MODUL II
ANALISIS ISU KONTEMPORER
MODUL II
AKUNTABEL
A. POTRET PELAYANAN PUBLIK NEGERI INI
memberikan layanan spesial bagi mereka yang memerlukan waktu
layanan yang lebih cepat dari biasanya. Sayangnya, konsep ini sering
bercampur dengan konsep sedekah dari sisi penerima layanan yang
sebenarnya tidak tepat. Waktu berlalu, semua pihak sepakat, menjadi
kebiasaan, dan dipahami oleh hampir semua pihak selama puluhan tahun.
Sehinga, di masyarakat muncul peribahasa baru, sebuah sarkasme, ‘kalau
bisa dipersulit, buat apa dipermudah’. Terminologi ‘oknum’ sering dijadikan
kambing hitam dalam buruknya layanan publik, namun, definisi ‘oknum’ itu
seharunya bila hanya dilakukan oleh segelintir personil saja, bila dilakukan
oleh semua, berarti ada yang salah dengan layanan publik di negeri ini.
Payung hukum terkait Layanan Publik yang baik tertuang dalam
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Layanan Publik. Pasal 4
menyebutkan Asas Pelayanan Publik yang meliputi:
kepentingan Umum,
kepastian hukum,
kesamaan hak,
keseimbangan hak dan kewajiban,
keprofesionalan,
partisipatif,
persamaan perlakuan/tidak diskriminatif
keterbukaan,
akuntabilitas,
fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan,
ketepatan waktu, dan
kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan
Tugas berat Anda sebagai ASN adalah ikut menjaga bahkan ikut berpartisipasi dalam
proses menjaga dan meningkatkan kualitas layanan tersebut. Karena, bisa jadi, secara aturan
dan payung hukum sudah memadai, namun, secara pola pikir dan mental, harus diakui, masih
butuh usaha keras dan komitment yang ekstra kuat. Sekali lagi, tantangan yang dihadapi
bukan hanya di lingkungan ASN sebagai pemberi layanan, namun juga dari masyarakat
penerima layanan.
B. KONSEP AKUNTABILITAS
Amanah seorang ASN menurut SE Meneteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2021 adalah menjamin
terwujudnya perilaku yang sesuai dengan Core Values ASN BerAKHLAK.
Dalam konteks Akuntabilitas, perilaku tersebut adalah:
Kemampuan melaksanaan tugas dengan jujur, bertanggung jawab,
cermat, disiplin dan berintegritas tinggi
Kemampuan menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara
bertanggung jawab, efektif, dan efisien
Kemampuan menggunakan Kewenangan jabatannya dengan
berintegritas tinggi.
ASPEK-ASPEK AKUNTABILITAS
Akuntabilitas adalah sebuah hubungan (Accountability is a relationship)
Hubungan yang dimaksud adalah hubungan dua pihak antara
individu/kelompok/institusi dengan negara dan masyarakat.
Akuntabilitas berorientasi pada hasil (Accountability is results-oriented)
Hasil yang diharapkan dari akuntabilitas adalah perilaku aparat
pemerintah yang bertanggung jawab, adil dan inovatif
Akuntabilitas membutuhkan adanya laporan (Accountability requiers
reporting) Laporan kinerja adalah perwujudan dari akuntabilitas.
Akuntabilitas memerlukan konsekuensi (Accountability is meaningless
without consequences) Akuntabilitas menunjukkan tanggungjawab, dan
tanggungjawab menghasilkan konsekuensi.
Akuntabilitas memperbaiki kinerja (Accountability improves
performance) Tujuan utama dari akuntabilitas adalah untuk
memperbaiki kinerja ASN dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat
Akuntabilitas adalah prinsip dasar bagi organisasi yang berlaku pada
setiap level/unit organisasi sebagai suatu kewajiban jabatan dalam
memberikan pertanggungjawaban laporan kegiatan kepada atasannya.
Akuntabilitas publik terdiri atas dua macam, yaitu: akuntabilitas vertikal
(vertical accountability), dan akuntabilitas horizontal (horizontal
accountability).
Akuntabilitas vertikal adalah pertanggungjawaban atas pengelolaan
dana kepada otoritas yang lebih tinggi, misalnya pertanggungjawaban unit-
unit kerja (dinas) kepada pemerintah daerah, kemudian pemerintah daerah
kepada pemerintah pusat, pemerintah pusat kepada MPR.
Akuntabilitas horizontal adalah pertanggungjawaban kepada
masyarakat luas. Akuntabilitas ini membutuhkan pejabat pemerintah untuk
melaporkan "ke samping" kepada para pejabat lainnya dan lembaga negara.
Akuntabilitas publik terdiri atas dua macam, yaitu: akuntabilitas vertical
(vertical accountability), dan akuntabilitas horizontal (horizontal
accountability).
Akuntabilitas memiliki 5 tingkatan yang berbeda yaitu akuntabilitas
personal, akuntabilitas individu, akuntabilitas kelompok, akuntabilitas
organisasi, dan akuntabilitas stakeholder.
MODUL 4
HARMONIS
A. KEANEKARAGAMAN BANGSA DAN BUDAYA DI INDONESIA
Keaneka ragaman suku bangsa itu dapat dipahami disebabkan karena
kondisi letak geografis Indonesia yang berada di persimpangan dua benua
dan samudra. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya percampuran ras, suku
bangsa, agama, etnis dan budaya yang membuat beragamnya suku bangsa
dan budaya diseluruh indonesia. Keanekaragaman suku bangsa dan budaya
membawa dampak terhadap kehidupan yang meliputi aspek aspek sebagai
berikut:
1. Kesenian
2. Religi
3. Sistem Pengetahuan
4. Organisasi social
5. Sistem ekonomi
6. Sistem teknologi
7. Bahasa.
kelahiran Budi Oetomo Tahun 1908 dianggap sebagai dimulainya
Kebangkitan Nasional karena menggunakan strategi perjuangan yang baru
dan berbeda dengan perjuangan sebelumnya. Kebangkitan nasional
mendorong perjuangan kemerdekaan dapat berhasil jika bangsa Indonesia
Bersatu, yang gelombang nya memuncak pada saat kongres Pemuda dengan
merumuskan Sumpah Pemuda. Dimana istilah satu Indonesia dan untuk
pertama kalinya Lagu Indonesia Raya dikumandangkan. Konsep Persatuan
Bangsa ini sebenarnya merupakan nilai dasar yang telah dimiliki bangsa
Indonesia pada masa lalu. Semboyan Bhineka tunggal ika telah lama dimiliki
bangsa di nusantara. Bhinneka Tunggal Ika merupakan semboyan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang dirumuskan oleh para pendiri
bangsa.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun
1951 tentang Lambang Negara, Bhinneka Tunggal Ika ditulis dengan huruf
latin dalam bahasa Jawa Kuno tepat di bawah lambang negara.
Sebagaimana bunyi Pasal 5 sebagai berikut: "Di bawah lambang tertulis
dengan huruf latin sebuah semboyan dalam bahasa Jawa-Kuno, yang
berbunyi: BHINNEKA TUNGGAL IKA." Nampak jelas bahwa para pendiri
bangsa sangat peduli dan penuh kesadaran bahwa bangsa Indonesia
merupakan perkumpulan bangsa yang berbeda dan hanya rasa persatuan,
toleransi, dan rasa saling menghargai yang dapat membuat tegaknya NKRI.
Kebhinekaan dan Keberagaman suku bangsa dan budaya memberikan
tantangan yang besar bagi negara Indonesia. Wujud tantangan ada yang
berupa keuntungan dan manfaat yang antara lain berupa:
1. Dapat mempererat tali persaudaraan
2. Menjadi aset wisata yang dapat menghasilkan pendapatan negara
3. Memperkaya kebudayaan nasional
4. Sebagai identitas negara indonesia di mata seluruh negara di dunia
5. Dapat dijadikan sebagai ikon pariwisata sehingga para wisatawan dapat
tertaarik dan berkunjung di Indonesia
6. Dengan banyaknya wisatawan maka dapat menciptkan lapangan
pekerjaan
7. Sebagai pengetahuan bagi seluruh warga di dunia
8. Sebagai media hiburan yang mendidik
9. Timbulnya rasa nasionalisme warga negara terhadap negara Indonesia
10. Membuat Indonesia terkenal dimata dunia berkat keberagaan budaya
yang kita miliki.
B. MEWUJUDKAN SUASANA HARMONIS DALAM LINGKUNGAN BEKERJA
DAN MEMBERIKAN LAYANAN KEPADA MASYARAKAT
Dalam Kamus Mariam Webster Harmonis (Harmonious) diartikaan
sebagai having a pleasing mixture of notes. Sinonim dari kata harmonious
antara lain canorous, euphonic, euphonious, harmonizing, melodious,
musical, symphonic, symphonious, tuneful. Sedangkan lawan kata dari
harmonious adalah discordant, disharmonious, dissonant, inharmonious,
tuneless, unmelodious, unmusical.
Kode etik adalah rumusan eksplisit tentang kaidah-kaidah atau norma
yang harus ditaati secara sukarela oleh para pegawai di dalam organisasi
publik. Kode etik biasanya merupakan hasil dari kesepakatan atau konsensus
dari sebuah kelompok sosial dan pada umumnya dimaksudkan untuk
menunjang pencapaian tujuan organisasi. Maka sebagai aparat pemerintah,
para pejabat publik wajib menaati prosedur, tata-kerja, dan peraturan-
peraturan yang telah ditetapkan oleh organisasi pemerintah. Sebagai
pelaksana kepentingan umum, para pejabat atau pegawai wajib
mengutamakan aspirasi masyarakat dan peka terhadap kebutuhan-
kebutuhan masyarakat. Dan sebagai manusia yang Modul Harmonis 32
bermoral, pejabat dan pegawai harus memperhatikan nilainilai etis di dalam
bertindak dan berperilaku. Dengan kata lain, seorang pejabat dan pegawai
pemerintah harus memiliki kewaspadaan profesional dan kewaspadaan
spiritual.
Secara umum, menurut Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 Pasal 11
tentang ASN, tugas pegawai ASN adalah sebagai berikut;
a) Melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
b) Memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas.
c) Mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Beberapa peran ASN dalam kehidupan berbangsa dan menciptakan
budaya harmoni dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya adalah sebagai
berikut:
a. Posisi PNS sebagai aparatur Negara, dia harus bersikap netral dan
adil. Netral dalam artian tidak memihak kepada salah satu kelompok
atau golongan yang ada. Adil, berarti PNS dalam melaksanakna
tugasnya tidak boleh berlaku diskriminatif dan harus obyektif, jujur,
transparan.
b. PNS juga harus bisa mengayomi kepentingan kelompok kelompok
minoritas, dengan tidak membuat kebijakan, peraturan yang
mendiskriminasi keberadaan kelompok tersebut. Termasuk
didalamnya ketika melakukan rekrutmen pegawai, penyusunan
program tidak berdasarkan kepada kepentingan golongannya.
c. PNS juga harus memiliki sikap toleran atas perbedaan untuk
menunjang sikap netral dan adil karena tidak berpihak dalam
memberikan layanan.
d. Dalam melaksanakan tugas dan kewajiban PNS juga harus memiliki
suka menolong baik kepada pengguna layanan, juga membantu
kolega PNS lainnya yang membutuhkan pertolongan.
e. PNS menjadi figur dan teladan di lingkungan masyarakatnya. PNS
juga harus menjadi tokoh dan panutan masyarakat. Dia senantiasa
menjadi bagian dari problem solver (pemberi solusi) bukan bagian
dari sumber masalah (trouble maker). Oleh sebab itu , setiap ucapan
dan tindakannya senantiasa menjadi ikutan dan teladan warganya.
Dia tidak boleh melakukan tindakan, ucapan, perilaku yang
bertentangan dengan norma norma sosial dan susila, bertentangan
dengan agama dan nilai local yang berkembang di masyarakat
MODUL V
LOYAL
A. MATERI POKOK 1 KONSEP LOYAL
Salah satu sifat yang harus dimiliki oleh seorang ASN ideal
sebagaimana tersebut di atas adalah sifat loyal atau setia kepada bangsa dan
negara. Sifat dan sikap loyal terhadap bangsa dan negara dapat diwujudkan
dengan sifat dan sikap loyal ASN kepada pemerintahan yang sah sejauh
pemerintahan tersebut bekerja sesuai dengan peraturan perundangundangan
yang berlaku, karena ASN merupakan bagian atau komponen dari
pemerintahan itu sendiri.
Karena pentingnya sifat dan sikap ini, maka banyak ketentuan yang
mengatur perihal loyalitas ASN ini (akan dibahas lebih rinci pada bab-bab
selanjutnya), diantaranya yang terkait dengan bahasan tentang:
Kedudukan dan Peran ASN
Fungsi dan Tugas ASN
Kode Etik dan Kode Perilaku ASN
Kewajiban ASN
Sumpah/Janji PNS
Disiplin PNS
Selain itu, masalah lain yang harus dihadapi dengan loyalitas tinggi
oleh seorang ASN adalah semakin besar peluang masuknya budaya dan
ideologi alternatif dari luar ke dalam segenap sendi-sendi bangsa melalui
media informasi yang dapat dijangkau oleh seluruh anak bangsa yang
berpotensi merusak tatanan budaya dan ideologi bangsa.
Adapun kata-kata kunci yang dapat digunakan untuk
mengaktualisasikan panduan perilaku loyal tersebut di atas diantaranya
adalah sebagai berikut : Komitmen, Dedikasi, Kontribusi, Nasionalisme,
Pengabdian. yang dapat disingkat menjadi “KoDeKoNasAb”
1. Membangun Perilaku Loyal
Secara umum, untuk menciptakan dan membangun rasa setia (loyal)
pegawai terhadap organisasi, hendaknya beberapa hal berikut dilakukan:
Membangun Rasa Kecintaaan dan Memiliki
Meningkatkan Kesejahteraan
Memenuhi Kebutuhan Rohani
Memberikan Kesempatan Peningkatan Karir
Melakukan Evaluasi secara Berkala
2. Memantapkan Wawasan Kebangsaan
Wawasan Kebangsaan adalah cara pandang bangsa Indonesia dalam
rangka mengelola kehidupan berbangsa dan bernegara yang dilandasi oleh
jati diri bangsa (nation character) dan kesadaran terhadap sistem nasional
(national system) yang bersumber dari Pancasila, UUD NRI Tahun 1945,
NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika, guna memecahkan berbagai persoalan
yang dihadapi bangsa dan negara demi mencapai masyarakat yang aman,
adil, makmur, dan sejahtera.
3. Meningkatkan Nasionalisme
Setiap pegawai ASN harus memiliki Nasionalisme dan Wawasan
Kebangsaan yang kuat sebagai wujud loyalitasnya kepada bangsa dan
negara dan mampu mengaktualisasikannya dalam pelaksanaan fungsi dan
tugasnya sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayan publik, serta perekat
dan pemersatu bangsa berlandaskan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945.
Diharapkan dengan nasionalisme yang kuat, setiap pegawai ASN
memiliki orientasi berpikir mementingkan kepentingan publik, bangsa dan
negara. Dengan demikian ASN tidak akan lagi berpikir sektoral dengan
mental block-nya, tetapi akan senantiasa mementingkan kepentingan yang
lebih besar yakni bangsa dan negara.
2. Aplikasi Perlindungan
PeduliLindungi adalah aplikasi yang dikembangkan untuk membantu
instansi pemerintah pemerintah terkait terkait dalam melakukan
melakukan pelacakan pelacakan untuk menghentikan menghentikan
penyebaran penyebaran Coronavirus Disease (COVID-19). Aplikasi ini
mengandalkan partisipasi masyarakat untuk saling membagikan data
lokasinya saat bepergian agar penelusuran riwayat kontak dengan
penderita COVID-19 dapat dilakukan
3. Kasus Ponsel Blackberry dan Nokia
Merk ponsel Blackberry pernah merajai pasar ponsel di era 2000 an,
sebagai produk high-end. Penggunanya memiliki kesan dan kepuasan
yang sangat tinggi, karena spesifikasi dan teknologi yang ditawarkan
sangat bagus pada masanya. Figur penting yang juga mendorong
popularitas Blackberry ini salah satunya adalah Presiden Barrack Obama.
Pada saat kampanye pemilihan Presiden AS, Barack Obama selalu
terlihat membawa gadget Blackberry sebagai alat multifungsi yang
mendukung aktivitasnya, salah satunya fitur Blackberry Messenger (BBM).
Di sisi lain, Nokia adalah contoh organisasi yang tidak adaptif. Dalam
Bahasa organisasi, perusahaan ini mengalami learning disability atau
ketidakmampuan belajar. Mereka berpikir bahwa perusahaan yang sudah
leading selama ini tidak mungkin kalah. Perusahaan terlena oleh
kesuksesan masa lalu, sehingga gagal membaca perkembangan yang
terjadi pada lingkungan atau konsumennya. Secara sederhana Nokia
mengalami sindrom success causes failure: kesuksesan menjadi
penyebab kegagalan.
Kedua kasus Blackberry dan Nokia menjadi pelajaran penting
mengenai bagaimana organisasi membutuhkan perubahan dan adaptasi
terhadap lingkungannya. Kesalahan dalam membaca perubahan
lingkungan dan kesalahan dalam merespon perubahan tersebut akan
membawa akibat fatal bagi kelangsungan bisnis perusahaan. Kesuksesan
masa lalu hanya menjadi milestone yang pada akhirnya harus dijadikan
lecutan untuk mencari dan menciptakan kesuksesan berikutnya. Tidak ada
kesuksesan organisasi yang bertahan dengan pendekatan status quo.
MODUL VII
KOLABORATIF
A. KONSEP KOLABORATIF
Berkaitan dengan definisi, akan dijelaskan mengenai beberapa definisi
kolaborasi dan collaborative governance. Dyer and Singh (1998, dalam Celik
et al, 2019) mengungkapkan bahwa kolaborasi adalah “ value generated from
an alliance between two or more firms aiming to become more competitive by
developing shared routines”.
Collaborative governance dalam artian sempit merupakan kelompok
aktor dan fungsi. Ansell dan Gash A (2007:559), menyatakan Collaborative
governance mencakup kemitraan institusi pemerintah untuk pelayanan publik.
Sebuah pendekatan pengambilan keputusan, tata kelola kolaboratif,
serangkaian aktivitas bersama di mana mitra saling menghasilkan tujuan dan
strategi dan berbagi tanggung jawab dan sumber daya (Davies Althea L
Rehema M. White, 2012).
1. Whole of Government (WoG); Kongkretisasi Kolaborasi Pemerintah
WoG adalah sebuah pendekatan penyelenggaraan pemerintahan
yang menyatukan upaya-upaya kolaboratif pemerintahan dari keseluruhan
sektor dalam ruang lingkup koordinasi yang lebih luas guna mencapai
tujuan- tujuan pembangunan kebijakan, manajemen program dan
pelayanan publik. Oleh karenanya WoG juga dikenal sebagai pendekatan
interagency, yaitu pendekatan yang melibatkan sejumlah kelembagaan
yang terkait dengan urusan-urusan yang relevan.
Definisi WoG yang dinyatakan dalam laporan APSC sebagai : “[it]
denotes public service agencies working across portfolio boundaries to
achieve a shared goal and an integrated government response to
particular issues. Approaches can be formal and informal. They can focus
on policy development, program management and service delivery”
(Shergold & others, 2004).
B. PRAKTIK ASPEK NORMATIF KOLABORASI PEMERINTAH
Penelitian yang dilakukan oleh Custumato (2021) menunjukkan bahwa
faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam kolaborasi antar lembaga
pemerintah adalah kepercayaan, pembagian kekuasaan, gaya
kepemimpinan, strategi manajemen dan formalisasi pada pencapaian
kolaborasi yang efisien dan efektif antara entitas public.
Dalam hal pelaksanaan Bantuan Kedinasan menimbulkan biaya, maka
beban yang ditimbulkan ditetapkan bersama secara wajar oleh penerima dan
pemberi bantuan dan tidak menimbulkan pembiayaan ganda. Yang dimaksud
dengan “secara wajar” adalah biaya yang ditimbulkan sesuai kebutuhan riil
dan kemampuan penerima Bantuan Kedinasan Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan dapat menolak memberikan Bantuan Kedinasan apabila:
mempengaruhi kinerja Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
pemberi bantuan;
surat keterangan dan dokumen yang diperlukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan bersifat rahasia; atau
ketentuan peraturan perundang-undangan tidak
memperbolehkan pemberian bantuan.
Kerja sama dimaksud dapat dilakukan oleh Daerah dengan:
Daerah lain Kerja sama dengan Daerah lain ini dikategorikan
menjadi kerja sama wajib dan kerja sama sukarela;
pihak ketiga; dan/atau
lembaga atau pemerintah daerah di luar negeri sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan
Dalam penelitinya ditemukan bahwa sosok pemimpin memiliki peran
yang sangat penting pada dimensi kondisi awal (starting condition). Temuan
baru dalam penelitian ini menempatkan unsur latar belakang pemimpin
(leader’s individual background) bersama dengan asimetri kekuasaan dan
sejarah kerjasama/konflik sebagai dasar yang dapat menghambat atau
mendukung proses kolaborasi yang terbangun.
Salah satu contoh kolaboratif yang dapat digunakan menjadi studi
kasus adalah kerjasama yang dilakukan oleh Kabupaten Sleman Kabupaten
Bantul dan Kota Yogyakarta yang membentuk sebuah Sekretariat bersama
Kartamantul (Sekber kartamantul).