Anda di halaman 1dari 5

JURNAL 1

Penelitian yang dilakukan oleh Aries Meryta dkk, (2015), Adanya kejadian interaksi obat
terhadap resep yang mengandung Obat Hipoglikemik Oral (OHO) yang dikombinasi dengan
terapi lainnya disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah pemilihan obat yang belum
tepat. Hal tersebut terjadi karena kemungkinan obat-obat yang sudah ada memiliki mekanisme
kerja yang belum sesuai dengan pola penyakit pasien DM tipe II sehingga dalam pemilihan obat
kemungkinan dokter perlu melakukan pertimbangan khusus terutama dalam pemberian lebih dari
satu jenis obat. Selain itu, banyaknya komplikasi penyakit penyerta yang dialami pasien DM tipe
II sehingga dokter memberikan terapi pengobatan lebih dari satu obat yang dapat meningkatkan
potensi terjadinya interaksi obat.

Jenis mekanisme interaksi obat pada penelitian ini antara lain mekanisme farmakokinetik dan
mekanisme farmakodinamik. interaksi yang terjadi, diantaranya contoh interaksi farmakokinetik
yaitu penggunaan secara bersamaan antara gliclazid dengan kalsium karbonat yang dapat
mengakibatkan peningkatan absorpsi dan kecepatan dari gliclazid. Dalam hal ini terjadi interaksi
absorpsi obat yang dapat mengubah tingkat dan kecepatan penyerapan obat lain yaitu gliclazid.
Jika kecepatan absorpsi gliclazid meningkat maka konsentrasi stabil akhir gliclazid akan
menurun sehingga efek terapi yang dihasilkan dari gliclazid dalam merangsang sekresi insulin di
kelenjar pankreas yang nantinya dapat menurunkan kadar glukosa yang tinggi menjadi lebih
cepat atau meningkat. Hal tersebut kemungkinan dapat mengganggu konsentrasi maksimal,
konsentrasi minimal dan AUC yang berdampak pada kurva farmakokinetik gliclazid dalam
tubuh pasien DM tipe II

penggunaan OHO dengan kombinasi terapi lainnya. Berikut contoh interaksi farmakodinamik
yang terjadi yaitu metformin diberikan secara bersamaan dengan captopril dapat mengakibatkan
peningkatkan potensi terjadinya hipoglikemi dan asidosis laktat. Dalam hal ini terjadi interaksi
obat reaksi antagonis karena dengan diberikannya kombinasi metformin dengan captopril tidak
memberikan efek secara sinergis serta menghasilkan efek kombinasi antara kedua obat antara
metformin dengan captopril yang lebih rendah dibandingkan efek masing-masing obat. Selain
itu, keuntungan efek farmakologi yang dimiliki metformin yaitu reaksi hipoglikemi yang rendah
dalam penanganan DM tipe II menjadi buruk dalam hal ini bila dikombinasikan dengan
captopril, metformin dapat berdampak pada peningkatan potensi terjadinya hipoglikemi. Pada
metformin potensi terjadinya asidosis laktat dapat meningkat dengan adanya kombinasi dengan
captopril, karena bila diberikan secara tunggal dengan dosis lebih dari 1700 mg/hari metformin
sudah berpotensi asidosis laktat.
JURNAL 2

Penelitian yang dilakukan oleh Yolanda Pratiska dkk, 2016 Gagal jantung sering kali disertai
dengan kondisi patologi lain yang terjadi bersamaan komorbid atau penyakit penyerta. Komorbid
diartikan sebagai keadaan diluar diagnose utama. Berdasarkan hasil penelitian data pasien gagal
jantung yang menjalani rawat inap selama periode januaridesember 2018, ditemukan pasien
gagal jantung dengan penyakit penyerta. Terdapat beberapa pasien yang memiliki lebih dari satu
penyakit penyerta. Berbagai penyakit penyerta pada pasien gagal jantung dapat dilihat pada tabel
5 dan tabel 6. Pada penelitian ini CAD (coronary artery disease) dan hipertensi menjadi
komorbid yang paling sering terjadi untuk golongan penyakit system kardiovaskuler.

Berdasarkan hasil penelusuran kajian interaksi obat


menggunakan drug interaction checker (Medscape, 2018)
diketahui bahwa terdapat dugaan 163 kasus interaksi obat yang
terjadi dari 81 rekam medik pasien gagal jantung yang
menjalani rawat inap di RSUD Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda. Mekanisme interaksi obat diklasifikasikan menjadi
dua yaitu secara farmakokinetik dan farmakodinamik. Dari data
tersebut diharapkan dapat digunakan oleh tenaga medis dalam
melaksanakan peran terutama pada saat melakukan monitoring
penggunaan obat. Keterbatasan penelitian ini adalah tidak
mencermati secara signifikan detail waktu pemberian obat
sehingga penentuan interaksi obat dilakukan secara teoritis
berdasarkan dugaan pemberian obat pada hari yang sama.

JURNAL 3

Penelitian yang dilakukan oleh Endang Sulistiyowatiningsih dkk, 2016 menjelaskan bahwa
Pasien gagal jantung pada umumnya sudah mengalami penurunan fungsi organ dan sudah
mengalami komplikasi sehingga membutuhkan beberapa obat yang dipakai secara bersamaan.
Hal tersebut dapat memacu kemungkinan terjadinya interaksi obat (Gray, et al., 2002). Sebanyak
52 % kategori obat yang terlibat dalam interaksi obat adalah obat-obat kardiovaskular (Rama, et
al., 2012).

Berdasarkan data yang telah dikumpulkan diketahui bahwa jumlah kejadian interaksi obat adalah
sebanyak 325 kejadian. Kejadian interaksi obat yang potensial tersebut ditemukan dari total 70
pasien yang mengalami interaksi obat. Hal ini dapat menjelaskan bahwa setiap pasien dapat
mengalami lebih dari satu interaksi karena perbedaan jenis dan jumlah terapi obat yang
diperoleh. Penentuan mekanisme obat berdasarkan atas obat yang diberikan pada hari yang sama
didasarkan pada kajian literatur (Stockley, 2008; Tatro, 2001).

Penelusuran yang dilakukan dari data rekam medik diketahui bahwa potensi interaksi dengan
level signifikansi 1 terjadi pada sembilan kombinasi penggunaan obat (furosemid dan
digoksin,aspirin dan warfarin, captopril dan spironolakton, digoksin dan diazepam atau
amiodaron, warfarin dan amiodaron atau ranitidin, spironolakton dan KCl atau lisinopril).
Sebanyak 325 kasus penggunaan kombinasi obat, berpotensi terhadap terjadinya interaksi
farmakokinetik pada 21 kombinasi obat dan interaksi farmakodinamik pada 12 kombinasi obat.
Sebanyak 6 kombinasi obat berpotensi mengalami interaksi obat akan tetapi tidak diketahui
mekanisme aksi interaksi yang terjadi (Stockley,2008; Tatro,2001).

JURNAL 4

Penelitian yang dilakukan oleh Omega A. Poluan, 2020 menjelaskan bahwa Potensi interaksi
obat yang mengalami tingkat keparahan moderate yaitu penggabungan antara obat Meloxicam
dan Glimepiride. Kombinasi kedua obat tersebut dapat berpotensi meningkatkan efek Glimeperid
dan menyebabkan kadar gula darah terlalu rendah (Medscape, 2019). Meloxicam merupakan
inhibitor dari enzim CYP2C9 sedangkan Glimepiride di dalam tubuh dimetabolisme oleh enzim
CYP2C9. Meloxicam sebagai inhibitor enzim CYP2C9 dapat menghambat metabolisme
Glimepiride sehingga dapat meningkatkan konsentrasi Glimepiride di dalam tubuh dan
menimbulkan terjadinya efek hipoglikemia (Lacy, 2012). Meloxicam merupakan golongan obat
NSAID dapat meningkatkan kerja Glimepiride, dengan cara meningkatkan pelepasan insulin
melalui mekanisme penghambatan kanal ion kalium pada sel beta pankreas (Li et al., 2007).

Potensi interaksi obat dengan tingkat keparahan major salah satunya yaitu interaksi antara obat
Ranitidin dan obat Metformin. Penggunaan bersama Ranitidin dan Metformin berpotensi
meningkatkan efek Metformin dengan mengurangi pembersihan ginjal dengan cara menghambat
sekresi Metformin di tubular ginjal sehingga kadar plasma Metformin dapat meningkat dan dapat
meningkatkan efek farmakologisnya, sehingga disarankan untuk mengubah terapi (Medscape,
2019; Tatro, 2009). Menggunakan Metformin bersama dengan Ranitidine dapat berpotensi
menyebabkan kondisi yang mengancam jiwa yang disebut asidosis laktat. Hal ini menyebabkan
kelemahan, meningkatkan kantuk, detak jantung yang lambat, detak jantung yang lambat, nyeri
otot, sesak nafas, sakit perut, pusing dan pingsan (drugs.com, 2019).

JURNAL 5

Penelitian yang dilakukan oleh Novycha Auliafendri dan Darmiyani, 2022 menjelaskan bahwa

Interaksi moderate adalah kemungkinan potensial interaksi dan efek interaksi yang terjadi
mengakibatkan perubahan pada kondisi klinis pasien. Interaksi Nifedipine dan Atorvastatin,
Nifedipin akan meningkatkan level atau efek atorvastatin dengan metabolisme hepatic/intestinal
enzim CYP3A4 dan nifedipin akan menurunkan level atau efek atorvastatin dengan transporter
effluz P-glycoprotein (Medscap). Interaksi Aspirin dengan Bisoprolol, Aspirin merupakan obat
kardiovaskular golongan antipalatelet sedangkan Bisoprolol merupakan golongan obat
kardiovaskular penyekat beta bloker, interaksi ini dapat menurunkan efek Bisoprolol dalam
menurunkan tekanan darah dan memiliki mekanisme antagonismfarmakodinamika merupakan
interaksi antara obat yang berkerja pada sistem reseptor. Interaksi Spironolactone dengan Aspirin
merupakan interaksi antara golongan antiplatelet dengan golongan antagonis aldosterone diuretik
interaksi ini memiliki mekanisme farmakodinamik dan farmakokinetik Spironolactone dan
Aspirin dapat meningkatkan potasium serum dan Aspirin dapat merusak sekresi tubular
canrenone yang dapat memetabolit aktif Sprinolactone selainitu Aspirin mengurangi hilangnya
natrium Spironolactone yang diinduksi di air seni (Cerner, 2013).

Interaksi minor adalah jika kemungkinan interaksi kecil dan efek interaksi yang terjadi tidak
menimbulkan perubahan pada status klinis pasien. Interaksi minor terjadi pada Aspirin dan
Bisoprolol. Salisilat dosis tinggi dapat menumpulkan efek antihipertensi dari beta-blocker.
Mekanisme yang diusulkan adalah penghambatan sintesis prostaglandin. Aspirin dosis rendah
tampaknya tidak mempengaruhi tekanan darah. Selain itu, beta-blocker dapat memberikan efek
antiplatelet, yang mungkin aditif dengan efek beberapa salisilat. Metoprolol juga dapat
meningkatkan penyerapan aspirin dan/atau konsentrasi plasma salisilat; namun, signifikansi
klinis dari efek ini tidak diketahui. Data telah bertentangan. Sampai informasi lebih lanjut
tersedia, pasien yang memerlukan terapi bersamaan harus dipantau untuk perubahan respon
antihipertensi setiap kali salisilat digunakan atau dihentikan, atau ketika dosisnya diubah
(Zanchetti et al., 2002).

Anda mungkin juga menyukai