Anda di halaman 1dari 30

1

DINAS KESEHATAN ANGKATAN LAUT Lampiran Keputusan Kepala Rumkital


RUMKITAL Dr. MIDIYATO SURATANI Dr. Midiyato Suratani
Nomor Kep/ 11 /I/2022
Tanggal 03 Januari 2022

BAB I
DEFINISI

1. Pengertian
a. Pengkajian pasien adalah serangkaian proses yang berlangsung sejak dari fase
pre-rumah sakit hingga manajemen pasien di rumah sakit. Pengkajian pasien
sebagai langkah untuk mengidentifikasi sejauh mana kebutuhan pasien akan
pelayanan kesehatan, keputusan jenis pelayanan yang paling tepat untuk pasien,
bidang spesialisasi yang paling tepat, penggunaan pemeriksaan penunjang
diagnostik yang paling tepat, sampai penanganan perawatan, gizi, psikologis dan
aspek lain dalam penanganan pasien berdasarkan hasil pengkajian. Pengkajian
pasien yang efektif akan menghasilkan keputusan tentang kebutuhan asuhan, tata
laksana pasien yang harus segera dilakukan dan pengobatan berkelanjutan untuk
emergensi atau elektif/terencana, bahkan ketika kondisi pasien berubah.
b. Pengkajian awal adalah suatu proses untuk mengidentifikasi kebutuhan pasien dan
untuk memulai suatu proses pelayanan, yang mana pengkajian ini untuk
mendapatkan informasi tentang jenis pelayanan apa yang dicari pasien, memilih
jenis pelayanan yang terbaik bagi pasien, menetapkan diagnosa awal, memahami
respon pasien terhadap pengobatan sebelumnya.
c. Pengkajian ulang adalah proses pelayanan pasien secara terintegrasi pada interval
tertentu atas dasar kondisi dan pengobatan untuk menetapkan respon terhadap
pengobatan dan untuk merencanakan pengobatan atau untuk pemulangan pasien.
Pengkajian ulang harus dilakukan selama asuhan, pengobatan dan pelayanan
untuk mengidentifikasi kebutuhan pasien. Pengkajian ulang adalah penting untuk
memahami respons pasien terhadap pemberian asuhan, pengobatan dan
pelayanan, serta juga penting untuk menentukan apakah keputusan asuhan
memadai dan efektif.
2

BAB II
RUANG LINGKUP

Asuhan pasien di rumah sakit diberikan dan dilaksanakan berdasarkan konsep


pelayanan berfokus pada pasien (Patient/Person Centered Care) Pola ini dipayungi oleh
konsep WHO dalam Conceptual framework integrated people-centred health services.
Penerapan konsep pelayanan berfokus pada pasien adalah dalam bentuk Asuhan
Pasien Terintegrasi yang bersifat integrasi horizontal dan vertikal dengan elemen:
a. Dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) sebagai ketua tim asuhan/Clinical
Leader;
b. Profesional Pemberi Asuhan bekerja sebagai tim intra dan interdisiplin dengan
kolaborasi interprofesional, dibantu antara lain dengan Panduan Praktik Klinis (PPK),
Panduan Asuhan PPA lainnya, Alur Klinis/Clinical Pathway terintegrasi, Algoritma,
Protokol, Prosedur, Standing Order dan CPPT (Catatan Perkembangan Pasien
Terintegrasi);
c. Manajer Pelayanan Pasien/Case Manager; dan
d. Keterlibatan dan pemberdayaan pasien dan keluarga.

2. Proses pengkajian pasien


Pengkajian pasien adalah sebuah proses berkesinambungan dan dinamis yang
dilakukan di unit gawat darurat, rawat inap dan rawat jalan serta unit lainnya.
Pengkajian pasien terdiri dari tiga proses primer :
a. Pengumpulan informasi dan data mengenai kondisi fisik, psikologis, dan status
sosial serta riwayat kesehatan pasien sebelumnya.
b. Analisis data dan informasi, termasuk hasil pemeriksaan laboratorium dan uji
diagnostik pencitraan, untuk mengidentifikasi kebutuhan perawatan pasien.
c. Pengembangan rencana perawatan pasien untuk memenuhi kebutuhan yang
telah diidentifikasi.

3. Tujuan Pengkajian pasien


a. Pengkajian awal
1) Memahami pelayanan apa yang dicari pasien
2) Memilih jenis pelayanan yang terbaik bagi pasien.
3) Menetapkan diagnosis awal.
3

4) Memahami respon pasien terhadap pengobatan sebelumnya.


b. Pengkajian Ulang
1) Pengkajian ulang merupakan kunci untuk memahami apakah keputusan
pelayanan sudah tepat dan efektif.
2) Untuk menentukan respon terhadap pengobatan.
3) Untuk perencanaan pengobatan/tindakan lanjutan atau pemulangan pasien.

4. Jenis-Jenis Pengkajian
a. Pengkajian awal
1) Seluruh pasien baik rawat inap maupun rawat jalan harus mendapat pengkajian
awal sesuai standar profesi medik, keperawatan dan profesi lain yang berlaku di
Rumkital Dr. Midiyato Suratani.
2) Pengkajian awal minimal meliputi :
a) Keluhan saat ini
b) Status fisik;
c) Psiko-sosio-spiritual;
d) Ekonomi;
e) Riwayat kesehatan pasien;
f) Riwayat alergi;
g) Riwayat penggunaan obat;
h) Pengkajian nyeri;
i) Risiko jatuh;
j) Pengkajian fungsional;
k) Risiko nutrisional;
l) Kebutuhan edukasi;
m) Perencanaan pemulangan pasien (Discharge Planning).
3) Pengkajian awal harus menghasilkan pemahaman tentang penanganan yang
sebelumnya telah diterima pasien, serta kebutuhan pasien saat dilakukan
pengkajian, keputusan tentang pelayanan apa yang terbaik untuk pasien (best
setting of care) serta adanya diagnosis awal.
4) Pada kelompok pasien tertentu, misalnya dengan risiko jatuh, nyeri dan status
nutrisi maka dilakukan skrining sebagai bagian dari pengkajian awal, kemudian
dilanjutkan dengan pengkajian lanjutan.
4

5) Agar pengkajian kebutuhan pasien dilakukan secara konsisten, rumah sakit


harus mendefinisikan dalam kebijakan, isi minimum dari pengkajian yang
dilakukan oleh para dokter, perawat, dan disiplin klinis lainnya.
6) Pengkajian dilakukan oleh setiap disiplin dalam ruang lingkup praktiknya,
perizinan, perundangundangan. Hanya PPA yang kompeten dan di izinkan oleh
rumah sakit yang akan melakukan pengkajian.
7) Rumah sakit mendefinisikan elemen-elemen yang akan digunakan pada
seluruh pengkajian dan mendefinisikan perbedaan-perbedaan yang ada
terutama dalam ruang lingkup kedokteran umum dan layanan spesialis.
Pengkajian yang didefinisikan dalam kebijakan dapat dilengkapi oleh lebih dari
satu individu yang kompeten dan dilakukan pada beberapa waktu yang
berbeda. Semua pengkajian tersebut harus sudah terisi lengkap dan memiliki
informasi terkini (kurang dari atau sama dengan 30 (tiga puluh) hari) pada saat
tata laksana dimulai.

b. Pengkajian Ulang
1) Pengkajian lanjutan dilakukan bertujuan untuk mengevaluasi respon terhadap
pengobatan, perencanaan pengobatan lanjutan atau pemulangan pasien.
2) Interval waktu pengkajian ulang dilakukan tergantung kondisi pasien. Misalnya
pada pasien gawat darurat, pengkajian ulang dilakukan bila terjadi perubahan
kondisi pasien yang signifikan.
3) Pengkajian ulang dilakukan oleh semua PPA untuk menilai apakah asuhan yang
diberikan telah berjalan dengan efektif. Pengkajian ulang dilakukan dalam
interval waktu yang didasarkan atas kebutuhan dan rencana asuhan, dan
digunakan sebagai dasar rencana pulang pasien sesuai dengan regulasi rumah
sakit. Hasil pengkajian ulang dicatat di rekam medik pasien/CPPT sebagai
informasi untuk di gunakan oleh semua PPA.
4) Pengkajian ulang oleh DPJP dibuat berdasarkan asuhan pasien sebelumnya. DPJP
melakukan pengkajian terhadap pasien sekurang-kurangnya setiap hari, termasuk di
akhir minggu/hari libur, dan jika ada perubahan kondisi pasien. Perawat melakukan
pengkajian ulang minimal satu kali pershift atau sesuai perkembangan pasien, dan
setiap hari DPJP akan mengkoordinasi dan melakukan verifikasi ulang perawat untuk
asuhan keperawatan selanjutnya.
5

5) Format Pengkajian ulang meliputi SOAP :


a) S (Subjective) merupakan keluhan pasien. Ditulis di rekam medik keluhan
yang relevan dengan terapi yang diberikan, serta sebisa mungkin guna
kepentingan evaluasi terapi harus menunjukkan kuantifikasi (misalkan skala
nyeri, mual sampai tidak bisa makan, atau bisa makan tapi sedikit).
b) (Objective)merupakan hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik. Ditulis
di rekam medik hasil pemeriksaan fisik dan penunjang yang relevan dalam
diagnosis dan terapi yang diberikan saja.
c) A (Assessment) merupakan kesimpulan pengkajian. Dituliskan di rekam
medik hanya kesimpulan pengkajian yang relevan dengan rencana
perubahan terapi (penambahan maupun pengurangan) atau yang
merupakan tindak lanjut dari pengkajian sebelumnya. Termasuk perubahan
diagnosis harus dituliskan.
d) P (Plan) merupakan kelanjutan rencana perawatan. Dituliskan di rekam
medik secara lengkap setiap perubahan terapi atau penanganan. Termasuk
penambahan obat, pengurangan obat, perubahan dosis obat, perubahan
diit, konsultasi dengan spesialisasi lain, rencana pemulangan, edukasi dan
pelatihan pasien dan keluarga yang akan dilakukan.
6) Penilaian ulang dilakukan dan hasilnya dimasukkan ke dalam rekam medis
pasien:
a) Secara berkala selama perawatan (misalnya, staf perawat secara berkala
mencatat tanda-tanda vital, nyeri, penilaian dan suara paru-paru dan
jantung, sesuai kebutuhan berdasarkan kondisi pasien);
b) Setiap hari oleh dokter untuk pasien perawatan akut;
c) Dalam menanggapi perubahan signifikan dalam kondisi pasien;
d) Jika diagnosis pasien telah berubah dan kebutuhan perawatan memerlukan
perencanaan yang direvisi; dan
e) Untuk menentukan apakah pengobatan dan perawatan lain telah berhasil
dan pasien dapat dipindahkan atau dipulangkan.
7) Temuan pada pengkajian digunakan sepanjang proses pelayanan untuk
mengevaluasi kemajuan pasien dan untuk memahami kebutuhan untuk
pengkajian ulang. Oleh karena itu pengkajian medis, keperawatan dan PPA
lain dicatat di rekam medik untuk digunakan oleh semua PPA yang
memberikan asuhan ke pasien.
6

c. Pengkajian gawat darurat


Pengkajian gawat darurat merupakan pengkajian atau pengkajian terhadap pasien
dengan kondisi gawat darurat atau emergensi.
1) Pengkaji awal gawat darurat dilakukan di unit gawat darurat dan di seluruh unit
yang menemukan pasien dalam keadaan gawat oleh dokter atau perawat yang
terlatih dalam melakukan pengkajian gawat darurat.
2) Pengkajian medis dan keperawatan gawat darurat berdasarkan kebutuhan dan
kondisinya.
3) Apabila operasi dilakukan, maka sedikitnya ada catatan ringkas dan diagnosis
pra operasi dicatat sebelum tindakan.
4) Pengkajian gawat darurat dilakukan di unit gawat darurat untuk pasien dengan
kategori triase prioritas 1 (merah) dan prioritas 2 (kuning).
5) Pengkajian awal gawat darurat dilakukan oleh dokter atau perawat yang terlatih
dalam melakukan pengkajian gawat darurat.
6) Pengkajian gawat darurat minimal harus meliputi : riwayat singkat kejadian
gawat darurat, kesadaran, Airway, Breathing, Circulation (ABC), dan dapat
ditambah dengan Exposure.
7) Initial assessment (penilaian awal) dan meliputi :
a) Persiapan
b) Triase
c) Survei primer
d) Resusitasi
e) Tambahan terhadap survei primer dan resusitasi
f) Pertimbangkan kemungkinan rujukan
g) Survei Sekunder (pemeriksaan head to toe dan anamnesis)
h) Tambahan terhadap survei sekunder
i) Pemantauan dan re-evaluasi berkesinambungan
j) Penanganan definitif
8) Untuk pengkajian di IGD, pengkajian medis dilakukan sesuai format yang
tertera di formulir Catatan Medis Gawat Darurat atau atau rekam medik
elektronik.
9) Pengkajian gawat darurat harus dilakukan maksimal dalam waktu 5 menit sejak
pasien tiba di RS untuk pasien prioritas 1 dan maksimal 15 menit untuk pasien
prioritas 2.
7

10) Hasil pengkajian gawat darurat didokumentasikan di rekam medik atau rekam
medik elektronik dalam kronologi waktu yang jelas, dan menunjang diagnosis
kerja serta penanganan yang dilakukan.

d. Pengkajian Rawat Jalan


1) Pengkajian Awal Medis Rawat Jalan
a) Dilakukan oleh dokter spesialis di unit rawat jalan atau dokter unit gawat
darurat jika diluar jadwal operasional unit rawat jalan.
b) Pengkajian medik rawat jalan didokumentasikan di rekam medik atau rekam
medik elektronik sesuai ketentuan/kebijakan rekam medik dengan
keterangan yang jelas mengenai waktu pemeriksaan (tanggal dan jam), dan
minimal menuliskan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik (dan penunjang
jika ada) yang relevan untuk justifikasi diagnosis dan terapi serta nama dan
tanda tangan dokter pemeriksa.
2) Pengkajian Awal Keperawatan Rawat Jalan
a) Dikerjakan oleh perawat poliklinik dan dilengkapi dengan nama dan tanda
tangan perawat pemeriksa.
b) Pengkajian awal rawat jalan dilakukan terhadap setiap pasien baru dan
pasien yang sudah lebih dari 30 hari.

e. Pengkajian Awal Medis Rawat Inap


1) Pengkajian awal medis rawat inap dilakukan oleh dokter DPJP setelah pasien
masuk ke ruang rawat inap. Hasil Pengkajian didokumentasikan di form catatan
awal medis atau rekam medik elektronik.
2) Jika sebelum masuk rawat inap pasien telah mendapatkan pengkajian dokter
yang akan merawat, maka jika pasien dilakukan pengkajian kurang dari 24 jam,
pasien dalam keadaan tanpa kegawat daruratan medik dapat langsung
menjalani proses admission, sedangkan jika pasien dengan pengkajian lebih
dari 24 jam sebelum pasien tiba di rumah sakit, maka pasien harus menjalani
pengkajian ulang di unit gawat darurat guna memastikan bahwa diagnosis
masih tetap dan tidak ada kegawatan lain sebelum pasien masuk ke ruang
rawat inap.
3) Pengkajian medik rawat inap didokumentasikan di rekam medik sesuai
ketentuan/kebijakan rekam medik dengan keterangan yang jelas mengenai
waktu pemeriksaan (tanggal dan jam), dan minimal menuliskan hasil anamnesis
8

dan pemeriksaan fisik (dan penunjang jika ada) yang relevan untuk justifikasi
diagnosis dan terapi serta nama dan tanda tangan dokter pemeriksa.

f. Pengkajian Awal Keperawatan Rawat Inap


1) Pengkajian awal keperawatan pasien rawat inap dilakukan oleh perawat yang
memiliki SIP, didokumentasikan dalam form asuhan keperawatan secara
lengkap, sesuai form pengkajian keperawatan dan dilakukan maksimal 24 jam
sejak pasien masuk di ruang rawat inap.
2) Pengkajian keperawatan berdasarkan umur (neonatus, anak, dan dewasa),
kondisi, diagnosis dan perawatan akan meliputi sekurang-kurangnya:
a) Keluhan saat ini
b) Status fisik;
c) Psiko-sosio-spiritual;
d) Ekonomi;
e) Riwayat kesehatan pasien;
f) Riwayat alergi;
g) Riwayat penggunaan obat;
h) Pengkajian nyeri;
i) Risiko jatuh;
j) Pengkajian fungsional;
k) Risiko nutrisional;
l) Kebutuhan edukasi;
m) Perencanaan pemulangan pasien (Discharge Planning).
 Upaya pengumpulan data yang tidak dapat diperoleh/ dinilai pada saat
pengkajian awal akan dilanjutkan sampai dengan saat pasien
dipulangkan.
 Masing-masing kebutuhan perawatan kesehatan, kesiapan untuk belajar,
dan halangan pembelajaran juga akan dikaji pada saat penerimaan dan
didokumentasikan.

g. Pengkajian Pra Operasi


1) Pengkajian pre operatif dilakukan oleh dokter operator utama atau dokter lain
dengan kompetensi sama yang telah mendapat pelimpahan tertulis dari dokter
operator utama.
9

2) Pengkajian pre-operatif menghasilkan diagnosis pre-operatif, dan dokumentasi


di rekam medik yang minimal meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik serta
penunjang jika ada dan harus menunjukkan justifikasi dari tindakan operatif
yang akan dilakukan.
3) Pengkajian pasca operasi dilakukan sesuai dengan standar profesi masing-
masing, dan didokumentasikan dalam rekam medik. Diagnosis pasca operasi
harus dituliskan, serta rencana penanganan pasca operasi.
4) Pasien tidak dilakukan tindakan pembedahan bilamana pengkajian pasien
belum dilakukan dan didokumentasikan di rekam medik, termasuk proses untuk
mendapatkan persetujuan tindakan medik (informed-consent), dan skrining
dilakukan oleh unit kamar bedah.

h. Pengkajian Pra Anestesi / Sedasi


1) Pengkajian pre anestesi meliputi :
a) Pengkajian pre anestesi (dilakukan pada hari sebelum anestesi), untuk
operasi cito dapat digabungkan dengan pengkajian pre induksi.
b) Pengkajian pre induksi (dilakukan saat pasien sudah di kamar operasi,
sesaat sebelum induksi dimulai).
c) Monitoring durante anestesi / sedasi
d) Pengkajian pasca anestesi / sedasi
2) Pengkajian peri anestesi dilakukan oleh dokter yang memiliki kompetensi
sesuai standar ikatan dokter anestesi indonesia (IDSAI).
3) Pengkajian pre-sedasi dilakukan oleh dokter / perawat yang telah mendapat
pelatihan mengenai sedasi sesuai kebijakan pelayanan anestesi & sedasi di
Rumkital Dr. Midiyato Suratani.
4) Pelatihan terhadap dokter/perawat pelaksana sedasi harus sedikitnya meliputi :
a) Jenis-jenis obat sedatif dan farmakologi singkatnya.
b) Pengenalan berbagai brand / variasi obat sedasi dan kemasannya.
c) Cara pemberian obat sedasi.
d) Indikasi dan Kontra Indikasi obat sedasi.
e) Efek samping dan monitoring selama pemberian sedasi.
f) Penanganan efek samping dan kegawatan sehubungan dengan obat
sedasi.
g) Reversal agent dari obat sedasi.
10

5) Pengkajian pre, durante dan post anestesi / sedasi dilakukan dan


didokumentasikan dalam rekam medik secara lengkap.
6) Pasien tidak dilakukan tindakan anestesi & sedasi bilamana pengkajian pasien
belum dilakukan dan didokumentasikan di rekam medik, termasuk proses untuk
mendapatkan persetujuan tindakan medik (informed-consent), dan skrining
dilakukan oleh unit kamar bedah atau unit lain yang melakukan sedasi.
7) Pengkajian pre, durante dan post anestesi / sedasi dilakukan dan
didokumentasikan dalam rekam medik secara lengkap.

i. Pengkajian Nyeri
Pengkajian nyeri merupakan pengkajian atau pengkajian untuk mengidentifikasi
rasa nyeri/sakit pasien.
1) Pengkajian nyeri dilakukan terhadap setiap pasien, baik rawat jalan, gawat
darurat maupun rawat inap.
2) Asesemen dilakukan dengan menanyakan apakah pasien merasakan nyeri/
sakit.
3) Jika hasil pengkajian positif (pasien merasakan nyeri), maka perawat yang
melakukan pengkajian melaporkan kepada dokter penanggung jawab pasien.
4) Dokter akan melakukan pengkajian nyeri terhadap pasien, dan melakukan
penanganan nyeri sesuai standar profesi.
5) Pengkajian nyeri pasien rawat jalan dilakukan untuk setiap kunjungan pertama
setiap harinya. Kunjungan kedua dan seterusnya tidak perlu diulang. (Bila
dalam sehari pasien mengunjungi lebih dari satu dokter / klinik).
6) Asesesmen nyeri pasien rawat inap diulang sedikitnya setiap 24 jam dan
didokumentasikan dalam catatan perkembangan terintegrasi.
7) Bila pasien mengalami nyeri atau sedang dalam terapi nyeri, maka pengkajian
dilakukan setiap sebelum dan sesudah pemberian obat nyeri, atau sesuai
intruksi dokter.
8) Assesmen ulang dilakukan pada pasien yang dirawat lebih dari beberapa jam
dan menunjukkan adanya rasa nyeri, sebagai berikut :
a) Lakukan assesmen nyeri yang komprehensif setiap kali melakukan
kunjungan/visite ke pasien.
b) Dilakukan pada : pasien yang mengeluh nyeri, 1 jam setelah tatalaksana
nyeri, setiap empat jam (pada pasien yang sadar/bangun), pasien yang
11

menjalani prosedur menyakitkan, sebelum transfer pasien, dan sebelum


pasien pulang dari rumah sakit.
c) Pada pasien yang mengalami nyeri kardiak (jantung), lakukan pengkajian
ulang setiap 5 menit setelah pemberian nitrat atau obat-obat intravena.
d) Pada nyeri akut/kronik, lakukan pengkajian ulang tiap 30 menit – 1 jam
setelah pemberian obat nyeri.
e) Derajat nyeri yang meningkat hebat secara tiba-tiba, terutama bila sampai
menimbulkan perubahan tanda vital, merupakan tanda adanya diagnosis
medis atau bedah yang baru (misalnya komplikasi pasca-pembedahan,
nyeri neuropatik).

Skala Nyeri
1) Numeric Rating Scale
a) Indikasi : digunakan pada pasien dewasa dan anak berusia > 9 tahun yang
dapat menggunakan angka untuk melambangkan intensitas nyeri yang
dirasakannya.
b) Instruksi : pasien akan ditanya mengenai intensitas nyeri yang dirasakan
dan dilambangkan dengan angka antara 0-10.
 0 = tidak nyeri
 1 – 3 = nyeri ringan (sedikit mengganggu aktivitas sehari-hari)
 4 – 6 = nyeri sedang (gangguan nyata terhadap aktivitas sehari-hari)
 7 – 10 = nyeri berat (tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari)

Gambar 2.1 Numeric Rating Scale

2) Wong Baker Faces Pain Scale


a) Indikasi : pada pasien (dewasa dan anak > 3 tahun) yang tidak dapat
menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka, gunakan assesmen ini.
b) Instruksi : pasien diminta untuk menunjuk/memilih gambar mana yang paling
sesuai dengan yang ia rasakan. Tanyakan juga lokasi dan durasi nyeri :
12

 0 – 1 = sangat bahagia karena tidak merasa nyeri sama sekali


 2 – 3 = sedikit nyeri
 4 – 5 = cukup nyeri
 6 – 7 = lumayan nyeri
 8 – 9 = sangat nyeri
 10 = amat sangat nyeri (tak tertahankan)

Gambar 2.2 Wong Baker Faces Pain Scale

3) Neonatus Infant Pain Scale (NIPS)


Suatu instrument penilaian nyeri yang digunakan pada bayi aterm dan pre term
usia 0-1 bulan.
Tabel 2.1 Neonatus Infant Pain Scale

No Parameter Skor Kategori Keterangan


Ekspresi wajah 0 Rileks Wajah tenang, ekspresi netral
1 Meringis Otot wajah tegang, alis
berkerut
(ekspresi wajah negatif)
Tangisan 0 Tidak menangis Tenang tidak menangis
1 Merengek Mengerang lemah intermitten
2 Menangis keras Menangis kencang,
melengking terusmenerus
(catatan : menangis tanpa
suara diberi
skor bila bayi diintubasi
Pola nafas 0 Rileks Bernafas biasa
1 Perubahan Tarikan nafas irregular, lebih
nafas cepat
dibandingkan biasa, menahan
nafas,
tersedak
Tungkai 0 Rileks Tidak ada kekuatan otot,
gerakan
tungkai biasa
1 Flexi/ekstensi Tegang kaku
Tingkat 0 Tidur/bangun Tenang tidur lelap atau
kesadaran bangun
1 Gelisah Sadar atau gelisah
13

Total skor

Keterangan skala nyeri sesuai NIPS


 Skor 0 : bebas nyeri
 Skor 1-2 : nyeri derajat ringan
 Skor 3-4 : nyeri derajat sedang
 Skor > 4 : nyeri derajat berat

j. Skrining dan Pengkajian Gizi


Pengkajian gizi/pengkajian nutrisional merupakan pengkajian atau pengkajian
untuk mengidentifikasi status nutrisi pasien.
1) Skrining status nutrisi dilakukan oleh perawat untuk pasien poliklinik, IGD dan
rawat inap.
2) Jika pada hasil skrining ditemukan pasien beresiko tinggi mengalami Protein
Energy Malnutrition (PEM), maka perawat yang melakukan skrining melaporkan
kepada dokter penanggung jawab pasien.
3) Dokter akan melakukan pengkajian nutrisi yang lebih lengkap, dan bilamana
perlu pasien akan dikonsultasikan ke dokter spesialis gizi klinik.
4) Hasil pengkajian status nutrisi dan aspek-aspek lain terkait pola makan pasien
pasien didokumentasikan dalam rekam medik.
5) Pendokumentasian juga meliputi diagnosis gizi serta rencana tindakan terapetik
berkaitan dengan status gizi pasien.
6) Terkait dengan kepercayaan atau budaya yang dimiliki pasien, untuk pasien
rawat inap perlu ditanyakan apakah ada pantangan atau pola makan khusus
yang dimiliki pasien sebagai bagian dari pengkajian.

k. Pengkajian Tambahan Pada Individual Untuk Populasi Tertentu


Pengkajian khusus yaitu pengkajian individual untuk tipe-tipe pasien atau populasi
pasien tertentu yang didasari atas karakteristik yang unik, yaitu pada pasien-
pasien:
1) Pengkajian Individu Pada Anak dan Pengkajian Individu Pada Dewasa Muda
Pengkajian anak-anak dan dewasa muda pada tahap awal mengikuti ketentuan
pada pengkajian awal (poin sebelumnya). Untuk anak-anak, akan dirujuk ke
dokter spesialis anak. Untuk dewasa muda, akan dirujuk sesuai temuan pada
pengkajian awal.
14

2) Pengkajian Individu Pada Lanjut Usia yang Lemah.


Untuk lansia yang lemah, akan dirujuk sesuai temuan pada pengkajian awal.
3) Pengkajian Individu Sakit Terminal.
4) Pengkajian Individu Pada Pasien Dengan Nyeri Kronis Yang Intens.
Untuk pasien dengan nyeri kronis, akan dirujuk sesuai temuan pada pengkajian
awal.
5) Pengkajian Individu Pada Wanita Proses Melahirkan dan Pengkajian Individu
Pada Wanita Dalam Proses Terminasi Kehamilan.
Pasien dalam proses melahirkan dan terminasi kehamilan akan langsung
dirujuk ke dokter spesialis kebidanan dan kandungan untuk mendapat
pengkajian dan penanganan selanjutnya.
6) Pengkajian Individu Pada Pasien Dengan Kelainan Emosional Atau Gangguan
Jiwa.
a) Identifikasi pasien dengan gangguan kejiwaan.
 Pasien dengan gangguan kejiwaan dapat teridentifikasi baik di rawat
jalan, rawat inap, maupun Instalasi Gawat Darurat.
 Pasien dengan percobaan bunuh diri perlu selalu dikonsulkan ke
psikiater, disamping penanganan kegawat daruratannya (baik medical
maupun surgical).
 Pasien dengan depresi yang dicurigai berat yang ditemukan di setting
apapun harus dikonsulkan ke psikiater.
 Pasien dengan gangguan cemas dan ringan yang belum dirasa
mengganggu aktivitas harian dapat diberi terapi oleh dokter penanggung
jawabnya. Pasien dengan kecurigaan gangguan psikotik, dengan atau
tanpa organic underlying disease perlu dikonsulkan ke psikiater.
b) Penanganan pasien dengan gangguan kejiwaan.
 Pasien dengan gangguan psikotik dirujuk ke RS Jiwa.
 Pasien dengan percobaan bunuh diri atau ancaman bunuh diri dirawat
dengan kewaspadaan tinggi dibawah tanggung jawab psikiater, atau
dirujuk bila dinilai ancaman bunuh dirinya tinggi, karena RS tidak
memiliki fasilitas yang memadai untuk pencegahan bunuh diri.
 Pasien lain ditangani sesuai kondisi psikiatriknya.
3) Pengkajian Individu Pada Pasien diduga Ketergantungan Obat atau Alkohol.
Jenis zat yang perlu diwaspadai menimbulkan ketergantungan :
15

a) Alkohol
b) Nikotin
c) Golongan barbiturat (flunitrazepam, triazolam, temazepam, dan
nimetazepam)
d) Golongan opiat (kodein, morfin, fentanil, oxycodon)
e) Amfetamin & Metamfetamin
Identifikasi populasi berisiko:
a) Pasien yang “meminta” obat secara spesifik (terutama obat tranquilizer atau
opiat) dengan frekuensi yang sering dari rekam medik (dokter/ perawat
melihat rekam medik untuk melihat riwayat obat-obatan pasien).
b) Dokter/perawat baik IGD/rawat inap perlu juga waspada bagi pasien yang
mengeluh nyeri kronik dan “meminta” pain killer yang kuat atau meminta
peningkatan dosis.
c) Keluhan keluarga yang mengantar (anak, istri, orang tua) tentang masalah
obat, alkohol maupun merokok.
d) Farmasi dapat mendeteksi riwayat pengobatan pasien. Bila hal ini terjadi,
maka petugas farmasi perlu melaporkan ke dokter penanggung jawab
pasien yang bersangkutan.
e) Memasukkan riwayat minum alkohol dan merokok sebagai bagian dari
pertanyaan rutin untuk Medical Check Up.
Tergantung dari kondisi pasien, dokter yang mengidentifikasi (mencurigai
adanya masalah ketergantungan) dapat melakukan pengkajian awal berupa
pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :
 Berapa banyak merokok? Minum alkohol? (Jika drug abuse : ditanya,
obat apa yang digunakan? Darimana didapatkan?)
 Sejak usia berapa?
 Pernah mencoba berhenti atau mengurangi?
 Apakah pasien sadar bahaya dan risiko dari merokok?
Bila ditemukan populasi berisiko, pasien dibuatkan rujukan ke psikiater
untuk pengkajian dan penanganan lebih lanjut.
Penanganan meliputi : psikoterapi, medikamentosa, termasuk diantaranya
konseling untuk HIV oleh tim HIV bagi pengguna obat via injeksi (Injecting
drug users/IDUs)
Seluruh proses penanganan ini didokumentasikan dalam rekam medic.
4) Pengkajian Individu Pada Korban Kekerasan Atau Terlantar.
16

a) Korban penganiayaan adalah pasien yang mengalami tindak kekerasan fisik


diluar kemauannya.
b) Kelompok yang rentan menjadi korban penganiayaan dapat anak-anak,
pasangan hidup, orang lanjut usia, dan lain lain orang yang secara sosio-
ekonomi budaya dan fisik tergantung kepada orang lain. Jika menjumpai
kelompok ini, petugas harus mewaspadai kemungkinan terjadinya
penganiayaan.
c) Saat menerima kasus medik yang dicurigai merupakan korban
penganiayaan, maka di samping penanganan terhadap cederanya, maka
korban harus mendapat pengkajian lebih dalam dan penanganan khusus
yang meliputi :
 Privasi pasien dari orang yang mengantar agar mereka dapat bicara
bebas.
 Bila korban anak-anak, pengkajian mungkin perlu dilakukan terhadap
orang tuanya secara terpisah, atau keluarga lain di luar orang tuanya
untuk mendapat gambaran lebih lengkap mengenai kejadiannya.
 Untuk orang lanjut usia atau yang tidak mampu mengutarakan
keinginannya sendiri, pengkajian perlu dilakukan terhadap seluruh
keluarga yang ada, termasuk orang yang sehari-hari merawat korban.
 Pengkajian terhadap kemungkinan fraktur multipel dilakukan, terutama
pada korban yang tidak dapat mengeluhkan nyeri untuk dirinya sendiri
(anak kecil, bayi maupun orang tua atau dengan kecacatan/
keterbatasan).
 Konsultasi psikologi dilakukan pada pasien dengan curiga korban
kekerasan/penganiayaan.
5) Pengkajian Individu Pada Pasien Dengan Infeksi atau Penyakit Menular.
6) Pengkajian Individu Pada Pasien yang Mendapatkan Kemoterapi atau Radiasi.
7) Pengkajian Individu Rentan Pada Pasien yang Daya Imunnya Direndahkan.

l. Pengkajian Kemampuan Aktifitas Harian (Status Fungsional)


1) Pengkajian kemampuan melakukan aktivitas harian (status fungsional)
dilakukan sebagai bagian dari pengkajian awal pasien rawat jalan dan rawat
inap oleh perawat.
2) Pengkajian ini perlu meliputi :
a) Metode mobilitas yang paling nyaman untuk pasien
17

b) Apakah kondisi ruang perawatan dan atau pelayanan yang dibutuhkan


pasien sudah sesuai dengan kondisi dan kemampuan pasien.
c) Apakah pasien memiliki pendamping atau penunggu yang sesuai dengan
tingka ketergantungannya? Jika tidak, pastikan staf (dokter / perawat) yang
merawat pasien ini mengetahui kebutuhan pasien akan bantuan.
d) Termasuk dalam pengkajian ini adalah pengkajian risiko jatuh yang akan
dibahas secara terpisah di poin berikut ini.

m. Pengkajian Resiko Jatuh


Pengkajian risiko jatuh merupakan proses pengkajian awal risiko pasien jatuh dan
pengkajian ulang terhadap pasien yang diindikasikan terjadi perubahan kondisi
atau pengobatan.
1) Pengkajian risiko jatuh didokumentasikan di form pengkajian awal keperawatan
rawat inap.
2) Pengkajian risiko jatuh dilakukan oleh perawat ketika pasien pertama datang ke
rumah sakit di unit rawat inap.
3) Pengkajian ini dilanjutkan dengan tindak lanjut yang sesuai dengan tingkat
risiko jatuh dari pasien.
4) Pengkajian risiko jatuh diulang bila :
a) Pasien jatuh
b) Pasien menerima obat yang meningkatkan risiko jatuh (termasuk pasien
post operatif maupun tindakan lainnya)
c) Pasien mengeluh pusing atau tanda gangguan keseimbangan lain.
5) Pengkajian risiko jatuh pada pasien dewasa :
Rawat inap menggunakan “ Morse Fall Scale (MFS) “ pada pasien dewasa dan
The Humpty Dumpty Scale “ pada pasien anak.
18

Tabel 2.2 Morse Fall Scale


FAKTOR RESIKO SKALA POIN SKOR PASIEN
Riwayat Jatuh Ya 25
Tidak 0
Diagnosis Sekunder Ya 15
(> 2 Diagnosis Medis) Tidak 0
Alat Bantu Berpegang pada benda 30
sekitar (kursi, lemari, meja)
Kruk, tongkat dan walker 15
Bedrest dibantu perawat 0
Terpasang Infus Ya 25
Tidak 0
Gaya Berjalan Gangguan atau tidak 20
normal (pincang)
Lemah (tidak bertenaga) 10
Normal, bedrest, imobilisasi 0
(tidak dapat bergerak
sendiri)
Status Mental Pasien memiliki 15
keterbatasan daya ingat
Pasien menyadari kondisi 0
dirinya
Total
Keterangan :
Resiko tinggi > 44
Resiko sedang 25-44
Resiko rendah 0-24
Riwayat jatuh :
Jika pasien mengalami kejadian jatuh saat masuk rumah sakit atau terdapat
riwayat kejadian jatuh fisiologis dalam 3 bulan terakhir ini, seperti pingsan atau
gangguan gaya berjalan, berikan skor 15. Jika pasien tidak mengalami jatuh,
berikan skor 0.
Diagnosis sekunder :
Jika pasien memiliki lebih dari satu diagnosis medis, berikan skor 15, jika tidak,
berikan skor 0.
Alat bantu :
Jika pasien berpegangan pada perabot untuk berjalan, berikan skor 30. Jika pasien
menggunakan tongkat / alat penopang, berikan skor 15. Jika pasien dapat berjalan
tanpa alat bantu dan bedrest dibantu perawat berikan skor 0.
Terapi intravena ( terpasang infus ) :
Jika pasien terpasang infuse berikan skor 25, jika tidak berikan skor 0.
19

Gaya berjalan :
 Jika pasien mengalami gangguan gaya berjalan; mengalami kesulitan untuk
bangun dari kursi, menggunakan bantalan tangan kursi untuk mendorong
tubuhnya, kepala menunduk, pandangan mata terfokus pada lantai,
memerlukan bantuan sedang – total untuk menjaga keseimbangan dengan
berpegangan pada perabot, orang, atau alat bantu berjalan, dan langkah-
langkahnya pendek; berikan skor 20.
 Jika pasien memiliki gaya berjalan yang lemah; pasien membungkuk; tidak
dapat mengangkat kepala tanpa kehilangan keseimbangan, atau memerlukan
bantuan ringan untuk berjalan; dan langkah-langkahnya pendek; berikan skor
10.
 Jika pasien memiliki gaya berjalan normal, berikan skor 0.
Status mental :
Identifikasi pengkajian pasien terhadap dirinya sendiri mengenai kemampuannya
untuk berjalan. Jika pasien mempunyai over-estimasi terhadap kemampuan
fisiknya, berikan skor 15. Jika pengkajian pasien sesuai dengan kemampuan
sebenarnya, berikan skor 0.
20

Tabel 2.3 The Humpty Dumpty Scale


Parameter Kriteria Skor
Usia  < 3 tahun 4
 3 – 7 tahun 3
 7 – 13 tahun 2
 > 13 tahun 1
Jenis kelamin  Laki-laki 2
 Perempuan 1
Diagnosis  Diagnosis neurologi 4
 Perubahan oksigenasi (diagnosis 3
respiratorik, dehidrasi, anemia, anoreksia,
sinkop, pusing, dsb)
 Gangguan perilaku / psikiatri 2
 Diagnosis lainnya 1
Gangguan kognitif  Tidak menyadari keterbatasan dirinya 3
 Lupa akan adanya keterbatasan 2
 Orientasi baik terhadap diri sendiri 1
Faktor lingkungan  Riwayat jatuh/bayi diletakkan di tempat 4
tidur dewasa
 Pasien menggunakan alat bantu / bayi 3
diletakkan dalam tempat tidur
bayi/perabot rumah
 Pasien diletakkan di tempat tidur 2
 Area di luar rumah sakit 1
Respon terhadap  Dalam 24 jam 3
pembedahan / sedasi /  Dalam 48 jam 2
anestesi  > 48 jam atau tidak menjalani 1
pembedahan/sedasi/anestesi
Penggunaan  Penggunaan multiple : sedatif, obat 3
medikamentosa hipnosis,barbiturat, fenotiazin,
antidepresan, pencahar, diuretik, narkose
 Penggunaan salah satu obat di atas 2
 Penggunaan medikasi lainnya / tidak ada 1
medikasi
Total

Keterangan :
Resiko rendah 7-11
Resiko tinggi > 12

n. Skrining Psikologis
1) Skrining psikologis dilakukan pada seluruh pasien rawat jalan sesuai format
yang ada di formulir pengkajian pasien.
2) Skrining psikologis dilakukan pada seluruh pasien rawat inap sesuai format
yang ada di formulir catatan awal medis dan pengkajian keperawatan.
21

o. Pengkajian Sosial Ekonomi dan Budaya


1) Pengkajian sosial, ekonomi dan budaya dilakukan oleh dokter, perawat dan
petugas administrasi.
2) Pengkajian sosio-ekonomi-budaya oleh dokter dilakukan dengan cara :
a) Melihat data agama, pendidikan, pekerjaan yang tertulis di lembar
ringkasdan masuk.
b) Melakukan anamnesis langsung (Auto-anamnesis) maupun tidak langsung
(Allo-anamnesis) untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan
kemampuan & kemauan pasien untuk kelanjutan proses pengobatannya.
c) Pengkajian oleh dokter bertujuan untuk memperoleh pemahaman mengenai
latar belakang pasien secara holistik guna membuat rencana penanganan
pasien yang terbaik sesuai dengan keadaan sosio – ekonomi – budaya dari
pasien tersebut.
3) Pengkajian sosio-ekonomi-budaya oleh perawat dilakukan dengan cara :
a) Melakukan pengkajian langsung dan mendokumentasikan dalam form
pengkajian keperawatan.
b) Mengisi form kebutuhan edukasi pasien
c) Pengkajian oleh petugas administrasi dilakukan dengan tujuan memenuhi
kelengkapan administrasi dari pasien.
4) Pada pengkajian sosio-ekonomi-budaya pasien rawat inap dan pengkajian
pasien rawat jalan perlu ditanyakan pula :
a) Apakah pasien perlu bantuan untuk memahami informasi mengenai
pelayanan kesehatan?
b) Tanyakan pula bagaimana pasien lebih suka menerima informasi?
(membaca, mendengar atau meihat?)
c) Bahasa apa yang paling dirasa nyaman bagi pasien untuk
mengkomunikasikan mengenai penyakitnya. Dalam hal penyedia layanan
(dokter/perawat) tidak dapat berbicara dalam bahasa yang paling nyaman
untuk pasien tersebut, maka diupayakan mencari keluarga pasien atau staf
RS yang mempu menjembatani komunikasi dengan baik kepada pasien
atau walinya.
d) Dalam hal pasien diwakili oleh wali, misalnya pasien anak-anak atau kondisi
secara fisik atau psikis terganggu, maka pertanyaan-pertanyaan di atas
perlu diajukan ke wali pasien tersebut.
22

e) Apakah ada hal-hal terkait dengan budaya / kepercayaan yang dianut yang
berhubungan dengan proses perawatannya? Termasuk menanyakan
adanya obat-obat alternatif yang dikonsumsi atau dilakukan selama
perawatan.

p. Pengkajian Farmasi
Pengkajian farmasi merupakan pengkajian atau asuhan untuk mengidentifikasi
kebutuhan farmasi (obat atau alkes).

q. Pengkajian Fisiioterapi
Pengkajian fisioterapi merupakan pengkajian untuk menilai kebutuhan atau status
fungsional pasien.

r. Pengkajian Pasien Terminal


1) Identifikasi pasien dengan kondisi terminal, Identifikasi dilakukan diseluruh unit,
baik oleh dokter maupun oleh perawat.
2) Pada pasien terminal perlu dilakukan secara khusus pengkajian mengenai
kebutuhan unik dari pasien maupun keluarga dengan mengkaji :
a) Metode penyampaian berita buruk yang paling sesuai untuk pasien. Dokter
berunding dengan keluarga terlebih dahulu mengenai bagaimana dan kapan
waktu yang sesuai untuk menyampaikan berita buruk.
b) Setelah mengetahui kondisinya, perlu ditawarkan suatu bentuk
pendampingan psikologis / psikiatrik yang mungkin diperlukan untuk melalui
fase denial, fase anger hingga sampai fase acceptance. Hal ini dapat
dilakukan dalam outpatient / inpatient setting.
c) Hal-hal seputar pilihan yang dimiliki pasien seperti ingin meninggal dimana,
serta berbagai kehendak pasien terkait dengan akhir hidupnya (advanced
directives) yang terkait dengan penanganan pasien.
d) Kadang pasien tidak dalam kondisi sadar / mampu berkomunikasi, maka
langkah di atas mungkin pula diperlukan untuk keluarga pasien.
e) Kebutuhan akan layanan spiritual atau pelayanan rohani, yang dapat
disediakan oleh rumah sakit dan dapat ditawarkan kepada pasien atau
keluarga pasien, namun pasien / keluarga dapat juga memilih untuk
mengundang penasehat spiritual pilihannya sendiri dengan
menginformasikan kepada perawat ruangan (untuk inpatient).
23

f) Kelonggaran dalam berdoa dan jumlah pengunjung diberikan melihat kondisi


ruang perawatan dan diberikan oleh penanggung jawab ruang perawatan
bagi pasien terminal dengan catatan tidak mengganggu pasien lain.
g) Keadekuatan(adequacy) dari obat-obatan paliatif yang diberikan (terutama
obat nyeri), serta pengkajian nyeri dan gejala lain yang mungkin timbul pada
pasien terminal.
3) Pasien terminal yang terpasang alat medik dan rencana akan dirawat di rumah
dengan alat medik tersebut (misalnya ventilator) perlu dikaji mengenai siapa
yang akan melakukan pengawasan terhadap pengoperasian alat medik
tersebut. Edukasi dan pelatihan terhadap yang merawat selanjutnya perlu
dilakukan hingga dipastikan bahwa mereka mampu mengoperasikan alat medik
tersebut dengan benar.

s. Pengkajian Tambahan Khusus


1) Pengkajian penyakit dalam, anak, Obstetri & Ginekologi dan bedah umum,
bedah saraf, jiwa tidak memiliki standar khusus, dilakukan sesuai keluhan
pasien dan standar profesi.
2) Pengkajian poliklinik gigi, THT, mata dilakukan sesuai format yang ada di form
pengkajian khusus untuk dokter.
3) Pengkajian hemodaialisis dilakukan sesuai format pengkajian hemodialisis.

t. Pengkajian Pasien dengan Gangguan Komunikasi


1) Selain bahasa, pasien dapat memiliki gangguan komunikasi yang dapat
berakibat pada tidak sesuainya penanganan pasien tersebut. Gangguan
komunikasi yang mungkin terjadi adalah :
a) Pasien dengan gangguan pendengaran (hearing loss), bisu, maupun buta
(blindness).
b) Pasien mengalami gangguan kognitif (bawaan maupun didapat), misalnya
retardasi, Cerebral Palsy, Stroke, dll).
2) Dalam hal pasien memiliki gangguan komunikasi di atas, maka keluarga pasien
diminta memberi informasi mengenai bagaimana komunikasi sehari-hari di
rumah yang efektif dilakukan.
3) Siapa keluarga atau orang di rumah yang mampu berkomunikasi secara efektif
dengan pasien.
24

4) Dalam hal pasien buta, komunikasi verbal merupakan metode utama untuk
pengkajian, dan dalam hal pasien bisu/tuli, maka komunikasi tertulis merupakan
salah satu alternative pertama untuk pengkajian.
5) Dalam hal gangguan pendengaran total dan pasien berkomunikasi dengan
bahasa isyarat untuk orang tuna rungu, dan keluarga yang ada pada saat itu
tidak dapat berkomunikasi, maka rumah sakit mengundang ahli bahasa isyarat
untuk membantu proses komunikasi atau menunggu hingga anggota keluarga
yang mampu berkomunikasi hadir di rumah sakit, kecuali dalam keadaan life
saving.
6) Untuk pasien dengan gangguan kognitif, komunikasi dilakukan sebatas dokter
menganggap informasi dan komunikasi yang ada dapat dipercaya. Dan perlu
dilakukan konfirmasi dengan keluarga mengenai hasil pengkajian tersebut.

u. Discharge Planning (Rencana Pemulangan Pasien)


1) Pengkajian awal pasien berupa kebutuhan akan adanya perencanaan untuk
pemulangan pasien (Discharge Planning) yang meliputi :
a) Pada kondisi tertentu, pasien memerlukan perencanaan pemulangan sedini
mungkin, demi kepentingan penanganan selanjutnya di rumah. Hal mana
berhubungan dengan kelanjutan pengobatan, kepatuhan minum obat,
proses rehabilitasi, dan lain sebagainya.
b) Pengkajian discharge planning harus setidaknya meliputi : Siapa yang akan
melanjutkan perawatan di rumah saat pulang nantinya.
c) Bagaimana tingkat ketergantungan pasien setelah di rumah (dilihat dari jenis
dan berat ringanya penyakit yang diderita).
d) Pemahaman dari pasien / keluarga / yang merawat di rumah tentang
penyakit pasien dan rencana penanganan yang ada, termasuk obat-obatan
yang diberikan, serta pengkajian lain (pemeriksaan penunjang) yang
dilakukan.
2) Hasil akhir pengkajian cukup didokumentasikan sebagai Discharge Planning.
3) Instruksi pelatihan maupun edukasi yang diperlukan, termasuk perencanaan
trasportasi didiskusikan oleh dokter maupun perawat dengan keluarga atau
penanggung jawab pasien.
4) Perencanaan pemulangan pasien perlu dilakukan pada seluruh pasien yang
telah mendapatkan rawat inap di Rumkital Dr. Midiyato Suratani, terutama :
a) Pasien yang tinggal sendiri.
25

b) Pasien yang penyakitnya tidak akan sembuh total dan memerlukan


perawatan lanjutan di rumah atau di tempat lain.
c) Pasien dengan gangguan mental.
d) Pasien intensive care unit (pasien pulang dalam kondisi kritis).
e) Bayi prematur, cacat.
f) Pasien yang memerlukan pembedahan.
g) Pasien warga negara asing yang mungkin memerlukan pemulangan ke
negara asalnya
26

BAB III
TATA LAKSANA

Pengkajian pasien dilakukan oleh Profesional Pemberi Asuhan (PPA) yang


berkompeten memberikan pelayanan secara professional dan melibatkan ahli lain bila
diperlukan. Profesional Pemberi Asuhan (PPA) terdiri dari dokter, perawat, bidan, ahli gizi,
apoteker dan fisioterapis. Lingkup pengkajian pasien meliputi pasien di rawat jalan, unit
gawat darurat dan rawat inap serta melibatkan unit penunjang lain seseuai dengan
kebutuhan pasien.

5. Tata Laksana Pengkajian Pasien


a. Dokter dan perawat menganamnesa keluhan utama dan riwayat perjalanan
penyakit pasien dapat diperoleh dari pasien dan keluarganya dengan menanyakan
langsung kepada pasien atau kepada keluarga pasien.
b. Anamnesis meliputi : identitas pasien, sosial ekonomi, tanggal dan waktu
pemeriksaan, keluhan utama, riwayat penyakit .
c. Selanjutnya dokter dan perawat melaksanakan pemeriksaan fisik, psikologis
(depresi, ketakutan, agresif dan potensi menyakiti diri sendiri atau orang lain),
status gizi, nyeri, resiko jatuh, pemeriksaan penunjang, dengan cara ceklist pada
lembar pengkajian yang telah disediakan .
d. Kemudian dokter menetapkan diagnosis, rencana penatalaksanaan (pengobatan
dan tindakan), meminta persetujuan tindakan bila diperlukan (informed concent),
agar kebutuhan dan jenis pelayanan pasien baik kebutuhan pelayanan medis
ataupun pelayanan keperawatan sehingga pelayanan dan pengobatan dapat
dimulai.
e. Semua hasil temuan dari hasil pengkajian termasuk apabila ada observasi klinis,
konsultasi, spesialistik dan hasil pengobatan, didokumentasikan pada rekam
medis, dicantumkan tanggal dan waktu pemeriksaan serta ditandatangani oleh
yang melaksanakan pengkajian.
f. Apabila DPJP berhalangan untuk melakukan pengkajian awal medis sesuai
dengan kerangka waktu yang ditentukan, maka dapat didelegasikan kepada
sesama dokter spesialis yang ada dibagiannya, sedangkan pengkajian ulang dapat
didelegasikan kepada dokter jaga yang sudah diatur.
g. Pengkajian ulang dapat dilakukan oleh dokter jaga, jika dokter DPJP berhalangan
hadir. Dalam hal melakukan ulang medis yang didelegasikan kepadanya, hasil
27

pengkajian harus dilaporkan kepada DPJP untuk diberikan penatalaksanaan


selanjutnya oleh DPJP.
h. Untuk pasien yang membutuhkan pelayanan berbeda (misal pasien yang
membutuhkan pelayanan lebih dari satu spesialistik) maka tiap-tiap disiplin klinis
yang memberikan pelayanan pada pasien melakukan pengkajian awal masing –
masing sesuai dengan bidangnya.
i. Pengkajian awal dan pengkajian ulang medis dilakukan oleh dokter penanggung
jawab pasien (DPJP) apabila pasien mungkin menjalani banyak jenis pengkajian
oleh berbagai unit kerja dan pelayanan, maka staf yang bertanggung jawab atas
pasien bekerjasama menganalisis temuan pada pengkajian dan mengkombinasi
informasi dalam suatu gambaran komprehensif dari kondisi pasien.
j. Dalam pengkajian awal medis rawat jalan maupun unit gawat darurat, dokter
menetapkan apakah pasien membutuhkan perawatan (rawat inap), perawatan ICU,
dirujuk atau dapat dipulangkan.
k. Setelah dokter menetapkan rencana penatalaksanaan terhadap pasien, dokter
harus menjelaskan tentang indikasi dan efek samping yang mungkin timbul dari
hasil pengobatan maupun tindakan.

6. Kerangka Waktu Pengkajian Pasien


a. Pengkajian awal medis dilaksanakan dalam 24 jam pertama sejak rawat inap atau
lebih cepat sesuai kondisi pasien.
b. Pengkajian awal keperawatan dilaksanakan dalam 24 jam pertama sejak rawat
inap atau lebih cepat sesuai kondisi pasien
c. Pengkajian awal medis yang dilakukan sebelum pasien di rawat inap, atau sebelum
tindakan pada rawat jalan di rumah sakit, tidak boleh lebih dari 30 hari, atau riwayat
medis telah diperbahurui dan pemeriksaan fisik telah diulangi.
d. Untuk pengkajian kurang dari 30 hari, setiap perubahan kondisi pasien yang
signifikan, sejak pengkajian dicatat dalam rekam medis pasien pada saat masuk
rawat inap.
e. Pengkajian ulang proses pelayanan pasien secara terintegrasi satu kali setiap 24
jam, terkecuali kasus bayi patologi dan pasien jiwa setiap 12 jam, serta dapat
dilakukan lebih dari satu kali untuk pasien dalam kondisi gawat darurat, untuk
menilai kemajuan signifikan kondisi pasien untuk memenuhi kebutuhan dan
rencana pelayanan sesuai kebijakan dan prosedur.
f. Kerangka waktu pengkajian dari luar rumah sakit sampai pasien dirawat inap :
28

1) Kurang dari 30 hari, bagian – bagian pengkajian dapat diulang atau diverifikasi
(radiologi, laboratorium dan perubahan kondisi pasien yang signifikan) dan
setiap perubahan kondisi pasien yang signifikan dicatat dalam rekam medis.
2) Lebih dari 30 hari harus dipengkajian ulang.

7. Hasil Pengkajian Informasi Di Dokumentasikan Dalam Rekam Medis


a. Semua pasien yang dilayani rumah sakit baik pada pasien rawat jalan dan rawat
inap yang telah dilakukan pengkajian informasi sesuai kebutuhan pasien dan jenis
pelayanannya harus didokumentasikan dalam rekam medis.
b. Pengkajian informasi yang didokumentasikan dalam rekam medis pada pasien
rawat jalan terdiri dari : identitas pasien, tanggal dan waktu, anamnesis yang
mencakup keluhan dan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan penunjang medik.
c. Pengkajian informasi yang didokumentasikan dalam rekam medis pada pasien
rawat inap terdiri dari : identitas pasien, tanggal dan waktu, anamnesis yang
mencakup keluhan dan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan penunjang medik,
fasilitas pelayanan.
d. Untuk pengkajian awal medis, semua hasil pengkajian didokumentasikan pada
lembar / form catatan awal medis (rawat inap) dan catatan medis gawat darurat
(IGD) sesuai dengan disiplin klinis masing-masing.
e. Untuk pengkajian ulang medis didokumentasikan pada catatan perkembangan
terintegrasi.
f. Pengkajian awal dan pengkajian ulang keperawatan dilakukan oleh perawat di unit
kerjanya masing-masing sesuai dengan kompetensi dan tanggung jawabnya yang
ditetapkan secara tertulis, termasuk pengkajian gawat darurat (form pengkajian
awal keperawatan rawat jalan, pengakajian awal keperawatan rawat inap dan
catatan perkembangan terintegrasi).
g. Untuk pasien baru rawat jalan dilakukan pengkajian saat pasien kontrol pertama
kali. Untuk kontrol berikutnya, pengkajian keperawatan menilai keluhan pasien,
tanda-tanda vital, tinggi badan dan berat badan. Untuk pasien lama / kronis
pengkajian ulang dilakukan setiap 30 hari saat pasien kontrol berikutnya.
h. Apabila pasien mendapat pelayanan lebih dari satu poliklinik, maka tiap-tiap
perawat poliklinik melakukan pengkajian dibagiannya masing-masing.
i. Pengkajian ulang keperawatan rawat inap dilakukan setiap hari oleh perawat dan
diulang kembali selama 1x24 jam. Hasil pengkajian didokumentasikan dilembar
29

integrasi, apabila ada hal-hal khusus misalnya perburukan, harus dilakukan


pengkajian segera dan dilaporkan kepada dokter DPJP untuk tindakan lebih lanjut.
30

BAB IV
DOKUMENTASI

Semua kegiatan yang dilakukan oleh petugas yang berwenang melaksanakan pengkajian
pasien di Rumkital Dr. Midiyato Suratani tentang pengkajian pasien didokumentasikan
pada lembar rekam medis pasien atau rekam medis eletronik.

Kepala Rumkital Dr. Midiyato Suratani

dr. Edwin M. Kamil, Sp. B


Kolonel Laut (K) NRP 9131/P

Anda mungkin juga menyukai