Anda di halaman 1dari 9

ANTROPOLOG SEBAGAI PENULIS : SEBUAH KAJIAN ETIKA PROFESI

Fathan Hifny Ghifary (195110800111001); Amalia Ramadhani (195110800111013);

Flona Faisol Batis (195110807111022);

Kelas: Etika Profesi A

Program Studi: Antropologi

1. Pengantar

Dalam perkembangan masyarakat dunia, penulis memegang peranan strategis


terutama dalam upaya membentuk kecerdasan manusia melalui pengembangan tulisan
yang ditinggalkan. Peranan penulis malah semakin dominan dengan teknologi yang dapat
dimanfaatkan dalam proses pembelajaran berkembang amat cepat. Hal ini disebabkan
karena teknologi pada tampilannya membutuhkan tulisan. Menurut Staf Ahli Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Inovasi dan Daya Saing Ananto Kusuma Seta
(2018), profesi penulis tak termasuk dalam deretan profesi yang akan hilang di masa
depan. Menurut dia, dalam menjalani era internet, penulis masih jadi profesi yang
menjanjikan. Profesi ini semakin dibutuhkan dalam dunia bisnis maupun bermasyarakat. 1
Cukup dengan mengetik gagasan di layar laptop seseorang sudah bisa dianggap sebagai
penulis. Platform-platform yang tersedia, seperti blog, website, aplikasi buku digital, dan
media sosial bisa menjadi medan bagi seorang penulis. Setiap penulis memiliki gagasan
dan hasil pikirannya yang diungkapkan dalam berbagai pernyataan atau kalimat.
Berbagai pernyataan dari gagasan dan hasil pikirannya tersebut harus bisa dihormati dan
dihargai sebagai miliknya. Etika penulisan ilmiah adalah norma atau standar aturan
perilaku yang harus dilakukan (dan yang tidak boleh dilakukan) oleh penulis tentang baik
(dan buruknya) cara penulisan ilmiah.

Penulis adalah orang yang membuat apa yang ada dalam pikiran kita lalu
dituliskan di sebuah kertas, buku, atau apapun medianya. Bahkan orang cacat pun bisa
membuat tulisan, baik itu ditulis sendiri maupun lewat bantuan orang lain. Penulis bisa
menjadi sebuah profesi tersendiri bagi orang yang gemar menulis. Sebut saja Andrea
Hirata yang sukses menjadi penulis novel laskar pelangi. Buku yang sempat menjadi best
seller dan banyak dicari. Imam Ghazali pernah berkata, “kalau kamu bukan anak raja atau
anak ulama besar, maka menulislah!”2

1 https://www.medcom.id/pendidikan/news-pendidikan/5b2qv3eN-profesi-penulis-tak-tergantikan-robot
2 Setiawan, N.K (2011). Kode Etik dan Etika Kepenulisan, Bahan Pelatihan Penulisan Artikel Ilmiah
Nasional
Menulis bukanlah sebuah pekerjaan yang berat. Menulis yang dimaksud bukanlah
sekadar asal tulis saja, tetapi mengandung manfaat untuk orang lain. Jadi, bagaimana pun
latar belakang seseorang, ia selalu berpotensi menjadi penulis. Menulis adalah suatu
pekerjaan kemanusiaan di mana ia bisa memengaruhi pola pikir orang lain, menanamkan
sebuah nilai, bahkan hingga mengubah peradaban dunia. Untuk menjadi seorang penulis
yang ditambah dengan handal, jangan lupa bahwa disitu ada ruang yang terdapat aturan
yang tidak boleh dilanggar yang disebut dengan etika. Berikutnya akan diuraikan
bagaimana kode etik dan etika menjadi seorang penulis.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan pengantar yang telah dipaparkan, maka rumusan masalah dalam


makalah ini adalah:

a. Bagaimana menjadi seorang penulis?

b. Bagaimana etika dalam profesi penulis?

3. Pembahasan

A. Menjadi Seorang Penulis

Penulis merupakan pelaku kreatif yang menciptakan suatu karya tulis baik berupa
karya fiksi (novel, cerpen, puisi) maupun non-fiksi (karya ilmiah, makalah, jurnal,
artikel). Karya-karya yang diciptakan oleh penulis biasanya mewakili ide, pikiran, dan
perasaannya. Dalam KBBI, penulis didefinisikan sebagai yang melahirkan pikiran atau
perasaan. Menurut Setiawan (2011)3, kode etik yang harus ada pada penulis, diantaranya
adalah melahirkan karya orisinal bukan jiplakan; selalu menjaga kebenaran dan manfaat
serta makna informasi yang disebarkan sehingga tidak menyesatkan; menulis secara
cermat, teliti, dan tepat; penulis dapat bertanggung jawab secara akademis atas
tulisannya; hasil karyanya dapat dimanfaatkan kepada konsumen atau pembaca.
Sedangkan definisi penulis menurut Tarigan (1986)4, menulis adalah menurunkan atau
melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami
oleh seseorang sehingga orang-orang dapat membaca lambang grafik tersebut. Dalam
kegiatan berbahasa yang produktif merupakan sebuah kegiatan menyampaikan gagasan,
pikiran atau perasaan oleh pihak penutur, dalam hal ini adalah penulis. Dalam kegiatan
menulis, penulis harus memanfaatkan grafologi, struktur bahasa dan kosa kata melalui
latihan dan praktik yang banyak dan teratur.

3 Jaya.Tarigan, H. G. (1986). Menulis sebagai keterampilan bahasa. Bandung. Angkasa.


4 Nurgiyantoro, B. (2001). Menulis secara populer. Jakarta: Pustaka
Menurut Nurgiyantoro (2001: 296)5, aktivitas menulis merupakan salah satu
manifestasi keterampilan berbahasa paling akhir yang dikuasai oleh pembelajar setelah
mendengarkan, membaca dan berbicara. Dari beberapa definisi yang telah dipaparkan
oleh beberapa peneliti, adapun bentuk klasifikasi tujuan penulisan yang diklasifikasi oleh
Hugo Harting dalam Tarigan (1994)6, tujuan dari penulisan adalah sebagai berikut:
a. Tujuan Penugasan (assignment purpose), penulis tidak memiliki tujuan atau
niatan lain selain menulis untuk keperluan tugas.
b. Tujuan Altruistik (altruistic purpose), penulis ingin menyenangkan pembaca
dengan menolong pembaca dalam memahami, menghargai perasaan, dan
penalarannya.
c. Tujuan Persuasi (persuasive purpose), penulis menulis dengan tujuan untuk
meyakinkan pembaca atas gagasan yang diutarakan.
d. Tujuan Informasi (informational purpose), untuk memberikan informasi atau
keterangan penerangan kepada para pembaca.
e. Tujuan Kreatif (creative purpose), menulis untuk mencapai nilai-nilai artistik
atau kesenian.
f. Tujuan Pemecahan Masalah (problem-solving purpose), penulis ingin
memecahkan suatu permasalahan dengan menjelaskan, menjernihkan,
menjelajahi, serta meneliti secara cermat pikiran-pikiran dan gagasan penulis
sendiri agar dapat dimengerti dan diterima oleh pembaca

B. Etika Profesi Penulis

Pada sub bab sebelumnya, telah disinggung secara singkat kode etik seperti apa
yang harus dipatuhi seorang penulis. Pada sub bab ini, kami akan menjelaskan secara
lebih mendalam mengenai etika profesi seorang penulis.

Setiap profesi pasti memiliki aturan-aturan tertentu yang mengatur bagaimana


seseorang harus berperilaku dalam profesinya, termasuk profesi penulis. Aturan tersebut
diatur dalam kode etik. Kode etik merupakan sekumpulan norma atau sepaket etika yang
telah dianggap benar, sehingga digunakan sebagai pedoman berperilaku suatu profesi dan
diharapkan dapat mencegah perilaku yang tidak etis atau tidak bermoral (Yuwono,
2011)7. Hasibuan (2018)8 memaparkan mengenai peran etika-etika tersebut dalam profesi,
di antaranya untuk mengatur kehidupan bersama dan menjadi pegangan.
Kode etik yang terpenuhi akan membentuk sosok profesional yang bermoral.
Seorang professional memang harus bisa melakukan tindakan sesuai dengan tuntutan
5 Tarigan, H. G. (1994). Menulis Sebagai Suatu Ketrampilan Berbahasa: Henry Guntur Tarigan
6 Yuwono, I. D. (2011). Memahami berbagai etika profesi dan pekerjaan. MediaPressindo.
7 Hasibuan, A. (2018). Etika Profesi-Profesionalisme Kerja.UISUPress.
8 ibid
profesi dan memiliki nilai moral yang tinggi (Yuwono, 2011)9. Moralitas yang tinggi juga
merupakan salah satu ciri yang membedakan pekerjaan dengan profesi, bahwa profesi
lebih mengutamakan tanggung jawab, moralitas, dan segi pelayanan, bukan penghasilan,
upah, maupun profit (Yuwono, 2011)10. Stubblefield dalam Susanti, et.al. (2021)11
menyatakan bahwa etika seseorang memiliki status sosial yang tinggi, karena orang yang
beretika akan selalu berlaku sopan dan menghargai pendapat orang lain.
Adapun kode etik penulis sesuai dengan yang disampaikan dalam Pelatihan
Penulisan Artikel Ilmiah Nasional yang diadakan oleh Direktorat Penelitian dan
Pengabdian pada Masyarakat, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional tahun
2012 pada Abdullah (2012)12 adalah :
1. Menjunjung tinggi hak, pendapat, dan temuan orang lain.
2. Menjaga kebenaran, manfaat, serta makna informasi yang disampaikan.
3. Menyadari sepenuhnya untuk tidak melakukan pelanggaran ilmiah seperti
falsifikasi, fabrikasi, dan plagiarisme.
4. Menulis secara cermat, teliti, dan tepat.
5. Bertanggung jawab secara akademis atas tulisannya.
6. Memberi manfaat pada masyarakat.
7. Mengikuti peraturan dan tata bahasa yang telah diatur dalam penerbit.
8. Menerima saran dari editor.
Dari kode etik di atas, dapat kita lihat bahwa seorang penulis harus menjunjung
tinggi nilai kejujuran serta hak dan pendapat penulis lain, sehingga tulisan yang
dihasilkan dapat dipertanggung jawabkan dan bermanfaat. Selain itu, seorang penulis,
terutama di sini adalah penulis tetap atau seseorang yang memang menjadikan penulis
sebagai profesi utamanya, pasti akan berhubungan dengan pihak-pihak yang membantu
penerbitan tulisannya, seperti penerbit dan editor. Oleh karenanya, penulis tetap juga
harus mematuhi peraturan dan tata bahasa yang berlaku dan terbuka oleh saran dari
editor.
Antropologi sebagai suatu bidang ilmu lebih banyak menghasilkan tulisan-tulisan
berupa karya ilmiah. Abdullah (2012)13 dalam penyampaiannya mengenai materi yang
disampaikan pada Pelatihan Penulisan Artikel Ilmiah Nasional juga menyampaikan
adanya etika kepenulisan yang harus dipatuhi penulis, yang berkaitan dengan tata bahasa
dan aturan kepenulisan. Adanya kode etik penulis dan etika kepenulisan ini selain untuk
menegakkan moral dari profesi penulis, juga dilakukan demi menjamin akurasi dari suatu

9 ibid
10 Susanti, E., Siburian, B. B., Purba, B. D., Sinaga, A. T., Daeli, B. A., Rumahorbo, A. O., ... & Siagian,
A. D. E. (2021). Etika Profesi. Yayasan Kita Menulis.
11 Sumber tentang kode etik penulis ini didapat dari materi Pelatihan Penulisan Artikel Ilmiah Nasional
yang diadakan oleh Direktorat Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat, Kementrian Pendidikan dan
Kabudayaan Nasional pada tahun 2012 yang disampaikan kembali oleh Abdullah (2012) dalam materinya
mengenai Kode Etik Penulis dan Etika Penulisan dalam Karya Ilmiah.
12 Wiradi, G. (2020). Etika penulisan karya ilmiah. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
13 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 17 Tahun 2010 tentang Pencegahan
dan Penanggulangan Plagiat di Perguruan Tinggi
karya ilmiah. Selain itu, penting untuk penulis melindungi objek penulisan dari
pemalsuan dan menjaga reputasi ilmuwan (Wiradi, 2020)14.
Salah satu contoh bentuk pelanggaran kode etik di atas adalah plagiarisme yang
merupakan salah satu pelanggaran paling dalam penulisan karya ilmiah. Plagiarisme
merupakan contoh pelanggaran yang banyak kita temui saat ini. Dalam Permindiknas No.
17 Tahun 2010 Pasal 1, plagiat diartikan sebagai suatu perbuatan berusaha mengambil
kredit atau nilai dari suatu karya dengan mengutip sebagian atau keseluruhan dari karya
tanpa menyatakan sumber dengan tepat dan memadai. 15 Tindakan plagiarisme terjadi
pada banyak lingkup kelompok, seperti kelompok mahasiswa, kelompok dosen, dan
sebagainya. Ulum dalam Santoso (2011)16 menyatakan bahwa ada beberapa jenis
plagiarisme, seperti plagiarisme secara sengaja, secara tidak sengaja, dan plagiarisme
karena ketidaktahuan. Tetapi apapun bentuknya, hal tersebut tetap dinamakan
plagiarisme. Tindakan plagiarisme merupakan tindakan tidak terpuji dan harus dibasmi.
Hukum mengenai aturan dan sanksi bagi pelaku plagiarisme diatur dalam Permindiknas
No.17 Tahun 2010, sehingga dalam usaha pencegahan dan pembasmiannya, penting
untuk merujuk pada peraturan resmi tersebut.
Tindakan patuh pada kode etik penulis dan etika kepenulisan membuat penulis
menjadi seseorang yang bermoral. Pelanggaran terhadap etika merupakan tindakan yang
tidak bermoral, sehingga dapat merusak reputasi ilmuwan. Terlebih lagi, karya ilmiah
merupakan suatu karya yang dimaksudkan untuk menyampaikan suatu gagasan, makna,
teori, kepada orang lain. Tidak terpenuhinya kode etik dan etika kepenulisan dapat
menyebabkan hal-hal yang mempengaruhi tersampaikannya gagasan tersebut kepada
membaca, sehingga tujuan dari tulisan tersebut tidak tersampaikan.

C. Analisis Etika Deontologis, Teleologis, dan Etika Keutamaan dalam Profesi


Penulis

Menurut Dahlan (2009), teori etika yang dikemukakan oleh Immanuel Kant
tentang kewajiban dalam melakukan sesuatu secara niscaya, tanpa harus melihat
konsekuensi-konsekuensi yang akan diperolehnya. Dengan kata lain, menurut Kant
sendiri tindakan yang baik tidak selalu sesuai dengan kewajiban, melainkan dijalankan
demi kewajiban. Apabila dikaitkan dalam penulis karya ilmiah, etika deontologi dapat
diterapkan karena, ketika penulis karya ilmiah melahirkan karya yang menurut penulis
telah memenuhi etika, tidak melakukan plagiarisme, serta dapat
mempertanggungjawabkan karyanya sendiri. Maka, penulis ini telah melakukan
kewajiban dan tidak memperdulikan konsekuensi yang akan datang apabila karyanya
telah dipublikasi. Karena pada hakikatnya, etika deontologi ini menyatakan bahwa

14 Santoso, H. (2011). Pencegahan dan penanggulangan plagiarisme dalam penulisan karya ilmiah di
lingkungan perpustakaan Perguruan Tinggi. Universitas Negeri Malang.
15 ibid
16 https://banten.antaranews.com/berita/167930/siapa-pun-bisa-menjadi-penulis
apabila seseorang telah melakukan sebuah kebaikan yang mana sebuah kewajiban maka
tidak perlu menghiraukan tindakan dari masyarakat atau orang lain.

Dalam etika teleologis atau dapat disebut juga sebagai etika konsekuensialis yang
mana merupakan teori etika yang menekankan baik buruknya suatu tindakan berdasarkan
akibat dari tindakan tersebut. Mengutip dari Weruin (2019) yang mengutip Brown
(1987), di mana suatu keputusan, kebijakan, atau tindakan secara moral dianggap baik,
jika keputusan atau tindakan tersebut mendatangkan akibat baik, begitu juga sebaliknya.
Akibat baik ini dapat berupa kebahagiaan, kesenangan, kecantikan, pengetahuan, dan
sebagainya. Apabila diterapkan dalam penulis karya ilmiah, etika teleologis ini cocok
karena berorientasi pada hasil, dengan kata lain berfokus pada pengambilan keputusan.
Dalam menulis terutama menulis karya ilmiah, kita harus dapat mempertimbangkan
apakah tulisan yang telah dipublikasi dapat berguna bagi masyarakat luas atau tidak?

Etika keutamaan menurut Aristoteles adalah keutamaan yang bisa


mengoptimalkan potensi-potensi suatu makhluk hidup.17 Misal, seekor kuda adalah
hewan yang pandai berlari maka keutamaannya adalah kecepatan kuda yang
diaktualisasikan menjadi keutamaannya. Sederhananya, keutamaan dimengerti sebagai
kemampuan, kekuatan, atau keunggulan dalam melakukan peran khasnya sebagai
makhluk hidup untuk mencapai tujuan akhir. Apabila disangkutkan dengan profesi
penulis, maka keutamaan dari profesi tersebut adalah bagaimana seorang penulis menulis
dengan baik, entah tanda bacanya, maknanya, atau lainnya untuk memperoleh hasil yang
diharapkan.

4. Kesimpulan

Peranan penulis semakin dominan dengan perkembangan teknologi yang dapat


dimanfaatkan dalam kehidupan bermasyarakat hari ini.. Hal ini disebabkan karena
teknologi pada tampilannya membutuhkan tulisan dan gambar. Profesi penulis menjadi
sangat dibutuhkan hari ini sehingga etika profesinya juga secara tidak langsung akan
berkembang secara perlahan-lahan.

Penulis merupakan pelaku kreatif yang menciptakan suatu karya tulis baik berupa
karya fiksi (novel, cerpen, puisi) maupun non-fiksi (karya ilmiah, makalah, jurnal,
artikel). Karya-karya yang diciptakan oleh penulis biasanya mewakili ide, pikiran, dan
perasaannya. Dari beberapa definisi yang telah dipaparkan oleh beberapa peneliti, adapun
bentuk klasifikasi tujuan penulisan yang diklasifikasi oleh Hugo Harting dalam Tarigan
(1994), tujuan dari penulisan adalah sebagai berikut: Tujuan penugasan (assignment
purpose), tujuan altruistik (altruistic purpose), tujuan persuasi (persuasive purpose),

17 Sumber tentang kode etik penulis ini didapat dari materi Pelatihan Penulisan Artikel Ilmiah Nasional
yang diadakan oleh Direktorat Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat, Kementrian Pendidikan dan
Kabudayaan Nasional pada tahun 2012 yang disampaikan kembali oleh Abdullah (2012) dalam materinya
mengenai Kode Etik Penulis dan Etika Penulisan dalam Karya Ilmiah.
tujuan informasi (informational purpose), tujuan kreatif (creative purpose), serta tujuan
pemecahan masalah (problem-solving purpose).

Setiap profesi pasti memiliki aturan-aturan tertentu yang mengatur bagaimana


seseorang harus berperilaku dalam profesinya, termasuk profesi penulis. Aturan tersebut
diatur dalam kode etik. Adapun kode etik penulis sesuai dengan yang disampaikan dalam
Pelatihan Penulisan Artikel Ilmiah Nasional yang diadakan oleh Direktorat Penelitian dan
Pengabdian pada Masyarakat, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional tahun
2012 pada Abdullah (2012)18 adalah : (1) Menjunjung tinggi hak, pendapat, dan temuan
orang lain; (2) Menjaga kebenaran, manfaat, serta makna informasi yang disampaikan;
(3) Menyadari sepenuhnya untuk tidak melakukan pelanggaran ilmiah seperti falsifikasi,
fabrikasi, dan plagiarisme; (4) Menulis secara cermat, teliti, dan tepat; (5) Bertanggung
jawab secara akademis atas tulisannya; (6) Memberi manfaat pada masyarakat; (7)
Mengikuti peraturan dan tata bahasa yang telah diatur dalam penerbit; dan (8) Menerima
saran dari editor.
Etika kepenulisan dan kode etik profesi penulis ini penting untuk menegakkan
moral dari profesi penulis dan dilakukan demi menjamin akurasi dari suatu karya ilmiah.
Selain itu, penulis wajib melindungi objek penulisan dari pemalsuan dan menjaga
reputasi ilmuwan (Wiradi, 2020). Berdasarkan pemaparan di atas, maka seorang penulis
haruslah mematuhi kode etik dan etika kepenulisan yang telah ditetapkan. Hal tersebut
yang membuat penulis menjadi seseorang yang bermoral.

18 Theo, Y. (2021). Peremajaan Etika Keutamaan Aristoteles. Paradigma: Jurnal Filsafat, Sains,
Teknologi, dan Sosial Budaya, 27(1), 75-83.
5. Referensi
a. Buku

1. Nurgiyantoro, B. (2001). Menulis secara populer. Jakarta: Pustaka

2. Jaya.Tarigan, H. G. (1986). Menulis sebagai keterampilan bahasa.


Bandung. Angkasa.

3. Tarigan, H. G. (1994). Menulis Sebagai Suatu Ketrampilan Berbahasa:


Henry Guntur Tarigan.

4. Susanti, E., Siburian, B. B., Purba, B. D., Sinaga, A. T., Daeli, B. A.,
Rumahorbo, A. O., ... & Siagian, A. D. E. (2021). Etika Profesi. Yayasan
Kita Menulis.

5. Wiradi, G. (2020). Etika penulisan karya ilmiah. Yogyakarta: Yayasan


Pustaka Obor Indonesia.

6. Yuwono, I. D. (2011). Memahami berbagai etika profesi dan pekerjaan.


MediaPressindo.

7. Hasibuan, A. (2018). Etika Profesi-Profesionalisme Kerja.UISUPress.

b. Jurnal

1. Dahlan, M. (2009). Pemikiran Filsafat Moral Immanuel Kant (Deontologi,


Imperatif Kategoris dan Postulat Rasio Praktis). Jurnal Ilmiah Ilmu
Ushuluddin, 8(1), 37-48.
2. Setiawan, N.K (2011). Kode Etik dan Etika Kepenulisan, Bahan Pelatihan
Penulisan Artikel Ilmiah Nasional.
3. Santoso, H. (2011). Pencegahan dan penanggulangan plagiarisme dalam
penulisan karya ilmiah di lingkungan perpustakaan Perguruan Tinggi.
Universitas Negeri Malang.
4. Weruin, U. U. (2019). Teori-Teori Etika Dan Sumbangan Pemikiran Para
Filsuf Bagi Etika Bisnis. Jurnal Muara Ilmu Ekonomi Dan Bisnis, 3(2),
313-322.
5. Theo, Y. (2021). Peremajaan Etika Keutamaan Aristoteles. Paradigma:
Jurnal Filsafat, Sains, Teknologi, dan Sosial Budaya, 27(1), 75-83.
c. Lainnya

1. Abdullah, A. G. (2012) Kode Etik Penulis dan Etika Kepenulisan dalam


Karya Ilmiah.
http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/JUR._PEND._TEKNIK_ELEKTRO/19
7211131999031-ADE_GAFAR_ABDULLAH/Ade%20Gafar
%20Abdullah-Kode%20Etik%20Penulis%20dan%20Etika
%20Kepenulisan_Poltek%20Pos%202012.pdf. Diakses pada 14 Desember
2022.

Anda mungkin juga menyukai