Anda di halaman 1dari 16

LK 1: Lembar Kerja Belajar Mandiri

Judul Modul FARMAKOLOGI


Judul Kegiatan Belajar (KB) 1. Farmakokinetik dan Farmakodinamik
2. Swamedikasi
3. Penggunaan obat-obat khusus pada kasus khusus
4. Penggunaan obat-obat pada HIV/AIDS
No Butir Refleksi Respon/Jawaban
1 Daftar peta konsep (istilah Kegiatan Belajar 1
dan definisi) di modul ini 1. Farmakologi merupakan kajian ilmu pengetahuan yang
mempelajari tentang obat obatan, dimana secara bahasa
Farmakologi berasal dari bahasa Yunani yaitu pharmacon (obat)
dan logos (ilmu).
2. Ilmu Fisiologi Manusia mempelajari tubuh manusia sebagai
kumpulan sistem yang saling berinteraksi mulai dari sel, jaringan,
organ dan sistem organ. Beberapa sistem organ menyusun tubuh
manusia dapat terdiri dari berbagai jenis organ yang memiliki
struktur dan fungsi masing-masing.
3. Sistem saraf terdiri dari sistem saraf pusat dan sistem saraf
perifer. Adapun organ yang menyususn sistem saraf ini
adalah otak, yang mana berfungsi dalam pengaturan
pikiran, memori/ ingatan, dan emosi. Seperti sistem lain
dalam tubuh, sistem saraf terdiri dari organ, terutama otak,
sumsum tulang belakang, saraf, dan ganglia, yang pada
gilirannya, terdiri dari berbagai jaringan, termasuk saraf,
darah, dan jaringan ikat yang secara bersama
melaksanakan kegiatan yang kompleks dari sistem saraf.
4. Sistem muskoloskeletal terdiri dari otot dan rangka. Sistem ini
berfungsi untuk menopang struktur tubuh. Fungsi lain dari sistem
ini adalah pada tulang sumsum yang berfungsi sebagai produksi
sel darah, dan adanya kandungan kalsium dan fosfor di dalam
tulang juga berfungsi di dalam tubuh.
5. Sistem sirkulasi di dalam tubuh berfungsi sebagai sistem
transportasi ke seluruh tubuh. Adapun organ yang berperan dalam
sistem ini adalah jantung dan pembuluh darah. Jantung bertugas
untuk memompa dan mendorong darah ke seluruh tubuh untuk
mentransfer oksigen, dan nutrisi.
6. Sistem pernapasan tubuh manusia terdiri dari hidung, trakea,
tenggorokan, bronkus, paru-paru dan alveolus. Sistem ini
berperan dalam pertukaran oksigen dan karbondioksida di dalam
tubuh manusia.
7. Sistem pencernaan tubuh manusia terdiri dari ronga mulut, faring
atau tenggorokan, esophagus, lambung, usus kecil (terdiri dari
duodenum, ileum, dan jejunum, dengan hati), kantung empedu,
dan pankreas sebagai organ aksesori utama, usus besar (terdiri
dari cecum, kolon, rektum, dan kanal anal), kerongkongan,
lambung, usus halus, usus besar, lubang anus dan anus. Sistem
pencernaan berkaitan dalam penyerapan sari-sari makanan yang
mana hal ini akan digunakan sebagai energi di dalam tubuh.
8. Sistem endokrin meliputi sistem hormon yang berfungsi dalam
metabolisme baik karbohidrat, protein, dan lemak. Kelenjar
endokrin merupakan kelenjar yang menghasilkan hormon dan
dapat mensekresikan hormon melalui darah tanpa menggunakan
saluran khusus, berbeda dengan kelenjar eksokrin yang
mengedarkan sekresinya melalui saluran khusus.
9. Sistem integumen meliputi kulit yang merupakan organ tubuh
yang membungkus dan melapisi daging dan organ-organ yang
ada di dalamnya. Kulit memiliki fungsi sebagai pelindung,
penerima rangsang, pengatur panas, pengeluaran (ekskresi),
penyimpanan, penyerapan terbatas.
10. Sistem kekebalan tubuh berfungsi pada kekebalan tubuh terhadap
paparan mikroorganisme asing seperti virus, bakteri, ataupun
patogen lain yang dapat menyebabkan infeksi pada tubuh.
Adapun yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh ini adalah
kelenjar getah bening, limpa, sumsum tulang, limfosit (termasuk
sel B dan sel T), timus, dan leukosit, yang merupakan sel darah
putih.
11. Sistem ini terdiri dari organ-organ yang memproduksi urin dan
mengeluarkan dari tubuh. Sistem urinaria terdiri dari dua ginjal
yang memproduksi urin, dua ureter yang membawa urin ke dalam
sebuah kandung kemih untuk penampungan sementara, dan uretra
yang mengalirkan urin keluar tubuh melalui orifisium uretra
eksternal.
12. Obat adalah bahan atau paduan bahan-bahan yang digunakan
untuk mempengarui atau menyelidiki sistem fisiologi atau
keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan, dan
kontrasepsi termasuk produk biologi.
13. Faktor Pemilihan cara atau rute obat mempertimbangkan
beberapa hal berikut ini
1. Efek yang dikehendaki, yaitu efek lokal atau sistemik.
2. Onset yang dikehendaki, yaitu onset cepat atau lambat.
3. Durasi yang dikehendaki, yaitu durasi lama atau pendek.
4. Stabilitas obat di dalam lambung atau di usus.
5. Rute yang relatif aman untuk digunakan.
6. Rute yang menyenangkan bagi pasien.
7. Obat yang harganya sesuai.
14. Cara pemberian obat. Berdasarkan cara pemberian obat yang
melewati sistem pencernaan atau tidak melewati sistem
pencernaan, rute obat dibedakan menjadi 2 yaitu:
- Rute Enteral yaitu terdiri dari : pemberian per oral,
sublingual, bucal, rektal
- Rute Parenteral yaitu terdiri dari : topikal, inhalasi,
suntikan, implantasi
15. Cara pemberian obat berdasarkan sistem kardiovaskuler
rute pemberian obat dibedakan menjadi sebagai berikut:
1. Intravaskuler
Pemberian obat secara intravaskuler adalah pemberian obat
yang langsung masuk ke pembuluh darah. Macam rute
pemberian obat ini adalah sebagai berikut:
1.1 Intra vena, penyuntikan obat pada pembuluh darah
vena.
1.2 Intratekal, penyuntikan obat pada ruang sumsum tulang
belakang.
1.3 Intrakardial, penyuntikan obat langsung ke dalam
jantung.
2. Ekstravaskuler
Pemberian obat secara ekstravaskuler adalah pemberian
obat yang tidak langsung menuju ke pembuluh darah.
Macam rute pemberian obat ini adalah sebagai berikut:
2.1 Intra muskular (im), penyuntikan obat melalui jaringan
otot.
2.2 Sub cutan (sc), penyuntikan obat melalui area
kutaneus (bawah kulit).
2.3 Intra peritonial (ip), penyuntikan obat melalui rongga
perut.
2.4 Per oral (po), pemberian obat melalui sistem
pencernaan mulai dari rongga mulut hingga poros usus.
2.5 Inhalasi, pemberian obat melalui sistem saluran napas.
16. Definisi Nasib Obat Dalam Tubuh. Obat dapat berefek apabila
obat tiba di tempat aksi. Sebelum tiba di tempat aksi atau
jaringan, obat mengalami serangkaian proses. Adapun proses atau
fase obat di dalam tubuh terbagi menjadi tiga fase, yaitu fase
biofarmasetik, fase farmakokinetik, dan fase farmakodinamik.
Untuk menghasilkan efek terapi, obat harus mencapai tempat
aksinya dalam kadar yang cukup. Kadar obat yang cukup tersebut
bergantung pada jumlah obat yang diberikan, keadaan dan
kecepatan obat ketika diabsorpsi, serta distribusinya oleh aliran
darah ke bagian lain pada tubuh.
17. Proses atau fase obat di dalam tubuh terbagi menjadi tiga
fase.
a. Fase biofarmasetik. Fase ini adalah fase dari obat diberikan
sampai siap di absorpsi. Fase ini meliputi waktu awal
penggunaan obat melalui mulut hingga pelepasan zat aktifnya
ke dalam cairan tubuh. Hal terpenting dalam fase ini adalah
ketersediaan zat aktifnya, yaitu kesiapan obat untuk
diabsorpsi. Fase biofarmasetik atau farmasetik pada
perkembangan obat meliputi ilmu teknologi pembuatan obat
dalam bentuk sediaan yang dapat digunakan dan diberikan
kepada pasien, sedangkan biofarmasetik adalah ilmu yang
mneggambarkan formulasi obat agar dapat menghasilkan
respons biologis yang optimal.

Faktor yang mempengaruhi pada fase ini adalah


1. Sifat kimia dan fisika obat,
2. Bentuk Fisik Zat Aktif (Amorf, Kristal, Kehalusan)
3. Keadaan kimiawi (ester, garam kompleks dan
sebagainya)
4. Zat pembantu (zat pengisi, zat pelekat, zat pelicin, zat
pelindung, dan sebagainya)
5. Proses teknis pembuatan sediaan (tekanan mesin tablet)
6. Formulasi obat dan pharmaceutical availability (FA)

b. Fase Farmakokinetik
Fase farmakokinetik adalah fase dimana organ
mempengaruhi obat. Fase farmakokinetik terbagi menjadi 4
tahap yang disebut fase ADME (Absorbsi, Distribusi,
Metabolisme atau biotransformasi, dan Ekskresi).

c. Fase Farmakodinamik
Fase farmakodinamik adalah fase dimana obat
mempengaruhi tubuh, yaitu dengan berikatan pada tempat
kerja sehingga menimbulkan efek yang dikehendaki. Respon
obat dapat menyebabkan efek fisiologis primer atau sekunder
atau keduanya. Efek primer adalah efek yang diinginkan, dan
efek sekunder mungkin diinginkan atau tidak diinginkan.
18. Mekanisme kerja obat yang kini telah diketahui dapat
digolongkan sebagai berikut:
1. Aksi non-spesifik
Aksi obat non-spesifik biasanya melibatkan dosis yang besar
dalam menimbulkan efek atau respon.
1.1 Secara fisika
Contohnya diuretic osmotic. Karena sangat lambat diresorpsi
usus, diuretic osmotic akan mengalami proses osmosis
dengan menarik air disekitarnya. Feses di usus akan
bertambah besar dan akan merangsang dinding usus secara
mekanis untuk mengeluarkan isinya.
1.2 Secara kimiawi
Contohnya MgOH sebagai antasida yang dapat mengikat
asam lambung berlebih dan menetralkan asam lambung
secara kimiawi; atau ion- ion logam berat diikat oleh zat-zat
kelat yang mudah dieksresikan oleh ginjal dan tidak toksik-
misalnya pada EDTA, dimer karpol, dan penisilamin.
2. Aksi spesifik
Beberapa obat menghasilkan suatu efek setelah berikatan atau
berinteraksi dengan komponen organisme yang spesifik.
Komponen organisme tersebut biasanya berupa suatu protein.
Adapun zat endogen dalam tubuh yang dapat berikatan secara
spesifik dengan obat sehingga timbul efek adalah sebagai
berikut :
a. Enzim
b. Kanal ion
c. Molekul pembawa (neurotransmitter)
d. Reseptor

Kegiatan Belajar 2
1. Swamedikasi. Swamedikasi adalah proses pengobatan yang
dilakukan sendiri oleh seseorang dimulai dari mengenali keluhan
atau gejala hingga pada pemilihan dan penggunaan obat. Gejala
penyakit yang dapat dikenali sendiri oleh masyarakat adalah
penyakit ringan atau minor illness sedangkan obat yang dapat
digunakan untuk swamedikasi adalah obat-obat yang dapat dibeli
tanpa menggunakan resep dari dokter yaitu obat bebas, bebas
terbatas, obat wajib apotek (OWA) serta obat herbal atau
tradisional. Adanya apoteker sangat berperan dalam membantu
pasien dalam memilih obat yang tepat sesuai dengan penyakit
yang dikeluhkannya. Dalam melakukan swamedikasi perlu
diperhatikan pula tahapan serta pemberian KIE (komunikasi,
informasi, dan Edukasi) dalam penyerahan obat sehingga tercapai
tujuan terapi dari penyakit yang dikeluhkan pasien.
2. Keuntungan Swamedikasi. Adapun keuntungan swamedikasi
yaitu :
2.1 Aman bila digunakan sesuai dengan aturan pemakaian
Swamedikasi akan berjalan dengan baik apabila masyarakat
yang melakukan pemilihan obat dan pengobatan sendiri
mengikuti aturan yang ada, baik arahan yang diberikan
apoteker ataupun aturan yang tertera pada label di dalam
produk obat.
2.2 Efektif untuk menghilangkan keluhan
Keefektifan suatu zat kimia yang dimaksudkan untuk
pengobatan didasarkan atas kesesuaian keluhan penyakit yang
diderita psien. Tujuan pengobatan sendiri ialah pasien
mendapat efek terapi dari obat yang digunakan yaitu
kesembuhan pasien.
2.3 Efisiensi waktu
Pasien tidak perlu antre untuk menunggu giliran konsultasi ke
dokter, pasien bila langsung datang ke apotek untuk
melakukan pengobatan sendiri dibantu dengan apoteker yang
ada di apotek dalam keputusan pemilihan obat.
2.4 Efisiensi biaya
Pengobatan sendiri yang dilakukan masyarakat dalam
penanganan keluhan penyakitnya akan mendapat efisiensi
biaya, karena pasien tidak perlu mengeluarkan uang untuk
biaya konsultasi ke dokter, dengan pengobatan sendiri juga
akan mengurangi biaya obat yang akan dibeli di apotek.
2.5Dapat terlibat langsung dalam pemilihan obat atau keputusan
pemilihan terapi
2.6Meringankan beban pemerintah dalam keterbatasan jumlah
tenaga kesehatan dan sarana kesehatan yang dibutuhkan oleh
masyarakat.
3. Obat yang digunakan untuk Swamedikasi. Golongan obat yang
dapat digunakan pada pengobatan sendiri adalah golongan obat
bebas dan obat bebas terbatas dan obat wajib apotek.
3.1 Obat Bebas
Obat bebas yaitu obat yang dapat diperoleh tanpa resep
dokter dan bisa diperoleh di apotek, toko obat, toko dan
pedagang eceran. Pada kemasan obat ini ditandai dengan
lingkaran hitam dengan latar berwarna hijau. Contohnya
Parasetamol (Pereda nyeri dan demam), dan produk-produk
vitamin.
3.2 Obat Bebas Terbatas
Obat bebas terbatas yaitu obat yang dapat diperoleh tanpa
resep dokter, namun dalam penggunaannya harus
memperhatikan peringatan-peringatan tertentu. Obat ini juga
dapat diperoleh di apotek, toko obat, toko dan pedagang
eceran.
Adapun peringatan yang dicantumkan ada 6 macam sesuai
dengan aturan pemakaian masing-masing obatnya, yaitu:
Peringatan no.1: Awas! Obat Keras, Bacalah Aturan
Pakainya!
Peringatan no.2: Awas! Obat Keras. Hanya untuk dikumur,
jangan ditelan
Peringatan no.3: Awas! Obat Keras. Hanya untuk bagian luar
dari badan
Peringatan no.4: Awas! Obat Keras. Hanya untuk dibakar
Peringatan no.5: Awas! Obat Keras. Tidak Boleh Ditelan
Peringatan no.6: Awas! Obat Keras. Obat wasir, jangan
ditelan
3.3 Obat Wajib Apotek (OWA)
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan NO. 347/
MENKES/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek yaitu
obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker kepada
pasien di apotek tanpa resep dokter.
Berikut beberapa ketentuan yang harus dipatuhi apoteker
dalam memberikan obat wajib apotek kepada pasien:
a. Apoteker berkewajiban untuk melakukan pencatatan yang
benar mengenai data pasien, mencakup nama, alamat, umur,
dan penyakit yang sedang dideritanya.
b. Apoteker berkewajiban untuk memenuhi ketentuan jenis
sekaligus jumlah yang bisa diserahkan kepada pasien, sesuai
dengan ketentuan yang berlaku, yang diatur oleh Keputusan
Pemerintah Kesehatan tentang daftar obat wajib apotek
(OWA).
c. Apoteker berkewajiban memberikan informasi yang benar
tentang obat yang diserahkan, mencakup indikasi, kontra-
indikasi, cara pemakaian, cara penyimpanan, dan efek
samping yang tidak diinginkan yang paling dimungkinkan
akan timbul sekaligus tindakan yang disarankan apabila hal
itu memang benar-benar terjadi.
Sesuai Permenkes NO.919/MENKES/PER/X/1993, kriteria
obat yang dapat diserahkan tanpa resep adalah :
a. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada
wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun dan orang tua
di atas 65 tahun.
b. Pengobatan sendiri dengan obat wajib apotek (OWA)
tidak memberikan risiko pada kelanjutan penyakit.
c. Penggunaannya tidak memerlukan cara atau alat khusus
yang harus melibatkan tenaga kesehatan, semisal dokter
atau perawat.
d. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang
prevalensinya tinggi di Indonesia.
e. Obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan
yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan
sendiri
4. Penyakit kausal adalah penyakit yang disebabkan oleh suatu
faktor tertentu, misalnya disebabkan oleh bakteri atau virus
sedangkan penyakit simptomatis adalah kondisi yang
menunjukkan gejala-gejala terganggunya kesehatan seseorang.
5. Terapi Kausal. Terapi kausal adalah terapi untuk menghilangkan
penyebab penyakit yang dapat dilakukan dengan mengkonsumsi
obat antimikroba (antibakteri, antivirus).
a. Antibiotik
Antibiotik adalah obat yang digunakan untuk mengatasi
infeksi bakteri. Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh
suatu mikroba terutama fungi, yang dapat menghambat atau
membasmi mikroba jenis lain.
- Antibiotik dapat bersifat bakterisid atau bekteriostatik.
Bakteriostatik berkerja dengan cara menghambat
proliferasi bakteri dan selanjutnya sistem imun penjamu
yang akan membunuh bakteri (contohnya
Chloramphenicol, Erytromycin, Clindamycin,
Sufonamida, Trimetropim, Tetracyclin). Bakterisdial
bekerja dengan cara membunuh bakteri (Contohnya
Aminoglikosdia, Beta lactam, Vancomycin, Quinolone,
Rifampicin, Metronidazol).
- Antibiotik digolongkan menjadi spectrum luas dan
spektrum sempit. Spektrum luas (board spectrum) peka
terhadap bakteri gram negatif dan positif (contohnya
ampisilin, kloramfenikol, tetrasiklin, sefalosporin).
Spektrum sempit (narrow spectrum) hanya aktif pada
bakteri gram negatif atau bakteri gram positif saja
(contohnya eritromisin, streptomycin, gentamicin).
b. Penggolongan dan Mekanisme Kerja Antibiotika
1. Golongan Beta Laktam (Penisilin), Mekanisme
kerjanya Menghambat Sintesis Dinding sel Mikroba
2. Golongan Polipeptida (Vancomicyn), Mekanisme
kerjanya Menghambat Sintesis Dinding sel Mikroba
3. Golongan Sefalosporin (Cefadroxil), Mekanisme
kerjanya Menghambat Sintesis Dinding sel Mikroba
4. Golongan Aminoglikosida (Gentamisin), Mekanisme
kerjanya Menghambat Sintesis Protein Mikroba
5. Golongan Chlorampenicol (Thiamphenicol),
Mekanisme kerjanya Menghambat Sintesis Protein
Mikroba
6. Golongan Tetrasiklin, Mekanisme kerjanya
Menghambat Sintesis Protein Mikroba
7. Golongan Makrolida (Eritromisin), Mekanisme
kerjanya Menghambat Sintesis Protein Mikroba
8. Golongan Quinolon (Asam Nalidiksat), Mekanisme
kerjanya Mempengaruhi Sintesis/ Metabolisme asam
nukleat sel mikroba
9. Golongan Fluoroquinolon (Ciprofloxacin), Mekanisme
kerjanya Mempengaruhi Sintesis/ Metabolisme asam
nukleat sel mikroba
10. Golongan Sulfonamida dan Trimetroprim
(Cotrimoxazole), Mekanisme kerjanya menghambat
enzim- enzim esensial dalam metabolisme folat.
Efek samping Antibiotika
Penggunaan antibiotik yang tidak sesuai dengan aturan dapat
menyebabkan kondisi resistensi. Resistensi pada antibiotik
diartikan sebagai kondisi dimana obat tidak mampu lagi
membunuh kuman, atau kuman menjadi kebal terhadap obat
yang diberikan.
c. Antivirus
Obat antivirus adalah obat yang digunakan untuk mengatasi
infeksi penyakit yang disebabkan oleh virus. Penggolongan
obat antivirus, yaitu untuk virus Herpes simpleks dan
Varicella zoster virus, Cymegalovirus, influenza, hepatitis B
dan hepatitis C, HIV.
d. Contoh Obat Antivirus
1. Acyclovir indikasi Infeksi herpes simpleks tipe 1 dan
tipe 2, infeksi varicella zoster
2. Ganciclovir indikasi Infeksi CMV
3. Adenovir indikasi Infeksi hepatitis B kronik pada
dewasa dengan bukti adanya replikasi virus hepatitis B
6. Terapi Simptomatik adalah terapi yang bertujuan untuk
menghilangkan atau meringankan gejala penyakit, sedangkan
penyebabnya yang lebih mendalam tidak dipengaruhi. Contoh
penyakit simptomatik adalah nyeri, demam, diare, konstipasi,
batuk, mual dan muntah.
7. Penyakit pada terapi simptomatik
a. Nyeri
Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang
mengganggu, berhubungan dengan ancaman, timbulnya gangguan
atau kerusakan jaringan. Nyeri berfungsi sebagai tanda adanya
suatu gejala atau gangguan dalam tubuh.
Pengobatan nyeri harus dimulai dari obat-obat penghilang nyeri
(analgetik) yang aktifitasnya paling rendah, sampai ke yang
paling kuat. Analgesik adalah obat yang bisa mengurangi rasa
nyeri tanpa mengurangi kesadaran.
Contoh Obat : Parasetamol, Ibuprofen, Piroksikam, Asam
Mefenamat, Diklofenak
b. Demam
Demam adalah kondisi suhu tubuh yang meningkat dari variasi
suhu normal sehari-hari berhubungan dengan peningkatan titik
patokan suhu di hipotalamus. Suhu tubuh normal berkisar antara
36,5-37,2°C.
Terapi farmakologi dalam pengobatan demam adalah obat-obatan
yang dipakai dalam mengatasi demam (antipiretik) adalah
parasetamol (asetaminofen) dan ibuprofen dengan dosis yang
disesuaikan untuk demam pada penderita bayi, anak dan dewasa.
c. Diare
Diare adalah frekuensi dan likuiditas buang air besar yang
abnormal. Frekuensi dan konsistensi BAB bervariari dalam dan
antar individu. Sebagai contoh, beberapa individu defekasi tiga
kali sehari, sedangkan yang lain hanya dua atau tiga kali
seminggu.
Dehidrasi adalah suatu keadaan dimana tubuh kekurangan cairan
tubuh yang dapat berakibat kematian, terutama pada anak/bayi
jika tidak segera diatasi. Bila penderita diare banyak sekali
kehilangan cairan tubuh maka hal ini dapat menyebabkan
kematian, terutama pada bayi dan anak-anak di bawah umur lima
tahun. Diare yang terus-menerus mungkin merupakan gejala
penyakit berat seperti tipus, cholera atau kanker usus.
Contoh obat : Loperamid (Antimotilitas), Attapulgit dan kaolin
(Adsorben)
d. Konstipasi
Konstipasi adalah gejala defekasi yang tidak memuaskan,
ditandai dengan buang air besar kurang dari 3x dalam 1 minggu
atau kesulitan dalam evakuasi feses akibat feses yang keras.
Contoh obat : Isphagula (Pembentuk Massa), Bisacodyl
(Stimulan), Magnesium Sulfat (garam inggris) dan Lactulosa
(Pencahar Osmotic) dan juga Paraffin cair (Pencahar Emolien).
e. Batuk
Batuk merupakan gejala infeksi saluran pernapasan atas
(misalnya batuk- pilek, flu) dimana sekresi hidung dan dahak
merangsang saluran pernapasan. Batuk juga merupakan cara
untuk menjaga jalan pernapasan tetap bersih. Gejala- gejala batuk
adalah pengeluaran udara dari saluran pernapasan secara kuat,
yang mungkin disertai dengan pengeluaran dahak dan
tenggorokan sakit dan gatal.
Contoh obat : Dextromethorphan (Antitusif), Noskapin
(Antitusif), Gliceryl Guaikolat (Ekspektoran), Bromhexin
(Mukolitik)
f. Mual dan Muntah
Mual adalah perasaan tidak enak di dalam perut yang sering
berakhir dengan muntah yang disebabkan oleh pengaktifan pusat
muntah di otak dan juga karena makan atau menelan zat iritatif
atau zat beracun atau makanan yang sudah rusak, selain itu
muntah juga dapat disebabkan oleh obat anti kanker dan pereda
nyeri golongan opiat seperti morfin.
Mual dan muntah juga dapat disebabkan karena masalah psikis
(muntah psikogenik). Ada muntah yang disengaja, yaitu pada
penderita bulimia untuk menurunkan berat badannya. Selain itu
muntah psikogenik juga dapat terjadi karena ancaman atau situasi
yang tidak disukai yang menyebabkan kecemasan.
Contoh Obat : Metoclopramid (Antiemetika), Domperidon
(Antiemetika)
8. Tahapan Swamedikasi di Apotek
Swamedikasi pada pasien di apotek dapat dilakukan dengan
tahapan berikut ini:
1. Perkenalan dan sambung rasa
Tahap ini adalah tahap perkenalan oleh farmasi dengan pasien.
Hal ini dilakukan untuk membangun kepercayaan terkait tenaga
profesi apoteker ataupun tenaga teknis kefarmasian di apotek.
Pada tahap ini pula bertujuan untuk membangun sambung rasa
dan empati pada pasien sehingga nyaman dalam penyampaian
informasi ataupun konseling. Pada tahap ini perlu meminta waktu
pasien untuk beberapa menit (5-10 menit) dalam penggalian
informasi dan penyampaian informasi obat.

2. Penggalian informasi pasien


Tahapan penggalian informasi pasien dilakukan untuk
menelusuri riwayat pasien terkait :
1) Keluhan yang dirasakan saat ini
2) Riwayat penyakit terdahulu
3) Riwayat pengobatan
4) Riwayat penyakit keluarga
5) Riwayat alergi obat ataupun makanan dan hal lain
6) Riwayat penggunaan suplemen dan obat tradisional
atau jamu
7) Kebiasaan (keseharian) pasien terkait habbit aktivitas
dan pola makan
Penggalian informasi ini bertujuan untuk pertimbangan
pemilihan terapi
terkait ketepatan pemilihan obat, ketepatan pasien dan
pertimbangan resiko efek samping obat.
3. Penyiapan obat
Tahap penyiapan obat adalah tahap penentuan rekomendasi
obat berdasarkan keluhan pasien. Obat obat yang dapat
direkomendasikan pada swamedikasi adalah obat obat OTC
baik obat bebas, bebas terbatas, obat herbal ataupun herbal
terstandar dan fitofarmaka serta OWA.
4. Penyerahan dan KIE (komunikasi Informasi dan Edukasi)
Tahap penyerahan obat pada swamedikasi pasien disertai
dengan pemberian informasi terkait penggunaan obat yang
tepat.
Adapun informasi yang diberikan adalah sebagai berikut:
a. Nama obat
b. Indikasi
c. Aturan pakai (dosis dan frekuensi serta durasi
pengobatan)
d. Monitoring efek terapi dan efek samping
e. Penyimpanan obat

Kegiatan Belajar 3
1. Obat-Obat Penyakit Syaraf
A. Nyeri
Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan yang berhubungan dengan adanya potensi
kerusakan jaringan atau keadaan yang menggambarkan
kerusakan tersebut.
Menurut WHO nyeri diklasifikasikan menjadi tiga yaitu :
-Nyeri ringan, jika pengukuran VAS skala 0-3
-Nyeri sedang, jika pengukuran VAS skala 4-6
-Nyeri berat, jika pengukuran VAS skala 7-10
Adapun obat analgetik dibedakan menjadi 2 macam
yaitu golongan opioid dan non opioid.
1. Analgetik Opioid
Obat-obat analgetik opioid digunakan pada kasus nyeri
ringan hingga berat. Prinsip penanganan nyeri adalah
dimulai dari obat yang paling ringan dan
mempertimbangkan resiko minimal efek samping.
- Obat-obat analgetik golongan Opioid
Golongan kuat : Morfin, Heroin, Fenazosin,
Dekstromoramid, Metadon, Petidin, Buprenorfin,
Fentanil
Golongan Sedang/ Lemah : Kodein, Dihidrokodein,
Dekstropropoksifen
2. Analgetik non opioid (NSAID)
Pada kasus nyeri, analgesik diberikan dimulai dengan
analgesik yang paling efektif dengan efek samping
terendah. Obat-obat ini (kecuali parasetamol)
menurunkan produksi prostaglandin melalui mekanisme
berantai asam arakidonat, oleh karenanya mengurangi
jumlah rangsangan nyeri yang diterima SSP.
Obat-obat analgetik Non Opioid (NSAID): Aspirin,
Ibuprofen, Naproksen, Etoricoxib, Celecoxib,
Valdecoxib, Diklofenak, Indometasin, Nabumeton,
Fenilbutazon, Pct
B. Migrain
Migren adalah sakit kepala kambuhan dengan intensitas
sedang sampai berat yang terkait dengan sindrom anatomis,
neurologis dan saluran cerna. Pada migren dengan aura
gejala neurologis fokal yang rumit akan mendahului atau
menyertai serangan sakit kepala.
Adapun obat-obat yang digunakan pada penyakit migrain
adalah :
Asetaminofen, Isometepten = Analgesik
Aspirin, Ibuprofen, Naproksen, Diklofenak = AINS
Ergotamin tartrat, Dihidroergotamin = Alkaloid ergot
Sumatriptan, Zolmitriptan, Naratriptan = Agonis serotonin
(Triptan)
C. Epilepsi
Epilepsi adalah suatu keadaan neurologic yang ditandai oleh
bangkitan epilepsy yang berulang, yang timbul tanpa
provokasi.
Adapun obat-obat yang digunakan pada penyakit epilepsi
adalah :
a. Obat yang digunakan pada bangkitan umum (tonik-
klonik) parsial : Karbamazepin, Valproat, Fenitoin,
Phenobarbital, Gabapentin
b. Obat yang digunakan pada bangkitan lena : Etosuksimid,
Valproat
c. Obat yang digunakan dalam kasus epileptikus :
Lorazepam, Diazepam, Fenitoin, Propofol dan Tiopental
D. Parkinson
Penyakit Parkinson Idiopatik (Idiopathic Parkinson's Disease,
IPD) memiliki karakteristilk klinis maupun hasil pemeriksaan
neuropatologi yang sangat khas, termasuk ganggangel motorik
dan pada beberapa kasus berupa gangguan kejiwaan/mental.
Adapun obat-obat yang digunakan pada penyakit parkinson
adalah :
Selegilin,
Benzotropin, Difenhidramin, Triheksifenidil,
Entakapon, Tolkapon, Levodopa, Amantadine, Bromokriptin.
2. Obat – Obat Penyakit Saluran Pencernaan
A. Diare
Diare adalah frekuensi dan likuiditas buang air besar yang
abnormal. Frekuensi dan konsistensi BAB bervariari pada
masing-masing individu.
Berikut ini contoh obat-obatan yang digunakan pada terapi
diare non spesifik, Sedangkan pada diare yang spesifik,
menggunakan terapi antibiotik berdasarkan jenis patogennya.
Loperamid = Antimotilitas
Attapulgit dan Kaolin = Adsorben
Oralit = Rehidrasi oral
B. Konstipasi
Konstipasi adalah gejala defekasi yang tidak memuaskan,
ditandai dengan buang air besar kurang dari 3x dalam 1 minggu
atau kesulitan dalam evakuasi feses akibat feses yang keras.
Adapun tujuan terapi konstipasi, yaitu :
1. Mengurangi tanda dan gejala
2. Meningkatkan kualitas hidup pasien
3. Meminimalkan efek samping obat
Contoh Obat untuk Konstipasi :
a. Senyawa yang dapat melunakkan feses dalam 1-3 hari
contoh : Metilselulosa
b. Emolien, contoh : Sodium dokusat, Laktulosa, Sorbitol
c. Senyawa yang dapat menghasilkan feses lunak atau
semifluid dalam 6-12 jam, contoh : bisakodil oral
d. Senyawa yang mempermudah pengosongan usus dalam 1-6
jam, contoh : Magnesium Sulfat, Bisakodil
C. Mual dan Muntah
Mual sering kali diartikan sebagai keinginan untuk muntah atau
gejala yang diraskaan di tenggorokan dan di daerah sekitar
lambung, yang menandakan kepada seseorang bahwa ia akan
segera muntah. Muntah diartikan sebagai pengeluaran isi
lambung melalui mulut, yang seringkali membutuhkan dorongan
sangat kuat.
Obat-obat yang dapat digunakan pada kondisi mual muntah
adalah Antasida, Omprazole, Lanzsoprazole, Dimenhidrinat,
Difenhidramin, Meclizin, Ranitidin, Simetidin, Alprazolam,
Lorazepam, Haloperidol, Dexametason, Ondansetron,
Granisetron, Metoklopramid.
D. GERD (Tukak Lambung)
Penyakit gerd sering disebut sebagai Gastro Esopaagheal Reflux
Disease. GERD terjadi karena disfungsi LES (lower esophageal
sfingter) sehingga membuat respon gerak membalik pada
lambung.
Adapun obat obat yang digunakan pada penyakit GERD adalah :
Antasida, Omeprazole, Lansoprazole, Ranitidin, Simetidin,
Famotidin, Sukralfat, Misosprostol.
3. Obat-Obat Penyakit Jantung dan pembuluh darah
A. Hipertensi
Hipertensi didefinisikan dengan meningkatknya tekanan darah
arteri yang presisten. Peningkatan tekanan darah terjadi pada
tekanan darah sistolik dan diastolik melebihi 120/80 mmHg.
Adapun obat obat yang digunakan pada penyakit Hipertensi
adalah :
Captopril, Candersartan, Losartan K, Amlodipin, Nifedipin,
HCT, Furosemid, Atenolol, Propanolol.
Terapi hipertensi dapat dilakukan secara non farmakologi dan
farmakologi. Adapun terapi non farmakologi hipertensi adalah
manajemen stres, diet asupan garam, olahraga teratur.
Sedangkan berikut ini adalah terapi farmakologi hipertensi.
B. Gagal Jantung
Gagal jantung (Heart Failure) adalah sindrom klinis progresif
yang disebabkan oleh ketidakmampuan jantung memompa
darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
tubuh.
Terapi farmakologi gagal jantung adalah :
a. Golongan ACE Inhibitor : Captopril, Enalarapril
b. Beta Bloker : Propanolol, Bisoprolol
c. Diuretik Tiazid : HCT
d. Diuretik Loop : Furosemide, Bumetanide
e. Digoxin
f. Reseptor II angiotensin : Losartan K
g. Nitrat Hidralazine : ISDN, Hidralazine
C. Hiperlipidemia
Hiperlipidemia adalah peningkatan salah satu atau lebih
kolesterol, kolesterol ester, fosfolipid, atau trigliserid.
Hiperlipoproteinemia adalah meningkatnya konsentrasi makro
molekul lipoprotein yang membawa lipid dalam plasma.
Ketidaknormalan lipid plasma dapat menyebabkan pengaruh
yang buruk (predisposition) terhadap koroner, serebro
vaskuler, dan penyakit pembuluh arteri perifer.
Tujuan terapi yang ingin dicapai yaitu penurunan kolesterol
total dan LDL untuk mengurangi resiko pertama atau berulang
dari infark miokardial, angina, gagal jantung, stroke, iskemia,
atau kejadian lailn pada penyakit arterial perifer seperti carotid
stenosis atau anuerisme aortik abdominal.
Terapi farmakologi hyperlipidemia dapat digolongkan yaitu :
a. Resin asam empedu, contoh : Kolesteramin, Kolestipol
b. Niasin, contoh : Asam Nikotinat
c. Inhibitor HMG COA, contoh : Atorvastatin
d. Reduktase, contoh : Simvastatin , Lovastatin
e. Asam Fibrat, contoh : Gemfibrozil, Fenofibrat,
Klofibrat
f. Ezetimab, contoh : Ezetimab

Kegiatan Belajar 4
1. Definisi HIV
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang
menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat
menimbulkan Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS)
yang ditandai dengan terjadinya penurunan sistem kekebalan
tubuh.
2. Penyebab HIV
Virus HIV dapat berada dalam cairan tubuh manusia, misalnya
darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu.
Penularannya dapat terjadi melalui berbagai cara, yaitu :
- Hubungan seksual tidak aman
- Transfusi darah atau produk darah yang sudah tercemar
dengan virus HIV
- Melalui transplantasi organ pengidap HIV
- Melalui jarum suntik atau alat kesehatan yang
terkontaminasi virus HIV
- Penularan dari ibu ke anak saat ia dikandung, dilahirkan
dan melalui ASI
- Penularan HIV melalui pekerjaan : Pekerja kesehatan dan
petugas laboratorium
3. Tanda dan Gejala HIV
Menurut Mayo Foundation for Medical Education and
Research (MFMER) (2008), gejala klinis dari HIV/AIDS
dibagi menjadi beberapa fase:
- Fase awal : Pada awal infeksi, mungkin tidak akan
ditemukan gejala dan tanda-tanda infeksi. Walaupun tidak
mempunyai gejala infeksi, penderita HIV/AIDS dapat
menularkan virus kepada orang lain.
- Fase lanjut: Penderita akan tetap bebas dari gejala infeksi
selama 8 atau 9 tahun atau lebih. Tetapi seiring dengan
perkembangan virus dan penghancuran sel imun tubuh,
penderita HIV/AIDS akan mulai memperlihatkan gejala
yang kronis
- Fase akhir: terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah
terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi
tersebut akan berakhir pada penyakit yang disebut AIDS.
Menurut KPA (2007) gejala klinis terdiri dari 2 gejala yaitu
gejala mayor (umum terjadi) dan gejala minor (tidak umum
terjadi).
4. Patofisiologi HIV
- Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan
etiologi dari infeksi HIV/AIDS. Penderita AIDS adalah
individu yang terinfeksi HIV dengan jumlah CD4 < 200μL
meskipun tanpa ada gejala yang terlihat atau tanpa infeksi
oportunistik.
- Penderita yang telah terinfeksi virus HIV memiliki suatu
periode asimtomatik yang dikenal sebagai periode laten.
- Selama periode laten tersebut virus yang dihasilkan sedikit
dan umumnya sel T darah perifer tidak mengandung virus,
tetapi kerusakan CD4 sel T di dalam jaringan limfoid terus
berlangsung selama periode laten dan jumlah CD4 sel T
tersebut terus menurun di dalam sirkulasi darah.
- Selama fase lanjutan (kronik) infeksi HIV ini penderita
akan rentan terhadap infeksi lain dan respons imun
terhadap infeksi ini akan merangsang produksi virus HIV
dan kerusakan jaringan limfoid semakin menyebar.
Progresivitas penyakit ini akan berakhir pada tahap yang
mematikan yang dikenal sebagai AIDS. Pada keadaan ini
kerusakan sudah mengenai seluruh jaringan limfoid dan
jumlah CD4 sel T dalam darah turun di bawah 200sel/mm 3
5. Diagnosa
- Metode umum untuk menetapkan HIV adalah Enzyme-
Linked Immunosorbent Assay (ELISA), yang mendeteksi
antibodi terhadap HIV-1 terhadap sensitivitas dan
spesifitas yang tinggi
- ELISA positif diulang dan bila salah satu atau keduanya
reaktif, tes konfirmasi dilakukan untuk diagnose akhir. Uji
western blot adalah yang paling umum dilakukan untuk tes
konfirmasi.
- Tes beban virus menghitung viremia dengan mengukur
jumlah virus RNA. Beberapa cara yang bisa digunakan
yaitu Reverse Transcriptase- Coupled Polymerase Chain
Reaction (RT-PCR), branched DNA (bDNA), dan
Transcriptase-Mediated Amplification.
- Beban virus dapat digunakan sebagai faktor prognosa
untuk memonitor perkembangan penyakit dan efek terapi.
- Jumlah limfosit CD4 dalam darah adalah tanda pengganti
perkembangan penyakit.
6. Terapi
- Sasaran terapi adalah mencapai efek penekanan maksimun
replikasi HIV. Sasaran sekunder adalah peningkatan
limfosit CD4 dan perbaikan kualitas hidup. Sasaran
akhirnya adalah penurunan mortalitas dan morbiditas.
- Penentuan terapi harus secara individual berdasarkan CD4
dan beban virus (viral load).
- Terapi dengan kombinasi ARV menghambat replikasi
virus adalah strategi yang sukses pada terapi HIV.
- Ada tiga golongan obat yaitu
a. Reverse Trancriptase Inhibitor
1) Analog nukleosida (NRTI),
2) Non nukleosida (NNRTI) Non Nucleoside Reverse
Transcriptase Inhibitor
b. HIV Protease Inhibitor (PI)
7. Infeksi Oportunistik pada HIV/AIDS
- Infeksi oportunistik adalah infeksi yang timbul pada
penderita dengan kekebalan tubuh menurun sehingga
mudah bagi bakteri atau pathogen lain menginfeksi.
- Kondisi ini dapat terjadi (lebih beresiko) pada kondisi
dimana kadar CD4 < 200 sel/micro liter maupun CD4 >
200 sel/micro liter.
- Contoh infeksinya:
 Candidiasis orofanringeal: Candidiasis pada mukosa
mulut dsebabkan oleh patigen Candida albican. Tanda
dan gejala yang trjadi adalah muncul bercak keputihan
seperti koloni yang disebut trush.
 Herpes : infeksi yang disebabkan oleh virus herpes
zooster. Tanda dan gejala yang paling ringan terjadi
adalah munculnya bintik kemerahan terasa gatal dan
panas.
8. Edukasi pada pasien HIV/ AIDS
Hal – hal yang perlu diedukasi antara lain:
- Kepatuhan penggunaan obat antiretrovirus (ARV), yaitu
digunakan secara rutin
- Kontrol rutin ke dokter untuk memantau kesehatan nya
(memonitor kadar CD4 dalam darah)
- Cara penggunaan obat ARV sesuai dengan aturan pakai
(dosis, frekuensi, durasi)
- Pola hidup sehat dan perbaikan perilaku

2 Daftar materi yang sulit 1. Proses obat dalam tubuh


dipahami di modul ini 2. Terapi Kausal (Antibiotik dan Antivirus)
3 Daftar materi yang sering 1. Penyakit kausal dengan simptomatik
mengalami miskonsepsi 2. DOWA

Anda mungkin juga menyukai