah itu). Sesungguhnya
Allah mengetahui apa yang kamu perbuat." – (QS.16:91)

"Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan, yang menguraikan benangnya


yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan
sumpah (perjanjian)mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu
golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Sesungguhnya, Allah
hanya menguji kamu dengan hal itu. Dan sesungguhnya, di hari kiamat, akan
dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu." – (QS.16:92)

Sedangkan berkenaan dengan janji manusia dengan mannusia yang lain, dalam Surah Al-
Maidah ayat 1, Allah SWT berfirman yang artinya:

"Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu..... " – (QS.5:1)

Menurut Surah An-Nisa ayat 145, Allah SWT menegaskan bahwa orang yang munafik, antara
lain adalah yang mengingkari janjinya, akan ditempatkan pada tingkatan yang paling bawah
dari neraka. Dalam surah tersebut Allah SWT berfirman yang artinya:

"Sesungguhnya, orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan, yang paling


bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun,
bagi mereka." – (QS.4:145)

Sementara itu, Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Isra ayat 34, janji yang dibuat oleh
hamba-Nya pasti dimintakan pertanggungjawabannya di akhirat nanti. Dalam surah tersebut
Allah SWT berfirman yang artinya:

".... dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan
jawabnya." – (QS.17:34)
Apabila Allah SWT menegaskan bahwa ingkar janji merupakan hal yang akan dimintai
pertanggungjawabannya kelak di akhir zaman, sebaliknya Allah SWT menegaskan bahwa
hamba-Nya yang memnuhi janjinya, maka Allah SWT juga akan menepati janji-Nya kepada
orang tersebut. Hal tersebut ditegaskan oleh Allah SWT dalam Surah Al-Baqarah ayat 40
yang artinya:

"Hai Bani Israil, ingatlah nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu, dan
penuhilah janjimu kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu; dan hanya
kepada-Ku-lah kamu harus takut (tunduk)." – (QS.2:40)

Dalam surah yang lain, yaitu Surah Ali-Imran ayat 76, Allah SWT berfirman yang artinya:

"(Bukan demikian), sebenarnya siapa yang menepati janji (yang dibuat)nya, dan
bertaqwa, maka sesungguhnya, Allah menyukai orang-orang yang bertaqwa." –
(QS.3:76)

Ketentuan dalam Al-Qur’an, lebih lanjut ditegaskan pula dalam beberapa hadits Rasulullah
SAW sebagaimana di bawah ini. Dalam hadits dari Abu Hurairah Ra., Nabi Muhammad SAW
bersabda yang artinya:6

“Tanda orang munafik itu ada tiga, (1) jika berbicara berdusta; (2) jika berjanji maka
tidak menepati; dan (3) jika diberi amanah, dia berkhianat.” (HR. Bukhari no. 33 dan
Muslim no. 59)

Dalam hadits yang lain, dari sahabat ‘Abdullah bin ‘Amr Ra., Nabi Muhammad SAW bersabda
yang artinya: 7

“Terdapat empat perkara yang jika semuanya ada pada diri seseorang, maka jadilah
dia orang munafik tulen (maksudnya, akan mengantarkan kepada nifak akbar, pen.).
Dan jika ada pada dirinya salah satunya, maka dia memiliki sifat kemunafikan, sampai
dia meninggalkannya, (yaitu): (1) jika berbicara, dia berdusta; (2) jika membuat
perjanjian, dia melanggarnya; (3) jika membuat janji (untuk berbuat baik kepada
orang lain, pen.), dia menyelisihi janjinya; dan (4) jika bertengkar (berdebat), dia

6
Saifudin Hakim, Hukum Menepati Janji, cfm https://muslim.or.id/47562-hukum-menepati-janji.html
7
Saifudin Hakim, Hukum Menepati Janji, cfm https://muslim.or.id/47562-hukum-menepati-janji.html
melampaui batas.” (HR. Bukhari no. 34 dan Muslim no. 59, lafadz hadits ini milik
Bukhari)

Dari Ali bin Abi Thalib Ra., Rasulullah SAW bersabda:8

“Barang siapa yang tidak menepati janji seorang muslim, maka dia mendapat laknat
Allah, malaikat, dan seluruh manusia. Tidak diterima darinya taubat dan tebusan”
(HR. Bukhari, 1870, dan Muslim, 1370).

V. SEJARAH ASAS “PACTA SUNT SERVANDA”

Adagium tersebut tertulis dalam the canonist Cardinal Hostiensis dari abad ke-13 M yang
baru diterbitkan pada abad 16.9 Semula asas tersebut hanya merupakan hukum kebiasaan
yang tidak dikodifikasikan. Dalam arti asas tersebut tidak didukung oleh traktat (treaty) pun.
Namun pada permulaan abad ke-19, asas tersebut dikodifikasikan dalam beberapa deklarasi
multilateral (multilateral declarations) dan disebutkan dalam berbagai putusan pengadilan
internasional (international tribunnal). Asas tersebut dicantumkan sebagai ketentuan
(covenant) dari Liga Bangsa-Bangsa (League of Nations) yang belakangan juga dalam the
United Nations Charter (Piagam PBB). 10

Pada akhirnya the Vienna Convention on the Law of Treaties of 1969 yang untuk pertama
kalinya secara eksplisit mencantumkan asas pacta sunt servanda dalam Mukadimahnya
(Preamble) dan juga dalam Article 26 of the Convention, yang menyatakan: “every treaty in
force is binding upon the parties to it and must be performed by them in good faith”.

8
Pena Berlian, Ingkar Janji dalam Islam Hukum dan Dalilnya, cfm https://penaberlian.com/ingkar-janji-dalam-
islam-hukum-dan-dalilnya/
9
Richard Hyland. “Pacta sunt servanda: a meditation”, Virginia Journal of International Law 34, no. 2 (1994):
hlm. 416, cfm Wikipedia, Pacta Sunt Servanda, cfm https://en.wikipedia.org/wiki/Pacta_sunt_servanda
10
Alina Kaczorowska, Public International Law, (3rd ed, 2002), cfm Shaisir Divatia, Application of Pacta Sunt
Servanda in International Investment Law,
https://www.researchgate.net/publication/331860540_Application_of_Pacta_Sunt_Servanda_in_Internationa
l_Investment_Law

Anda mungkin juga menyukai