BAB I
DEFINISI
1. Pengertian
a. Pengkajian pasien adalah serangkaian proses yang berlangsung sejak dari fase
pre-rumah sakit hingga manajemen pasien di rumah sakit. Pengkajian pasien
sebagai langkah untuk mengidentifikasi sejauh mana kebutuhan pasien akan
pelayanan kesehatan, keputusan jenis pelayanan yang paling tepat untuk pasien,
bidang spesialisasi yang paling tepat, penggunaan pemeriksaan penunjang
diagnostik yang paling tepat, sampai penanganan perawatan, gizi, psikologis dan
aspek lain dalam penanganan pasien berdasarkan hasil pengkajian. Pengkajian
pasien yang efektif akan menghasilkan keputusan tentang kebutuhan asuhan, tata
laksana pasien yang harus segera dilakukan dan pengobatan berkelanjutan untuk
emergensi atau elektif/terencana, bahkan ketika kondisi pasien berubah.
b. Pengkajian awal adalah suatu proses untuk mengidentifikasi kebutuhan pasien dan
untuk memulai suatu proses pelayanan, yang mana pengkajian ini untuk
mendapatkan informasi tentang jenis pelayanan apa yang dicari pasien, memilih
jenis pelayanan yang terbaik bagi pasien, menetapkan diagnosa awal, memahami
respon pasien terhadap pengobatan sebelumnya.
c. Pengkajian ulang adalah proses pelayanan pasien secara terintegrasi pada interval
tertentu atas dasar kondisi dan pengobatan untuk menetapkan respon terhadap
pengobatan dan untuk merencanakan pengobatan atau untuk pemulangan pasien.
Pengkajian ulang harus dilakukan selama asuhan, pengobatan dan pelayanan
untuk mengidentifikasi kebutuhan pasien. Pengkajian ulang adalah penting untuk
memahami respons pasien terhadap pemberian asuhan, pengobatan dan
pelayanan, serta juga penting untuk menentukan apakah keputusan asuhan
memadai dan efektif.
2
BAB II
RUANG LINGKUP
4. Jenis-Jenis Pengkajian
a. Pengkajian awal
1) Seluruh pasien baik rawat inap maupun rawat jalan harus mendapat pengkajian
awal sesuai standar profesi medik, keperawatan dan profesi lain yang berlaku di
Rumkital Dr. Midiyato Suratani.
2) Pengkajian awal minimal meliputi :
a) Keluhan saat ini
b) Status fisik;
c) Psiko-sosio-spiritual;
d) Ekonomi;
e) Riwayat kesehatan pasien;
f) Riwayat alergi;
g) Riwayat penggunaan obat;
h) Pengkajian nyeri;
i) Risiko jatuh;
j) Pengkajian fungsional;
k) Risiko nutrisional;
l) Kebutuhan edukasi;
m) Perencanaan pemulangan pasien (Discharge Planning).
3) Pengkajian awal harus menghasilkan pemahaman tentang penanganan yang
sebelumnya telah diterima pasien, serta kebutuhan pasien saat dilakukan
pengkajian, keputusan tentang pelayanan apa yang terbaik untuk pasien (best
setting of care) serta adanya diagnosis awal.
4) Pada kelompok pasien tertentu, misalnya dengan risiko jatuh, nyeri dan status
nutrisi maka dilakukan skrining sebagai bagian dari pengkajian awal, kemudian
dilanjutkan dengan pengkajian lanjutan.
4
b. Pengkajian Ulang
1) Pengkajian lanjutan dilakukan bertujuan untuk mengevaluasi respon terhadap
pengobatan, perencanaan pengobatan lanjutan atau pemulangan pasien.
2) Interval waktu pengkajian ulang dilakukan tergantung kondisi pasien. Misalnya
pada pasien gawat darurat, pengkajian ulang dilakukan bila terjadi perubahan
kondisi pasien yang signifikan.
3) Pengkajian ulang dilakukan oleh semua PPA untuk menilai apakah asuhan yang
diberikan telah berjalan dengan efektif. Pengkajian ulang dilakukan dalam
interval waktu yang didasarkan atas kebutuhan dan rencana asuhan, dan
digunakan sebagai dasar rencana pulang pasien sesuai dengan regulasi rumah
sakit. Hasil pengkajian ulang dicatat di rekam medik pasien/CPPT sebagai
informasi untuk di gunakan oleh semua PPA.
4) Pengkajian ulang oleh DPJP dibuat berdasarkan asuhan pasien sebelumnya. DPJP
melakukan pengkajian terhadap pasien sekurang-kurangnya setiap hari, termasuk di
akhir minggu/hari libur, dan jika ada perubahan kondisi pasien. Perawat melakukan
pengkajian ulang minimal satu kali pershift atau sesuai perkembangan pasien, dan
setiap hari DPJP akan mengkoordinasi dan melakukan verifikasi ulang perawat untuk
asuhan keperawatan selanjutnya.
5
10) Hasil pengkajian gawat darurat didokumentasikan di rekam medik atau rekam
medik elektronik dalam kronologi waktu yang jelas, dan menunjang diagnosis
kerja serta penanganan yang dilakukan.
dan pemeriksaan fisik (dan penunjang jika ada) yang relevan untuk justifikasi
diagnosis dan terapi serta nama dan tanda tangan dokter pemeriksa.
i. Pengkajian Nyeri
Pengkajian nyeri merupakan pengkajian atau pengkajian untuk mengidentifikasi
rasa nyeri/sakit pasien.
1) Pengkajian nyeri dilakukan terhadap setiap pasien, baik rawat jalan, gawat
darurat maupun rawat inap.
2) Asesemen dilakukan dengan menanyakan apakah pasien merasakan nyeri/
sakit.
3) Jika hasil pengkajian positif (pasien merasakan nyeri), maka perawat yang
melakukan pengkajian melaporkan kepada dokter penanggung jawab pasien.
4) Dokter akan melakukan pengkajian nyeri terhadap pasien, dan melakukan
penanganan nyeri sesuai standar profesi.
5) Pengkajian nyeri pasien rawat jalan dilakukan untuk setiap kunjungan pertama
setiap harinya. Kunjungan kedua dan seterusnya tidak perlu diulang. (Bila
dalam sehari pasien mengunjungi lebih dari satu dokter / klinik).
6) Asesesmen nyeri pasien rawat inap diulang sedikitnya setiap 24 jam dan
didokumentasikan dalam catatan perkembangan terintegrasi.
7) Bila pasien mengalami nyeri atau sedang dalam terapi nyeri, maka pengkajian
dilakukan setiap sebelum dan sesudah pemberian obat nyeri, atau sesuai
intruksi dokter.
8) Assesmen ulang dilakukan pada pasien yang dirawat lebih dari beberapa jam
dan menunjukkan adanya rasa nyeri, sebagai berikut :
a) Lakukan assesmen nyeri yang komprehensif setiap kali melakukan
kunjungan/visite ke pasien.
b) Dilakukan pada : pasien yang mengeluh nyeri, 1 jam setelah tatalaksana
nyeri, setiap empat jam (pada pasien yang sadar/bangun), pasien yang
11
Skala Nyeri
1) Numeric Rating Scale
a) Indikasi : digunakan pada pasien dewasa dan anak berusia > 9 tahun yang
dapat menggunakan angka untuk melambangkan intensitas nyeri yang
dirasakannya.
b) Instruksi : pasien akan ditanya mengenai intensitas nyeri yang dirasakan
dan dilambangkan dengan angka antara 0-10.
0 = tidak nyeri
1 – 3 = nyeri ringan (sedikit mengganggu aktivitas sehari-hari)
4 – 6 = nyeri sedang (gangguan nyata terhadap aktivitas sehari-hari)
7 – 10 = nyeri berat (tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari)
Total skor
a) Alkohol
b) Nikotin
c) Golongan barbiturat (flunitrazepam, triazolam, temazepam, dan
nimetazepam)
d) Golongan opiat (kodein, morfin, fentanil, oxycodon)
e) Amfetamin & Metamfetamin
Identifikasi populasi berisiko:
a) Pasien yang “meminta” obat secara spesifik (terutama obat tranquilizer atau
opiat) dengan frekuensi yang sering dari rekam medik (dokter/ perawat
melihat rekam medik untuk melihat riwayat obat-obatan pasien).
b) Dokter/perawat baik IGD/rawat inap perlu juga waspada bagi pasien yang
mengeluh nyeri kronik dan “meminta” pain killer yang kuat atau meminta
peningkatan dosis.
c) Keluhan keluarga yang mengantar (anak, istri, orang tua) tentang masalah
obat, alkohol maupun merokok.
d) Farmasi dapat mendeteksi riwayat pengobatan pasien. Bila hal ini terjadi,
maka petugas farmasi perlu melaporkan ke dokter penanggung jawab
pasien yang bersangkutan.
e) Memasukkan riwayat minum alkohol dan merokok sebagai bagian dari
pertanyaan rutin untuk Medical Check Up.
Tergantung dari kondisi pasien, dokter yang mengidentifikasi (mencurigai
adanya masalah ketergantungan) dapat melakukan pengkajian awal berupa
pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :
Berapa banyak merokok? Minum alkohol? (Jika drug abuse : ditanya,
obat apa yang digunakan? Darimana didapatkan?)
Sejak usia berapa?
Pernah mencoba berhenti atau mengurangi?
Apakah pasien sadar bahaya dan risiko dari merokok?
Bila ditemukan populasi berisiko, pasien dibuatkan rujukan ke psikiater
untuk pengkajian dan penanganan lebih lanjut.
Penanganan meliputi : psikoterapi, medikamentosa, termasuk diantaranya
konseling untuk HIV oleh tim HIV bagi pengguna obat via injeksi (Injecting
drug users/IDUs)
Seluruh proses penanganan ini didokumentasikan dalam rekam medic.
4) Pengkajian Individu Pada Korban Kekerasan Atau Terlantar.
16
Gaya berjalan :
Jika pasien mengalami gangguan gaya berjalan; mengalami kesulitan untuk
bangun dari kursi, menggunakan bantalan tangan kursi untuk mendorong
tubuhnya, kepala menunduk, pandangan mata terfokus pada lantai,
memerlukan bantuan sedang – total untuk menjaga keseimbangan dengan
berpegangan pada perabot, orang, atau alat bantu berjalan, dan langkah-
langkahnya pendek; berikan skor 20.
Jika pasien memiliki gaya berjalan yang lemah; pasien membungkuk; tidak
dapat mengangkat kepala tanpa kehilangan keseimbangan, atau memerlukan
bantuan ringan untuk berjalan; dan langkah-langkahnya pendek; berikan skor
10.
Jika pasien memiliki gaya berjalan normal, berikan skor 0.
Status mental :
Identifikasi pengkajian pasien terhadap dirinya sendiri mengenai kemampuannya
untuk berjalan. Jika pasien mempunyai over-estimasi terhadap kemampuan
fisiknya, berikan skor 15. Jika pengkajian pasien sesuai dengan kemampuan
sebenarnya, berikan skor 0.
20
Keterangan :
Resiko rendah 7-11
Resiko tinggi > 12
n. Skrining Psikologis
1) Skrining psikologis dilakukan pada seluruh pasien rawat jalan sesuai format
yang ada di formulir pengkajian pasien.
2) Skrining psikologis dilakukan pada seluruh pasien rawat inap sesuai format
yang ada di formulir catatan awal medis dan pengkajian keperawatan.
21
e) Apakah ada hal-hal terkait dengan budaya / kepercayaan yang dianut yang
berhubungan dengan proses perawatannya? Termasuk menanyakan
adanya obat-obat alternatif yang dikonsumsi atau dilakukan selama
perawatan.
p. Pengkajian Farmasi
Pengkajian farmasi merupakan pengkajian atau asuhan untuk mengidentifikasi
kebutuhan farmasi (obat atau alkes).
q. Pengkajian Fisiioterapi
Pengkajian fisioterapi merupakan pengkajian untuk menilai kebutuhan atau status
fungsional pasien.
4) Dalam hal pasien buta, komunikasi verbal merupakan metode utama untuk
pengkajian, dan dalam hal pasien bisu/tuli, maka komunikasi tertulis merupakan
salah satu alternative pertama untuk pengkajian.
5) Dalam hal gangguan pendengaran total dan pasien berkomunikasi dengan
bahasa isyarat untuk orang tuna rungu, dan keluarga yang ada pada saat itu
tidak dapat berkomunikasi, maka rumah sakit mengundang ahli bahasa isyarat
untuk membantu proses komunikasi atau menunggu hingga anggota keluarga
yang mampu berkomunikasi hadir di rumah sakit, kecuali dalam keadaan life
saving.
6) Untuk pasien dengan gangguan kognitif, komunikasi dilakukan sebatas dokter
menganggap informasi dan komunikasi yang ada dapat dipercaya. Dan perlu
dilakukan konfirmasi dengan keluarga mengenai hasil pengkajian tersebut.
BAB III
TATA LAKSANA
1) Kurang dari 30 hari, bagian – bagian pengkajian dapat diulang atau diverifikasi
(radiologi, laboratorium dan perubahan kondisi pasien yang signifikan) dan
setiap perubahan kondisi pasien yang signifikan dicatat dalam rekam medis.
2) Lebih dari 30 hari harus dipengkajian ulang.
BAB IV
DOKUMENTASI
Semua kegiatan yang dilakukan oleh petugas yang berwenang melaksanakan pengkajian
pasien di Rumkital Dr. Midiyato Suratani tentang pengkajian pasien didokumentasikan
pada lembar rekam medis pasien atau rekam medis eletronik.