Anda di halaman 1dari 26

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MULUT

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS HASANUDDIN

REFARAT

TINJAUAN NARASI TENTANG RELEVANSI DIANGNOSIS DINI


TERHADAP KANKER MULUT DAN PREKANKER

Disusun Oleh :

Nama : Izza Aulia Islami Ramadhan


Nim : J014222022
Pembimbing : drg. Erni Marlina, Ph.D, Sp.PM (K)

DIBAWAKAN SEBAGAI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MULUT
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2023

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI…………………………………………………………………..…...….ii

DAFTAR GAMBAR………………………………………………………………….iii

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………...….1

1.1 Latar Belakang………………………………………………………………2

1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………...2

1.3 Tujuan Penulisan…………………………………………………………….2

1.4 Manfaat penulisan………………………………………………...………....2

BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………….3

2.1 Definisi Kanker Rongga Mulut………………………………………..……3

2.2 Etilogi Kanker Rongga Mulut……………………………………................3

2.3 Gejala Klinis……………………………………………………………..…3

2.4 Gradasi Kanker Rongga Mulut …………………………………………….6

2.5 Klasifikasi dan Stadium Kanker Rongga Mulut…………………………….6

2.6 Diagnosis Dini…………………………………………………………….13

2.7 Tatalaksana Kanker Mulut……………………………………………...…17

BAB III PENUTUP………………………………………………………………..….21

3.1 Kesimpulan……………………………………………………………..…21

3.2 Saran………………………………………………………………………21

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.3.1 Patch kecil putih di batas lateral lidah ditemukan sebai Early
Squamous Carcinoma.....................................................................5

Gambar 2.3.2 Homogenous Leukoplaksia ............................................................ ..5

Gambar 2.3.3 Speckled Leukoplaksia ................................................................... ..5

Gambar 2.3.4 VerrucouLeukoplaksia ................................................................... ..5

Gambar 2.3.5 Nodular Leukoplaksia .................................................................... ..5

Gambar 2.5.1. leukoplakia verukosa ..................................................................... ..8

Gambar 2.5.2. Leukoplakia dasar mulut ............................................................... ..8

Gambar 2.5.3. Eritroplakia di palatum durum posterior, menunjukkan displasia


berat dan karsinoma in-situ pada pemeriksaan histopatologi ............................... ..8

Gambar 2.5.4 . Striae reticular putih pada mukosa pipi kanan pada pasien dengan
lichen planus oral dikonfirmasi secara histopatologis .......................................... 10

Gambar 2.5.6. beberapa area erythroplakia dengan ulserasi di mukosa bukal kiri;
diagnosis karsinoma sel skuamosa invasif, berasal dari ulkus traumatis kronis akibat
menggigit sendiri ................................................................................................... 10

Gambar 2.6.1 Tahapan Periksa Mulut Sendiri (SAMURI).....................................15

Gambar 2.6.2. Leukoplakia bergelombang lebar di tepi kiri lidah; aplikasi


pewarnaan biru toluidin mengungkapkan beberapa fokus dugaan displasia atau
kanker epitel...........................................................................................................17

iii
DAFTAR TABLE

Tabel 2.3. Gejala Klinis Kanker Mulut………………………………………….....4

Tabel 3.1 Sistem TNM KRM…………………………………………………….12

Tabel 3.2 Kelompok Stadium KRM…………………………..………………….12

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kanker mulut adalah salah satu kanker yang paling umum di seluruh dunia
dan merupakan keganasan keenam yang paling umum, berkaitan erat dengan
kebiasaan merokok, minum alkohol, mengunyah tembakau, dan mengonsumsi
sirih. Histologi yang paling umum dari kanker mulut adalah squamous cell
carcinoma (SCC) . Pada pria, ini adalah jenis kanker mulut yang paling umum dan
ditemukan di berbagai bagian kepala dan leher. Kanker ini merupakan 90% dari
keganasan mulut pada 300.000 kasus yang didiagnosis setiap tahunnya. Menurut
Stewart, sekitar 60% kasus baru kanker mulut dan 68% kematian yang
berhubungan dengan kanker mulut dilaporkan terjadi di Asia.
Kanker mulut adalah karsinoma sel skuamosa (OCSCC) di lebih dari 90%
kasus tumor rongga mulut lainnya termasuk kelenjar ludah minor, melanoma, dan
limfoma.1,2OCSCC dapat memiliki berbagai tingkat diferensiasi dan sering
menimbulkan metastasis nodus. Secara global, diperkirakan lebih dari 400.000
kasus baru kanker mulut didiagnosis setiap tahunnya, dua pertiganya terjadi di
negara-negara Asia, seperti Sri Lanka, india, India, Pakistan, dan Bangladesh . Di
negara-negara berisiko tinggi ini, kanker mulut adalah keganasan yang paling
umum, terhitung lebih dari 25% dari semua kasus baru kanker setiap tahun .
Kanker mulut memiliki prognosis yang buruk, dengan tingkat kelangsungan hidup
5 tahun secara keseluruhan serendah 40%, meskipun jika didiagnosis pada tahap
awal (I dan II), tingkat kelangsungan hidup dapat melebihi 80%, hingga 50%
kanker mulut didiagnosis pada stadium lanjut (stadium III dan IV).
Karena sebagian besar pasien tidak menunjukkan gejala pada stadium awal
dan tidak mencari bantuan medis sampai mereka menunjukkan gejala yang jelas
seperti nyeri, perdarahan, atau pembengkakan di mulut atau leher jika sudah ada
penyebaran limfatik. Ketika penundaan diagnostik melebihi satu bulan, risiko
kanker mulut stadium lanjut secara signifikan lebih tinggi. Sebagai aturan umum,

1
prognosis memburuk ketika penyakit menjadi lebih lanjut dan lokasi tumor
menjadi kurang dapat diakses (yaitu, kanker bibir memiliki tingkat kelangsungan
hidup yang lebih baik dari pada kanker orofaringeal). Mengingat tingkat kematian
yang tinggi, deteksi dini keganasan rongga mulut dan antisipasi diagnosis
menghasilkan prognosis yang lebih baik dan tingkat kelangsungan hidup dan lebih
sedikit morbiditas dari pengobatan.
Mengingat bahwa sebagian besar faktor risiko dapat dihilangkan, kanker
mulut dapat dianggap sebagai penyakit yang sebagian besar dapat dicegah. Oleh
karena itu, pencegahan primer kanker mulut terdiri dari pendidikan masyarakat
tentang pembatasan faktor risiko perilaku, dalam mencegah penggunaan tembakau
dan kecanduan serta membatasi asupan alkohol. Di negara-negara dengan
kehadiran praktik gigi secara teratur, skrining oportunistik untuk lesi mukosa
mulut (kanker stadium awal atau lesi prakanker) pada praktik kedokteran gigi
umum juga dapat relevan dalam mengurangi keterlambatan diagnostik.1,2

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud kanker rongga mulut?
2. Bagaimana gambaran klinis kanker rongga mulu?
3. Apa saja lesi yang berpotensi ganas pada rongga mulut?
4. Bagaimana cara mendeteksi kanker rongga mulut secara dini?

1.2 Tujuan Penulisan


Mengetahui definisi kanker rongga mulut, mengetahui cara diagnosis dini
untuk deteksi kanker rongga mulut dan mengeahui tatalaksana kanker rongga
mulut.

1.3 Manfaat Penulisan


Dapat menambah pengetahuan mengenai kanker rongga mulut beserta
histopatologi dan factor resikonya serta menjadi bahan bacaan untuk
dikembangkan kedepannya.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Kanker Rongga Mulut


Kanker mulut adalah keganasan yang sering terjadi pada mukosa atau lapisan
mulut, bibir, lidah, gusi dan langit-langit (palatum). Kanker mulut dapat terjadi
pada jaringan ditenggorokan (faring) dan kelenjar lidah (glandula saliva).
Keganasan ini merupakan salah satu jenis kanker yang paling sering terjadi
didaerah leher dan kepala. Diperkirakan sekitar 90% dari kelompok kanker leher
dan kapala adalah kanker mulut. Kanker mulut sering terjadi dibibir bawah, dasar
mulut, bagian bawah dan tepi lidah, area retromolar, tonsil, dan tepi palatum mole.3

2.2 Etilogi Kanker Rongga Mulut


Aada banyak faktor risiko penyebab kanker mulut, namun factor yang paling
sering terjadi yaitu penggunaan tembakau yang berlebihan (termasuk tembakau
tanpa asap), mengunyah sirih, konsumsi minuman beralkohol, dan peradangan
kronis prevalensi kanker mulut dan orofaring terkait HPV (terutama HPV tipe 16)
telah meningkat akhir-akhir ini. dekade, terutama di kalangan orang muda. Peran
onkogenik dari mikrobioma rongga mulut, peradangan mukosa, dan trauma
mukosa rongga mulut dari gigi dan perangkat prostetik telah mendapat perhatian
yang meningkat dalam beberapa studi klinis dan ilmiah. Untuk kanker bibir,
radiasi ultraviolet aktinik (UV), terutama UV-B, juga berperan. Selain itu, kondisi
genetik seperti xeroderma pigmentosum, anemia Fanconi, dan ataksia-
telangiektasis menunjukkan peningkatan risiko, karena kurangnya mekanisme
perbaikan DNA , selain itu mikrobioma oral, predisposisi genetic juga merupakan
salah satu factor etiologi kanker mulut.1,4

2.3 Gejala Klinis


Pada negara berkembang, lebih dari 50% lesi kanker mulut muncul dari lesi
yang disebut sebagai lesi pra kanker atau pre malignant. Kenyataan di lapangan,
lesi pra kanker ini sering kali terlewati karena kemunculannya tidak menimbulkan

3
rasa sakit. Lesi pre kanker dapat berupa Eritroplakia, Speckled leukoplakia, Lichen
planus erosive. Lesi tersebut dapat dikenali keberadaaanya di dalam mulut dan
dapat disembuhkan apabila ditemukan sebelum adanya perubahan pada jaringan
yang disebut epitel dysplasia . Lesi pra kanker ini sering kali terlewati karena
kemunculannya tidak menimbulkan rasa sakit. Hal ini menyebabkan 70% kanker
mulut ditemukan pada stadium yang lanjut dan memerlukan perawatan yang
kompleks, mahal dan lama serta memberikan ramalan ke depan yang buruk.5
Gejala klinis kanker mulut terbagi menjadi dua : stadium awal dan stadium
lanjut.

Tabel 2.3. Gejala Klinis Kanker Mulut

Lesi putih yang tidak bisa dihilangkan dan secara klinis tidak spesifik disebut
leukoplaksia (Gambar 1). Terdapat dua macam leukoplaksia, yaitu homogenous
leukoplakia dan non-homogenous leukoplakia, yang terdiri dari speckled, nodular,
dan verrucous leukoplakia. Homogenous leukoplakia yaitu lesi putih datar yang
homogen dan tipis (Gambar 2). Speckled leukoplakia adalah jenis leukoplakia
berbentuk menyerupai bintik-bintik (Gambar 3). Verrucous leukoplakia
mempunyai permukaan yang timbul dan bergelombang (Gambar 4). Jenis nodular
leukoplakia berupa lesi polipoid kecil yang bulat berwarna putih (Gambar 5).6

4
Gambar 2.3.1. Patch kecil putih di batas lateral lidah ditemukan sebai Early
Squamous Carcinoma

Gambar 2.3.2. Homogenous Leukoplaksia Gambar 2.3.3. Speckled Leukoplaksia

Gambar 2.3.4. VerrucouLeukoplaksia Gambar 2.3.5. Nodular Leukoplaksia

Individu juga dapat datang dengan keluhan terdapat massa di mulut ataupun
leher. Disfagia, odinofagia, otalgia, gerakan terbatas, perdarahan oral, massa leher,
serta penyusutan berat tubuh bisa terjadi pada penyakit lanjut. Kehilangan fungsi
sensorik terutama hanya pada bagian unilateral yaitu isyarat yang bisa
mengindikasikan keterlibatan saraf. Kehilangan fungsi pada lidah bisa
mempengaruhi fungsi bicara, makan serta menelan. Kemungkinan berlangsung

5
transformasi pada jaringan termasuk lesi merah, putih, ataupun merah- putih;
transformasi tekstur permukaan menciptakan lesi yang halus, granular, kasar, atau
berkerak; atau adanya massa maupun ulserasi.6

2.4 Gradasi Kanker Rongga Mulut

a. Gradasi

Gradasi SCC rongga mulut dilihat dari gambar histopatologis SCC yang
dinilai berdasarkan derajat kemiringan tumor dengan jaringan asalnya atau produk
normal epitel sel skuamosa berupa Mutiara keratin. Menurut WHO 1971, gradasi
SCC rongga mulut adalah:

Gradasi 1 : banyaknya ditemukan keratinisasi ekstraseluler (Mutiara tanduk) atau


interseluler (diskeratotik) dan terdapat jembatan antar sel. Mitosis atipik dan sel
berinti banyak (sel raksasa) jarang ditemukan. Inte pleomorfik ringan.

Gradasi 2 : Keratinisasi ekstrakuler, interseluler dan jembatan antar sel tidak


banyak ditemukan. Mitosis 2-4/LPB disertai sel atipik dan sel berinti banyak
ditemukan. Inti sel pleomorfik sedang.7

Gradasi 3 : Mutiara tanduk tidak ditemukan, tidak terlihat keratinisasi seluler dan
jembatan intraseluler, dapat ditemukan lebih dari 4 mitosis per LPB dengan mitosis
atipikal yang sering ditemukan, pleomorfism seluler dan inti jelas sering dijumpai
sel raksasa berinti banyak.7

2.5 Klasifikasi dan Stadium Kanker Rongga Mulut

Berdasarkan pertumbuhan abnormal sel, dibagi menjadi:

1.Tumor Jinak Rongga Mulut

Tumor jinak rongga mulut dapat berasal dari berbagai sel:8

• Eosinophilic granuloma
• Fibroma
• Granular cell tumor
• Keratoacanthoma
• Leiomyoma

6
• Osteochondroma
• Lipoma
• Schwannoma
• Neurofibroma
• Papilloma
• Condyloma acuminatum
• Verruciform xanthoma
• Pyogenic granuloma
• Rhabdomyoma
• Odontogenic tumors

2. Lesi Pra-kanker Rongga Mulut

a.Leukoplakia

Leukoplakia merupakan lesi berupa plak berwarna putih yang melekat pada
mukosa rongga mulut; lesi ini tidak dapat dibedakan dari lesi plak putih yang
disebabkan oleh beberapa faktor lain, seperti infeksi, peradangan, ataupun sebab
lainnya. Leukoplakia dapat berkembang menjadi KRM tergantung beberapa faktor,
yakni tingkat displasia, ukuran leukoplakia, dan progresivitas lesi.1

Displasia pada sepertiga basal epitel merupakan displasia ringan, lebih dari setengah
lapisan epitel merupakan displasia sedang, dan displasia berat meliputi seluruh
kedalaman epitel. Displasia ringan memiliki risiko 3% untuk menjadi keganasan
berupa karsinoma sel skuamosa, sedangkan displasia derajat berat dengan karsinoma
in situ memiliki risiko 43% menjadi karsinoma sel skuamosa.1 Tingkat transformasi
ganas telah dilaporkan menjadi 60% sampai 100% dengan tingkat kekambuhan yang
lebih tinggi setelah eksisi bedah . Karena kemungkinannya yang tinggi untuk berubah
menjadi ganas, sangat penting untuk segera mengenalinya melalui kriteria diagnostik
spesifik yang meliputi berikut ini :

1. Lesi leukoplasik terdapat di lebih dari 2 bagian rongga mulut, paling sering pada
gingiva, prosesus alveolar, dan palatum

2. Adanya daerah verukosa

3. Lesi yang menyebar atau membesar selama perkembangan penyakit

7
4. Kekambuhan di area yang sebelumnya dirawat

5. Pengecualian OSCC invasif dengan biopsi.

Gambar 2.5.1. leukoplakia verukosa. Gambar 2.5.2. Leukoplakia dasar mulut

di permukaan bukal kanan.

b. Eritroplakia
Eritroplakia merupakan plak pada mukosa mulut berwarna merah terang, dapat
meninggi ataupun tidak. Lesi ini dapat muncul pada seluruh bagian rongga mulut,
sering di bagian dasar mulut, palatum molle, ventral lidah, dan tonsillar fauces.
Eritroplakia memiliki gambaran epitelium atrofik dan lapisan keratin yang kurang,
dapat menimbulkan hiperplasia. Warna kemerahan pada eritroplakia disebabkan
oleh tipisnya lapisan epitel sehingga tampak struktur microvasculature. Pasien akan
merasakan sensasi terbakar atau nyeri . Eritroplakia harus segera ditangani karena
tingginya risiko keganasan.

Gambar 2.5.3. Eritroplakia di palatum durum posterior, menunjukkan displasia berat dan
karsinoma in-situ pada pemeriksaan histopatologi.

8
Eritroplakia tidak umum terjadi seperti leukoplakia, tingkat transformasi
eritroplakia tidak sepenuhnya diketahui, tetapi diperkirakan jauh lebih tinggi
daripada leukoplakia, hingga 85% eritroplakia menunjukkan tanda-tanda histologis
keganasan termasuk karsinoma in situ dan karsinoma invasif pada saat biopsi, untuk
alasan ini beberapa penulis menyatakan bahwa setiap lesi pada mukosa mulut yang
tampak merah dan seperti beludru, atau tanpa komponen putih, dapat dianggap
sebagai kanker atau setidaknya karsinoma in situ, sampai terbukti sebaliknya.
Mengingat risiko tinggi yang dibawa oleh eritroplakia, dianjurkan untuk segera
mengobati kondisi ini, biopsi eksisi atau insisi direkomendasikan sebagai
perawatan dari penyakit ini, diikuti dengan pengangkatan lesi yang menunjukkan
displasia parah pada pemeriksaan histopatologi.8

C. Oral Lichen planus


Lichen planus adalah penyakit inflamasi kronis yang disebabkan oleh
imunologi yang biasanya menyerang pasien paruh baya, terutama wanita berusia 30
hingga 60 tahu. Penyakit ini biasanya menyerang kulit, tetapi juga dapat melibatkan
mukosa, termasuk mukosa mulut . Oral lichen planus sebagian besar merupakan
penyakit kronis, sedangkan bentuk kulit dapat menghilang dalam waktu 6 sampai
12 bulan . OLP dapat bermanifestasi dalam berbagai cara dan subtipe dapat
diklasifikasikan sebagai retikuler (jenis yang paling umum, ditandai dengan striae
Wickham dan plak hiperkeratotik atau papula), papular, plak, atrofi, erosif dengan
area ulserasi yang berhubungan dengan striae putih keratotik, dan bulosa. Hal ini
juga ditandai dengan adanya benjolan, dengan bula yang dapat pecah dan
menyebabkan ulserasi . Subtipe plak dari oral lichen planus dapat menyerupai
tampilan leukoplakia, yang menggaris bawahi pentingnya dilakukan biopsi. OLP
paling sering mempengaruhi mukosa bukal, diikuti oleh gingiva dan lidah. OLP
yang bersifat erosif dan atrofi dapat menyebabkan rasa sakit yang parah dan
mengganggu kemampuan berbicara dan menelan . OLP erosif memiliki risiko
transformasi ganas tertinggi, diikuti oleh OLP atrofi, sedangkan OLP retikuler
memiliki risiko terendah.1

9
Gambar 2.5.4 . Striae reticular putih pada mukosa pipi kanan pada pasien dengan lichen planus
oral dikonfirmasi secara histopatologis.

D. Peradangan Kronis
Iritasi mukosa kronis telah dinyatakan sebagai faktor etiologi kanker mulut.
Peradangan kronis yang terkait menyebabkan pelepasan mediator seperti sitokin,
yang menyebabkan stres oksidatif dan selanjutnya merusak DNA seluler, yang
mengakibatkan proses karsinogenik. Trauma kronis pada mukosa mulut termasuk
karena gigi yang patah dan / atau tajam, gigi palsu yang tidak pas, prostesis, implan,
dan kebiasaan parafungsional (yaitu mengisap mukosa mulut, menyodorkan lidah).
Area mukosa mulut yang bersentuhan dengan gigi atau implan gigi adalah area
yang biasanya terpengaruh, dengan batas lateral lidah menjadi tempat yang paling
umum untuk keganasan yang terkait dengan peradangan kronis. Trauma mukosa
kronis telah diakui sebagai faktor pemicu maupun sebagai perkembangan kanker
mulut, karena dapat menyebabkan lesi pada mukosa yang normal atau
memperparah lesi yang sudah ada.

Gambar 2.5.6. beberapa area erythroplakia dengan ulserasi di mukosa bukal kiri; diagnosis
karsinoma sel skuamosa invasif, berasal dari ulkus traumatis kronis akibat menggigit sendiri.

10
3. Kanker Rongga Mulut
a. Karsinoma Sel Skuamosa Rongga Mulut (KSSRM)
Sebesar 90% KRM ialah KSSRM yang berkembang dari sel skuamosa dengan
karakteristik pipih, tampak seperti sisik yang melapisi rongga mulut dan faring.
Perkembangan sel skuamosa hingga menjadi sel kanker melewati beberapa tahap
berupa metaplasi, displasi, hingga carcinoma in situ. Bentuk awal KSSRM dinamai
carcinoma in situ yang berarti sel kanker hanya terdapat pada lapisan luar epitelium.
Posisi lesi karsinoma sel skuamosa dapat di bibir bawah (30%-40%), lidah (25%),
dan dasar mulut (20%). Karsinoma di lidah, 75% di bagian lidah yang sering
bergerak terutama di pinggir lidah dan 25% terjadi di dasar lidah. Perluasan invasi
KSSRM dapat kontralateral dan bilateral. Karsinoma sel skuamosa di bibir bawah
dan dasar mulut akan menginvasi nodus submental, sedangkan karsinoma di daerah
posterior mulut akan menginvasi nodus jugular superior.
Karsinoma verukosa merupakan salah satu tipe karsinoma sel skuamosa; 5%
dari total KRM. Kanker ini berkembang lambat, sangat jarang menyebar ke organ
lain, namun dapat berkembang hingga ke lapisan dalam. Karsinoma verukosa dapat
memberikan gambaran seperti area normal, tidak memberikan gambaran karsinoma
pada sampel biopsi tetapi dapat menyebar ke organ lain, sehingga karsinoma ini
harus diangkat dengan tepat secara luas melibatkan jaringan normal.

b. Karsinoma Glandula Saliva Minor


Kanker ini berkembang dari kelenjar yang melapisi mulut dan faring. Beberapa
tipe kanker ini adalah karsinoma kistik adenoid, karsinoma mukoepidermoid, dan
polymorphous low-grade adenocarcinoma. Penentuan stadium KRM penting untuk
prognosis dan terapi, mengikuti sistem TNM dari American Joint Committee for
Cancer (AJCC) menggunakan tiga komponen, yakni: T untuk tumor primer, N
menunjukkan penyebaran ke limfonodi regional, dan M menunjukkan metastasis
jauh.

11
Tabel 3.1 Sistem TNM KRM

Tabel 3.2 Kelompok Stadium KRM

12
2.6 Diagnosis Dini

Deteksi dini dan pengobatan PMOEL (Potentially malignant oral epithelial


lesions), sangat penting dalam meningkatkan kelangsungan hidup dan mengurangi
angka kematian. Proses diagnostik dimulai dengan pemeriksaan klinis rongga mulut
yang terdiri dari pemeriksaan visual dan palpasi rongga mulut secara digital.
Pemeriksaan klinis rongga mulut secara menyeluruh dapat mendeteksi hingga 99%
kanker mulut.1
Tanda dan gejala klinis yang paling umum dari kanker mukosa mulut pada
periode awal tumor bisa benar-benar asimtomatik tetapi terbukti sebagai
penyimpangan yang terlihat dari tekstur normal dan permukaan lapisan mukosa :

1. Sariawan dan/atau nyeri mulut yang menetap

2. Modifikasi penampilan mukosa mulut secara lokal

3. Modifikasi lokal dari konsistensi mukosa mulut

4. Bercak putih atau merah yang persisten atau campuran putih dan merah pada
mukosa mulut

5. Mengangkat tambalan atau plak di mukosa mulut

6. Benjolan atau pertumbuhan yang menetap di mukosa mulut

7. Daerah perdarahan lokal pada mukosa mulut.

Diagnosis kanker rongga mulut ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,


dan pemeriksaan penunjang.
Anamnesis : Dari anamnesis bisa didapatkan keluhan pembengkakan atau ulkus
yang teraba, rasa nyeri pada lesi, warna putih atau merah pada lidah, rasa nyeri
menyebar ke leher atau telinga, pembengkakan di leher, dan sulit atau nyeri saat
menelan.
Pemeriksaan fisik : meliputi inspeksi, palpasi, dan palpasi bimanual. Pada inspeksi
dapat ditemukan gambaran klinis eksofitik (lesi superfisial menyerupai bunga kol
atau papiler dan mudah berdarah), endofitik (lesi invasif berbatas tegas yang dapat
merusak jaringan tulang menimbulkan nyeri dengan gambaran radiologi radiolusen),

13
leukoplakia, eritroplakia, eritroleukoplakia (kombinasi bercak merah dan putih).
Palpasi bimanual dilakukan dengan satu atau dua jari di dalam mulut dan jari lainnya
dari bagian luar. Palpasi dilakukan pada lesi dan nodus limfe untuk mengetahui
metastasis regional, menentukan indurasi di sekitar ulkus, tumor dasar mulut, tumor
glandula salivarius pada dasar mulut, ada tidaknya sialolithiasis/sialodenitis yang
kadang menyerupai tumor dasar mulut.8
Pemeriksaan penunjang meliputi: a. Pemeriksaan radiologi dapat berupa foto
panoramik, oklusal, lateral, foto dada untuk mencari metastasis paru, USG, CT
Scan/MRI, PET Scan (Fluoro Deoxy Glucose PET).
b. Pemeriksaan endoskopi
c. Pemeriksaan laboratorium
d. Pemeriksaan patologi dapat berupa sitologi eksfoliatif, biopsi insisi, fine needle
aspiration biopsy.
Antisipasi untuk mencegah perkembangan kanker rongga mulut perlu dilalukan
pelatihan deteksi dini kanker mulut dengan metode Periksa Mulut Sendiri (SAMURI)
terdiri dari 9 tahap. Saat melakukan pemeriksaan mulut perhatikan semua perubahan
warna, bentuk, kekenyalan, adanya rasa sakit, benjolan atau pembengkakan. Semua
temuan tersebut dicatat untuk selanjutnya dikonsultasikan kepada dokter gigi
terdekat. Lakukan SAMURI satu bulan sekali. Adapun langkah-langkah SAMURI
adalah sebagai berikut
1. Sebelum melakukan SAMURI, lakukan cuci tangan dengan menggunakan
air mengalir dan sabun, lalu keringkan.
2. Berdiri di depan cermin.
3. Lakukan SAMURI dengan menggunakan ibu jari dan telinjuk kiri dan kanan.
4. Tahap 1 : Buka dan Tarik bibir atas ke atas lalu amati bibr bagian dalam dan
gusi atas.
5. ahap 2 : Buka dan Tarik bibir bawah ke arah bawah, lalu amati bibir bagian
dalam dan gusi bawah
6. Tahap 3 : Buka mulut lalu amati pipi bagian dalam sebelah kanan dan gusi
atas bawah kanan.

14
7. Tahap 4 : Buka mulut lalu amati pipi bagian dalam sebelah kiri dan gusi atas
bawah kiri.
8. Tahap 5 : Buka mulut lalu amati area langit-langit
9. Tahap 6 : Julurkan lidah keluar dan amati area punggung lidah.
10. Tahap 7 : Julurkan lidah, dan naikkan lidah ke atas lalu amati area bawah
lidah dan dasar mulut.
11. Tahap 8 : Julurkan lidah, dan miringkan lidah ke kanan lalu amati pinggir
lidah kiri.
12. Tahap 9 : Julurkan lidah, dan miringkan lidah ke kiri lalu amati pinggir lidah
kanan.

Gambar 2.6.1 Tahapan Periksa Mulut Sendiri (SAMURI)

Pemeriksaan mulut sendiri (SAMURI) merupakan salah satu cara yang sangat
dianjurkan di bidang kedokteran gigi dalam rangka penurunan angka kejadian dan
mortalitas akibat kanker mulut. Rekomendasi pelatihan peningkatan pengetahuan
tentang kanker mulut kepada masyarakat umum maupun pada masyarakat yang
memiliki risiko oleh tenaga kesehatan telah banyak dilakukan diberbagai negara.
Salah satu studi randomized clinical trial di India, negara dengan insidensi
kematian akibat kanker mulut yang sangat tinggi, melaporkan bahwa angka
kematian kanker mulut menurun setelah adanya program pemeriksaan mulut

15
mandiri yang digalakkan oleh pemerintah pada masyarakat dengan faktor risiko
oleh tenaga kesehatan.5
Saat ini pemeriksaan sitologi rutin dari sediaan yang dikumpulkan dari
permukaan epitel mukosa mulut tidak memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang
cukup untuk berfungsi sebagai alat diagnostik prediktif untuk karsinoma sel
skuamosa, meskipun invasifnya pengambilan sampel yang rendah. Dalam beberapa
dekade terakhir, metode yang lebih modern dalam sitologi oral seperti brush-biopsi
dan mikrobiopsi telah diusulkan, yang berguna terutama dalam tindak lanjut lesi
prakanker, menghindari pengulangan biopsi bedah yang lebih invasif.
Beberapa alat bantu tambahan diagnostik lainnya telah dikembangkan untuk
membantu mengatasi keterbatasan pemeriksaan klinis oral standar. Meskipun tidak
seinformatif biopsi, metode-metode ini dapat membantu dalam mendeteksi dan
membedakan antara lesi yang jinak dan yang berpotensi ganas. Metode pengujian
ini dapat mencakup pewarnaan biru toluidin, teknik deteksi berbasis cahaya, dan
biomarker saliva yang dinilai dengan perangkat perawatan.
A. Pewarnaan Biru Toluidine : Pewarnaan biru toluidine adalah teknik yang
sederhana, murah, dan non-invasif yang digunakan sebagai bantuan dalam
diagnosis lesi ganas dan pra-ganas pada rongga mulut. Toluidine blue adalah
pewarna metakromatik kationik yang mewarnai area epitel displastik, membuatnya
berwarna biru tua. Aplikasinya sangat mudah dan cepat: larutan aqueous 1%
dioleskan selama 30 detik pada area yang dicurigai sebagai lesi, setelah aplikasi
asam asetat 1% untuk menghilangkan ludah dan pelikel bakteri, pola pewarnaan
kemudian dievaluasi . Mekanisme dimana toluidin biru berikatan dengan sel
berisiko tinggi dan ganas tidak sepenuhnya diketahui, beberapa hipotesis termasuk
afinitasnya terhadap asam nukleat, yang menghasilkan pengikatan pada sel yang
mengandung DNA dan RNA dalam jumlah besar, dan kecenderungannya untuk
mengikat mukopolisakarida tersulfas. Menggabungkan hasil pemeriksaan dari
pewarnaan biru toluidin dengan informasi dari pemeriksaan klinis dapat
meningkatkan sensitivitas hingga 100%, terutama untuk lesi ganas, sementara
sensitivitasnya untuk lesi pra-ganas tetap lebih rendah .

16
Gambar 2.6.2. Leukoplakia bergelombang lebar di tepi kiri lidah; aplikasi pewarnaan biru toluidin
mengungkapkan beberapa fokus dugaan displasia atau kanker epitel.

Lesi yang dicurigai harus diperiksa lebih lanjut : seperti yang awalnya diusulkan
oleh Organisasi Kesehatan Dunia dan National Institute of Dental and Craniofacial
Research dan seperti yang dinyatakan dalam protokol berbasis penelitian terbaru dari
American Dental Association, setiap lesi mukosa yang bertahan selama dua minggu
atau lebih, setelah pengangkatan iritasi lokal yang mungkin terjadi (gigi yang rusak,
alat dan perangkat gigi palsu yang tidak sesuai, plak gigi, dll.), harus dilakukan
biopsi, karena pemeriksaan histologis merupakan standar utama dalam mendiagnosa
OSCC.1,8

2.7 Tatalaksana Kanker Mulut


Dalam pengelolaan kanker rongga mulut, pengobatan kuratif ditawarkan jika
penyakit ini dapat dioperasi dengan pembedahan dan terbatas pada nodus serviks
primer. Pengobatan kuratif yang berpotensi pada SCC mulut melibatkan pembedahan
dengan kemungkinan terapi tambahan (terapi radiasi atau terapi kemoradiasi).
Setelah SCC oral menyebar ke lokasi yang luas (misalnya paru-paru), atau tidak
dapat dioperasi pada lokasi nodus primer/serviks karena melibatkan struktur vital,
maka pengobatan bersifat paliatif ditawarkan.9
a. Pembedahan
Pembedahan tetap menjadi pengobatan utama untuk kanker mulut.
Pembedahan secara garis besar dapat dibagi menjadi komponen 'resektif' dan

17
'rekonstruktif'. Pembedahan resektif meliputi pengangkatan tumor primer pada
kelenjar serviks dan pembuatan jalan napas bedah (trakeostomi) jika diperlukan.
Pembedahan rekonstruksi pada dasarnya melibatkan meminimalkan morbiditas
reseksi (misalnya penggantian jaringan, meminimalkan efek pada kemampuan
berbicara, menelan dan mengunyah).8,9
Reseksi tumor merupakan teknik pembedahan dengan cara mengangkat jaringan
tumor dan jaringan sehat di sekitar tumor untuk menghindari kemungkinan sel
kanker tertinggal. Berdasarkan lokasi dan ukuran tumor, beberapa prosedur
pembedahan ialah sebagai berikut :
1. Mohs surgery atau micrographic surgery merupakan modalitas pembedahan
yang umum dikerjakan untuk kanker di bibir. Tumor dihilangkan dengan
potongan sangat tipis. Setiap potongan dilihat dan dinilai di bawah mikroskop
untuk melihat ada tidaknya sel kanker.
2. Glossectomy merupakan modalitas pembedahan untuk kanker lidah. Pada kanker
berukuran kecil, lidah akan dipotong dan diangkat sebagian (partial
glossectomy), sedangkan untuk kanker berukuran besar, seluruh lidah akan
dipotong dan diangkat (total glossectomy).
3. Mandibulectomy merupakan modalitas pembedahan jika tumor berkembang
hingga rahang bawah. Apabila rahang bawah tampak normal pada pemeriksaan
radiologis dan tidak ada bukti bahwa kanker telah menyebar hingga rahang
bawah, akan dilakukan pemotongan sebagian rahang bawah yang dikenal sebagai
partial-thickness mandibular resection atau marginal mandibulectomy. Namun,
apabila gambaran radiologis menunjukkan pertumbuhan kanker hingga rahang
bawah maka seluruh tulang rahang bawah akan dipotong dan diganti dengan
tulang fibula, skapula, atau panggul. Teknik ini dinamai segmental
mandibulectomy.
4. Maxillectomy merupakan modalitas pembedahan untuk kanker pada palatum
durum. Apabila palatum durum terlibat, seluruh maksila akan diangkat dan
digantikan oleh prosthesis. Teknik ini dinamai maxillectomy atau partial
maxillectomy.

18
5. Neck dissection/lymph node dissection merupakan modalitas pembedahan untuk
kanker yang menyebar ke nodus limfe di leher. Partial or selective neck
dissection merupakan pengangkatan nodus limfe yang jumlahnya sedikit.
Modified radical neck dissection merupakan pengangkatan hampir seluruh nodus
limfe satu sisi di antara rahang bawah dan klavikula disertai beberapa jaringan
otot dan saraf. Radical neck dissection merupakan pengangkatan seluruh nodus
limfe di satu sisi bahkan jaringan otot, saraf, dan pembuluh vena.8,9

b. Terapi Radiasi
Terapi radiasi merupakan terapi menggunakan sinar X berenergi tinggi. Terapi
radiasi dapat berguna sebagai monoterapi (untuk kanker berukuran kecil), terapi
kombinasi dengan pembedahan ataupun kemoterapi, adjuvant therapy (untuk
membunuh sel kanker yang tersisa setelah pembedahan), neoadjuvant therapy (untuk
mengecilkan ukuran kanker sebelum pembedahan), dan mampu mengurangi keluhan
penderita, ada dua jenis terapi radiasi :8
1. External beam radiation therapy merupakan modalitas terapi radiasi
menggunakan mesin di luar tubuh. Beberapa teknik untuk menentukan terapi
radiasi agar lebih akurat antara lain 3D-CRT (three dimensional- conformal
radiation therapy) dan IMRT (intensity modulated radiation therapy). Teknik ini
menggunakan modalitas MRI dan program khusus untuk menentukan lokasi
kanker secara tepat dan menghindari kerusakan jaringan normal.
2. Brachytherapy/internal radation/interstitial radiation merupakan modalitas
terapi radiasi dengan menempatkan material radioaktif secara langsung pada lesi
ataupun dekat lesi kanker. Teknik ini jarang digunakan karena radiasi eksternal
seperti IMRT mampu memberikan hasil lebih baik.8

c. Kemoterapi
Kemoterapi merupakan modalitas terapi menggunakan obat anti-kanker.
Kemoterapi dapat berguna sebagai monoterapi, terapi kombinasi, adjuvant therapy,
neoadjuvant therapy, dan membunuh sel kanker yang telah bermetastasis jauh yang
tidak dapat dijangkau oleh pembedahan. Obat yang sering digunakan untuk kanker
rongga mulut (KRM) adalah cisplatin, carboplatin, 5-fluorouracil (5-FU), paclitaxel,

19
dan docetaxel. Kombinasi obat yang sering digunakan untuk terapi KRM adalah
cisplatin/5-FU dan cisplatin/5-FU/docetaxel. Kemoterapi ditambahkan ke radiasi
jika perluasan ekstra-kapsular dari penyakit nodal diidentifikasi. Perlindungan obat
umum termasuk cisplatinum atau penghambat Faktor Pertumbuhan Epidermal
seperti cetuximab.8,9

d. Targeted Therapy
Merupakan modalitas terapi obat yang memiliki kerja lebih spesifik dan sedikit
efek samping dibandingkan obat kemoterapi. Cetuximab merupakan antibodi
monoklonal yang memiliki target kerja pada EGFR (epidermal growth factor
receptor) yang merupakan protein permukaan sel yang berfungsi untuk pertumbuhan
dan pembelahan. Pada KRM dan kanker orofaring EGFR banyak diekspresikan pada
permukaan sel. Dengan memblok EGFR, cetuximab mampu menurunkan ataupun
memberhentikan pertumbuhan sel kanker. Cetuximab dapat dikombinasikan dengan
terapi radiasi pada stadium awal, sedangkan pada stadium lanjut cetuximab dapat
dikombinasikan dengan kemoterapi seperti cisplatin.

e. Paliatif
Setiap pasien dengan kanker mulut memerlukan tindak lanjut jangka panjang.
Pengawasan klinis dan/atau radiologis untuk kanker baru dan kanker yang kambuh
adalah penting, namun di samping itu, sering kali terdapat morbiditas yang signifikan
dari perawatan yang memerlukan rehabilitasi dan perawatan lebih lanjut yang
diperlukan, antara lain rehabilitasi bicara dan menelan, pemeliharaan gigi yang masih
ada dan restorasi gigi yang hilang serta manajemen xerostomia.8,9
Morbiditas psikologis dan sosial dari diagnosis dan perawatan kanker juga tidak
boleh diabaikan dan harus ditangani. Modalitas paliatif merupakan modalitas untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien, bukan untuk menyembuhkan. Nyeri dapat
diatasi dengan ibuprofen atau acetaminophen, bila perlu dapat dikombinasi dengan
morfin. Nutrisi juga harus diperhatikan karena banyak pasien kanker rongga mulut
(KRM) sulit menelan.8,9

20
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kanker rongga mulut adalah penyakit yang menantang dengan tingkat
kematian yang tinggi. Pencegahan melalui edukasi tentang berhenti merokok dan
konsumsi alkohol merupakan hal yang sangat penting. Diagnosis dini kanker mulut
sangat penting untuk menyelamatkan nyawa pasien, sekaligus meminimalkan
dampak negatif terhadap kualitas hidup yang akan timbul dari intervensi bedah
invasif. Saat ini, terdapat beberapa alat diagnostik untuk skrining dan perangkat
visual yang dapat meningkatkan kemampuan dokter untuk mengidentifikasi lesi
yang abnormal, serta tersedianya layanan perawatan baru menggunakan biomarker
saliva yang dapat mengenali risiko transformasi keganasan. Pemeriksaan mulut
sendiri (SAMURI) juga menjadi salah satu cara yang sangat dianjurkan di bidang
kedokteran gigi dalam rangka penurunan angka kejadian dan mortalitas akibat
kanker mulut. Pengetahuan dan pemahaman tentang pemeriksaan mulut mandiri
yang untuk deteksi dini sebuah penyakit akan menuntun seseorang untuk
menganggap dirinya rentan terhadap penyakit tertentu (perceived susceptibility),
sehingga menyadari bahwa penyakit dapat memiliki konsekuensi yang berpotensi
menjadi keparahan sehingga dapat segera ditindaki agar tidak terjadi keparahan.

3.2 Saran

Perlu dilakukan pemahaman lebih lanjut dalam mendeteksi dan mendiagnosis


sedini mungkin pada kanker rongga mulut. Penelusuran lebih lanjut dengan
melibatkan banyak referensi disarankan agar memperdalam pemahaman terkait
tulisan ini.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Silvio A, Chiara B, Stefano B, Alessandra L, Matteo T. Oral Cancer and


Precancer: A Narrative Review on the Relevance of Early Diagnosis. Int. J.
Environ. Res. Public Health 2020 ; 17 (9160) :1-2
2. Ming-J, Mukta S, Lokesh S, Ting-Yu , Shiang-Fu, Liann-Be , Shih-Lin, Lee
Chow. Raman Spectroscopy Analysis for Optical Diagnosis of Oral Cancer
Detection. J. Clin. Med. 2019;8(1313) : 1-2
3. Suprianto, Fauzi A, Faizal D, Arindra S. Kanker Mulut. UGM PRESS 2023.Pp:5
4. Irani S. New Insights into Oral Cancer—Risk Factors and Prevention: A Review
of Literature. International Journal of Preventive Medicine 2020 ; 11: 202.
Pp.181-184
5. Rahmi A, Komariah, Dewi P dkk. Pelatihan Deteksi Dini Kanker Mulut dengan
SAMURI pada Komunitas Penyintas Kanker Love and Healthy Tangerang.
Jurnal Abdi Moestopo 2022 ; 5 (01) Pp. 10-21
6. Tiara W. Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Kanker Mulut Dengan
Kebiasaan Merokok Pada Pemuda Pemudi Karang Taruna. Potekkes Kemenkes
Yogyakarta 2022. Pp. 13-14
7. Mohan V, Hardianto A, Rizki KA. Squamous Cell Carcinoma of the Tongue.
Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran. 2022.
8. Made Bayu P. Tinjauan atas Kanker Rongga Mulut. Universitas Pendidikan
Ganesha, Bali, Indonesia 2021 ; 48 (01).Pp.133-137
9. TSC Wong, D Wiesenfeld. Oral Cancer. Australian Dental Journal 2018;
63:(1).Pp.91-99

22

Anda mungkin juga menyukai