Anda di halaman 1dari 23

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka


2.1.1 Kompetensi
2.1.1.1 Pengertian Kompetensi
Dalam hal kemampuan aparatur, banyak yang bisa dilihat bahwa seorang
aparatur merasa termotivasi dan memiliki kinerja yang baik, jika seorang aparatur
memiliki pengetahuan yang memadai terhadap bidang tugas dan tanggung jawabnya,
kondisi fisik, adanya dukungan faktor keluarga serta tidak adanya hambatan geographic.
Menurut Robbins (2006:46) kemampuan (ability) adalah :
Suatu kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu
pekerjaan. Seluruh kemampuan seorang individu pada hakekatnya tersusun dari
dua perangkat faktor yaitu kemampuan intelektual dan kemampuan fisik.

Kemudian Becker (2001:156) mengemukakan bahwa kompetensi ditunjukkan


dengan karakteristik individu yang terdiri dari pengetahuan, keterampilan, atau
karakteristik kerpibadian yang berpengaruh langsung terhadap kinerja. Menurut kamus
kompetensi (2008) kompetensi didefinisikan sebagai aspek-aspek pribadi dari seorang
pekerja yang memungkinkan dia untuk mencapai kinerja yang superior. Aspek-aspek
pribadi ini termasuk sifat, motif, sistem nilai, sikap, pengetahuan dan ketrampilan.
Selanjutnya komptensi akan mengarahkan tingkah laku, sedangkan tingkah laku akan
menghasilkan kinerja (Lasmahadi, 2001). Selanjutnya Spencer dan Spencer (2003:9)
mengemukakan bahwa kompetensi adalah karakteristik dasar seseorang atau individu
yang berkaitan dengan efektivitas kinerja dan atau kinerja superior dalam suatu pekerjaan
dan keadaan tertentu.
Sebagai karakteristik dasar, kompetensi merupakan bagian dari kepribadiaan
individu yang relatif dalam dan stabil, dapat dilihat dan diukur dari prilaku individu yang
bersangkutan di tempat kerja atau dalam berbagai situasi. Untuk itu kompetensi seseorang
mengindikasikan kemampuan berprilaku seseorang dalam berbagai situasi yang cukup
konsisten untuk suatu periode waktu yang cukup panjang dan bukan hal yang kebetulan
semata. Kompetensi dapat digunakan untuk menduga atau terbukti secara empiris
merupakan penyebab suatu keberhasilan perilaku atau kinerja yang secara akademis
didasarkan pada kriteria ukuran keberhasilan sebagai standar kinerja yang dapat diterima
secara bisnis maupun sosial.

9
10

Kinerja organisasi jelas mencakup kinerja anggota organisasi. Karena itu


kesuksesan kerja pada masing-masing anggota organisasi menjadi penting bagi
tercapainya keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan tertentu. Dalam
konteks ini, David McClelland (dalam Martin, 2002:151) mengatakan : Ada sesuatu
karakteristik dasar yang lebih penting dalam memprediksikan kesuksesan kerja. Sesuatu
itu, lebih berharga daripada kecerdasan akademik. Sesuatu itu dapat ditentukan dengan
akurat, dapat menjadi titik penentu (critical factor) pembeda antara seorang star
performer dan seorang dead wood. Menurut McClelland, sesuatu itulah yang disebut
kompetensi.
Dari pernyataan tersebut di atas, bahwa kompetensi merupakan salah satu faktor
yang membedakan seseorang yang mampu menunjukkan kinerja yang optimal dengan
seseorang yang tidak mampu menunjukan kinerja yang optimal. Kompetensi merupakan
kumpulan sumber daya manusia yang secara dinamis menunjukkan kapasitas intelektual,
kualitas sikap mental dan kapabilitas sosial seseorang. Mengacu pada pentingnya
kompetensi dalam suatu organisasi, maka pertanyaannya adalah ”Apa dan bagaimana
pengertian kompetensi itu?”. Huston dan Robert (2002:3) mengatakan bahwa
“competence is an adecuacy for task or possesion of requiered knowledge, skill and
abilities”. Pendapat ini menunjukkan bahwa kompetensi merujukan pada pengetahuan
dan ketrampilan seseorang dalam melaksanakan tugasnya.
Lebih lanjut menurut Thoha (2008:4) mengemukakan beberpa definisi
kompetensi berikut :
a. Boyatzis (2002) : Kompetensi didefinisikan sebagai “Kapasitas yang ada
pada seseorang yang bisa membuat orang tersebut mampu memenuhi apa
yang disyaratkan oleh pekerjaan dalam suatu organisasi sehingga organisasi
tersebut mampu mencapai hasil yang diharapkan”.
b. Woordruffe (2001) : Mereka membedakan antara pengertian competence dan
competency, yang mana competence diartikan sebagai konsep yang
berhubungan dengan pekerjaan, yaitu menunjukkan “wilayah kerja dimana
orang dapat menjadi kompeten atau unggul”. Sedangkan competency
merupakan konsep dasar yang berhubungan dengan orang, yaitu
menunjukkan “demensi perilaku yang melandasi prestasi unggul
(competent)”.

Kedua pendapat tersebut pada dasarnya menunjukkan bahwa kompetensi adalah


suatu kemampuan atau keunggulan individu yang relevan dengan tuntutan pekerjaan atau
11

mencapai suatu standar kinerja. Karakteristik kompetensi terdiri dari lima sumber, yaitu
motive, trait, self concept, knowledge dan skill

2.1.1.2 Karakteristik Kompetensi Aparatur


Menurut Mitzani (2002:28) sumber karakteristik kompetensi dijabarkan sebagai
berikut :
a. Motive (motif) adalah sesuatu yang secara konsisten menajdi dorongan,
dipikirkan atau diinginkan oleh seseorang yang menyebabkan munculnya
suatu tindakan.
b. Trait (karakter) adalah unsur bawaan seperti bakat dan watak yang membuat
orang untuk berprilaku atau bagaiamana seseorang merespon sesuatu dengan
cara tertentu.
c. Self concept (konsep diri) merupakan gambaran atas diri sendiri yang terdiri
dari sikap dan nilai-nilai yang diyakininya.
d. Knowledge (pengetahuan) adalah informasi yang dimiliki seseorang pada
area disiplin yang tertentu secara spesifik. Pengetahuan akan
memprediksikan apa yang mampu dilakukan seseorang bukan apa yang akan
dilakukan.
e. Skill (keterampilan) merupakan kemampuan untuk melakukan suatu tugas
tertentu, baik secara fisik maupun mental.

Dengan demikian karakteristik kompetensi memiliki perbedaan letak atau


keadaan, yaitu kompetensi knowledge dan skill lebih bersifat nyata atau visible, sehingga
mudah dalam pengembangannya, misalnya melalui pendidikan dan pelatihan, sedangkan
motive, trait dan self concept bersifat tersembunyi dan merupakan karakteristik
kepribadian manusia yang paling dalam, sehingga sulit untuk dikembangkan. Tipe
kompetensi yang berbeda dikaitkan dengan aspek perilaku manusia dan kemampuannya
mendemonstrasikan kemampuan perilaku tersebut. Ada beberapa tipe kompetensi yang
dikemukakan Wibowo (2007:91) diantaranya adalah :
a. Planning Competency yaitu dikaitkan dengan tindakan tertentu seperti
menetapkan tujuan, menilai risiko dan mengembangkan urutan tindakan
untuk mencapai tujuan
b. Influence Competency yaitu dikaitkan dengan tindakan seperti mempunyai
dampak pada orang lain.
12

c. Communication Competency yaitu dalam bentuk kemampuan berbicara,


mendengarkan orang lain, komunikasi tertulis dan nonverbal
d. Interpersonal Competency meliputi empati, persuasi, negoisasi, menghargai
orang lain
e. Thinking Competency berkenaan dengan berfikir strategis, berfikir analistis,
berkomitmen terhadap tindakan.
f. Organizational Competency meliputi kemampuan merencanakan pekerjaan,
mengorganisasi sumber daya, mengukur kemajuan dan mengambil resiko
yang diperhitungkan.
g. Human resources management Competency merupakan kemampuan dalam
bidang mengembangkan bakat, mendorong partisipasi dan menghargai
keberagaman.
h. Leadership Competency merupakan kompetensi meliputi kecakapan
memosisikan diri, pengembangan organisasional, mengelola transisi,
membangun visi.
i. Client service Competency merupakan kompetensi berupa
mengindentifisikan dan menganalisa pelanggan, bekerja dengan pelanggan,
tindak lanjut dengan pelanggan, tindak lanjut dengan pelanggan dan
berkomitmen terhadap kualitas.
j. Business Competency merupakan kompetensi yang meliputi manajemen
financial, keterampilan pengambilan keputusan bisnis, bekerja dalam system
k. Self management Competency kompetensi berkaitan dengan menjadi
motivasi diri, bertindak dengan percaya diri, mengelola pembelajaran sendiri
l. Technical/operational Competency kompetensi berkaitan dengan
mengerjakan tugas kantor, bekerja dengan teknologi komputer

Lebih lanjut Mizhael Zwell (2000:25) dalam Wibowo memberikan lima


kategori kompetensi, yang terdiri dari task achievement, relationship, personal attribute,
managerial, dan leadership.
a. Task achievement. Kompetensi yang berkaitan dengan task achievement ditunjukkan
oleh, orientasi pada hasil, mengelola kinerja, mempengaruhi inisiatif dan keahlian
teknis
b. Relationship merupakan kategori kompetensi yang berhubungan dengan komunikasi
dan bekerja baik dengan orang lain dan memuaskan kebutuhannya. Kompetensi yang
berhubungan dengan relationship meliputi: kerja sama, orentasi pada pelayanan,
13

kepedulian antar pribadi, kecerdasan organisasional, membangun hubungan,


penyelesaian konflik, perhatian pada komunikasi dan sensitivitas lintas budaya.
c. Personal attribute merupakan kompetensi instrinsik individu dan menghubungkan
bagaimana orang berfikir, merasa, belajar, dan berkembang. Personal attribute
merupakan kompetensi yang meliputi: integritas dan kejujuran, pengembangan diri,
ketegasan, kualitas keputusan, manajemen stress, berfikir analistis dan berfikir
konseptual.
d. Managerial merupakan kompetensi yang secara spesifik berkaitan dengan
pengolahan, pengawasan dan mengembangkan orang. Kompetensi manajerial berupa
memotivasi, memberdayakan dan mengembangkan orang lain.
e. Leadership merupakan kompetensi yang berhubungan dengan memimpin organisasi
dan orang untuk mencapai maksud, visi dan tujuan organisasi. Kompetensi berkenaan
dengan leadership meliputi kepemimpinan visioner, berfikir strategis, orientasi
kewirausahaan, manajemen perubahan, membangun focus dan maksud, dasar-dasar,
dan nilai-nilai.

2.1.1.3 Manfaat Kompetensi Aparatur


Kompetensi aparatur sangat diperlukan setiap organisasi terutama untuk
meningkatkan pelayanan. Menurut Prihadi (2004:57) manfaat kompetensi adalah :
a) Prediktor kesuksesan kerja. Model kompetensi yang akurat akan dapat
menentukan dengan tepat pengetahuan serta ketrampilan apa saja yang
dibutuhkan untuk berhasil dalam suatu pekerjaan. Apabila seseorang
pemegang posisi mampu memiliki kompetensi yang dipersyaratkan pada
posisinya maka ia dapat diprediksikan akan sukses.
b) Merekrut pegawai yang andal. Apabila telah berhasil ditentukan kompetensi-
kopentensi apa saja yang diperlukan suatu posisi tertentu, maka dengan
mudah dapat dijadikan kriteria dasar dalam rekrutmen pegawai baru
c) Dasar penilaian dan pengembangan pegawai. Indentifikasi kompetensi
pekerjaan yang akurat juga dapat dipakai sebagai tolak ukur kemampuan
seseorang.

Dengan merujuk pada konsep-konsep dasar tentang kompetensi seperti yang


telah diungkapkan Spencer and Spencer (2003:87) ada beberapa pedoman dasar untuk
mengembangkan sistem kompetensi :
14

a. Identifikasi pekerjaan atau posisi-posisi kunci yang akan dibuat kompetensi


modelnya.
b. Lakukan analisis lebih jauh mengenai proses kerja penting (misal cara kerja,
waktu kerja, hubungan kerja, tanggung jawab) pada posisi-posisi kunci
tersebut.
c. Lakukan survei mengenai kompetensi apa saja yang dibutuhkan (required
competencies) dengan bercermin pada masukan
d. Buatlah penjelasan dari suatu jenis kompetensi dalam skala yang telah
dibuat. Misalnya: Kompetensi komunikasi tertulis. Untuk kompetensi
dasarnya: maupun menulis memo dan surat; tingkat dasar (intermediate):
mampu menulis laporan dengan analisis minimal; tingkat lanjutan (advance),
menulis laporan disertai analisis mendalam dalam bentuk grafik dan gambar;
tingkat ahli (expert): menuliskan laporan yang berisi pendapat, analisis
dengan dukungan dan fakta dengan konsep dan variabel yang rumit.

Pentingnya kompetensi dalam mendorong suatu organisasi mencapai posisi


kompetitif juga ditekankan oleh Glick (2004:62) bahwa suatu organisasi perlu
memperhatikan keberhasilannya di masa depan sebagai persiapan untuk pengembangan
dan kerjasama. Menurutnya kompetensi seseorang dapat ditunjukkan dalam bentuk
kemampuan individu untuk menerapkan pengetahuan ke dalam bentuk tindakan Dalam
penerapan kompetensi ini, tentunya tiap organisasi memiliki perspektif berbeda
berdasarkan nilai strategisnya bagi organisasi bersangkutan. Karakteristik individu
mencakup pengetahuan teknis dan keterampilan (knowledge technical and skills) kinerja,
serta kompetensi penyumbang individu.

2.1.2. Disiplin Kerja


2.1.2.1. Pengertian Disiplin Kerja
Kedisiplinan merupakan fungsi operasional manajemen sumber daya manusia
yang terpenting karena semakin baik disiplin kerja pegawai, semakin baik kinerja yang
dapat dicapai. Tanpa disiplin yang baik, sulit bagi organisasi untuk mencapai hasil yang
optimal. Kedisiplinan merupakan faktor yang utama yang diperlukan sebagai alat
peringatan terhadap pegawai yang tidak mau berubah sifat dan perilakunya. Sehingga
seorang pegawai dikatakan memiliki disiplin yang baik jika pegawai tersebut memiliki
rasa tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan kepadanya.
15

Berikut adalah pengertian-pengertian disiplin kerja menurut para ahli diantaranya


yaitu Menurut Hasibuan (2006:444) bahwa: “Disiplin kerja adalah kesadaran dan
kerelaan seseorang dalam mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial
yang berlaku.”
Menurut Rivai (2011:825) bahwa:
“Disiplin kerja adalah suatu alat yang dipergunakan para manajer untuk berkomunikasi
dengan karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai
suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesedian seorang dalam memenuhi
segala peraturan perusahaan.”
Dari beberapa pengertian disiplin kerja yang dikemukakan oleh beberapa ahli
dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja adalah sikap kesadaran, kerelaan dan kesedian
seseorang dalam mematuhi dan menaati peraturan dan norma-norma sosial yang berlaku
di lingkungan sekitarnya.

2.1.2.2. Faktor-faktor Disiplin Kerja


Menurut Singodimenjo dalam Sutrisno (2011:86) bahwa hal yang mempengaruhi
disiplin pegawai adalah:
a. Besar kecilnya pemberian kompensasi
Besar kecilnya kompensasi dapat mempengaruhi tegaknya disiplin. Para
karyawan akan mematuhi segala peraturan yang berlaku, bila ia merasa
mendapat jaminan balas jasa yang setimpal dengan jerih payahnya yang telah
dikontribusikannya bagi perusahaan.
b. Ada tidaknya keteladanan pimpinan dalam perusahaan
Keteladanan pimpinan sangat penting sekali, karena dalam lingkungan
perusahaan, semua karyawan akan selalu memperhatikan bagaimana pimpinan
dapat menegakkan disiplin dirinya dan bagaimana ia dapat mengendalikan
dirinya sendiri ucapan, perbuatan, dan sikap yang dapat merugikan aturan
disiplin yang sudah ditetapkan.
c. Ada tidaknya aturan pasti yang dapat dijadikan pegangan
Pembinaan disiplin tidak akan dapat terlaksana dalam perusahaan, bila tidak
ada aturan tertulis yang pasti untuk dapat dijadikan pegangan bersama.
d. Keberanian pimpinan dalam mengambil tindakan
Bila ada seseorang karyawan yang melanggar disiplin, maka perlu ada
keberanian pimpinan untuk mengambil tindakan yang sesuai dengan
pelanggaran yang dibuatnya.
16

e. Ada tidaknya pengawasan pimpinan


Dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan perlu ada pengawasan
yang akan mengarahkan para karyawan agar dapat melaksanakan pekerjaan
dengan tepat dan sesuai dengan yang telah ditetapkan.
f. Ada tidaknya perhatian kepada karyawan
Karyawan adalah manusia yang mempunyai perbedaan karakter antara yang
satu dengan yang lain.
Singodimejo (2002:212), mengatakan disiplin adalah sikap kesedian
mempengaruhi disiplin pegawai adalah:
a. Besar kecilnya pemberian kompensasi
Besar kecilnya kompensasi dapat mempengaruhi tegaknya disiplin. Para
karyawan akan mematuhi segala peraturan yang berlaku, bila ia merasa
mendapat jaminan balas jasa yang setimpal dengan jerih payahnya yang telah
dikontribusikannya bagi perusahaan.
b. Ada tidaknya keteladanan pimpinan dalam perusahaan
Keteladanan pimpinan sangat penting sekali, karena dalam lingkungan
perusahaan, semua karyawan akan selalu memperhatikan bagaimana pimpinan
dapat menegakkan disiplin dirinya dan bagaimana ia dapat mengendalikan
dirinya sendiri ucapan, perbuatan, dan sikap yang dapat merugikan aturan
disiplin yang sudah ditetapkan.
c. Ada tidaknya aturan pasti yang dapat dijadikan pegangan
Pembinaan disiplin tidak akan dapat terlaksana dalam perusahaan, bila tidak
ada aturan tertulis yang pasti untuk dapat dijadikan pegangan bersama.
d. Keberanian pimpinan dalam mengambil tindakan
Bila ada seseorang karyawan yang melanggar disiplin, maka perlu ada
keberanian pimpinan untuk mengambil tindakan yang sesuai dengan
pelanggaran yang dibuatnya.
e. Ada tidaknya pengawasan pimpinan
Dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan perlu ada pengawasan
yang akan mengarahkan para karyawan agar dapat melaksanakan pekerjaan
dengan tepat dan sesuai dengan yang telah ditetapkan.
f. Ada tidaknya perhatian kepada karyawan
Karyawan adalah manusia yang mempunyai perbedaan karakter antara yang
satu dengan yang lain.
17

Singodimejo (2002:212), mengatakan disiplin adalah sikap kesedian dan


kerelaan seseorang untuk mematuhi dan menaati norma-norma peraturan yang berlaku
disekitarnya. Disiplin karyawan yang baik akan mempercepat tujuan perusahaan,
sedangkan disiplin yang merosot akan menjadi penghalang dan memperhambat
pencapaian tujuan perusahaan. Disiplin sangat diperlukan baik individu yang
bersangkutan maupun oleh organisasi.
Disiplin menunjukan suatu kondisi atau sikap hormat yang ada pada diri
karyawan terhadap peraturan dan ketetapan perusahaan. Menurut Siagian (2011:230)
bentuk disiplin yang baik akan tercermin pada suasana yaitu:
a. Tingginya rasa kepedulian karyawan terhadap pencapaian tujuan perusahaan.

b. Tingginya semangat dan gairah kerja dan inisiatif para karyawan dalam
melakukan pekerjaan.

c. Besarnya rasa tanggung jawab para karyawan untuk melaksanakan tugas


dengan sebaik baiknya.

d. Berkembangnya rasa memiliki dan rasa solidaritas yang tinggi dikalangan


karyawan.

e. Meningkatnya efisiensi dan produktivitas kerja para karyawan.

2.1.2.3. Bentuk Disiplin Kerja


Tindakan pendisiplinan kepada pegawai haruslah sama pemberlakuaanya. Disini
tindakan disiplin berlaku bagi semua, tidak memilih, memilah dan memihak kepada
siapapun yang melanggar akan dikenakan sanksi pendisiplinan yang sama termasuk bagi
manajer atau pimpinan, karena pimpinan harus memberi contoh terhadap para
bawahannya.
Menurut Mangkunegara (2011:129) mengemukakan bahwa bentuk disiplin kerja
yaitu:
a. Disiplin preventif
Merupakan suatu upaya untuk menggerakan pegawai untuk mengikuti dan
mematuhi pedoman kerja, aturan-aturan yang telah digariskan oleh
perusahaan.
b. Disiplin korektif
Merupakan suatu upaya untuk menggerakan pegawai dalam suatu peraturan
dan mengarahkan untuk tetap mematuhi peraturan sesuai dengan pedoman
yang berlaku pada perusahaan.
18

c. Disiplin progresif
Merupakan kegiatan yang memberikan hukuman-hukuman yang lebih
berat terhadap pelanggaran-pelanggaran yang berulang.

2.1.2.4. Sanksi Pelanggaran Kerja


Pelanggaran kerja adalah setiap ucapan, tulisan, perbuatan seorang pegawai yang
melanggar peraturan disiplin yang telah diatur oleh pimpinan organisasi. Sanksi
pelanggaran kerja adalah hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh pimpinan organisasi
kepada pegawai yang melanggar peraturan disiplin yang telah diatur pimpinan organisasi.
Menurut Rivai (2011:831), ada beberapa tingkatan dan jenis sanksi pelanggaran
kerja yang umumnya berlaku dalam suatu organisasi yaitu:
a. Sanksi pelanggaran ringan dengan jenis seperti teguran lisan, teguran tertulis,
pernyataan tidak puas secara tertulis.
b. Sanksi pelanggaran sedang dengan jenis seperti penundaan kenaikan gaji,
penurunan gaji, penundaan kenaikan pangkat.
c. Sanksi pelanggaran berat dengan jenis seperti penurunan pangkat, pemecatan.

2.1.2.5. Mengatur dan Mengelola Disiplin


Setiap manajer harus dapat memastikan bahwa karyawan tertib dalam tugas.
Konteks disiplin, makna keadilan harus dirawat dengan konsisten. Apabila karyawan
menghadapi tantangan tindakan disiplin, pemberi kerja harus dapat membuktikan bahwa
karyawan yang terlibat dalam kelakuan yang tidak patut dihukum. Para penyelia perlu
berlatih bagaimana cara mengelola disiplin yang baik.
Menurut Rivai (2011:832), adanya standar disiplin yang digunakan untuk
menentukan bahwa karyawan telah diperlakukan secara wajar yaitu:
a. Standar disiplin
Beberapa standar dasar disiplin berlaku bagi semua pelanggaran aturan apakah besar
atau kecil. Setiap karyawan dan penyelia perlu memahami kebijakan perusahaan serta
mengikuti prosedur secara penuh. Karyawan yang melanggar aturan akan diberi
kesempatan untuk memperbaiki perilaku mereka. Para manajer perlu mengumpulkan
sejumlah bukti untuk membenarkan disiplin. Bukti ini harus secara hati-hati
didokumentasikan sehingga tidak bisa untuk diperdebatkan. Sebagai suatu model
bagaimana tindakan disipliner harus diatur adalah:
1. Apabila seorang karyawan melakukan suatu kesalahan, maka karyawan harus
konsekuen terhadap aturan pelanggaran;
19

2. Apabila tidak dilakukan secara konsekuen berarti karyawan tersebut melecehkan


peraturan yang telah ditetapkan;
3. Kedua hal di atas akan berakibat pemutusan hubungan kerja dan karyawan harus
menerima hukuman tersebut.
b. Penegakan standar disiplin
Apabila pencatatan tidak adil dan sah menurut undang-undang atau pengecualian
ketenagakerjaan sesuka hati, pengadilan memerlukan bukti dari pemberi kerja untuk
membuktikan sebelum karyawan ditindak. Standar kerja tersebut dituliskan dalam
kontrak kerja.

2.1.2.6. Pendekatan Disiplin Kerja


Menurut Rivai (2011:827), terdapat 3 (tiga) konsep dalam pelaksanaan disiplin
diantaranya adalah aturan tungku panas (hot stove rule), tindakan disiplin progresif
(progressive discipline), dan tindakan disiplin positif (positive discipline). Pendekatan
tungku panas dan tindakan progresif terfokus pada perilaku masa lalu, sedangkan
pendekatan disiplin positif berorientasi ke masa yang akan datang dalam bekerja sama
dengan karyawan untuk memecahkan masalah sehingga masalah itu tidak timbul lagi.
1. Aturan tungku panas
Pendekatan untuk melaksanakan tindakan disipliner haruslah memiliki
konsekuensi yang analog dengan menyentuh sebuah tungku panas :
a. Membakar dengan segera
Tindakan disiplin akan diambil, tindakan itu harus dilaksanakan segera
sehingga individu memahami alasan tindakan tersebut. Berlalunya waktu,
orang memiliki tendensi meyakinkan mereka sendiri bahwa dirinya tidak
salah yang cenderung sebagian menghapuskan efek-efek disipliner yang
terdahulu.
b. Harus dilaksanakan segera
Berlalunya waktu, orang memiliki tendensi meyakinkan mereka sendiri
bahwa dirinya tidak salah yang cenderung sebagian menghapuskan efek
disipliner yang terdahulu.
c. Memberi peringatan
Hal ini penting untuk memberikan peringatan sebelumnya bahwa hukuman
akan mengikuti perilaku yang tidak dapat diterima. Pada saat seseorang
bergerak semakin dekat dengan tungku panas, mereka diperingatkan oleh
panasnya tungku tersebut bahwa mereka akan terbakar jika mereka
20

menyentuhnya, oleh karena itu ada kesempatan menghindari terbakar jika


mereka memilih demikian.
d. Memberikan hukuman yang konsisten
Tindakan disiplin harus konsisten ketika setiap orang melakukan tindakan
yang sama akan dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku. Seperti pada
tungku panas, setiap orang yang menyentuhnya dengan tingkat tekanan
yang sama, dan pada periode waktu yang sam akan terbakar pada tingkat
yang sama pula.
e. Membakar tanpa membeda-bedakan
Tindakan disipliner harusnya tidak membeda-bedakan. Tungku panas akan
membakar setiap orang yang menyentuhnya, tanpa memilih-milih.
2. Tindakan disiplin progresif
Tindakan disiplin progresif dimaksudkan untuk memastikan bahwa terdapat
hukuman minimal yang tepat terhadap setiap pelanggaran. Tujuan tindakan ini
adalah membentuk program disiplin yang berkembang, mulai dari hukuman
yang ringan hingga yang sangat keras. Disiplin progresif dirancang untuk
memotivasi karyawan agar mengoreksi kekeliruannya secara sukarela.
Penggunaan tindakan ini meliputi serangkaian pertanyaan mengenai kerasnya
pelanggaran. Pedoman yang dianjurkan untuk tindakan disipliner bagi
pelanggaran yang membutuhkan yaitu pertama suatu peringatan lisan, kedua
suatu peringatan tertulis dan ketiga terminasi.
a. Kelalaian dalam pelaksanaan tugas-tugas
b. Ketidakhadiran kerja tanpa izin
c. Inefisiensi dalam pelaksanaan pekerjaan
Pelanggaran yang membutuhkan suatu peringatan tertulis dan selanjutnya
terminasi :
a. Tidak berada ditempat kerja
b. Kegagalan melapor kerja satu atau dua hari berturut-turut
c. Kecerobohan dalam pemakaian properti perusahaan
Pelanggaran yang langsung membutuhkan pemecatan diantaranya :
a. Pencurian ditempat kerja
b. Perkelahian ditempat kerja
c. Pemalsuan kartu jam hadir kerja
d. Kegagalan melapor kerja tiga hari berturut-turut tanpa pemberitahuan
3. Tindakan disiplin positif
21

Tindakan disipliner positif dimaksudkan untuk menutupi kelemahan yang


sudah dijelaskan sebelumnya, yaitu mendorong para karyawan memantau
perilaku mereka sendiri dan memikul tanggung jawab atas konsekuensi dari
tindakan mereka. Disiplin positif bertumpukan pada konsep bahwa karyawan
harus memikul tanggung jawab atas tingkah laku pribadi mereka, dan
persyaratan pekerjaan. Persyaratan yang perlu bagi disiplin positif adalah
komunikasi, persyaratan pekerjaan dan peraturan kepada para karyawan.

2.1.2.7. Indikator Disiplin Kerja


Menurut Singodimejo dalam Sutrisno (2011:94) adalah sebagai berikut:
1. Taat terhadap aturan waktu
Dilihat dari jam masuk kerja, jam pulang, dan jam istirahat yang tepat waktu
sesuai dengan aturan yang berlaku di perusahaan.
2. Taat terhadap peraturan perusahaan
Peraturan dasar tentang cara berpakaian, dan bertingkah laku dalam pekerjaan.
3. Taat terhadap aturan perilaku dalam pekerjaan
Ditunjukan dengan cara-cara melakukan pekerjaan-pekerjaan sesuai dengan
jabatan, tugas, dan tanggung jawab serta cara berhubungan dengan unit kerja
lain.
4. Taat terhadap peraturan lainnya diperusahaan
Aturan tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh para
pegawai dalam perusahaan.

2.1.3 Kinerja
2.1.3.1 Pengertian Kinerja
Landasan yang sesungguhnya dalam suatu organisasi adalah kinerja. Jika tidak
ada kinerja maka seluruh bagian organisasi, maka tujuan tidak dapat tercapai. Kinerja
perlu dijadikan sebagai bahan evaluasi bagi pemimpin atau manajer. Menurut Hadari
Nawawi (2006:63) mengatakan bahwa “Kinerja adalah (a). sesuatu yang dicapai, (b).
prestasi yang diperlihatkan (c). kemampuan kerja”. Definisi lain mengenai kinerja
menurut Hadari Nawawi (2006:63) adalah “Kinerja dikatakan tinggi apabila suatu target
kerja dapat diselesaikan pada waktu yang tepat atau tidak melampui batas waktu yang
disediakan”. Kinerja menjadi rendah jika diselesaikan melampui batas waktu yang
disediakan atau sama sekali tidak terselesaikan.
22

Kemudian Henry Simamora (2008:7) bahwa “Kinerja pegawai adalah tingkat


dimana para pegawai mencapai persyaratan-persyaratan pekerjaan”. Lebih lanjut Malayu
S.P. Hasibuan (2006:94) menjelaskan bahwa “Kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai
seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya didasarkan atas
kecakapan, pengalaman, kesungguhan serta waktu”. Sedangkan menurut Suyadi
Prawirosentono (2008:2) “Kinerja atau dalam bahasa inggris adalah performance” yaitu :
Hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam
organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam
rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak
melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.

Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa kinerja pegawai


adalah kemampuan mencapai persyaratan-persyaratan pekerjaan, dimana suatu target
kerja dapat diselesaikan pada waktu yang tepat atau tidak melampui batas waktu yang
disediakan sehingga tujuannya akan sesuai dengan moral maupun etika instansi. Dengan
demikian, kinerja pegawai dapat memberikan kontribusi bagi instansi tersebut.
Dengan demikian secara jelas menurut penulis bahwa kinerja merupakan suatu
konsep yang strategis dalam rangka menjalin hubungan kerja sama antara pihak
manajemen dengan para pegawai untuk mencapai kinerja yang baik, unsur yang paling
dominan adalah sumber daya manusia, walaupun perencanaan telah tersusun dengan baik
dan rapi tetapi apabila orang atau personil yang melaksanakan tidak berkualitas dengan
tidak memiliki semangat kerja yang tinggi, maka perencanaan yang telah disusun tersebut
akan sia-sia.

2.1.3.2 Penilaian Kinerja


Menurut Larry D. Stout dalam Hessel Nogi (2005:174) mengemukakan bahwa
pengukuran atau penilaian kinerja organisasi merupakan proses mencatat dan mengukur
pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi (mission accomplishment)
melalui hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa ataupun suatu proses.
Berbeda dengan pernyataan yang dikemukakan Bastian (2001:330) dalam
Hessel Nogi (2005:173) bahwa pengukuran dan pemanfaatan penilaian kinerja akan
mendorong pencapaian tujuan organisasi dan akan memberikan umpan balik untuk upaya
perbaikan secara terus menerus. Secara rinci, Bastian (2005:12) mengemukakan peranan
penilaian pengukuran kinerja organisasi sebagai berikut :
23

a) Memastikan pemahaman para pelaksana dan ukuran yang digunakan untuk


pencapaian prestasi
b) Memastikan tercapaianya skema prestasi yang disepakati
c) Memonitor dan mengevaluasi kinerja dengan perbandingan antara skema
kerja dan pelaksanaanya
d) Memberikan penghargaan maupun hukuman yang objektif atas prestasi
pelaksanaan yang telah diukur, sesuai dengan sistem pengukuran yang telah
disepakati
e) Menjadikanya sebagai alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam
upaya memperbaiki kinerja organisasi
f) Mengidentifikasi apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi
g) Membantu proses kegiatan organisasi
h) Memastikan bahwa pengambilan keputusan telah dilakukan secara objektif
i) Menunjukkan peningkatan yang perlu dilakukan
j) Mengungkapkan permasalahan yang terjadi

Begitu pentingnya penilaian kinerja bagi keberlangsungan organisasi dalam


mencapai tujuan, maka perlu adanya indikator-indikator pengukuran kinerja yang dipakai
secara tepat dalam organisasi tertentu. Menurut Agus Dwiyanto (2006:49) penilaian
kinerja birokrasi publik tidak cukup dilakukan dengan menggunakan indikator yang
melekat pada birokrasi itu, seperti efisiensi dan efektivitas, tetapi juga harus dilihat dari
indikator-indikator yang melekat pada pengguna jasa, seperti kepuasan pengguna jasa,
akuntabilitas dan responsivitas. Penilaian kinerja dari sisi pengguna jasa menjadi sangat
penting karena birokrasi publik juga muncul karena tujuan dan misi birokrasi publik
seringkali bukan hanya memiliki stakeholder yang banyak dan memiliki kepentingan
yang sering berbenturan satu sama lainya menyebabkan birokrasi publik mengalami
kesulitan untuk merumuskan misi yang jelas. Akibatnya, ukuran kinerja organisasi publik
di mata para stakeholder juga berbeda-beda.

2.1.3.3 Standar Kinerja


Menurut A. Dale Timpe (1999: 247), menyatakan bahwa standar kerja
merupakan :
Standar kerja dianggap memuaskan bila pernyataannya menunjukkan beberapa
bidang pokok tanggung jawab pegawai, memuat bagaimana suatu kegiatan
24

kerja akan dilakukan, dan mengarahkan perhatian kepada mekanisme kuantitif


bagaimana hasil-hasil kinerja diukur.

Kemudian Wirawan (2009:67) “Standar kinerja adalah target, sasaran, tujuan


upaya kerja pegawai dalam kurun waktu tertentu. Dalam melaksanakan pekerjaannya,
pegawai harus mengarahkan semua tenaga, pikiran, ketrampilan, pengetahuan, dan waktu
kerjanya untuk mencapai apa yang ditentukan oleh standar kinerja”. Lebih lanjut Randall
S. Schular & Susan E. Jackson (1999:11) Ada tiga jenis dasar kriteria kinerja yaitu :
a. Kriteria berdasarkan sifat (memusatkan diri pada karakteristik pribadi
seorang pegawai).
b. Kriteria berdasarkan perilaku (kriteria yang penting bagi pekerjaan yang
membutuhkan hubungan antar personal).
c. Kriteria berdasarkan hasil (kriteria yang fokus pada apa yang telah dicapai
atau dihasilkan).

Selanjutnya Prawirosentono (2008:27) kinerja dapat dinilai atau diukur dengan


beberapa indikator yaitu :
a. Efektivitas
Efektifitas yaitu bila tujuan kelompok dapat dicapai dengan kebutuhan yang
direncanakan.
b. Tanggung jawab
Merupakan bagian yang tak terpisahkan atau sebagai akibat kepemilikan
wewenang.
c. Disiplin
Yaitu taat pada hukum dan aturan yang belaku. Disiplin pegawai adalah
ketaatan pegawai yang bersangkutan dalam menghormati perjanjian kerja
dengan instansi dimana dia bekerja.
d. Inisiatif
Berkaitan dengan daya pikir, kreatifitas dalam bentuk suatu ide yang
berkaitan tujuan instansi. Sifat inisiatif sebaiknya mendapat perhatian atau
tanggapan instansi dan atasan yang baik. Dengan perkataan lain inisiatif
pegawai merupakan daya dorong kemajuan yang akhirnya akan
mempengaruhi kinerja pegawai.
25

Dari uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa banyak kriteria kinerja
meliputi : efektifitas, tanggung jawab, disiplin dan inisiatif. Berbagai macam jenis
pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai tentunya membutuhkan kriteria yang jelas, karena
masing-masing pekerjaan tentunya mempunyai standar yang berbeda-beda tentang
pencapaian hasilnya.
Seperti telah dijelaskan bahwa yang memegang peranan penting dalam suatu
organisasi tergantung pada kinerja pegawainya. Agar pegawai dapat bekerja sesuai yang
diharapkan, maka dalam diri seorang pegawai harus ditumbuhkan motivasi bekerja untuk
meraih segala sesuatu yang diinginkan. Apabila semangat kerja menjadi tinggi maka
semua pekerjaan yang dibebankan kepadanya akan lebih cepat dan tepat selesai.
Pekerjaan yang dengan cepat dan tepat selesai adalah merupakan suatu prestasi kerja
yang baik.

2.1.3.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja


Kinerja merupakan suatu capaian atau hasil kerja dalam kegiatan atau aktivitas
atau program yang telah direncanakan sebelumnya guna mencapai tujuan serta sasaran
yang telah ditetapkan oleh suatu organisasi dan dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu
yang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Dalam Yeremias T. Keban (2004:203) untuk
melakukan kajian secara lebih mendalam tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
efektivitas penilaian kinerja di Indonesia, maka perlu melihat beberapa faktor penting
sebagai berikut :
a) Kejelasan tuntutan hukum atau peraturan perundangan untuk melakukan
penilaian secara benar dan tepat. Dalam kenyataannya, orang menilai secara
subyektif dan penuh dengan bias tetapi tidak ada suatu aturan hukum yang
mengatur atau mengendaikan perbuatan tersebut.
b) Manajemen sumber daya manusia yang berlaku memiliki fungsi dan proses
yang sangat menentukan efektivitas penilaian kinerja. Aturan main
menyangkut siapa yang harus menilai, kapan menilai, kriteria apa yang
digunakan dalam sistem penilaian kinerja sebenarnya diatur dalam
manajemen sumber daya manusia tersebut. Dengan demikian manajemen
sumber daya manusia juga merupakan kunci utama keberhasilan sistem
penilaian kinerja.
c) Kesesuaian antara paradigma yang dianut oleh manajemen suatu organisasi
dengan tujuan penilaian kinerja. Apabila paradigma yang dianut masih
berorientasi pada manajemen klasik, maka penilaian selalu bias kepada
26

pengukuran tabiat atau karakter pihak yang dinilai, sehingga prestasi yang
seharusnya menjadi fokus utama kurang diperhatikan.
d) Komitmen para pemimpin atau manajer organisasi publik terhadap
pentingnya penilaian suatu kinerja. Bila mereka selalu memberikan
komitmen yang tinggi terhadap efektivitas penilaian kinerja, maka para
penilai yang ada dibawah otoritasnya akan selalu berusaha melakukakan
penilaian secara tepat dan benar.

Menurut Soesilo (Hessel Nogi, 2005:180), kinerja suatu organisasi dipengaruhi


adanya faktor-faktor berikut :
a. Struktur organisasi sebagai hubungan internal yang berkaitan dengan fungsi
yang menjalankan aktivitas organisasi.
b. Kebijakan pengelolaan, berupa visi dan misi organisasi.
c. Sumber daya manusia, yang berhubungan dengan kualitas pegawai untuk
bekerja dan berkarya secara optimal.
d. Sistem informasi manajemen, yang berhubungan dengan pengelolaan data
base untuk digunakan dalam mempertinggi kinerja organisasi.
e. Sarana dan prasarana yang dimiliki, yang berhubungan dengan penggunaan
teknologi bagi penyelenggaraan organisasi pada setiap aktivitas organisasi.

Selanjutnya Yuwono (Hessel Nogi, 2005:180) mengemukakan bahwa faktor-


faktor yang dominan mempengaruhi kinerja suatu organisasi meliputi upaya manajemen
dalam menerjemahkan dan menyelaraskan tujuan organisasi, budaya organisasi, kualitas
sumber daya manusia yang dimiliki organisasi dan kepemimpinan yang efektif.
Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi baik publik maupun
swasta. Secara detail Ruky (Hessel Nogi, 2005:180) mengidentifikasikan faktor-faktor
yang berpengaruh langsung terhadap tingkat pencapaian kinerja organisasi sebagai
berikut :
a. Teknologi yang meliputi peralatan kerja dan metode kerja yang digunakan
untuk menghasilkan produk dan jasa yang dihasilkan oleh organisasi,
semakin berkualitas teknologi yang digunakan, maka akan semakin tinggi
kinerja organisasi tersebut.
b. Kualitas input atau material yang digunakan oleh organisasi
c. Kualitas lingkungan fisik yang meliputi keselamatan kerja, penataan ruangan
dan kebersihan.
27

d. Budaya organisasi sebagai pola tingkah laku dan pola kerja yang ada dalam
organisasi yang bersangkutan
e. Kepemimpinan sebagai upaya untuk mengendalikan anggota organisasi agar
bekerja sesuai dengan standard dan tujuan organisasi
f. Pengelolaan sumber daya manusia yang meliputi aspek kompensasi,
imbalan, promosi, dan lain-lainnya.

Lebih lanjut Atmosoeprapto (Hessel Nogi, 2005:181) mengemukakan bahwa


kinerja organisasi dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal, secara lebih lanjut
kedua faktor tersebut diuraikan sebagai berikut :
a. Faktor eksternal, yang terdiri dari :
1. Faktor politik, yaitu hal yang berhubungan dengan keseimbangan
kekuasaan Negara yang berpengaruh pada keamanan dan ketertiban, yang
akan mempengaruhi ketenangan organisasi untuk berkarya secara
maksimal.
2. Faktor ekonomi, yaitu tingkat perkembangan ekonomi yang berpengaruh
pada tingkat pendapatan masyarakat sebagai daya beli untuk
menggerakkan sektor-sektor lainya sebagai suatu system ekonomi yang
lebih besar.
3. Faktor sosial, yaitu orientasi nilai yang berkembang di masyarakat, yang
mempengaruhi pandangan mereka terhadap etos kerja yang dibutuhkan
bagi peningkatan kinerja organisasi.
b. Faktor internal, yang terdiri dari :
1. Tujuan organisasi, yaitu apa yang ingin dicapai dan apa yang ingin
diproduksi oleh suatu organisasi.
2. Struktur organisasi, sebagai hasil desain antara fungsi yang akan
dijalankan oleh unit organisasi dengan struktur formal yang ada.
3. Sumber Daya manusia, yaitu kualitas dan pengelolaan anggota organisasi
sebagai penggerak jalanya organisasi secara keseluruhan.
4. Budaya Organisasi, yaitu gaya dan identitas suatu organisasi dalam pola
kerja yang baku dan menjadi citra organisasi yang bersangkutan.

Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat banyak faktor
yang mempengaruhi tingkat kinerja dalam suatu organisasi. Namun secara garis besarnya,
faktor yang sangat dominan mempengaruhi kinerja organisasi adalah faktor internal
28

(faktor yang datang dari dalam organisasi) dan faktor eksternal (faktor yang datang dari
luar organisasi). Setiap organisasi akan mempunyai tingkat kinerja yang berbeda-beda
karena pada hakekatnya setiap organisasi memiliki ciri atau karakteristik masing-masing
sehingga permasalahan yang dihadapi juga cenderung berbeda tergantung pada faktor
internal dan eksternal organisasi.

2.1.4 Hasil Penelitian Terdahulu Yang Relevan


Adapun hasil penelitian terdahulu yang digunakan oleh penulis dalam penelitian
ini meliputi :
1. Hasil penelitian Ratnasari (2003), tentang pengaruh motivasi dan disiplin terhadap
kinerja pegawai badan kepegawaian Daerah Kabupaten Wonogiri menunjukkan
bahwa motivasi dan disiplin mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan
terhadap kinerja pegawai Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Wonogiri. Disiplin
mempunyai pengaruh paling dominan dibanding dengan faktor lain.
2. Hasil Penelitian Riza Nasruloh, (2012) tentang pelaksanaan pemberdayaan sumber
daya manusia dalam meningkatkan kinerja pegawai pada Kecamatan Pangalengan
Kabupaten Bandung. Metode penelitian yang digunakan adalah metode dekriptif
dengan cara mengumpulkan informasi actual secara rinci yang melukiskan gejala
yang ada, mengidentifikasikan masalah atau memeriksa kondisi dan praktek yang
ada serta mengumpulkan data dan menunagkan datamelalui observasi, angket dan
wawancara untuk kemudian dianalisis. Hambatan-hambatan yang dihadapi dalam
pelaksanaan pemberdayaan sumber daya manusia dalam meningkatkan kinerja
pegawai pada kecamatan pangalengan kabupaten bandung adalah Camat kurang
memperhatikan hasil kerja pegawai serta kurang memperhatikan kualitas dan
pengetahuan serta keterampilan kerja para pegawainya. Usaha-usaha yng dilakukan
untuk menanggulangi hambatan-hambatan tersebut Camat berusaha melakukan
Faktor kuantitas/hasil kerja pegawai dengan tidak memberikan sifat
kepemimpinannya yang monoton serta tidak enekan para pegawainya. Camat
berusaha untuk memperhatikan kualitas dan pengetahuan kerja pegawai dengan
memberikan teknik-teknik bekerja dengan baik, memberikan kebebasan pegawai
untuk mengembangkan potensi, keahluan yang ada mengenai dunia teknologi dan
informasi agar mendapatkan Suber Daya Manusia yang berkualitas dan produktif.
Kesimpulan yang diambil oleh peneliti adalah fungsi Pemberdayaan Sumber Daya
Manusia pada Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung belum sepenuhnya
diterapkan dan dilaksanakan dengan baik. Belum terciptanya suatu usaha nyata bagi
29

terciptanya SDM yang berkualitas, memiliki kemampuan memanfaatkan,


mengembangkan dan menguasai iptek, serta belum optimal dalam kemampuan
manajemen untuk dapat memenuhi tantangan peningkatan perkembangan yang
semakin cepat, efisien dan produktif.

3. Rizal Zaelani (2012) Universitas Suryadarma Jakarta, Pengaruh Pemberdayaan dan


Kompetensi Terhadap Kinerja Pegawai (Suatu Studi Pada Pegawai RSUD
Sekarwangi Kabupaten Sukabumi). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh pemberdayaan dan kompetensi terhadap kinerja pegawai Rumah Sakit
Umum Daerah Sekarwangi Kabupaten Sukabumi. Metode yang digunakan adalah
metode survey deskriptif dan eksplanatori. Unit analisa dalam penelitian ini adalah
para pegawai Rumah Sakit Umum Daerah Sekarwangi Kabupaten Sukabumi.
Sampel diambil sebanyak 72 orang, serta metoda analisis yang digunakan adalah
distribusi frekuensi dan analisis jalur. Temuan penelitian ini adalah kinerja pegawai
akan meningkat apabila Rumah Sakit Umum Daerah Sekarwangi Kabupaten
Sukabumi berupaya untuk meningkatkan pemberdayaan sebagai prioritas pertama,
serta kompetensi pegawai perioritas kedua, karena kompetensi dominan
mempengaruhi kinerja pegawai daripada pemberdayaan pegawai.

2.2 Kerangka Pemikiran


Kinerja merupakan kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan kepada
pihak-pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu organisasi serta
mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu organisasi serta mengetahui dampak positif
dan negatif dari suatu kebijakan operasional yang diambil. Dengan adanya informasi
mengenai kinerja suatu organisasi pemerintah maupun swasta, maka akan dapat diambil
tindakan yang diperlukan seperti koreksi atas kebijakan, meluruskan kegiatan-kegiatan
utama dan tugas pokok instansi, bahan untuk perencanaan, menentukan tingkat
keberhasilan instansi dalam mencapau misi dan visinya untuk memutuskan suatu
tindakan.
Selanjutnya menurut Bernandin (2002:135) mengemukakan ukuran-ukuran dari
kinerja pegawai yaitu sebagai berikut :
a. Quantity of work : jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode yang
ditentukan.
b. Quality of work : kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat
kesesuaian dan kesiapanya.
30

c. Job Knowledge : luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan


keterampilannya.
d. Creativeness : keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan tindakan-
tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul.
e. Cooperation : kesediaan untuk bekerjasama dengan orang lain atau sesama
anggota organisasi
f. Dependability : kesadaran untuk dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan
penyelesaian kerja.
g. Initiative : semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam
memperbesar tanggungjawabnya.
h. Personal Qualities : menyangkut kepribadian, kepemimpinan,
keramahtamahan dan integritas pribadi.

Dalam rangka peningkatan kualitas layanan puskesmas sebagai lembaga


kesehatan masayarakat garis depan, peran kompetensi pegawai menjadi salah satu yang
paling utama. Untuk menilai kompetensi ini kita perlu memahami definisi konseptual dari
kompetensi pegawai, yaitu karaktersitik kemampuan petugas pelayanan dalam
melaksanakan kegiatan pelayanan kesehatan yang terungkap dari motives, traits, self-
concept, knowledge dan skills.
Berhasil tidaknya suatu organisasi ditentukan oleh unsur manusia yang
melakukan pekerjaan. Seorang pegawai perlu diperhatikan dengan baik agar pegawai
tetap bersemangat dalam bekerja. Hasibuan dalam Darmawan (2010) menyebutkan
bahwa organisasi bukan saja mengharapkan pegawai yang mampu, cakap, dan terampil,
namun yang lebih penting adalah mereka bersedia bekerja dengan giat dan berkeinginan
untuk mencapai hasil kerja yang optimal. Dalam suatu instansi atau organisasi diperlukan
suatu hal yang dapat menunjang kinerja organisasi tersebut. Salah satunya adalah
semangat kerja yang tinggi. Semangat kerja merupakan keadaan yang harus ada bila
aktivitas proses kerja ingin berjalan lancar. Dengan adanya semangat kerja yang tinggi,
maka tujuan organisasi dapat tercapai sesuai rencana (Anwar, 2013).
Menurut Mitchell (Yusrizal, 2008:1) mengemukakan hubungan antara
kompetensi dan semangat kerja terhadap kinerja sebagai berikut :
Fungsi dari faktor kemampuan. Ini artinya jika ada perubahan pada fungsi dari
faktor itu maka secara langsung akan mempengaruhi kinerja yang bersangkutan.
Karena itu seorang pegawai yang sudah memperoleh semangat kerja,
seyogyanya kinerja pegawai tersebut meningkat.
31

Dari kompetensi dan semangat kerja yang dimiliki akan mempengaruhi kinerja
seseorang. Kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya
tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Jadi dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang
pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya.
Bertolak dari pemaparan kerangka pemikiran di atas, penulis menggambarkan
ke dalam gambar kerangka berpikir sebagai berikut :

Kompetensi

Kinerja Pegawai
Disiplin Kerja

Gambar 2.1
Paradigma Penelitian

2.3 Hipotesis
Hipotesis untuk penelitian ini berdasarkan kerangka pemikiran di atas adalah :
1. Terdapat pengaruh yang positif antara kompetensi terhadap kinerja pegawai.
2. Terdapat pengaruh yang positif antara disiplin kerja terhadap kinerja pegawai
3. Terdapat pengaruh yang positif antara kompetensi dan disiplin kerja secara simultan
terhadap kinerja pegawai.

Anda mungkin juga menyukai