Anda di halaman 1dari 38

RANCANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA


NOMOR…………TAHUN…………
TENTANG
BENDERA, BAHASA, LAMBANG NEGARA, DAN LAGU KEBANGSAAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa Bendera, Bahasa, Lambang Negara, dan Lagu


Kebangsaan Indonesia merupakan sarana pemersatu, identitas,
dan eksistensi bangsa yang menjadi simbol kedaulatan dan
kehormatan negara sebagaimana diamanatkan dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa Bendera, Bahasa, Lambang Negara, dan Lagu
Kebangsaan Indonesia merupakan manifestasi kebudayaan
yang berakar pada sejarah perjuangan bangsa, kesatuan dalam
keragaman budaya, dan kesamaan dalam mewujudkan cita-cita
nusantara sebagai bangsa dan Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
c. bahwa pengaturan tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara,
dan Lagu Kebangsaan belum diatur di dalam bentuk
undangundang;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk
UndangUndang tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara,
dan Lagu Kebangsaan;

Mengingat: Pasal 20, Pasal 21, Pasal 35, Pasal 36, Pasal 36A, Pasal 36B, dan
Pasal 36C Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA


dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG BENDERA, BAHASA, LAMBANG
NEGARA, DAN LAGU KEBANGSAAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia selanjutnya disebut Bendera
Negara adalah Sang Merah Putih.
2. Bahasa Negara Kesatuan Republik Indonesia selanjutnya disebut Bahasa
Indonesia adalah bahasa resmi nasional yang digunakan di seluruh wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia selanjutnya disebut Lambang
Negara adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
4. Lagu Kebangsaan Negara Kesatuan Republik Indonesia selanjutnya disebut
Lagu Kebangsaan adalah Indonesia Raya.
5. Panji adalah bendera yang dibuat untuk menunjukan kedudukan dan
kebesaran suatu jabatan atau organisasi.
6. Bahasa Daerah adalah bahasa yang secara turun-temurun telah digunakan
oleh Warga Negara Indonesia di daerah-daerah di wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
7. Bahasa Asing adalah bahasa selain Bahasa Indonesia dan bahasa daerah.
8. Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden yang
memegang kekuasaan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
9. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota dan perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

BAB II
ASAS DAN TUJUAN

Bagian Kesatu
Asas

Pasal 2

Pengaturan Bendera Negara, Bahasa Indonesia, Lambang Negara, dan Lagu


Kebangsaan sebagai simbol identitas dan eksistensi bangsa dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan berdasarkan asas: a. persatuan;
b. kedaulatan;
c. kehormatan;
d. kebangsaan;
e. kenusantaraan;
f. bhinneka tunggal Ika;
g. ketertiban dan kepastian hukum; dan
h. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.

Bagian Kedua
Tujuan

Pasal 3

2
Pengaturan Bendera Negara, Bahasa Indonesia, Lambang Negara, dan Lagu
Kebangsaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 bertujuan untuk:
a. memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
b. menegakkan kehormatan yang menunjukkan kedaulatan bangsa dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia; dan
c. menciptakan adanya ketertiban, kepastian, dan standarisasi penggunaan
Bendera, Bahasa, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan.

BAB III
BENDERA NEGARA

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 4

(1) Bendera Negara Sang Merah Putih berbentuk segi-empat panjang dengan
ukuran lebar dua-pertiga dari panjang serta bagian atas berwarna merah dan
bagian bawah berwarna putih yang kedua bagiannya sama lebar.
(2) Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dari kain yang
tidak luntur.
(3) Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan
ketentuan ukuran:
a. 200x300 cm untuk penggunaan di lapangan istana kepresidenan;
b. 120x180 cm untuk penggunaan di lapangan umum;
c. 100x150 cm untuk penggunaan di ruangan;
d. 36x54 cm untuk penggunaan di mobil presiden dan wakil presiden;
e. 30x45 cm untuk penggunaan di mobil pejabat negara;
f. 20x30 cm untuk penggunaan di kendaraan umum;
g. 100x150 cm untuk penggunaan di kapal;
h. 100x150 cm untuk penggunaan di kereta api;
i. 30x45 cm untuk penggunaan di pesawat udara; dan
j. 10x15 cm untuk penggunaan di meja.
(4) Untuk keperluan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Bendera
Negara dapat dibuat dari bahan dan ukuran yang berbeda dengan
perbandingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5) Bahan dan ukuran Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
dibuat sesuai dengan ketentuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1).

Pasal 5

(1) Bendera Negara yang dikibarkan pada Proklamasi Kemerdekaan Bangsa


Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56
Jakarta disebut Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih.
(2) Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih disimpan dan dipelihara di
Monumen Nasional Jakarta.

3
Bagian Kedua
Penggunaan Bendera Negara

Pasal 6

Penggunaan Bendera Negara dapat berupa pengibaran atau pemasangan.

Pasal 7

(1) Pengibaran atau pemasangan Bendera Negara sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 6 dilakukan antara saat matahari terbit dan sebelum matahari
terbenam.
(2) Dalam keadaan tertentu pengibaran atau pemasangan Bendera Negara dapat
dilakukan pada malam hari.
(3) Bendera Negara wajib dikibarkan atau dipasang pada setiap peringatan Hari
Kemerdekaan Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus oleh Warga Negara
Indonesia di rumah, gedung atau kantor, sekolah, serta transportasi umum
dan pribadi di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(4) Dalam rangka pengibaran atau pemasangan Bendera Negara di rumah
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemerintah daerah memberikan
Bendera Negara kepada Warga Negara Indonesia yang tidak mampu.
(5) Selain pengibaran atau pemasangan pada setiap tanggal 17 Agustus
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Bendera Negara dikibarkan atau
dipasang pada waktu peringatan hari-hari besar nasional atau peristiwa lain.

Pasal 8

(1) Pengibaran atau pemasangan Bendera Negara pada peristiwa lain


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5) secara nasional diatur oleh
Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya berkaitan dengan kesekretariatan
negara.
(2) Pengibaran atau pemasangan Bendera Negara pada peristiwa lain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5) di daerah, diatur oleh
Gubernur, Bupati, dan/atau Walikota setempat.

Pasal 9

(1) Bendera Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) wajib
dikibarkan atau dipasang setiap hari di: a. Istana Presiden dan Wakil
Presiden;
b. Gedung atau kantor lembaga negara;
c. Gedung atau kantor lembaga atau instansi pemerintah;
d. Gedung atau kantor lembaga pemerintah non-departemen;
e. Gedung atau kantor lembaga pemerintah daerah;
f. Gedung atau kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
g. Gedung atau kantor perwakilan Negara Republik Indonesia di luar negeri;
h. Gedung atau halaman sekolah negeri dan swasta;
i. gedung atau kantor pemerintah dan swasta;

4
j. makam pahlawan nasional;
k. Rumah jabatan Presiden dan Wakil Presiden;
l. Rumah jabatan pimpinan lembaga negara;
m.Rumah jabatan Menteri;
n. Rumah jabatan pimpinan lembaga pemerintah non-departemen;
o. Rumah jabatan Gubernur, Bupati, Walikota, dan Camat;
p. Pos perbatasan dan pulau-pulau terluar di wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia;
q. Lingkungan Tentara Nasional Indonesia; dan/atau
r. Gedung atau kantor atau rumah jabatan lain.
(2) Penggunaan Bendera Negara di gedung atau kantor perwakilan Negara
Republik Indonesia di luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf g dilakukan menurut undang-undang ini.
(3) Dalam hal Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g
digunakan di luar kantor perwakilan Negara Republik Indonesia dilakukan
sesuai dengan peraturan penggunaan bendera asing yang berlaku di
negara yang bersangkutan.
(4) Penggunaan Bendera Negara di lingkungan Tentara Nasional Indonesia
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf q diatur tersendiri oleh
Panglima Tentara Nasional Indonesia dengan berpedoman pada
undangundang ini.

Pasal 10

(1) Bendera Negara wajib dikibarkan atau dipasang pada:


a. kereta api yang digunakan Presiden atau Wakil Presiden;
b. kapal milik Pemerintah atau kapal yang terdaftar di Indonesia pada waktu
berlabuh dan berlayar; atau
c. pesawat terbang milik Pemerintah atau pesawat terbang yang terdaftar di
Indonesia.
(2) Penggunaan Bendera Negara di kereta api sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a ditempatkan di sebelah kanan kabin masinis.
(3) Penggunaan Bendera Negara di kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b ditempatkan di tengah anjungan kapal.
(4) Penggunaan Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
ditempatkan di sebelah kiri ekor pesawat terbang.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penggunaan Bendera Negara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c diatur
dengan Peraturan Presiden.

Pasal 11

(1) Bendera Negara dapat dikibarkan atau dipasang pada:


a. kendaraan atau mobil dinas;
b. pertemuan formal pemerintah dan/atau organisasi;
c. perayaan agama atau adat;
d. pertandingan olahraga; dan/atau

5
e. perayaan atau peristiwa lain.
(2) Bendera Negara digunakan pada kendaraan atau mobil dinas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a oleh Presiden, Wakil Presiden, Ketua Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Ketua Dewan
Perwakilan Daerah, Ketua Mahkamah Agung, Ketua Mahkamah Konstitusi,
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan, Menteri atau pejabat setingkat menteri,
Gubernur Bank Indonesia, mantan Presiden, dan mantan Wakil Presiden
sebagai tanda kedudukan.
(3) Bendera Negara sebagai tanda kedudukan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dipasang pada bagian depan mobil di tengah-tengah.
(4) Dalam hal pejabat tinggi pemerintah negara asing menggunakan mobil yang
disediakan Pemerintah, Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dipasang pada sisi kanan depan mobil dan bendera negara asing
dipasang pada sisi sebelah kiri depan mobil.

Pasal 12

(1) Bendera Negara dapat digunakan sebagai:


a. tanda perdamaian;
b. tanda berkabung; dan/atau
c. penutup peti atau usungan jenazah.
(2) Bendera Negara sebagai tanda perdamaian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a digunakan apabila terjadi konflik horizontal di wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(3) Dalam hal Bendera Negara sebagai tanda perdamaian dikibarkan atau
dipasang pada saat terjadi konflik horizontal sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) setiap pihak yang bertikai wajib menghentikan pertikaian.
(4) Bendera Negara digunakan sebagai tanda berkabung sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b apabila Presiden atau Wakil Presiden,
pimpinan atau anggota lembaga negara, Menteri atau pejabat setingkat
Menteri, Gubernur, Bupati, Walikota, dan/atau pimpinan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah meninggal dunia.
(5) Bendera Negara sebagai tanda berkabung sebagaimana dimaksud dalam
ayat (4) dikibarkan atau dipasang setengah tiang.
(6) Apabila Presiden atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
meninggal dunia, pengibaran atau pemasangan Bendera Negara setengah
tiang dilakukan selama tiga hari di seluruh wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
(7) Apabila pimpinan lembaga negara dan Menteri atau pejabat setingkat
menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meninggal dunia, pengibaran
atau pemasangan Bendera Negara setengah tiang dilakukan selama dua
hari terbatas pada gedung atau kantor pejabat negara yang bersangkutan.
(8) Apabila anggota lembaga negara, Gubernur, Bupati, Walikota, dan/atau
pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) meninggal dunia, pengibaran atau pemasangan Bendera Negara
setengah tiang dilakukan selama satu hari, terbatas pada gedung atau
kantor pejabat yang bersangkutan.
(9) Dalam hal pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meninggal dunia di
luar negeri, pengibaran atau pemasangan Bendera Negara setengah tiang
dilaksanakan sejak tanggal kedatangan jenazah di Indonesia.

6
(10) Pengibaran atau pemasangan Bendera Negara setengah tiang
sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dilakukan sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat 6, ayat 7, dan ayat 8.
(11) Dalam hal pengibaran atau pemasangan Bendera Negara setengah tiang
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bersamaan dengan penyelenggaraan
peringatan hari-hari besar nasional, Bendera Negara dikibarkan atau
dipasang secara penuh.
(12) Penggunaan Bendera Negara sebagai Penutup peti atau usungan jenazah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat dipasang pada
Presiden atau Wakil Presiden, mantan Presiden atau mantan Wakil
Presiden, anggota lembaga negara, Menteri atau pejabat setingkat menteri,
Gubernur, Bupati, Walikota, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,
kepala perwakilan diplomatik, anggota Kepolisian Republik Indonesia yang
meninggal dalam tugas, dan/atau Warga Negara Indonesia yang berjasa
bagi bangsa dan negara.
(13) Bendera Negara sebagai penutup peti atau usungan jenazah sebagaimana
dimaksud pada ayat (12) dipasang lurus memanjang peti atau usungan
jenazah, bagian yang berwarna merah di atas sebelah kiri badan jenazah.
(14) Bendera Negara sebagai penutup peti atau usungan jenazah sebagaimana
dimaksud pada ayat (13) setelah digunakan, diberikan kepada pihak
keluarga.

Bagian Ketiga
Tata Cara Penggunaan Bendera Negara

Pasal 13

(1) Bendera Negara dikibarkan atau dipasang pada tiang yang besar dan tinggi
seimbang dengan ukuran Bendera Negara.
(2) Bendera Negara yang dipasang pada tali, diikatkan bagian pinggir dalam
Bendera Negara.
(3) Bendera Negara yang dipasang pada dinding, dipasang membujur rata di
dinding.

Pasal 14

(1) Pada saat Bendera Negara dinaikkan atau diturunkan pada tiang, dilakukan
secara perlahan-lahan, khidmat, dan tidak menyentuh tanah.
(2) Bendera Negara yang dikibarkan setengah tiang, dinaikkan hingga ke ujung
tiang, dihentikan sebentar dan diturunkan tepat setengah tiang.
(3) Dalam hal Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hendak
diturunkan, dinaikkan hingga ke ujung tiang, dihentikan sebentar dan
diturunkan.

Pasal 15

(1) Pada waktu penaikan atau penurunan Bendera Negara, semua orang yang
hadir memberi hormat dengan berdiri tegak dan khidmat sambil

7
menghadapkan muka pada Bendera Negara sampai penaikan atau
penurunan Bendera Negara selesai.
(2) Pada waktu penaikan atau penurunan Bendera Negara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dapat diiringi Lagu Kebangsaan Indonesia Raya.

Pasal 16

(1) Dalam hal Bendera Negara dikibarkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
9 ayat (1), Bendera Negara ditempatkan di halaman depan, di tengah-tengah
atau di sebelah kanan gedung atau kantor, rumah, sekolah, dan makam
pahlawan nasional.
(2) Dalam pertemuan atau rapat yang menggunakan Bendera Negara,
pemasangan dilakukan:
a. apabila dipasang pada dinding, Bendera Negara ditempatkan merata pada
dinding di atas sebelah belakang pimpinan rapat;
b. apabila dipasang pada tiang, Bendera Negara ditempatkan di sebelah
kanan pimpinan rapat atau mimbar.

Pasal 17

(1) Dalam hal Bendera Negara dikibarkan atau dipasang bersama dengan
bendera negara asing, ukuran panjang, lebar, tinggi, dan besar bendera
sama.
(2) Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikibarkan atau
dipasang sebagai berikut:
a. apabila ada satu bendera asing, Bendera Negara ditempatkan di sebelah
kanan;
b. apabila ada bendera dari beberapa negara asing, semua bendera
ditempatkan pada satu baris, dengan ketentuan:
1) apabila jumlah semua bendera ganjil, Bendera Negara ditempatkan
tepat di tengah; atau
2) apabila jumlah semua bendera genap, Bendera Negara ditempatkan di
tengah sebelah kanan;
(3) Penempatan Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
dan huruf b dalam acara-acara internasional yang dihadiri oleh kepala negara,
wakil kepala negara, dan kepala pemerintahan dapat dilakukan menurut
kebiasaan internasional.
(4) Penempatan Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat
(3) berlaku untuk Bendera Negara yang dibawa bersama-sama dengan
bendera negara asing dalam pawai atau defile.

Pasal 18

Dalam hal penandatanganan perjanjian internasional antara pejabat negara


Republik Indonesia dengan pejabat negara asing, Bendera Negara ditempatkan
dengan ketentuan:
a. apabila di belakang meja pimpinan dipasang dua bendera negara pada dua
tiang, Bendera Negara ditempatkan di sebelah kanan dan bendera negara
asing ditempatkan di sebelah kiri.

8
b. bendera meja dapat diletakkan di atas meja dengan sistem bersilang atau
paralel.

Pasal 19

Dalam hal Bendera Negara dan bendera negara asing dipasang pada tiang yang
bersilang, Bendera Negara ditempatkan di sebelah kanan dan tiangnya
ditempatkan di depan tiang bendera asing.

Pasal 20

Dalam hal Bendera Negara dipasang bersama dengan bendera negara asing
dalam bentuk bendera meja pada konperensi internasional, Bendera Negara
ditempatkan di depan tempat duduk wakil negara Republik Indonesia.

Pasal 21

Dalam hal Bendera Negara dipasang bersama dengan Panji Presiden dan/atau
Panji Wakil Presiden, Bendera Negara ditempatkan dengan ketentuan:
a. apabila ada sebuah panji, Bendera Negara dipasang disebelah kanan;
b. apabila ada dua buah panji, Bendera Negara ditempatkan di tengah;
c. Bendera Negara dibuat lebih besar dan dipasang lebih tinggi dari panji; dan
d. Bendera Negara tidak dipasang bersilang dengan panji.

Pasal 22

(1) Dalam hal Bendera Negara dipasang bersama dengan bendera atau panji
organisasi, Bendera Negara ditempatkan dengan ketentuan:
a. apabila ada sebuah bendera atau panji organisasi, Bendera Negara
dipasang di sebelah kanan;
b. apabila ada dua atau lebih bendera atau panji organisasi dipasang dalam
satu baris, Bendera Negara ditempatkan di depan baris bendera atau panji
organisasi di posisi tengah;
c. apabila Bendera Negara dibawa dengan tiang bersama dengan bendera
atau panji organisasi dalam pawai atau defile, Bendera Negara dibawa di
depan rombongan; dan
d. Bendera Negara tidak dipasang bersilang dengan bendera atau panji
organisasi.
(2) Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat lebih besar
dan dipasang lebih tinggi dari bendera atau panji organisasi.

Pasal 23

(1) Bendera Negara yang dipasang berderet pada tali sebagai hiasan,
ukurannya dibuat sama besar dan disusun dengan urutan warna merahputih.
(2) Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dipasang
berselingan dengan bendera organisasi atau bendera lain.

Pasal 24

9
Bendera Negara yang digunakan sebagai lencana, dipasang pada pakaian di
dada sebelah kiri.

Bagian Keempat
Larangan

Pasal 25

Setiap orang dilarang:


a. merusak, merobek, menodai, dan membakar Bendera Negara;
b. memakai Bendera Negara untuk reklame atau iklan perdagangan;
c. mengibarkan atau memasang Bendera Negara yang robek, luntur, kusut, dan
kusam;
d. memanggul tiang yang dipasang Bendera Negara yang dibawa atau dipegang
pada waktu pawai dan upacara;
e. menaikkan atau menurunkan Bendera Negara untuk memberikan
penghormatan terhadap seseorang atau apapun kecuali penggunaan
Bendera Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11,
dan Pasal 12;
f. menurunkan Bendera Negara ke dalam liang kubur;
g. mencetak, menyulam, menuliskan huruf, angka, gambar atau tanda lain, dan
meletakkan lencana atau benda apapun pada Bendera Negara; dan/atau
h. memakai Bendera Negara untuk langit-langit, atap, pembungkus barang, dan
tutup barang yang dapat menurunkan penghormatan terhadap Bendera
Negara.

BAB IV
BAHASA INDONESIA

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 26

(1) Bahasa Indonesia adalah bahasa nasional dan bahasa resmi Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
(2) Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berfungsi sebagai identitas nasional, sarana pemersatu, sarana
komunikasi antar daerah dan antar budaya daerah.
(3) Bahasa Indonesia sebagai bahasa negara sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan, bahasa pengantar
resmi di lembaga pendidikan, bahasa resmi di dalam komunikasi tingkat
nasional, bahasa resmi untuk pengembangan kebudayaan nasional, sarana
pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta
bahasa media massa.

Bagian Kedua

10
Penggunaan Bahasa Indonesia

Pasal 27

Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam:


a. penyusunan peraturan perundang-undangan;
b. dokumen resmi negara;
c. pidato kenegaraan Presiden atau Wakil Presiden yang disampaikan di dalam
dan luar negeri;
d. pengantar dalam pendidikan nasional;
e. pelayanan administrasi publik di badan-badan pemerintahan pusat dan
daerah;
f. penulisan naskah nota kesepahaman atau perjanjian antara lembaga negara
atau lembaga swasta atau badan usaha atau perseorangan dengan pihak
asing;
g. forum yang bersifat nasional;
h. komunikasi resmi di lingkungan kerja pemerintah dan swasta;
i. laporan kegiatan dan keuangan agen, perusahaan, dan yayasan yang
terdaftar di Indonesia untuk pemerintah;
j. penulisan dan publikasi karya ilmiah di Indonesia;
k. nama daerah atau pulau di Indonesia;
l. nama bangunan atau gedung, nama jalan, nama apartemen atau pemukiman,
nama perkantoran, nama komplek perdagangan, merek dagang, nama
perusahaan Indonesia, nama lembaga pendidikan, dan sejenisnya;
m.informasi tentang produk barang dan jasa produksi dalam negeri atau luar
negeri yang beredar di pasar Indonesia;
n. rambu umum, penunjuk jalan, fasilitas umum, spanduk, dan alat informasi lain
yang merupakan pelayanan umum;
o. penyiaran melalui radio, stasiun televisi, jaringan kabel, dan penyiaran
audiovisuil lainnya; dan
p. informasi media cetak.

Pasal 28

(1) Bahasa pengantar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf d dapat


menggunakan bahasa asing untuk tujuan yang mendukung kemampuan
berbahasa asing peserta didik.
(2) Penggunaan Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27
huruf d tidak berlaku untuk sekolah asing atau sekolah khusus yang
mendidik warga negara asing.
(3) Penulisan naskah nota kesepahaman atau perjanjian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 huruf f ditandatangani para pihak dan mempunyai
kekuatan hukum yang sama dengan naskah yang menggunakan bahasa
asing.
(4) Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf g dapat
digunakan dalam forum yang bersifat internasional.
(5) Selain Bahasa Indonesia, komunikasi di lingkungan kerja sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 huruf h dapat menggunakan bahasa asing untuk
keperluan tertentu.

11
(6) Apabila pegawai di lingkungan kerja lembaga pemerintah dan swasta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf h belum mampu berbahasa
Indonesia, wajib diikutsertakan dalam pelatihan kemampuan berbahasa
Indonesia.
(7) Penulisan dan publikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf j
untuk tujuan dan bidang kajian khusus dapat menggunakan bahasa asing,
bahasa daerah, dan bahasa masyarakat sehari-hari.
(8) Nama daerah atau pulau di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal
27 huruf k hanya memiliki 1 (satu) nama resmi dan dapat menggunakan
bahasa daerah atau bahasa asing berdasarkan sejarah atau budaya dan
adat istiadat.
(9) Informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf m dapat disertai
dengan bahasa asing.
(10) Penggunaan Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27
huruf n untuk kegiatan keagamaan, adat-istiadat, dan/atau kesenian serta
tempat umum dapat disertai bahasa asing dan bahasa daerah.
(11) Penyiaran melalui televisi, jaringan kabel, dan penyiaran audio-visuil lain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf o dapat menggunakan bahasa
asing atau bahasa daerah untuk program khusus pelajaran bahasa, program
berita bahasa asing atau daerah, program siaran langsung yang berbahasa
asing atau daerah, atau siaran dimana sasaran pendengar khusus orang
asing atau daerah.
(12) Volume program berita dan program siaran langsung bahasa asing
sebagaimana dimaksud pada ayat (11) diatur sesuai dengan peraturan
perundang-undang.
(13) Penyiaran melalui radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf o
dapat menggunakan bahasa asing atau daerah untuk program tertentu.
(14) Informasi media cetak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf p dapat
menggunakan bahasa asing atau bahasa daerah untuk tujuan khusus atau
sasaran pembaca khusus orang asing atau daerah.

Bagian Ketiga
Pengembangan dan Pelindungan Bahasa Indonesia

Pasal 29

Pengembangan Bahasa Indonesia dapat memanfaatkan unsur bahasa daerah


dan bahasa asing.

Pasal 30

(1) Pelindungan Bahasa Indonesia dilakukan melalui pendidikan, penelitian,


pengembangan, pembinaan, dan kodifikasi.
(2) Kodifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa penyusunan
tata bahasa, tata aksara, kamus, ensiklopedia, glosarium, rekaman tuturan,
atau bentuk lain yang sejenis.

12
BAB V
LAMBANG NEGARA

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 31

Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Garuda Pancasila yang


kepalanya menoleh lurus ke sebelah kanan dengan perisai berupa jantung yang
digantung dan rantai pada leher Garuda, serta semboyan Bhinneka Tunggal Ika
ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda.

Pasal 32
(1) Garuda dengan perisai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 memiliki
paruh, sayap, ekor, dan cakar yang mewujudkan lambang tenaga
pembangunan.
(2) Garuda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki sayap yang berbulu
17 dan ekor yang berbulu 8.

Pasal 33

(1) Di tengah-tengah perisai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 terdapat


sebuah garis hitam tebal yang melukiskan katulistiwa.
(2) Pada perisai terdapat lima buah ruang yang mewujudkan dasar Pancasila
sebagai berikut:
a dasar Ketuhanan Yang Maha Esa terlukis dengan nur cahaya di ruang
tengah perisai berbentuk bintang yang bersudut lima;
b dasar Kerakyatan dilukiskan kepala banteng di ruang sebelah kanan atas
perisai sebagai lambang tenaga rakyat;
c dasar Kebangsaan dilukiskan dengan pohon beringin di ruang sebelah kiri
atas perisai sebagai lambang tempat berlindung;
d dasar Peri Kemanusiaan dilukiskan dengan tali rantai bermata bulatan dan
persegi di ruang sebelah kiri bawah perisai; dan
e dasar Keadilan Sosial dilukiskan dengan kapas dan padi di ruang sebelah
kanan bawah perisai sebagai lambang kemakmuran.

Pasal 34

Lambang Negara menggunakan warna pokok yang terdiri atas:


a. warna merah di ruang sebelah kanan atas dan kiri bawah perisai;
b. warna putih di ruang sebelah kiri atas dan kanan bawah perisai;
c. warna kuning emas untuk seluruh burung Garuda;
d. warna hitam di tengah-tengah perisai yang berbentuk jantung; dan
e. warna alam untuk seluruh gambar lambang.

Pasal 35

Bentuk, warna, dan perbandingan ukuran Lambang Negara sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, dan Pasal 34 terlampir dalam
Undang-Undang ini.

13
Bagian Kedua
Penggunaan Lambang Negara

Pasal 36

Lambang Negara wajib digunakan di:


a. dalam gedung atau kantor;
b. luar gedung atau kantor;
c. lembaran negara, tambahan lembaran negara, berita negara, dan tambahan
berita negara;
d. paspor, surat ijazah negara, dan dokumen resmi yang diterbitkan pemerintah;
e. uang logam dan uang kertas; atau
f. materai.

Pasal 37

Lambang Negara dapat digunakan:


a. di rumah Warga Negara Indonesia;
b. sebagai cap atau kop surat jabatan;
c. sebagai cap dinas untuk kantor;
d. pada kertas bermaterai;
e. pada surat dan lencana gelar pahlawan, tanda jasa dan tanda kehormatan;
f. sebagai lencana oleh pejabat pemerintah dan warga-negara Indonesia yang
sedang mengemban tugas negara di luar negeri;
g. di buku-buku dan majalah-majalah yang diterbitkan oleh Pemerintah;
h. di buku kumpulan undang-undang yang diterbitkan oleh Pemerintah dan/atau
swasta; dan/atau
i. pada penyelenggaraan peristiwa resmi.
Pasal 38

(1) Penggunaan Lambang Negara di dalam gedung atau kantor sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 36 huruf a dipasang pada:
a. istana Presiden dan Wakil Presiden;
b. gedung atau kantor lembaga-lembaga negara;
c. gedung atau kantor lembaga pemerintah departemen;
d. gedung atau kantor lembaga pemerintah non-departemen;
e. gedung atau kantor Gubernur, Bupati, Walikota, dan Camat; dan/atau
f. gedung atau kantor lain.
(2) Penggunaan Lambang Negara di luar gedung atau kantor sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36 huruf b pada:
a. istana Presiden dan Wakil Presiden;
b. rumah jabatan Presiden dan Wakil Presiden;
c. gedung atau kantor dan rumah jabatan kepala perwakilan Negara
Republik Indonesia di luar negeri; dan/atau
d. rumah jabatan Gubernur, Bupati, Walikota, dan Camat.
(3) Penggunaan Lambang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf
a dan huruf b diletakkan pada tempat tertentu.
(4) Penggunaan Lambang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf
c diletakkan di bagian tengah atas halaman pertama dokumen.

14
(5) Penggunaan Lambang Negara sebagaimana dimaksud Pasal 36 huruf d
diletakkan di bagian tengah halaman dokumen.

Pasal 39

(1) Penggunaan Lambang Negara sebagai cap atau kop surat jabatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf b digunakan oleh:
a. Presiden atau Wakil Presiden;
b. anggota lembaga negara;
c. Menteri atau pejabat setingkat Menteri;
d. pejabat lembaga pemerintah non-departemen;
e. Gubernur, Bupati atau Walikota;
f. anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; dan
g. notaris.
(2) Penggunaan Lambang Negara sebagai cap dinas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 37 huruf c digunakan untuk kantor:
a. Presiden atau Wakil Presiden;
b. lembaga negara;
c. Menteri atau pejabat setingkat Menteri;
d. pejabat lembaga pemerintah non-departemen;
e. Gubernur, Bupati atau Walikota;
f. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; dan
g. notaris.
(3) Penggunaan Lambang Negara sebagai lencana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 37 huruf f dipasang pada pakaian di dada sebelah kiri.
(4) Penggunaan Lambang Negara pada penyelenggaraan peristiwa resmi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf i dipasang pada gapura dan
bangunan-bangunan lain yang pantas.

Bagian Ketiga
Tata Cara Penggunaan Lambang Negara

Pasal 40

(1) Dalam hal Lambang Negara ditempatkan bersama-sama dengan Bendera


Negara, gambar Presiden dan atau gambar Wakil Presiden, penggunaannya
dengan ketentuan:
a. Lambang Negara ditempatkan lebih tinggi dan di sebelah kiri Bendera
Negara; dan
b. gambar resmi Presiden dan/atau gambar Wakil Presiden ditempatkan
sejajar dan dipasang lebih rendah dari Lambang Negara.
(2) Dalam hal Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dipasang di dinding, ditempatkan di tengah dari Lambang Negara dan

15
dipasang lebih tinggi dari gambar resmi Presiden dan/atau gambar Wakil
Presiden.

Pasal 41

(1) Ukuran Lambang Negara disesuaikan dengan kepantasan ruangan dan


tempat.
(2) Lambang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf a dan huruf b
dibuat dari bahan yang kuat.

Bagian Keempat
Larangan

Pasal 42

Setiap orang dilarang:


a. menaruh huruf, kalimat, angka, gambar atau tanda-tanda lain pada Lambang
Negara;
b. menggunakan Lambang Negara yang rusak dan tidak sesuai dengan bentuk,
warna, dan perbandingan ukuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35;
c. membuat lambang perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi
dan/atau perusahaan yang sama atau menyerupai Lambang Negara;
d. menggunakan Lambang Negara untuk tujuan perseorangan, partai politik,
perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan; dan/atau
e. menggunakan Lambang Negara sebagai cap dagang, reklame perdagangan
atau alat propaganda politik.

BAB VI
LAGU KEBANGSAAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 43

(1) Lagu Kebangsaan adalah Indonesia Raya yang digubah oleh Wage Rudolf
Supratman.
(2) Lagu Kebangsaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlampir dalam
Undang-Undang ini.

Bagian Kedua
Penggunaan Lagu Kebangsaan

Pasal 44

(1) Lagu Kebangsaan wajib diperdengarkan dan/atau dinyanyikan:


a. untuk menghormati Presiden atau Wakil Presiden;

16
b. untuk menghormati Bendera Negara pada waktu pengibaran atau
penurunan Bendera Negara yang diadakan dalam upacara;
c. dalam acara resmi yang diselenggarakan oleh pemerintah;
d. dalam acara pembukaan sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia;
e. dalam pembukaan persidangan di pengadilan; dan/atau
f. untuk menghormati kepala negara asing.
(2) Lagu Kebangsaan dapat diperdengarkan dan/atau dinyanyikan:
a. sebagai pernyataan perasaan nasional;
b. dalam rangkaian program pendidikan dan pengajaran;
c. dalam acara resmi lainnya yang diselenggarakan oleh organisasi, partai
politik, dan kelompok masyarakat lain; dan/atau
d. dalam acara atau kegiatan olah raga internasional.

Bagian Ketiga
Tata Cara Penggunaan Lagu Kebangsaan

Pasal 45

(1) Lagu Kebangsaan dapat dinyanyikan dengan diiringi atau tanpa diiringi alat
musik.
(2) Lagu Kebangsaan yang diiringi alat musik, dinyanyikan lengkap satu kali, satu
strofe dengan dua kali ulangan.
(3) Lagu Kebangsaan yang tidak diiringi alat musik, dinyanyikan lengkap satu
bait, bait pertama dengan dua kali ulangan.

Pasal 46

Apabila Lagu Kebangsaan dinyanyikan lengkap tiga bait, sesudah bait pertama
dan bait kedua dinyanyikan ulangan satu kali, sesudah bait terakhir dinyanyikan
ulangan satu kali, dan sesudah bait terakhir dinyanyikan ulangan dua kali.

Pasal 47

Setiap orang yang hadir pada saat Lagu Kebangsaan diperdengarkan dan/atau
dinyanyikan, wajib berdiri tegak dengan sikap hormat.

Pasal 48

(1) Dalam hal Presiden atau Wakil Presiden Republik Indonesia menerima
kunjungan Kepala Negara atau Kepala Pemerintahan negara lain, lagu
kebangsaan negara lain diperdengarkan lebih dahulu, selanjutnya Lagu
Kebangsaan Indonesia Raya.
(2) Dalam hal Presiden Republik Indonesia menerima duta besar negara lain
dalam upacara penyerahan surat kepercayaan, lagu kebangsaan negara lain
diperdengarkan pada saat duta besar negara lain tiba, dan Lagu Kebangsaan
Indonesia Raya diperdengarkan pada saat duta besar negara lain akan
meninggalkan istana.

17
Pasal 49

Dalam pertemuan yang bersifat umum yang diadakan oleh warga negara asing,
lagu kebangsaan negara asing tersebut dapat diperdengarkan dan/atau
dinyanyikan setelah mendapat izin dari kepala daerah setempat.

Bagian Keempat
Larangan

Pasal 50

Setiap orang dilarang memperdengarkan, menyanyikan, mempergunakan, atau


mengubah Lagu Kebangsaan dengan nada, irama, iringan, kata-kata, dan
gubahan lain, atau untuk iklan, reklame, dan kegiatan komersial lainnya.

BAB VII
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA

Pasal 51

Warga Negara Indonesia berhak dan wajib memelihara, menjaga, dan


mempergunakan Bendera Negara, Bahasa Indonesia, Lambang Negara, dan
Lagu Kebangsaan untuk kehormatan dan kedaulatan bangsa dan negara sesuai
dengan Undang-Undang ini.

BAB VIII
KETENTUAN PIDANA

Pasal 52

Setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3), Pasal 25 huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf
g,dan huruf h, Pasal 27 huruf e, huruf i, huruf l, huruf n, huruf o, dan huruf p,
Pasal 28 ayat (6), dan Pasal 42 huruf a dan huruf b, diancam dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 1.000.000,-
(satu juta rupiah).

Pasal 53

Setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 25 huruf a dan huruf b, Pasal 27 huruf f, huruf k dan huruf
m, Pasal 42 huruf c, huruf d, dan huruf e, dan Pasal 50, diancam dengan pidana

18
penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 4 (empat) tahun, serta
denda paling sedikit Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp.
50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 54

Semua peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Bendera,


Bahasa, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan pada saat Undang-Undang
ini diundangkan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau
belum diganti dengan peraturan baru berdasarkan Undang-Undang ini.

BAB X
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 55

Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini dibuat paling lama 6 (enam) bulan


terhitung sejak tanggal diundangkannya Undang-Undang ini.

Pasal 56

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan


UndangUndang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal …………

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd

SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal …………..

19
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA

ttd

ANDI MATALATTA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN .... NOMOR......

RANCANGAN PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR .............. TAHUN ..........
TENTANG
BENDERA, BAHASA, LAMBANG NEGARA, DAN LAGU KEBANGSAAN

I. UMUM
Bendera Negara Sang Merah Putih, Bahasa Indonesia, Lambang Negara
Garuda Pancasila, dan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya merupakan simbol
identitas nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keempat simbol
tersebut menjadi pencerminan kedaulatan negara, baik di dalam tata
pergaulan dengan negara lain maupun sebagai independensi dan eksistensi
sebuah negara yang merdeka, mandiri dan berdaulat penuh. Dengan begitu,
Bendera Negara, Bahasa Indonesia, Lambang Negara, dan Lagu
Kebangsaan bukan hanya sekedar sebagai pengakuan atas Indonesia
sebagai bangsa dan negara, melainkan menjadi simbol atau lambang negara
yang dihormati dan dibanggakan Warga Negara Indonesia.

Bendera Negara, Bahasa Indonesia, Lambang Negara, dan Lagu


Kebangsaan merupakan simpul yang menyatukan berbagai heterogenitas
etnis, keragaman agama dan budaya, keragaman bahasa daerah,
perbedaan lokalitas kedaerahan, perbedaan letak geografis, sekaligus
stratifikasi demografi yang berbeda. Bendera Negara, Bahasa Indonesia,
Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan menjadi pilar kekuatan yang
sanggup menghimpun serpihan sejarah nusantara yang heterogen ke dalam
bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945)


mengatur berbagai hal yang menyangkut Bendera, Bahasa, Lambang
Negara dan Lagu Kebangsaan. Pada Bab XV Bendera, Bahasa, dan
Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan, Pasal 35 disebutkan bahwa
Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih. Kemudian Pasal 36

20
menyebutkan bahwa Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia. Selanjutnya
Pasal 36A menyebutkan bahwa Lambang Negara ialah Garuda Pancasila
dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, dan dalam Pasal 36B diatur
tentang Lagu Kebangsaan ialah Indonesia Raya. Keempat Pasal tersebut
merupakan pengakuan sekaligus penegasan negara dalam hal penentuan
secara resmi pengunaan simbol dan identitas bangsa dan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

Selanjutnya, sebagai negara yang berkedaulatan dengan berdasarkan pada


hukum, seluruh bentuk simbol kedaulatan negara dan identitas nasional
harus diatur dan dilaksanakan berdasarkan undang-undang. Oleh karena itu
sesuai amanat Pasal 36C UUD 1945 bahwa Ketentuan lebih lanjut mengenai
Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan diatur
dengan undang-undang.

Namun faktanya Bendera Negara, Bahasa Indonesia, Lambang Negara, dan


Lagu Kebangsaan yang merupakan simbol dan identitas nasional bangsa
dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, hingga kini belum diatur dalam
suatu Undang-Undang. Selama ini Bendera Negara, Lambang Negara, dan
Lagu Kebangsaan Indonesia hanya diatur dengan Peraturan Pemerintah
yang masih merupakan produk hukum berdasarkan amanat Undang-Undang
Dasar Sementara. Sementara pengaturan mengenai Bahasa Indonesia
dimasukkan dalam Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional dan
Peraturan Pemerintah mengenai pendidikan tinggi.

Peraturan Perundang-Undangan yang mengatur Bendera Negara, Bahasa


Indonesia, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan, adalah:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur tentang
kejahatan (tindak pidana) atau penggunaan Bendera Sang Merah Putih;
penodaan terhadap bendera negara sahabat; penodaan terhadap
Bendera Sang Merah Putih dan Lambang Negara Garuda Pancasila;
serta pemakaian Bendera Sang Merah Putih oleh orang yang tidak
memiliki hak menggunakan seperti terdapat dalam Pasal 52 a; Pasal 142
a; Pasal 154 a; dan Pasal 473.
2. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan
dan Pengajaran di Sekolah (Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor 550),
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1954 tentang Pernyataan Berlakunya
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 dari Republik Indonesia Dahulu
tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah Untuk
Seluruh Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 38, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 550), Undang-undang Nomor 22 Tahun 1961
tentang Perguruan Tinggi (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 302,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2361), Undang-undang Nomor 14
PRPS Tahun 1965 tentang Majelis Pendidikan Nasional (Lembaran
Negara Tahun 1965 Nomor 80), Undang-undang Nomor 19 PNPS Tahun
1965 tentang Pokok-pokok Sistem Pendidikan Nasional Pancasila
(Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 81), Undang-undang Nomor 2
Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara
Tahun 1989 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3390) jo.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

21
Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor
4301);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1958 tentang Bendera
Kebangsaan Republik Indonesia (Lembaran Negara 1958 No.68);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1958 tentang Penggunaan
Bendera Kebangsaan Asing (Lembaran Negara tahun 1958 No. 69);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 1958 tentang Panji dan Bendera
Jabatan;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 66 tahun 1951 tentang Lambang Negara;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1958 tentang Penggunaan
Lambang Negara;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 1958 tentang Lagu Kebangsaan
Indonesia Raya;
9. Peraturan Pemerintah Nomor 62 tahun 1990 tentang Ketentuan
Keprotokolan Mengenai Tata Tempat, Tata Upacara, dan Tata
Penghormatan; dan
10. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1990 tentang Pendidikan Tinggi.

Pengaturan mengenai Bendera Negara, Bahasa Indonesia, Lambang


Negara, dan Lagu Kebangsaan dalam bentuk undang-undang sebagaimana
diperintahkan UUD 1945 perlu segera direalisasikan untuk mengatasi
berbagai permasalahan terkait dengan penggunaan Bendera Negara,
Bahasa Indonesia, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan sebagai simbol
identitas bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selama ini
masih menggunakan peraturan perundang-undangan produk
UndangUndang Dasar Sementara. Undang-Undang baru ini menjamin
adanya kepastian hukum, keselarasan, keserasian, standarisasi, dan
ketertiban dalam penggunaan Bendera, Bahasa, Lambang Negara, dan Lagu
Kebangsaan.
II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas.

Pasal 2
Huruf a
Yang dimaksud dengan “asas persatuan” adalah bahwa penggunaan
Bendera Negara, Bahasa Indonesia, Lambang Negara, dan Lagu
Kebangsaan sebagai sarana pemersatu bangsa dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Huruf b
Yang dimaksud dengan “asas kedaulatan” adalah bahwa
penggunaan Bendera Negara, Bahasa Indonesia, Lambang Negara,
dan Lagu Kebangsaan merupakan simbol yang menunjukkan
kedaulatan negara.

Huruf c
Yang dimaksud dengan “asas kehormatan” adalah bahwa
penggunaan Bendera Negara, Bahasa Indonesia, Lambang Negara,

22
dan Lagu Kebangsaan sebagai identitas yang menunjukkan harga
diri, dan kebesaran bangsa dan negara.

Huruf d
Yang dimaksud dengan "asas kebangsaan" adalah bahwa
penggunaan Bendera Negara, Bahasa Indonesia, Lambang Negara,
dan Lagu Kebangsaan harus mencerminkan sifat patriotisme,
kepahlawanan, dan nasionalisme yang tinggi untuk tetap setia
kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Huruf e
Yang dimaksud dengan "asas kenusantaraan" adalah bahwa
penggunaan Bendera Negara, Bahasa Indonesia, Lambang Negara,
dan Lagu Kebangsaan mencerminkan kepentingan seluruh wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Huruf f
Yang dimaksud dengan "asas bhinneka tunggal ika" adalah bahwa
penggunaan Bendera Negara, Bahasa Indonesia, Lambang Negara,
dan Lagu Kebangsaan memperhatikan keragaman penduduk,
agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah dan budaya
dalam kesatuan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Huruf g
Yang dimaksud dengan "asas ketertiban dan kepastian hukum"
adalah bahwa penggunaan Bendera Negara, Bahasa Indonesia,
Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan ditujukan untuk
mewujudkan ketertiban dan kepastian hukum dalam
penggunaannya.

Huruf h
Yang dimaksud dengan "asas keseimbangan, keserasian, dan
keselarasan" adalah bahwa penggunaan Bendera Negara, Bahasa
Indonesia, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan harus
mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan dalam
hal pengadaan, penetapan, dan penggunaannya.

Pasal 3
Cukup jelas.

Pasal 4
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “warna merah” adalah merah dengan jernih
atau secara digital, merah dengan model warna RGB dan kode
merah 255 hijau 0 biru 0.

Yang dimaksud dengan “warna putih” adalah putih tanpa gradasi


warna atau secara digital, putih dengan model warna RGB dan kode
merah 255 hijau 255 biru 255.

Ayat (2)

23
Cukup jelas.

Ayat (3) Cukup


jelas.

Ayat (4)
Yang dimaksud “bahan dan ukuran yang berbeda” adalah bahwa
bendera dapat dibuat dari bahan seperti kain, kertas, plastik, atau
aluminium, serta dapat memiliki berbagai ukuran dengan
perbandingan lebar dua-pertiga dari panjang.

Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 5
Cukup jelas.

Pasal 6
Yang dimaksud dengan “pengibaran” adalah penaikan dan penurunan
bendera dengan seutas tali yang terikat pada tiang.

Pasal 7
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “antara saat matahari terbit dan sebelum
matahari terbenam” adalah waktu antara pukul 06.00 hingga 18.00.

Ayat (2)
Yang dimaksud dalam “keadaan tertentu” adalah kondisi dimana
pengibaran Bendera Negara dilakukan untuk mengobarkan
semangat patriotisme, nasionalisme, semangat membela tanah air,
kondisi darurat perang, perlombaan olah raga, renungan suci, serta
untuk menandakan bahwa bangsa dan Negara Kesatuan Republik
Indonesia sangat bersuka cita atau dalam keadaan sangat berduka
cita.

Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia” adalah termasuk wilayah yurisdiksi di kedutaan besar atau
perwakilan Negara Republik Indonesia di luar negeri dan kapal milik
pemerintah atau Warga Negara Indonesia yang sedang berlayar atau
berlabuh di luar negeri.

Ayat (4) Cukup


jelas.

Ayat (5)
Yang dimaksud dengan “hari-hari besar nasional di seluruh wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia” adalah: a. tanggal 2 Mei, hari
Pendidikan Nasional;

24
b. tanggal 20 Mei, hari Kebangkitan Nasional;
c. tanggal 17 Agustus, hari ulang tahun Proklamasi Kemerdekaan
Republik Indonesia;
d. tanggal 1 Oktober, hari Kesaktian Pancasila;
e. tanggal 28 Oktober, hari Sumpah Pemuda;
f. tanggal 10 November, hari Pahlawan; dan
g. tanggal 22 Desember, hari Ibu.

Yang dimaksud dengan “peristiwa lain” adalah peristiwa besar atau


kejadian luar biasa yang dialami oleh bangsa Indonesia, misalnya
kunjungan Presiden atau Wakil Presiden Republik Indonesia ke
daerah dan pada perayaan dirgahayu daerah.

Pasal 8
Cukup jelas.

Pasal 9
Ayat (1) Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b
Yang dimaksud dengan “lembaga negara” adalah lembaga yang
dibentuk berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang.

Huruf c Cukup jelas.

Huruf d
Cukup jelas.

Huruf e Cukup jelas.

Huruf f
Cukup jelas.

Huruf g Cukup jelas.

Huruf h
Cukup jelas.

Huruf i Cukup jelas.

Huruf j
Cukup jelas.

Huruf k Cukup jelas.

Huruf l
Cukup jelas.

25
Huruf m Cukup jelas.

Huruf n
Cukup jelas.

Huruf o Cukup jelas.

Huruf p
Cukup jelas.

Huruf q
Cukup jelas

Huruf r
Yang dimaksud dengan “gedung atau kantor atau rumah jabatan
lain” adalah gedung atau kantor atau rumah jabatan yang diatur
dengan Keputusan Presiden.

Ayat (2) Cukup


jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2) Cukup


jelas.

Ayat (3)
Yang dimaksud “penggunaan Bendera Negara pada kapal”
adalah sebagai tanda kehormatan untuk menyatakan
kebangsaan dan identitas kapal tersebut.

Ayat (4)
Cukup jelas

Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 11
Ayat (1)
Huruf a Cukup
jelas.

26
Huruf b
Cukup jelas.

Huruf c Cukup
jelas.

Huruf d
Cukup jelas.

Huruf e
Yang dimaksud dengan “perayaan lain” adalah pengibaran atau
pemasangan bendera sebagai tanda pernyataan nasionalisme
dan kegembiraan umum.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3) Cukup


jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5) Cukup


jelas.

Ayat (6)
Pengibaran Bendera di Wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia adalah dilakukan di seluruh halaman/rumah Warga Negara
Indonesia, kantor/gedung pemerintah maupun swasta, sekolah dan
seluruh wilayah yurisdiksi Indonesia di luar negeri

Ayat (7)
Cukup jelas.

Ayat (8) Cukup


jelas.

27
Ayat (9)
Cukup jelas.

Ayat (10) Cukup


jelas.

Ayat (11)
Cukup jelas.

Ayat (12) Cukup


jelas.

Ayat (13)
Cukup jelas.

Ayat (14)
Cukup jelas.

Pasal 13
Cukup jelas

Pasal 14
Cukup jelas

Pasal 15
Cukup jelas.

Pasal 16
Cukup jelas.

Pasal 17
Cukup jelas

Pasal 18
Cukup jelas

Pasal 19
Cukup jelas.

Pasal 20
Cukup jelas.

Pasal 21
Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b Cukup
jelas.

28
Huruf c
Cukup jelas.

Huruf d
Bendera Negara hanya dipasang bersilang dengan bendera negara
lain, karena kedua bendera negara itu sederajat, sedangkan Bendera
Negara tidak disilangkan dengan panji karena tidak sederajat.

Pasal 22
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b
Yang dimaksud dengan “baris” adalah deratan bendera yang
sejajar dalam satu garis

Huruf c
Bendera Negara yang dibawa di depan rombongan pawai atau
defile dimaksudkan untuk menghormati Bendera Negara.

Huruf d
Bendera Negara tidak disilangkan dengan panji organisasi
karena kedudukan antara Bendera Negara dan panji organisasi
tidak sederajat.

Ayat (2) Cukup


jelas.

Pasal 23
Cukup jelas

Pasal 24
Cukup jelas

Pasal 25 Cukup
jelas.

Pasal 26
Cukup jelas

Pasal 27
Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b Cukup
jelas.

Huruf c

29
Cukup jelas.

Huruf d Cukup
jelas.

Huruf e
Cukup jelas.

Huruf f
Cukup jelas.

Huruf g
Yang dimaksud “bersifat nasional” adalah corak kegiatan di manapun
yang dihadiri oleh perwakilan lebih dari satu daerah dan memiliki
topik, tema, atau substansi yang berdampak nasional

Huruf h
Yang dimaksud dengan “lingkungan kerja swasta” adalah mencakup
perusahaan yang berbadan hukum Indonesia dan perusahaan asing
yang beroperasi di Indonesia.

Huruf i
Cukup jelas.

Huruf j
Cukup jelas.

Huruf k
Cukup jelas.

Huruf l
Cukup jelas.

Huruf m
Cukup jelas.

Huruf n
Cukup jelas.

Huruf o Cukup
jelas.

Huruf p
Cukup jelas.

Pasal 28
Ayat (1) Cukup jelas.

Ayat (2) Cukup


jelas.

30
Ayat (3)
Bahasa asing yang digunakan dalam perjanjian adalah bahasa resmi
negara yang mengadakan perjanjian internasional atau bahasa
Inggris sesuai kesepakatan.

Ayat (4) Cukup


jelas.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Ayat (6) Cukup


jelas.

Ayat (7)
Yang dimaksud dengan “tujuan khusus” adalah tujuan untuk
membuktikan kemahiran berbahasa selain Bahasa Indonesia.

Yang dimaksud dengan “bidang kajian khusus” adalah kajian bahasa


dan sastra selain bahasa dan sastra Indonesia.

Yang dimaksud dengan “bahasa masyarakat sehari-hari” adalah


bahasa pasaran, bahasa prokem, bahasa gaul, dan/atau bahasa
yang biasa dipergunakan oleh masyarakat dalam aktifitasnya
seharihari.

Ayat (8)
Cukup jelas.

Ayat (9) Cukup


jelas.

Ayat (10)
Cukup jelas.

Ayat (11)
Cukup jelas.

Ayat (12) Cukup


jelas.

Ayat (13)
Cukup jelas.

Ayat (14) Cukup


jelas.

Pasal 29

31
Yang dimaksud dengan “pengembangan bahasa” adalah melakukan
upaya memodernkan korpus bahasa melalui pemerkayaan kosakata,
pemantapan dan pembakuan sistem bahasa secara umum serta
mengupayakan penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa
perhubungan luas antarbangsa.

Pasal 30 Ayat
(1)
Yang dimaksud dengan “pembinaan” adalah meningkatkan mutu
pemakaian bahasa melalui penyelenggaraan pembelajaran bahasa
di semua jenjang pendidikan dan pemasyarakatan bahasa.
Peningkatan mutu pemakaian bahasa itu juga dimaksudkan untuk
mempertinggi sikap positif masyarakat terhadap Bahasa Indonesia

Ayat (2) Cukup


jelas.

Pasal 31
Yang dimaksud dengan “Garuda Pancasila” adalah lambang burung
garuda yang berasal dari mitologi kuno yang dekat dengan burung elang
rajawali. Garuda telah dikenal sejak lama baik dalam arkheologi,
kesusasteraan dan mitologi Indonesia. Burung garuda dilukiskan di candi
Dieng, Prambanan, Mendut, Sukuh dan Panataran yang terdapat di Jawa
Tengah dan Jawa Timur sejak abad 6 sampai abad 16 masehi. Lukisan
garuda dapat berupa manusia dengan berparuh burung dan bersayap
yang terdapat di candi Dieng; sementara di candi Prambanan, Mendut
dan di candi Sukuh, Kedal Jawa Timur bentuknya seperti burung, dengan
berparuh panjang berambut raksasa dan bercakar. Lambang garuda
pernah dipakai sebagai lencana oleh Prabu Airlangga pada abad
kesebelas dengan nama Garudamukha, yang dalam patung belahan
dilukiskan Prabu Airlangga sedang mengendarai seekor garuda.
Lambang garuda juga digunakan Pergerakan Indonesia Muda (1928)
yang memakai panji-panji sayap garuda yang ditengah-tengahnya berdiri
sebilah keris di atas tiga goresan garis. Kemudian garuda menjadi
lambang Negara Indonesia untuk menggambarkan Indonesia sebagai
bangsa yang besar, sekaligus sebagai negara yang kuat di antara
negara-negara lain.

Yang dimaksud dengan “perisai” adalah perisai atau tameng yang telah
dikenal lama dalam kebudayaan dan peradaban asli Indonesia sebagai
senjata dalam perjuangan untuk mencapai tujuan dan perlindungan diri.
Perisai dimaksudkan bahwa sebagai lambang perjuangan dan
perlindungan diri yang artinya tetap dan tidak berubah-ubah. Mata
bulatan dalam rantai untuk menunjukkan bagian perempuan dan
digambar berjumlah 9, mata persegi yang digambar berjumlah 8
menunjukkan bagian laki-laki, rantai yang bermata 17 itu sambung
menyambung tidak putus-putusnya, sesuai dengan manusia yang
bersifat turun-temurun, serta kedua tumbuhan kapas dan padi sesuai
dengan hymne yang menempatkan pakaian (sandang) dan makanan
(pangan) sebagai simbol tujuan kemakmuran dan kesejahteraan.

32
Yang dimaksud dengan “semboyan Bhinneka Tunggal Ika” adalah
pepatah lama yang pernah dipakai oleh pujangga ternama Mpu Tantular.
Bhinneka merupakan gabungan dua kata: bhinna dan ika yang artinya
berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Sementara Tunggal Ika diartikan
sebagai di antara pusparagam adalah kesatuan. Pepatah dan semboyan
ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan bangsa
dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, walaupun ke luar tetap
memperlihatkan perbedaan dan keragaman.

Pasal 32
Ayat (1) Cukup
jelas.

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “sayap garuda berbulu 17” adalah untuk
melukiskan tanggal 17 dan ekor garuda berbulu 8 yang melukiskan
bulan 8 atau Agustus. Simbolitas angka 17 dan 8 digunakan sebagai
penanda proklamasi kemerdekaan Indonesia yang ditetapkan pada
tanggal 17 Agustus 1945.

Pasal 33
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “garis hitam yang melukiskan khatulistiwa
(aequator)” adalah untuk menyatakan bahwa Negara Kesatuan
Republik Indonesia merupakan satu-satunya negara asli yang
merdeka dan berdaulat yang berada di permukaan bumi
berhawapanas yang melewati Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan
Irian (Papua). Garis tengah katulistiwa ditujukan untuk menimbulkan
perasaan, bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sajalah
satusatunya negara asli yang merdeka dan berdaulat yang terletak di
katulistiwa di permukaan bumi.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 34
Huruf a
Yang dimaksud dengan “warna merah dan putih” adalah warna asli
yang menunjukkan identitas Indonesia yang telah lama ada dalam
mitologi, kesusasteraan dan sejarah nusantara. Warna merah putih
telah lama digunakan kerajaan Sriwijaya, Majapahit, dan Mataram
seperti bukti ukiran pada dinding candi Borobudur (yang dibangun
pada abad ke-9) yang menggambarkan tiga orang hulubalang yang
membawa umbul-umbul berwarna gelap dan terang, kemudian di
candi Mendut didapati ukiran bunga tunjung mabang (merah) dan
tunjung maputeh (putih), serta dalam kesusasteraan didapati cerita
pahlawan Inu Kertapati yang digambarkan sebagai cahaya matahari,
merah, dan putri Tjandera Kirana dilambangkan sebagai sinar
rembulan, putih. Persatuan dwi warna dilambangkan oleh hubungan
cinta tak terpisahkan antara Inu Kertapati dan Tjandera Kirana yaitu
antara warna merah dan putih Merah. Dalam kehidupan masyarakat

33
Indonesia warna merah mirip dengan warna gula jawa atau gula aren
dan warna putih mirip dengan warna nasi. Sedangkan secara
filosofis merah melambangkan tubuh manusia, sedangkan putih
melambangkan jiwa manusia. Merah berarti berani dan putih berarti
suci. Keduanya saling melengkapi dan menyempurnakan untuk
Indonesia. Gradasi warna merah secara digital adalah dengan model
warna RGB dan kode merah 255 hijau 0 biru 0. Sementara warna
putih adalah putih tanpa gradasi warna atau secara digital, putih
dengan model warna RGB dan kode merah 255 hijau 255 biru 255.

Huruf b
Cukup jelas.

Huruf c
Yang dimaksud dengan “warna kuning emas” adalah warna yang
melukiskan kemegahan emas yang dimaksudkan untuk
menggambarkan kebesaran bangsa atau keluhuran Negara. Warna
kuning emas adalah warna kuning keemasan secara digital dengan
gradasi warna model RGB dan kode merah 255 hijau 255 biru 0.

Huruf d
Yang dimaksud dengan “warna hitam” adalah warna asal yang
menggambarkan siklus dan jalinan kehidupan umat manusia dari
awal mula penciptaan hingga akhir kehidupan. Warna hitam secara
digital dengan gradasi warna model RGB dan kode merah 0 hijau 0
biru 0.

Huruf e
Yang dimaksud dengan “warna alam” adalah warna-warna yang
meniru warna yang melekat pada diri benda-benda dan makhluk
hidup yang ada di alam. Warna-warna itu menggambarkan semangat
dan dinamika kehidupan di alam semesta ini.

Pasal 35
Cukup jelas.

Pasal 36
Cukup jelas.

Pasal 37
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “Lambang Negara ditempatkan lebih
tinggi dan di sebelah kiri Bendera Negara” adalah bila Bendera
Negara dipasang di tiang maka Bendera Negara ditempatkan di
sebelah kiri di bawah Lambang Negara.

Huruf b Cukup jelas.

Ayat (2)

34
Cukup jelas.

Pasal 38
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “penggunaan Lambang Negara di dalam
gedung atau kantor” adalah untuk menunjukkan kewibawaan negara
yang penggunaannya dibatasi hanya pada kantor dinas.

Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b Cukup jelas.

Huruf c
Cukup jelas.

Huruf d Cukup jelas.

Huruf e
Cukup jelas.

Huruf f
Yang dimaksud dengan “gedung atau kantor lain” adalah gedung
sekolah, kantor perusahaan swasta, organisasi dan
lembagalembaga.

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “penggunaan Lambang Negara di luar
gedung atau kantor” adalah penggunaan Lambang Negara sebagai
lambang keistimewaan yang penggunaannya ditempatkan di muka
sebelah luar pada rumah jabatan yang disediakan khusus untuk
penjabat negara.

Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “tempat tertentu” adalah tempat yang pantas,
menarik perhatian orang, mudah dilihat dan tampak baik bagi
pandangan mata semua orang yang datang dan berada di gedung
atau kantor tersebut.

Ayat (4) Cukup


jelas.

Ayat (5) Cukup


jelas.

Pasal 39
Cukup jelas.

Pasal 40
Cukup jelas.

35
Pasal 41
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “ukuran yang disesuaikan dengan
kepantasan ruangan dan tempat” adalah bahwa ukuran Lambang
Negara harus dibuat dengan mengacu perbandingan ukuran yang
terdapat di dalam lampiran Undang-Undang ini, tetapi disesuaikan
besar ukurannya dengan kepantasan besar ruangan dan tempat.

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “Lambang Negara dibuat dari bahan yang
kuat” adalah bahwa Lambang Negara harus dibuat dari bahan cor
semen, metal, campuran besi atau campuran bahan lain yang liat
dan kuat, sehingga bentuk Lambang Negara terlihat kokoh dan kuat,
dapat digunakan untuk waktu yang lama, tidak mudah patah, hancur
ataupun tidak cepat rusak.

Pasal 42
Cukup jelas.

Pasal 43
Cukup jelas.

Pasal 44
Cukup jelas.

Pasal 45
Cukup jelas.

Pasal 46
Yang dimaksud dengan “Lagu Kebangsaan dinyanyikan lengkap tiga
bait” adalah sesudah bait pertama dan bait kedua dinyanyikan ulangan
atau reffrain satu kali; kemudian sesudah bait terakhir, dinyanyikan
ulangan satu kali; dan sesudah bait terakhir dinyanyikan ulangan dua
kali.

Pasal 47 Cukup
jelas.

Pasal 48
Cukup jelas.

Pasal 49
Yang dimaksud dengan “pertemuan yang bersifat umum” adalah
pertemuan yang diadakan oleh warga negara asing di wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia, baik pertemuan yang bersifat resmi
maupun tidak resmi atau informal.

36
Yang dimaksud dengan “kepala daerah setempat” adalah Gubernur,
Bupati, Walikota, atau Camat yang berwenang atas wilayah di tempat
acara tersebut diadakan.

Pasal 50
Yang dimaksud dengan “dilarang memperdengarkan atau menyanyikan
Lagu Kebangsaan dengan nada-nada, irama, iringan, kata-kata dan
gubahan-gubahan lain” adalah agar Lagu Kebangsaan tidak dinyanyikan
secara sembarangan dan keluar dari derajat dan kedudukannya sebagai
Lagu Kebangsaan. Sedangkan yang dimaksud dilarang
memperdengarkan, menyanyikan dan menggunakan Lagu Kebangsaan
untuk bahan dan alat reklame dan/atau kegiatan komersial dalam bentuk
apapun adalah agar Lagu Kebangsaan tidak digunakan untuk meraih
keuntungan komersial tertentu yang melecehkan kedudukan Lagu
Kebangsaan tersebut.

Pasal 51
Cukup jelas.

Pasal 52
Cukup jelas.

Pasal 53
Cukup jelas.

Pasal 54
Cukup jelas.

Pasal 55
Cukup jelas.

Pasal 56
Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR .......

37
38

Anda mungkin juga menyukai